Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Fauzy
Abstrak :
ABSTRAK
Sejak lama, perilaku pria dan perilaku wanita, umumnya, diyakini memiliki perbedaan-perbedaan akibat biologis. Dan, studi lintas budaya pun dengan teguh berkeyakinan, sesungguhnya, perilaku-perilaku mereka bervariasi dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Kebudayaan dianggap ikut berperan menentukan perbedaan perilaku mereka.

Studi ini berusaha meneropong salah satu perilaku pria dan wanita, menyelisik harapan-harapan mereka tentang peran lawan jenis. Kesukubangsaan ? sebagai variabel yang mencerminkan identitas budaya ? ditetapkan sebagai hal yang menentukan perbedaan harapan-harapan di antara mereka. Sedangkan status perkawinan digunakan sebagai variabel kontrol.

Dalam studi ini, 2052 pria dan 3613 wanita dari suku bangsa Jawa, Cina, Sunda, Minang, dan Batak digunakan sebagai subyek. Mereka adalah anggota YASCO, biro jodoh terbesar di Indonesia, yang telah disajikan di Rubrik Jodoh dan Persahabatan di Suratkabar Mingguan Buana Minggu tahun 1975 sampai dengan tahun 1990. Berdasarkan status perkawinan, mereka terdiri dari 1533 jejaka, 519 duda, 2760 gadis, dan 853 janda.

Studi dilakukan dengan metode analisis isi. Hasil analisis dengan analisis varian menunjukkan, baik jenis kelamin maupun kesukubangsaan tidak berhubungan dengan perbedaan harapan pria dengan harapan wanita tentang peran lawan jenis sebagai suami atau isteri. Malah, status perkawinan, sebagai kontrol, tampak menentukan perbedaan yang signifikan di antara harapan-harapan mereka.

Karena itu, pengalaman menjadi suami atau isteri, jika hendak menikah lagi, sangat menentukan harapan-harapan tentang peran lawan jenis sebagai suami atau isteri yang berikutnya. Dalam studi ini, perbedaan yang sangat signifikan terjadi antara harapan jejaka dengan harapan gadis.

Sebab itu, konflik dan penyesuaian diri lebih cenderung terjadi pada pasangan-pasangan yang baru menikah pertama kali dari pada pasangan yang sebelumnya telah menikah dan hendak menikah kembali. Dan, karena itu pula, pasangan jejaka dengan janda, duda dengan gadis, dan duda dengan janda lebih mudah untuk sampai pada jenjang pernikahan dari pada pasangan jejaka dengan gadis.

