Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Mohammad Anggidigdo
Abstrak :
Kojaksaan adalah lembaga pemerintah pelaksanan kekuasaan negara di bidang penuntutan, sedangkan kewenangan penyidikan dimiliki oleh sub slotem kepolisian. Hal inilah yang diamanatkankan dan dicita-citakan oleh Undang-Undang Momor Tahun 1981 (KUHAP). Dalam Praktek sehari-hari kejaksaan tidak hanya melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan, tetapi juga melaksanakan kekuasaan negara dibidang penyidikan tindak pidana tertentu, Ikutnya kejaksaan dalam bidang penyidikan tentunya mempunyal alasan yang kuat sehingga lembaga ini masih diberi kewenangan melakukan penyidikan hingga saat ini. Fenelitian bertujuan untuk mengetahui apa saja problematika yang dialami oleh kejakeaan dalam hal penyidikan, mengetahui dasar mempertahankan kewenangan penyidikan kejaksaan tetap dan mengetahui pengaruh masuknya sub sisten kejaksaan pada tahap penyidikan dalam hubungannya dengan keterpaduan sistem peradilan pidana. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yang didasarkan pada sumber data sekunder berupa peraturan peraturan hukum, keputusan pengadilan, teori bukun dan pendapat para sarjana hukum terkenal. Data yang diperoleh dari kepustakaan dan data yang diperoleh dari lapangan spabila telah terkumpul kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif. Rormatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan perundang-undangan yang ada sebagai norma hukum positif, sedangkan diperoleh Kemudian kualitatif dimaksudkan data yang disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif guna mencari kejolasan masalah yang akan dibahas. Berdasarkan analisis kualitatif diketahui bahwa masuknya kejaksaan dalam bidang penyidikan sebenarnya telah menyalahi sistem peradilan pidana seperti yang diamanatkan oleh KUKAP (UU No. 8/1981), tetapi hal itu dimaklumi karena penyidikan tindak pindana tertentu yang dilakukan penyidik kepolisian masih kurang sedangkan intensitas yang dilakukan penyidik kejaksaan lebih banyak dan cepat. Berlakunya DU Korupsi yang baru (UU 31/1999 jo 20/2001), adanya Putusan Pengadilan yang menolak kewenangan penyidikan oleh kojaksaan dan terbentuknya Komisi Pemberantas Korupsi (UU No. 30/2002) tidak menghilangkan kewenangan kejaksaan untuk tetap bisa melakukan penyidikan tindak pidana tertentu. karena kejaksaan masih mempunyai dasar hukum yang tersebar dalan berbagai undang-undang tertulis, dukungan rakyat melalui OPR/KPR serta prosentase putusan pengadilan yang menerima penyidikan kejaksaan lebih banyak daripada yang menolak. Untuk lebih meningkatkan suasana yang kondusif dalam bidang penyidikan perlu diciptakan kerjasana yang harmonia dengan lembaga penyidik tindak pidana tertento baik penyidik kepolisian maupun penyidik KPTPK. Guna menghapus keraguan apakah lembaga kejaksaan Disa melakukan penyidikan tindak pidana tertentu atac tidak, disarankan agar kewenangan penyidikan tersebut dipertegas dalam KUMAP, RUU Kejaksaan dan BUU Sisten Peradilan Pidana yang akan datang.
Universitas Indonesia, 2004
T36180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Tirta Aditya Gunawan
Abstrak :
Tantangan penanganan bukti digital dalam sistem peradilan terpadu adalah rentan, mudah diubah, dan dimusnahkan, sehingga perlu dilindungi dari ancaman keamanan saat disimpan, diproses, dan dikirimkan oleh setiap penegak hukum yang saling berhubungan. Penelitian ini bertujuan merancang desain terintegrasi penanganan bukti digital pada sistem peradilan pidana terpadu berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menggunakan NIST SP800-53 Rev 5 sebagai upaya pengendalian keamanan informasi dan privasi. Desain terintegrasi ini memiliki 8 sasaran kontrol, 34 klausul kontrol dan 110 kegiatan pengamanan informasi dan privasi. Selanjutnya melakukan evaluasi perencanaan dengan mengukur maturitas organisasi berdasarkan desain tersebut menggunakan NIST Maturity. Pengukuran dilakukan secara kualitatif, melakukan wawancara dengan purposive sampling dan penentuan responden berdasarkan peran dan tanggung jawab personil menggunakan RACI Matriks. Hasil pengukuran maturitas organisasi XYZ senilai 2,35 (dalam skala 0-5) digunakan sebagai bahan evaluasi perencanaan dalam upaya meningkatkan kontrol keamanan organisasi XYZ sebagai lembaga penegakan hukum. Organisasi secara umum sudah menerapkan kontrol keamanan informasi dengan pola yang berulang namun belum terdokumentasi dengan baik, sehingga penerapannya masih belum konsisten. Hasil yang diharapkan organisasi berada pada tingkat 3, sehingga nilai kesenjangannya senilai 0,65. Organisasi perlu untuk mendokumentasikan kontrol keamanannya dalam bentuk standar operasional atau panduan sehingga memberikan tingkat keamanan informasi dan privasi yang lebih baik. Setelah itu, menguraikan rekomendasi berdasarkan tingkat organisasi pada masing-masing klausul kontrol dan memberikan uraian implementasinya. Terakhir, memberikan urutan prioritas berdasarkan risiko keamanan informasi (confidentiality, integrity, dan availability) pada masing-masing sasaran kontrol yang dipadukan dengan risiko yang tertuang dalam dokumen manajemen risiko organisasi (risiko hukum, risiko kepatuhan, risiko regulasi, dan risiko operasional). Hasilnya, sasaran kontrol yang menjadi prioritas implementasi yaitu Pengiriman Data (DTR), Penyimpanan Data (DST), Pencadangan Data (DBU), Dokumentasi (DOC), Identifikasi dan Klasifikasi Data (DIC), Koleksi dan Akuisisi (CLA), Pengembalian Data (DRT) dan Penghapusan Data (DSN). ......The challenge of handling digital evidence in an integrated justice system is that it is vulnerable, easy to change, and destroyed, so it requires to be protected from security threats when it is stored, processed, and transmitted