Ditemukan 87 dokumen yang sesuai dengan query
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
T40573
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Decky Perdana Putra
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S8282
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Sandra Dewi
Abstrak :
Tugas notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seringkali menimbulkan persepsi yang sama dikalangan masyarakat. Padahal dilihat dari kewenangannya yang diatur dalam undang-undang, jelas berbeda. Permasalahan yang berkaitan dengan pertanahan terkadang membuat kewenangan notaris dan PPAT seolah saling tumpang tindih. Ruang lingkup pembuatan akta oleh PPAT memang sudah ditentukan oleh undang-undang, namun tidak banyak masyarakat yang mengetahui jika akta notaris dalam bidang pertanahan memiliki akibat hukum yang berbeda dengan akta PPAT. Untuk menemukan jawaban dari permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif yang didasarkan data sekunder berupa studi dokumen dari perpustakaan juga dengan mewawancarai beberapa narasumber sehingga diperoleh gambaran komprehensif dari permasalahan yaitu bagaimana akibat hukum dari akta peralihan tanah yang dibuat dihadapan notaris serta tanggung jawab notaris terhadap kewenangan dalam membuat akta peralihan tanah tersebut. Akta peralihan tanah yang dibuat oleh notaris biasa disebut surat keterangan ganti rugi. Akibat hukum akta ini memiliki konsekuensi berbeda dengan akta peralihan yang dibuat oleh PPAT. Akta notaris ini tidak menyebabkan tanah beralih kepemilikannya, akta ini hanya sebagai salah satu syarat untuk mengajukan permohonan hak atas tanah ke kantor pertanahan. Banyak pihak yang karena ketidaktahuan akan hukum menyalahkan posisi notaris. Banyak pula notaris yang tidak menyampaikan penyuluhan hukum kepada penghadap yang datang kepadanya dalam pembuatan akta. Sehingga celah ketidaktahuan akan hukum inilah yang biasa digunakan penghadap untuk mengadukan notaris atas akta yang dibuatnya. Secara hukum akta notaris dibuat berdasarkan kehendak dari para pihak yang menghadapnya dan notaris hanya bertanggung jawab atas kebenaran formil dari aktanya tersebut.
Duties of the notary and Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) often give rise to the same perceptions among the public. Whereas, judging from its regulated in legislation, clearly different. Problems relating to land issues sometimes create a notary and PPAT authority seems to overlap. The scope of the Act of creation by PPAT has indeed determined by law, but not many people know if the notary deed in land areas have different legal consequences by PPAT did. To find answers in this research, the author uses the form of juridical normative research based secondary data in the form of study documents from the library as well as with interviews of some interviewees so obtained a comprehensive overview of how the problems of the legal consequences of the transfer of right made before a notary and notary liability against the authority in making the transfer right of land. Transfer right of land made by notary is referred to Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR). Legal consequences of this land act have differences with made by PPAT. Notary deed is not causing the ground switch ownership, this deed, just as one of the conditions to apply for land rights to the land Office. Many parties that due to ignorance of the law blame the position of notary public. Many notary does not tell legal knowledge to the party that came to him or her in the making of deed. So this gap of ignorance of law is used by the party to sue the notary commonly. Legal notary deed is made based on the will of the parties that come before him or her and the notary responsible for formyl truth of it.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51802
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rum Osman
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Caroline Syah
Abstrak :
Pembangunan rumah susun merupakan Salah satu altemnatif pemecahan masalah
kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah
penduduknya terus meningkat dan jumlah tanah yang sangat terbatas, karena
pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah. Namun, dalam
proses peralihan HMSRS terdapat pertentangan antara aspek hukum yang mengatur
hal tersebut dengan apa yang terjadi dalam prakiek sehingga seringkali tindakan
developer yang menyimpangi aturan UU No. 16 Tahun 1985 dan PP No. 4 Tahun
1988 melemahkan Kedudukan pembeli HMSRS. Oleh karena itu diperlukan
perlindungan hukum bagi para pihak dalam proses peralihan HMSRS sehingga dapat
‘melindungi kepentingan para pihak. Permasalahan menarik untuk diangkat dalam
skripsi ini adalah mengenai perlindungan hukum bagi para pihak dalam peralihan
Hak Milik-Atas Satuan Rumah Susun ditinjau dari segi tcori dan praktek. Tujuan
penulisan skripsi ini adalah untuk dapat mengetahui bagaimanakah prosedur
peralihan HMSRS dengan meninjau pada seg! teori dan praktek yang terjadi di dalam
‘masyarakat dan apakah bentuk perlindungan hukumn bagi para pihak yang melakukan
peralihan HMSRS, Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian
kepustakaan, data yang diperlukan adalah data sekunder yang diperoleh dengan cara
studi dokumen dan wawancara kepada narasumber. Bentuk laporan penelitian adalah
deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian analisis data dapat disimpulkan bahwa
dalam. praktek peralihan HMSRS banyak tindakan developer yang. menyimpangi
etentuan yang diatur dalam aturan hukum rumah susun sehingga melemahkan
kedudukan_pembeli HMSRS, Maka, bentuk perlindungan hukum yang dapat
diberikan kepada pembeli HMSRS dalam proses peralihan HMSRS dengan developer
adalah sebelum membeli HMSRS sebaiknya pembeli memeriksa status tanah rumah
susun terlebih dahulu serta dokumen-dokumen yang terkait dan pembeli juga harus
memperhatikan Klausul (isi) dalam PPJB yang anti akan ditandatanganinya untuk
mencegah adanya ketidakseimbangan kedudukan bagi para pihak yang seringkali
lebih menguntungkan developer saja, Perlu diingat bahwa untuk memberikan
perlindungan hukum Bagi para pihak tidak hanya pada proses peralihan HMSRS
dalam akta jual beli saja tetapi juga harus member perlindungan hukum secara
keseluruhan baik dalam segi yuridis maupun dalam prakteknya, Selain itu, hal ini
merupakan tugas pemerintah untuk memberi perlindungan hukum secara tegas oleh
pemerintah dalam melindungi hak-hak pembeli HMSRS dan perlu adanya kesadaran
hukum bagi developer untuk mematuhi aturan hukum rumah susun.
