Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tiara Safitri
"Penelitian ini membahas mengenai bagaimana fungsi dan sumber resiliensi remaja pasca perceraian orang tua. Perceraian orang tua merupakan salah satu peristiwa yang signifikan dalam hidup seorang remaja. Peristiwa tersebut dapat memengaruhi kesejahteraan dan perkembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana fungsi dan sumber resiliensi yang dimiliki remaja serta bagaimana fungsi dan sumber resiliensi yang remaja miliki dilihat dari perkembangan kognitif mereka. Pemahaman tentang fungsi dan sumber resiliensi ini dapat membantu dalam merancang intervensi yang relevan untuk meningkatkan fungsi dan sumber resiliensi pada remaja pasca perceraian orang tua. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi terhadap 3 orang remaja dan 3 orang dewasa awal yang memiliki riwayat perceraian orang tua ketika berusia 11–15 tahun. Penelitian ini berlangsung sejak bulan September 2022—Juni 2023. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua informan dalam penelitian ini memiliki semua fungsi dan sumber resiliensi karena disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu latar belakang informan seperti jenis kelamin, usia, saudara kandung yang mereka miliki, serta kedekatan hubungan mereka dengan orang terdekatnya. Selain itu, fungsi dan sumber resiliensi remaja pasca perceraian orang tuanya juga dapat dilihat dari perkembangan kognitif yang mereka alami, diketahui dari caranya berpikir secara abstrak, logis, dan idealis.

This study discusses the functions and sources of adolescent resilience after parental divorce. Parental divorce is one of the significant events in an adolescent’s life. These events can affect the adolescent’s well-being and development. This study aims to describe how the functions and sources of resilience that adolescents have and how the functions and sources of resilience that adolescents have, are seen from their cognitive development. This understanding of functions and sources of resilience can help in designing relevant interventions to improve the functions and sources of adolescent resilience after parental divorce. This study uses a qualitative approach by conducting in-depth interviews and observations of 3 adolescents and 3 early adults who had a history of parental divorce at the age of 11–15 years old. This study took place from September 2022—June 2023. The results showed that not all informants in this study had all functions and sources of resilience because it was caused by several factors, such as their background, i.e. gender, age, siblings, and the closeness of their relationships with their closest ones. In addition, the functions and sources of adolescent resilience after parental divorce can also be seen from the cognitive development they experience, known from the way they think abstractly, logically, and idealistically. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilma Ramadina
"Perceraian orang tua dapat berdampak pada anak hingga dewasa. Salah satunya berdampak pada sikap terhadap pernikahan individu. Self-Compassion (SC) sebagai faktor internal yang positif diduga memiliki hubungan dengan sikap terhadap pernikahan pada usia dewasa awal yang orang tuanya bercerai. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Self-Compassion (SC) dan Attitudes Toward Marrigae (ATM) pada masa dewasa awal (18-25 tahun) dengan orang tua bercerai. Total peserta yang diperoleh sebanyak 210 peserta. Pengukuran SC dilakukan dengan menggunakan alat ukur Self-Compassion Scale-Short Form (SCS-SF). sedangkan pengukuran ATM dilakukan dengan menggunakan alat ukur Marital Attitudes Scale (MAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif (r= 0,408; p= <0,01) antara SC dan ATM pada dewasa awal dengan orang tua bercerai. Artinya, semakin tinggi SC pada masa dewasa awal yang orang tuanya bercerai, semakin positif ATM tersebut. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa enam komponen SC (self-kindness, common kemanusiaan, mindfulness, self-judgment, isolasi, over-identification) memiliki hubungan yang signifikan dengan ATM. Terdapat perbedaan skor rata-rata SC jika dilihat dari data demografi masyarakat yang tinggal bersama peserta saat ini.
Divorce of parents can have an impact on children to adulthood. One of them has an impact on attitudes towards individual marriage. Self-Compassion (SC) as a positive internal factor is thought to have a relationship with attitudes towards marriage in early adulthood whose parents are divorced. This study was conducted to determine the relationship between Self-Compassion (SC) and Attitudes Toward Marrigae (ATM) in early adulthood (18-25 years) with divorced parents. The total participants obtained were 210 participants. SC measurements were performed using the Self-Compassion Scale-Short Form (SCS-SF) measuring instrument. while ATM measurements were performed using the Marital Attitudes Scale (MAS) measuring instrument. The results showed that there was a significant and positive relationship (r= 0.408; p= <0.01) between SC and ATM in early adulthood with divorced parents. That is, the higher the SC in early adulthood whose parents divorced, the more positive the ATM was. The results also showed that the six components of SC (self-kindness, common humanity, mindfulness, self-judgment, isolation, over-identification) had a significant relationship with ATM. There is a difference in the average SC score when viewed from the demographic data of the people living with the current participants."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Aini Adinda Ettah
"Perceraian orang tua dinilai memiliki beberapa dampak negatif, salah satunya adalah salah satunya adalah perilaku menyakiti diri sendiri. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa Self-compassion dapat menjadi faktor protektif terhadap pengalaman negatif seperti: perceraian orang tua dan mencegah perilaku menyakiti diri sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara self-compassion dan self-harm pada awal masa dewasa dengan orang tua bercerai. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional dengan 91 peserta berusia 18-25 tahun, berasal dari keluarga bercerai dan memiliki melakukan menyakiti diri sendiri. Self-compassion diukur dengan menggunakan Self Compassion Scale- Short Form (SCS-SF) dan self-harm diukur menggunakan Self Harm Behavior Kuesioner (SHBQ). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan hubungan negatif yang signifikan antara self-compassion dan self-harm di awal masa dewasa memiliki orang tua yang bercerai, r = - 0,275, p < 0,01. Self-compassion yang lebih tinggi seseorang, semakin rendah perilaku melukai diri sendiri. Selain itu, para peneliti menemukan hubungan yang signifikan antara subskala self-compassion (kebaikan diri, penilaian diri) dan over-identifikasi) dengan perilaku menyakiti diri sendiri.
