Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eka Komarasari
Abstrak :
Latar belakang : Reaksi ENL disebabkan oleh ketidakseimbangan imunitas selular dan humoral. Kortikosteroid merupakan obat standar yang digunaktapi dapat menimbulkan efek samping pada berbagai organ. Sehubungan dengan itu perlu dipikirkan terapi ajuvan yang efektif untuk reaksi ENL. Seng merupakan mikronutrien yang berperan penting pada berbagai fungsi enzimatik, aktivasi sel T, efek antiinlamasi, menghambat pembentukan kompleks imun, dan mempunyai efek antioksidan, dipikirkan dapat digunakan sebagai terapi ajuvan untuk terapi reaksi ENL. Tujuan : Menilai perbandingan perbaikan klinis reaksi ENL pada pasien kusta yang diberikan ajuvan seng dengan yang diberikan plasebo. Metode : Penelitian ini merupakan suatu uji klinis acak tersamar ganda menggunakan plasebo dengan desain paralel. Dilakukan randomisasi blok untuk membagi subyek menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok plasebo. Evaluasi dilakukan tiap dua minggu selama enam minggu. Hasil : Pada akhir perlakuan, perbaikan klinis kelompok perlakuan adalah 79,2% dan kelompok plasebo adalah 72,7%. Perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik. Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan bermakna pada perbaikan klinis reaksi ENL antara pasien kusta yang diberikan ajuvan seng dengan yang diberikan plasebo.
Background : ENL reaction is caused by imbalance of cellular and humoral immunity. Corticosteroid is the standard drug used to treat ENL, but can cause serious side effects in multiple organs. There for, it is needed to find effective adjuvant drug for ENL. Zinc is essential micronutrient for various enzymatic proceses, T cell activation, antiinflamation effect, inhibiting the formation of immune complexes, and has the effect of antioxidant. Several studies have shown the benefit of addition zinc for ENL reaction. Objective : To assess the comparative clinical improvement ENL reaction in leprosy patients given adjuvant zinc with placebo. Methods : Randomized double-blind clinical trial using placebo with parallel design. Block randomization divided the subjects into two groups, namely the treatment group and the placebo group. The evaluation was performed every two weeks for six weeks. Result : At the end of treatment, the clinical improvement ENL reaction obtained was 79,2% treatment group and the placebo group was 72,7%. The differences were not statistically significant. Conclusion : There were no significant differences in clinical improvement ENL reaction in leprosy patient treated with adjuvant zinc compared to placebo.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shaqina Said
Abstrak :
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah gangguan neuropsikiatri yang dapat terjadi pada anak-anak serta dapat memberikan beban dan hambatan dalam menjalankan fungsi sehari-hari. Komorbiditas psikiatrik pada GPPH dapat menambah morbiditas dan memperburuk prognosis dari GPPH. Perbaikan klinis GPPH berhubungan dengan kualitas hidup yang lebih baik, namun belum ada penelitian mengenai hubungan komorbiditas terhadap lama perbaikan klinis GPPH yang menggunakan alat ukur Abbreviated Conners Parent/Teacher Rating Scale (ACP/TRS), alat ukur yang digunakan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komorbiditas gangguan jiwa terhadap lama perbaikan klinis GPPH dengan menggunakan ACP/TRS. Dengan menggunakaan metode cross-sectional, penelitian ini menggunakan rekam medis pasien GPPH yang datang ke RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam periode 1 Januari 2014-1 Januari 2018 sehingga didapatkan 94 sampel. Angka perbaikan klinis pasien GPPH dalam 7 minggu secara keseluruhan adalah 56,4% (n = 53), dengan komorbiditas yang paling sering adalah retardasi mental (40%, n = 16). Penelitian ini tidak menemukan hubungan komorbiditas gangguan jiwa terhadap perbaikan klinis GPPH (P = 0,85), kemungkinan karena variabel lain yang memengaruhi perbaikan klinis pasien tidak dieksklusi. Penelitian lebih lanjut perlu mempertimbangkan kepatuhan pasien dalam berobat dan kecukupan dosis obat yang diberikan.
Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) is a neuropsychiatric disorder that can occur in children, which could add burden to their daily functions. Psychiatric comorbidities in ADHD may increase morbidity and worsen the prognosis of ADHD. Clinical improvement of ADHD is associated with better quality of life. However, there has not been a study of ADHD using Abbreviated Conners Parent/Teacher Rating Scale (ACP/TRS), the instrument used in Indonesia. This cross-sectional study used the medical record of ADHD patients in RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) that were in the Medical Records Unit within the period of 1 January 2014-1 January 2018. A total of 94 medical records were obtained. Within 7 weeks, 56,4% of all ADHD patients (n = 53) has improved, with the most prevalent comorbidity being mental retardation (40%, n = 16). This study found no significant relationship between psychiatric comorbidity and the clinical improvement of ADHD (P = 0,85), probably because some variables that affect clinical improvement are not excluded. Further studies that consider patients adherence to medication dan adequacy of the dosage of the drug administered are required.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husain Muhammad Fajar Surasno
Abstrak :