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia;;, ], 2010
S22210
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Abstrak :
Salah satu masalah yang terdapat dalam hukum tata negara Indonesia ialah tentang masa peralihan (transisi). Berkaitan dengan hal ini, berdasarkan sejarah ketatanegaraan Indonesia yang terbagi dalam empat periode, ada beberapa pengertian yang dapat diberikan tentang hal masa peralihan tersebut. Penulis sebagai seorang pakar tata negara, memberikan pengertian tentang masa peralihan tersebut dan kaitannya dengan kehidupan demokrasi dan politik negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang dasar yang pernah dan sedang berlaku sampai saat ini.
Hukum dan Pembangunan. Vol.27 No.1 Februari 1997: 1 - 4, 1997
HUPE-27-1-Feb1997-1
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Abstrak :
Ketentuan Peralihan adalah salah satu ketentuan dalam perundang-undangan yang rumusannya dapat didefinisikan “ketika diperlukan atau jika diperlukan”. Definisi ini berarti bahwa tidak semua peraturan perundang-undangan memiliki ketentuan peralihan (transtitional provision). Ketentuan peralihan diperlukan untuk mencegah kondisi kekosongan hukum akibat perubahan ketentuan dalam perundang-undangan. Perubahan dari ketentuan, antara lain terkait dengan kondisi seperti pembagian wilayah, perluasan wilayah, peralihan kewenangan dari satu lembaga ke lembaga lain atau peralihan dari yurisdiksi pengadilan. Ketentuan peralihan sering dirancukan perumusannya. (formulated confused) dengan ketentuan penutup.
JLI 6:4 (2009)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Tegar Dilaga Halimana
Abstrak :
Akhir-akhir ini sering terjadi permasalahan berupa penolakan pendaftaran peralihan hak yang obyeknya adalah sebagian hak atas tanah yang menjadi kepemilikan bersama. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan persepsi dalam hal aturan hukum yang mengatur peralihan sebagian hak atas tanah yang menjadi kepemilikan bersama dengan peralihan sebagian bidang tanah antara Kantor Pertanahan dan Pejabat Pembuat Akta Tanah maupun antar Kantor Pertanahan itu sendiri. Tesis ini membahas mengenai peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum peralihan sebagian hak atas tanah yang menjadi kepemilikan bersama yang bertujuan untuk menciptakan kepastian dan perlindungan hukum atas peralihan hak semacam itu. Penelitian ini menggunakan metode metode penelitian hukum normatif dengan menghasilkan bentuk penelitian yang bersifat preskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sesungguhnya terdapat dua aturan hukum yang berbeda yang mengatur mengenai peralihan sebagian hak atas tanah yang menjadi kepemilikan bersama dan peralihan sebagian bidang tanah. Pasal 105 ayat 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur mengenai peralihan sebagian hak atas tanah yang menjadi kepemilikan bersama, sedangkan Pasal 54 ayat 4 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah mengatur mengenai peralihan sebagian bidang tanah.
......
Recently, there have been several due to objections concerning with the registration of the diversion of partial rights of land becoming joint ownership. It is caused by the differences of perception in terms of legal rules that regulates the diversion of partial right of land becoming joint ownership the diversion of partial lands between the Land Office and Pejabat Pembuat Akta Tanah also among the Land Offices themselves. This thesis discusses the legislation that became the legal basis of the diversion of partial rights of land becoming joint ownership, which aims to create legal certainty and protection of such diversion. This research uses normative legal research methods to produce a form of prescriptive analytical research.
Based on the survey results revealed that in fact there are two different legal rules that regulates the diversion of partial rights of land becoming joint ownership and the diversion of partial lands. Article 105 paragraph 3 Regulation of the State Minister of Agrarian Head of National Land Agency Number 3 of 1997 on implementation of Government Regulation No. 24 of 1997 on Land Registration regulates the diversion of partial right becoming joint ownership, while Article 54 paragraph 4 of Regulation head of National land Agency Number 1 Year 2006 on the implementation of Government Regulation No. 37 of 1998 on the Rules of land Title Deed official regulates the diversion of partial lands.
2017
T47321
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Hotmian Helena S.
Abstrak :
Atas utang pajak yang belum dilunasi ditagih dengan Surat Paksa yang mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan, walaupun Wajib Pajak sedang mengajukan keberatan maupun Banding. Namun dalam Undang-undang yang baru, pasat mengenai keberatan dan banding telah dirubah yang intinya Wajib Pajak tidak akan ditagth dengan Surat Paksa apabila telah melunasi utang pajak paling sedikit sejumlah yang telah disetujui saja. Pasal Ketentuan Peralihan juga memungkinkan atas satu Wajib Pajak dikenakan dua ketentuan yaitu UU yang lama dan UU yang baru.
......For the tax obligation have not . et paid addicted by the Force Letter that it same to the decision of court although Taxpayer is making objection or appeal. In the new rule, chapter of objection and appeal had changed and the poin is that the Taxpayer will not addicted if the Taxpayer had paid tax obligation at least as amount that he was agree to paid only. The chapter of transition enable for one Taxpayer probably two rules, they are new rule and old rule.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25704
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Gatot Sutamtomo
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library