Parental divorce is considered to have several negative impacts, one of which is self-harm. Several previous studies have shown that self-compassion can be a protective factor against negative experiences such as parental divorce and preventing self-harm. This study aims to examine the relationship between self-compassion and self-harm in early adulthood with divorced parents. This study is a quantitative correlational study with 91 participants aged 18-25 years, coming from divorced families and having committed self-harm. Self-compassion was measured using the Self Compassion Scale-Short Form (SCS-SF) and self-harm was measured using the Self Harm Behavior Questionnaire (SHBQ). The results of this study indicate that there is a significant negative relationship between self-compassion and self-harm in early adulthood with divorced parents, r = - 0.275, p < 0.01. The higher a person's self-compassion, the lower the self-injury behavior. In addition, the researchers found a significant relationship between the self-compassion subscale (self-worth, self-assessment)
and over-identification) with self-injurious behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Savitri Adriani
"Perceraian orang tua memberikan dampak negatif berkepanjangan pada anak hingga ia dewasa. Salah satunya adalah rendahnya psychological well-being (PWB) anak. Self-compassion (SC) dianggap mampu meningkatkan PWB. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara SC dan PWB pada dewasa awal dengan orang tua bercerai. PWB diukur menggunakan alat ukur Ryff’s Scale of Psychological Well-Being, sedangkan SC diukur menggunakan alat ukur Self-Compassion Scale-Short Form. Jumlah partisipan yang diperoleh adalah 210 partisipan. Hasil korelasi menunjukkan terdapat hubungan antara SC dan PWB pada dewasa awal dengan orang tua bercerai, (r(N=210)=0.680,p<0.01, two tailed). Perbedaan rata-rata skor signifikan ditemukan pada variabel PWB pada jumlah pengeluaran keluarga.

Divorce of parents have a prolonged negative impact on the child until they become an adult. One of them is the low psychological well-being (PWB) in emerging adults. Self-compassion (SC) is considered capable of increasing PWB. This study aims to explore the relationship between SC and PWB in emerging adults with divorced parents. PWB is measured using the Ryff’s Scale of Psychological Well-Being, while SC is measured using the Self-Compassion Scale-Short Form. Total of participants obtained was 210 participants. Results show that there was a significant relationship between self-compassion and psychological well-being in emerging adults with divorced parents, (r (N = 210) = 0.680, p <0.01, two tailed). Significant mean differences in scores were only found in the psychological well-being variable in the demographic data section on family expenditure."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mestika Dewi
"Kehidupan pernikahan tidak selalu berjalan dengan mulus dan dapat berakhir dengan perceraian. Perceraian orang tua merupakan sumber masalah, sumber stres yang signifikan dan sumber stres psikososial terbesar bagi anak anak dan memberikan dampak yang negatif pada banyak anak (Journal of Marriage and Family edisi Agustus tahun 2001, dalam Kompas, hal. 28, 26 September 2004).