Namun, studi ini masih eksploratif dan deskriptif. Studi perlu dipertajam dan diperluas, diperbandinkan dengan kelompok lain di luar anggota Yasco dan mempertimbangkan variabel-variabel sosiologis.
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiana Budiarti
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1991
S2009
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Sri Kamaratih
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1992
S2447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Nina Liche Seniati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1991
S2317
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dina Nityamukti Ananda
Abstrak :
ABSTRAK
Untuk mempertahankan intimacy dalam perkawinan, dibutuhkan adanya trust diantara pasangan. Pada zaman moderen terutama di kota besar, trust akan hadir melalui kebebasan dan kesetaraan, termasuk kebebasan dan kesetaraan dalam peran sosial suami isteri. Dengan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui apakan subyek dengan ideologi peran jenis kelamin yang liberal memiliki intimacy yang lebih tinggi dibandingkan subek dengan ideologi peran jenis kelamin tradisional. Peneliti mengambil sampel pasutri minimal berusia 20 tahun yang tinggal di Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode non-random sampling, dengan teknik incidental sampling. Pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner intimacy dan kuesioner ideologi peran jenis kelamin, yang keduanya berupa skala tipe Likert. Hasil penelitian diperoleh dengan mengkorelasikan variabel intimacy dan ideologi peran jenis kelamin dengan menggunakan teknik Pearson Product Moment yang ada pada program SPSS 10.0 Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa ternyata tidak ada hubungan yang signifikan antara ideologi peran jenis kelamin dengan intimacy. Dengan demikian, individu yang memiliki ideologi peran jenis kelamin liberal belum tentu memiliki intimacy yang lebih tinggi dibandingkan individu dengan ideologi peran jenis kelamin tradisional. Peneliti menyarankan, pada penelitian selanjutnya mengenai intimacy, agar dicari dugaan yang lebih kuat tentang apa yang berpengaruh terhadap intimacy.
2001
S3046
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thukul Dwi Handayani
Abstrak :
ABSTRAK
Profesionalisme anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) akhir-akhir ini menjadi tuntutan masyarakat, dan hal ini telah dimulai dengan peningkatan sumber daya manusia melalui lembaga pendidikan seperti pada Sekolah Calon Perwira Polri (Secapa Polri). Tuntutan tersebut tidak terbatas pada Polisi Laki-laki (Polisi) saja tetapi juga pada Polisi Wanita (Polwan). Hal ini tertuang dalam kebijakan Polri bidang pembangunan kekuatan yang disebutkan bahwa akan dibentuk polisi berseragam (uniform Police) dan polisi tidak berseragam (ununiform Police / plain cloth Police), dan untuk kepentingan kaderisasi pimpinan Polri dengan penerapan meril system yaitu penilaian yang didasarkan pada performance appraisal atau berdasarkan kinerja dan achievement yang transparan, dan terbuka bagi Polisi maupun Polwan. Maka dari itu, perlu diketahui bagaimana persepsi Polwan tentang perilaku kepemimpinan yang ideal. Perilaku kepemimpinan dalam LBDQ-XII memiliki 12 aspek, yaitu representalion, demand recontiliation, tolerance of uncertainty, persuasiveness, initiation of structure, tolerance of freedom, role assumption, consideration, production emphasis, predictive accuracy, integral ion, dan superior onentation. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Polwan juga dituntut untuk dapat menyesuaikan perannya sesuai dengan pekerjaan yang dihadapinya dengan tidak meninggalkan perannya sebagai ibu rumah tangga dan istri dalam keluarganya. Untuk itu perlu diteliti bagaimanakah orientasi peran jenis kelamin yang dimiliki Polwan. Orientasi peran jenis kelamin memiliki tiga orientasi yaitu: maskulin, feminin, dan androgini. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 100 orang Polwan yang sedang menyelesaikan Pendidikan Perwira di Secapa Polri dan diambil secara purposive, karena telah ditentukan ciri-ciri sampel sebelumnya. Untuk mengumpulkan data tentang orientasi peran jenis kelamin, menggunakan alat Skala Maskulin-Feminin, sementara itu untuk mengumpulkan data persepsi tentang perilaku kepemimpinan, digunakan LBDQ-XII. Selanjutnya untuk memperoleh gambaran tentang orientasi peran jenis kelamin dan persepsi tentang perilaku kepemimpinan, data diolah dengan menggunakan mean per aspek dari masing-masing alat ukur. Hasil data orientasi peran jenis kelamin menunjukkan bahwa Polwan ratarata memiliki peran jenis kelamin androgini, disusul dengan feminin, dan sebagian kecil memiliki peran jenis kelamin maskulin. Selanjutnya profil persepsi Polwan tentang perilaku kepemimpinan dapat digambarkan bahwa seorang pemimpin yang ideal dalam kepemimpinannya, menurut Polwan harus memiliki faktor Integral ion (faktor 11), kemudian berturut-turut faktor 12 (Superior Orientation), faktor 7 (Role Assumptiori), faktor 8 (Consideralion), faktor 5 (Iniliation of Structure), faktor 10 (Prediclive Accuracy), faktor 9 (Production Emphasis), faktor 6 (Tolerance of Freedom), faktor 4 (Persuasiveness), faktor 2 (Demand Reconciliation), faktor 3 (Tolerance of Uncertainty), dan terakhir adalah faktor 1 (Represenlaliori). Orientasi peran jenis kelamin Polwan rata-rata adalah androgini, karena dengan menggunakan peran jenis kelamin androgini, Polwan dapat lebih fleksibel dalam menghadapi tuntutan peran yang harus dihadapinya, yaitu disatu pihak Polwan harus melakukan pekeijaan maskulin (Kepolisian) dan disatu pihak Polwan harus menjadi ibu rumah tangga dan istri yang harus mengurus tugastugas domestik (feminin). Dalam kepemimpinan, Polwan mempersepsikan bahwa faktor yang ideal dalam kepemimpinan adalah Integration yang menekankan pada menjaga hubungan yang dekat atau akrab dalam suatu organisasi, serta menyelesaikan konflik antar anggota kelompok. Perbandingan gambaran persepsi Polwan tentang perilaku kepemimpinan yang ideal berdasarkan orientasi peran jenis kelaminnya adalah : androgini menekankan pada integration, superior orientation, role assumption feminin menekankan pada integration, superior orientation, role assumption', dan maskulin menekankan pada integration, superior orientation, initiation of structure. Tema tentang orientasi peran jenis kelamin dan profil persepsi Polwan tentang perilaku kepemimpinan yang ideal adalah tema yang menarik untuk diteliti, untuk penelitian serupa dapat dilakukan dengan melibatkan atasan dan bawahan dan pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga diperoleh pemahaman yang mendalam tentang orientasi peran jenis kelamin dan persepsi tentang perilaku kepemimpinan yang ideal.
2004
S3227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Endang Prabandari
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1990
S2639
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>