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan gangguan psikiatri yang paling sering ditemui pada anak-anak dengan gejala-gejala dalam memusatkan perhatian dan/atau aktivitas/ implusivitas berlebih. Hingga saat ini, pasien yang didiagnosis dan mendapat perawatan GPPH lebih banyak pada kelompok usia sekolah dibanding kelompok pra sekolah. Belum ada penelitian di Indonesia tentang penanganan dini GPPH pada kelompok pra sekolah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan kelompok usia diagnostik dengan lama perbaikan klinis GPPH anak. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan mengamati rekam medis pasien GPPH murni dari dua kelompok usia diagnostik, yang datang dan melakukan kontrol di Poliklinik Jiwa Anak-Remaja RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam kurun waktu 1 Januari 2014 – 1 Januari 2018, didapatkan 99 sampel. Angka perbaikan klinis GPPH murni di RSCM secara keseluruhan adalah 47,5% (n = 99), terdiri dari 51,5% kelompok usia pra sekolah (n=33) dan 45,5% kelompok sekolah (n=66). Rata-rata waktu perbaikan klinis secara keseluruhan adalah 4.44 minggu. Dalam penelitian ini, tidak terdapat hubungan bermakna antara kelompok usia diagnostik pra sekolah dan sekolah dengan lama perbaikan klinis GPPH (P = 0,67). Diperlukan penelitian lebih lanjut yang mempertimbangkan kepatuhan minum obat dan latar belakang keluarga pasien.


Attention-Deficit/Hiperactivity Disorder (ADHD) is a psychiatric disorder that is most often encountered in children with symptoms in focusing attention and / or excessive activity / implusivity. Until now, patients were diagnosed and received ADHD treatment more in the school age group than in the pre-school age. There has been no research in Indonesia about early treatment of ADHD in pre-school groups. The aim of this study was to determine the association between diagnostic age groups and the duration of ADHD clinical improvement. This study used a cross-sectional method by observing medical records of pure ADHD patients from two diagnostic age groups, who came and conducted control at Poliklinik Jiwa Anak-Remaja RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) within 1 January 2014 - 1 January 2018, obtained 99 medical records. The overall clinical improvement of ADHD in the RSCM as a whole was 47.5% (n = 99), consisting of 51.5% of the pre-school age group (n = 33) and 45.5% of the school group (n = 66). The average time for overall clinical improvement was 4.44 weeks. In this study, there was no significant relationship between diagnostic age groups (pre-school and school) and the duration of ADHD clinical improvement (P = 0.67). Further research is needed that considers medication adherence and family background in patients.

2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rozi Abdullah
Abstrak :
Infeksi merupakan komplikasi serius dan umum terjadi pada pasien di ruang rawat intensif rumah sakit. Pasien di ruang rawat intensif sering mengalami kondisi kritis dan imunosupresi yang membuat mereka rentan terhadap berbagai infeksi, termasuk yang disebabkan oleh patogen yang resisten terhadap antibiotik. Seringkali, penyebab infeksi tidak dapat langsung diidentifikasi, sehingga pemberian antibiotik empiris harus dilakukan, di mana antibiotik diberikan berdasarkan pengalaman klinis dan pengetahuan tentang patogen yang kemungkinan besar terlibat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kuman dan kesesuaian pemberian antibiotik empiris dengan hasil uji sensitivitas kuman, serta menganalisis hubungan kesesuaian hasil uji sensitivitas kuman dengan perbaikan klinis pada pasien yang mendapatkan antibiotik empiris di ruang rawat intensif rumah sakit Cipto Mangunkusumo periode 2022. an observasional yang dilakukan secara potong lintang (cross-sectional) pada penggunaan antibiotik empiris pada pasien ruang rawat intensif Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo selama periode 2022. Data yang diambil adalah data rekam medis pasien yang dirawat di ruang rawat intensif periode Januari- Desember 2022 yang terdiri dari ICU Dewasa (Kanigara) dan ICU IGD RSCM. Perbaikan klinis setelah pemberian terapi antibiotik empiris dinilai dari penurunan jumlah leukosit, penurunan kadar prokalsitonin, perbaikan skor National Early Warning Score (NEWS) pada 0-48 jam setelah antiobiotik empiris dihentikan. Analisis bivariat dilakukan dengan Uji Chi Square, dengan nilai p signifikansi <0,05. Analisis multivariat dilakukan pada faktor perancu dengan Uji Regresi Logistik.