by every interconnected law enforcement agency. This study aims to design an integrated design for handling digital evidence in an integrated justice system based on the Criminal Procedure Code using NIST SP800-53 Rev 5 as an effort to control information security and privacy. This integrated design has 8 control targets, 34 control clauses, and 110 information security and privacy activities. Then evaluate the plan by measuring the maturity of the organization based on the design using NIST Maturity. Measurements were carried out qualitatively, using purposive sampling and determining respondents based on the roles and responsibilities of personnel using the RACI Matrix. The results of measuring the maturity of the XYZ organization of 2.35 (on a scale of 0-5) are used as planning evaluation materials to improve security control of the XYZ organization as a law enforcement agency. Organizations, in general, have implemented information security controls with repetitive patterns but have not been well documented, so the implementation is still inconsistent. The expected result of the organization is at level 3, so the value of the gap is 0.65. Organizations need to document their security controls in the state of operational standards or guidelines to provide a better level of information security and privacy. After that, it outlines the recommendations based on the organizational level in each control clause and describes its implementation. Finally, assigning a priority order based on information security risks (confidentiality, integrity, and availability) for each control target combined with the risks contained in the organization's risk management documents (legal risk, compliance risk, regulatory risk, and operational risk). As a result, the control targets that become implementation priorities are (DTR) data transfer, (DST) data storage, (DBU) data backup, (DOC) documentation, (DIC) data identification and classification, (CLA) collection and acquisition, (DRT) data return and (DSN) data sanitization.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aqilah Ravel Muslim
Abstrak :
Skripsi ini akan membahas mengenai prinsip check and balances dalam penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan mengaitkan kepada Sistem Peradilan Pidana Terpadu. Skripsi ini akan menjawab dua pertanyaan penelitian mengenai bagaimana peran penuntut umum dalam penyidikan setelah diberikannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) bila ditinjau dengan prinsip check and balances, sehingga dapat menjawab pertanyaan mengenai apakah dibutuhkan keterlibatan aktif penuntut umum pada penyidikan. Skripsi ini disusun dengan metode penelitian doktrinal. Skripsi ini akan menganalisis kasus yang timbul akibat kesalahan penerapan hukum oleh penyidik pada tahap penyidikan yang seharusnya dapat diatasi apabila terdapat penerapan prinsip check and balances yang baik antara penuntut umum dan penyidik. Penuntut umum sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan penuntutan, memiliki kewajiban untuk berkoordinasi dengan penyidik dengan tujuan untuk menyiapkan seluruh data dan fakta yang diperlukan untuk kepentingan penuntutan. Koordinasi tersebut direalisasikan dengan peran penuntut umum untuk melakukan prapenuntutan setelah diterimanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dari penyidik. Setelah dilakukan analisis, diketahui bahwa keterlibatan aktif penuntut umum dapat mencegah adanya kesalahan penerapan hukum dalam tahap penyidikan. Seringkali penyidik tidak memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sehingga menyulitkan penuntut umum untuk memulai proses penuntutan. Dengan terdapat kekurangan maupun permasalahan dalam penerapan check and balances antara penuntut umum dan penyidik dapat berakibat pada tahapan penyidikan yang tidak sempurna sehingga dapat merugikan hak seseorang yang tidak bersalah. ......This thesis will discuss the principles of checks and balances in the issuance of Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) by linking it to the Integrated Criminal Justice System. The thesis will address two research questions regarding the role of public prosecutors in the investigation after the issuance of Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) when viewed through the principles of checks and balances. This aims to answer the question of whether active involvement of public prosecutors in the investigation is necessary. The thesis is conducted using a doctrinal research method. It will analyze cases that arise due to legal application errors by investigators during the investigative stage, which should be overcome if there is a good application of the principles of checks and balances between public prosecutors and investigators. Public prosecutors, as the authorized party for prosecution, have the obligation to coordinate with investigators to prepare all necessary data and facts for the purpose of prosecution. This coordination is realized through the role of public prosecutors in conducting pre-prosecution after receiving Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan from the investigators. After the analysis, it is found that active involvement of public prosecutors can prevent legal application errors during the investigative stage. Often, investigators do not provide Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), making it difficult for public prosecutors to initiate the prosecution process. The deficiencies and issues in the application of checks and balances between public prosecutors and investigators can result in an imperfect investigative stage, thus harming the rights of innocent individuals.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library