Perceraian ini dimaknai anak-anak terutama remaja sebagai kejadian yang tidak menyenangkan dan menyakitkan mereka. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah melalui memaafkan, yaitu“pintu” untuk menyembuhkan luka~luka batin (Desmond Tutu, Kompas, hal. 13, I9 Desember 2004). Peneliti menggunakan beberapa tahapan proses memaaikan
berdasarkan rangkuman dari berbagai sumber, yaitu Wallerstein, 1983 (dalam Bigner, 1994); Malcolm dan Greenberg (dalam Cullough, Pargament dan Thoresen, 2000); Worthjngthon (dalam Sumampouw, 2004); Enright dan Coyle (dalam Sumampouw, 2004); dan Gordon dan Baucom, I999 (dalam Yunita, 2004) yang juga berkaitan dengan tugas psikologis remaja yang orang tuanya bercerai, yaitu menjadi menerima dan mengalami akibat perceraian, mencari makna dan implikasi terhadap pemahaman baru dan menjalankan kehidupan berdasarkan keyakinan baru. Masing-masing tahapan terbagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu terhadap ayah, terhadap ibu dan terhadap orang tua berkaitan dengan pengalaman yang menyakitkan dalam peristiwa/kejadian perceraian tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif sebagai tipe penelitian, menggunakan metode wawancara dan observasi sebagai metode pengambilan datanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua subyek dalam usaha memaafkan terutama terhadap orang tua berkaitan dengan pengalaman yang menyakitkan dalam peristiwa/kejadian perceraian tersebut; sedangkan secara khusus tedradap ayah dan ibu, setiap subyek berbeda-beda dalam menghayatinya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Herdian
"Hak asuh anak (hadhanah) atas anak di bawah umur oleh pasangan suami istri yang bercerai pada umumnya diberikan kepada orang tua perempuan (ibu) kandung, namun pada kondisi tertentu Hakim Pengadilan Agama memberikan hak asuh anak kepada orang tua laki-laki (ayah) kandung melalui putusan pengadilan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai pertimbangan hakim dalam memutuskan hak asuh bagi anak di bawah umur pasca perceraian kepada orang tua laki-laki kandung dan akibat hukum yang ditimbulkan dalam Putusan Pengadilan Agama Tanjung Karang Nomor 1419/Pdt.G/2020/PA.Tnk. Metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam memutuskan hak asuh bagi anak di bawah umur pasca perceraian kepada orang tua laki-laki kandung dalam Putusan Pengadilan Agama Tanjung Karang Nomor 1419/Pdt.G/2020/PA.Tnk sudah sesuai dengan syariat Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Pertimbangan hakim tersebut didukung oleh alat bukti, saksi-saksi dan pertimbangan bahwa penetapan hak asuh anak sangat diperlukan untuk kepentingan pemenuhan hak anak. Majelis Hakim menilai bahwa tergugat kurang memberikan kasih sayang, perhatian dan tidak memiliki keteladanan yang baik bagi anak, sehingga Majelis Hakim memutuskan bahwa kedua anak hasil perkawinan Penggugat dengan Tergugat berada di bawah pemeliharaan Penggugat sebagai ayah kandungnya sampai anak-anak tersebut mumayyiz. Akibat hukum putusan tentang pemberian hak asuh atas anak di bawah umur kepada orang tua laki-laki kandung pasca perceraian adalah adanya kepastian hukum bagi penggugat dalam melaksanakan pengasuhan anak. Akibat hukum bagi anak adalah perceraian orang tua tidak menggugurkan hak anak untuk mendapatkan kasih sayang, pengasuhan dan pendidikan. Anak tetap berhak untuk mendapatkan nafkah dan kebutuhan baik materiil maupun moril dari kedua orang tuanya yang telah bercerai.

Custody of children (hadhanah) by a divorced husband and wife is generally given to the biological parents (mother) of the woman, but in certain conditions the Religious Court Judge gives custody of the child to the biological parents of the male (father) through a court decision. The problem in this study is regarding the judge's considerations in deciding custody of minors after divorce to biological male parents and the legal consequences caused in the Religious Court Decision Number 1419/Pdt.G/2020/PA.Tnk. The method used to answer these problems is normative juridical research with evaluative descriptive typology. The results of the analysis show that the judge's consideration in deciding custody of minors after divorce to biological male parents in the Tanjung Karang Religious Court Decision Number 1419/Pdt.G/2020/PA.Tnk is in accordance with Islamic law, the Marriage Law and the Compilation Islamic law. The judge's consideration is supported by evidence, witnesses and the consideration that the determination of child custody is very necessary for the fulfillment of children's rights. The Panel of Judges considered that the defendant lacked affection, attention and did not have a good example for the child, so the Panel of Judges decided that the two children resulting from the marriage of the Plaintiff and the Defendant were under the care of the Plaintiff as their biological father until the children were mumayyiz. The legal consequence of the decision on granting custody of minors to biological male parents after divorce is legal certainty for the plaintiff in carrying out child care. The legal consequence for the child is that the divorce of the parents does not abort the child's right to love, care and education. Children still have the right to earn a living and both material and moral needs from their divorced parents."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Narendra Bayutama Wibisono
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self-compassion dan kecemasan pada dewasa muda yang mengalami perceraian kedua orang tua. Total partisipan berjumlah 66 orang dan merupakan dewasa muda pada rentang usia 18-25 tahun. Self-compassion diukur menggunakan Self-Compassion Scale-Short Form (SCS-SF), sedangkan diukur menggunakan State-Trait anxiety Inventory Skala Trait (STAI-T). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self-compassion dengan kecemasan pada dewasa muda yang mengalami perceraian kedua orang tua. Kemudian ditemukan juga kecemasan yang lebih tinggi pada partisipan yang telah menempuh pendidikan S1 atau Diploma dibandingkan dengan partisipan yang baru menempuh pendidikan SMA sederajat.

This study aims to find out the relationship between self-compassion and editors on young adults
who experience divorce from both parents. The total number of participants was 66 people and young adults aged 18-25 years. Compassion is measured using the Self-Compassion Scale-Short Form (SCS-SF), while anxiety is measured using the State-Trait anxiety Inventory Trait Scale (STAI-T). The results showed that there was a significant negative relationship between selfcompassion and anxiety in young adults who experienced divorce from both parents.. Then it was also found that anxiety was higher in participants who had taken an undergraduate or diploma education compared to participants who had just taken high school education and equivalent.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library