            Pada penelitian ini didapatkan 107 penggunaan antibiotik empiris. Hasil uji sensitivitas kuman pada pasien yang mendapatkan antibiotik empiris menunjukkan bahwa Klebsiella pneumonia dan Acinetobacter sp. adalah kuman yang paling banyak ditemukan, dengan tingkat sensitivitas yang rendah terhadap antibiotik di bawah 40% pada sebagian besar hasil uji sensitivitas kuman. Didapatkan jumlah kesesuaian antibiotik empiris dengan hasil uji sensitivitas kuman lebih tinggi pada kategori tidak sesuai sebanyak 62,62% (n=67). Terdapat hubungan yang signifikan antara kesesuaian hasil uji sensitivitas kuman dengan perbaikan klinis pada pasien (p<0,05). Analisis multivariat menunjukkan kesesuaian penggunaan antibiotik empiris dengan hasil uji sensitivitas memiliki signifikansi secara statistik terhadap perbaikan klinis (OR 5,26 (1,46-18,95), p = 0,011).

            Penggunaan antibiotik empiris di ruang rawat intensif sebagian besar tidak sesuai dengan hasil uji sensitivitas kuman. Terdapat hubungan yang signifikan antara kesesuaian hasil uji sensitivitas kuman dengan perbaikan klinis pada pasien. Temuan ini menegaskan pentingnya pemilihan antibiotik empiris yang tepat berdasarkan pola kuman dan hasil uji sensitivitas kuman untuk meningkatkan efektivitas perawatan di ruang rawat intensif.


Infections are a serious and common complication in patients in hospital intensive care units. Patients in intensive care often experience critical conditions and immunosuppression, making them vulnerable to various infections, including those caused by antibiotic-resistant pathogens. Often, the cause of the infection cannot be immediately identified, necessitating the administration of empirical antibiotics, where antibiotics are given based on clinical experience and knowledge of the most likely involved pathogens. This study aims to determine the pattern of pathogens and the appropriateness of empirical antibiotic administration with the results of pathogen sensitivity tests, as well as to analyze the relationship between the appropriateness of pathogen sensitivity test results and clinical improvement in patients receiving empirical antibiotics in the intensive care unit of Cipto Mangunkusumo Hospital for the period of 2022.

            This study is an observational cross-sectional research on the use of empirical antibiotics in intensive care patients at Cipto Mangunkusumo Hospital during the 2022 period. The data collected were medical record data of patients treated in the intensive care unit from January to December 2022, consisting of the Adult ICU (Kanigara) and the Emergency Department ICU of RSCM. Clinical improvement after the administration of empirical antibiotic therapy was assessed from the decrease in leukocyte count, the decrease in procalcitonin levels, and the improvement of the National Early Warning Score (NEWS) within 0-48 hours after the empirical antibiotics were discontinued. Bivariate analysis was performed using the Chi-Square Test, with a significance value of p<0.05. Multivariate analysis was performed on confounding factors using Logistic Regression Test.

            In this study, 107 uses of empirical antibiotics were found. Pathogen sensitivity tests in patients receiving empirical antibiotics showed that Klebsiella pneumoniae and Acinetobacter sp. were the most commonly found pathogens, with a low level of sensitivity to antibiotics below 40% in most pathogen sensitivity test results. In addition, the number of appropriate empirical antibiotics with the results of pathogen sensitivity tests was higher in the inappropriate category by 62.62% (n=67). There was a significant relationship between the appropriateness of pathogen sensitivity test results and clinical improvement in patients (p<0.05). Multivariate analysis showed statistical significance (OR = 5,26 (1,46-18,95), p-value = 0.011).

            The use of empirical antibiotics in the intensive care unit was mostly not in accordance with the results of pathogen sensitivity tests. There was a significant relationship between the appropriateness of pathogen sensitivity test results and clinical improvement in patients. These findings affirm the importance of selecting the appropriate empirical antibiotics based on the pattern of pathogens and the results of pathogen sensitivity tests to enhance the effectiveness of care in the intensive care unit.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library