Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadya Apriza Khairunnisa
"Skripsi ini membahas konflik lahan akibat adanya perampasan lahan masyarakat oleh korporasi untuk industri pariwisata di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Perampasan lahan di Pulau Pari kerap menimbulkan hilangnya lahan tempat tinggal dan mata pencaharian masyarakat. Dalam menghadapi masalah ini, masyarakat melakukan perlawanan dan berjejaring dengan LSM untuk merebut hak atas ruang hidup mereka kembali. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dan wawancara mendalam dengan masyarakat serta LSM terkait untuk menganalisis dinamika ekonomi politik dan perlawanan masyarakat. Melalui konsep Accumulation by Dispossession menurut David Harvey dan teori Perlawanan. Atas Perampasan Lahan oleh Saturnino M Borras dan Jennifer C Franco dalam artikel jurnalnya yang berjudul Land Grabbing and Political Reactions „From Below‟, skripsi ini mendukung argumen bahwa korporasi dan negara dalam perampasan lahan di Pari menciptakan pra-kondisi bagi pembentukan ruang baru kapitalisme. Ruang baru ini berbasis akumulasi dengan cara perampasan yang melucuti manusia dari alat produksi dan menciptakan manusia tanpa tanah sebagai operasi akumulasi kapital oleh industri pariwisata dan berpotensi menyingkirkan nelayan dan masyarakat lokal sebagai aktor dalam pengelolaan sumber daya pulau kecil. Munculnya perlawanan masyarakat adalah sebagai bentuk respons dari adanya perampasan lahan. Adapun, empat bentuk perlawanan yaitu, perlawanan terhadap pengusiran, kaum bawah dimasukkan ke dalam perusahaan atau menuntut peningkatan hakinklusi mereka, perlawanan konsentrasi tanah dan untuk redistribusi dan pengakuan, serta perlawanan melintasi tumpang tindih atau berpotongan geografis dan ruang institusional. Dari keempat perlawanan tersebut, perlawanan pertama dan ketiga yang cocok dengan permasalahan di Pulau Pari, karena masyarakat dan KSPP lainnya meyurati dan demonstrasi di kantor pemerintahan atas perlawanan terhadap pengusiran dan menuntut pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan.

This thesis discusses land conflicts due to the expropriation of people land by corporations for the tourism industry on Pari Island, Thousand Islands, DKI Jakarta. Land grabbing on Pari Island often results in the loss of residential land and people's livelihoods. In facing this problem, the people fought back and networked with NGOs to reclaim their right to their living space. The research was conducted using a qualitative approach and in-depth interviews with the people and related NGOs to analyze the dynamics of the political economy and people resistance. Through the concept of Accumulation by Dispossession according to David Harvey and the theory of Resistance to Land Grabbing by Saturnino M Borras and Jennifer C Franco in their journal article entitled Land Grabbing and Political Reactions 'From Below', this article supports the argument that corporations and the state in land grabbing in Pari create the pre-conditions for the formation of a new space of capitalism. This new space is based on accumulation by dispossessing humans from the means of production and creating landless people as a capital accumulation operation by the tourism industry and has the potential to get rid of fishermen and local communities as actors in the management of small island resources. The emergence of people resistance is a form of response to land grabbing. Meanwhile, there are four forms of resistance, namely, struggles against expulsion, struggles for, and around the terms of, incorporation, struggles against land concentration, and for redistribution and recognition, and struggles across overlapping or intersecting geographical and institutional. Of the four resistances, the first and third matches the problems in Pari Island, because the people and other KSPP wrote letters and demonstrated at government offices against the evictions and demanded the relevant parties
to resolve the problems.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jean Ovinary
"Film Jiang Ziya: Legend of Deification《姜子牙》merupakan film animasi Cina yang rilis pada tahun 2020 yang diadaptasi dari novel sastra Cina klasik Investiture of the Gods (Fengshen Yanyi 封神演義). Film ini menceritakan mengenai Jiang Ziya yang merupakan murid utama dewa Guru Agung di Istana Jingxu yang diberikan tugas untuk membinasakan Rubah Ekor Sembilan yang telah mengacaukan dunia. Namun, Jiang Ziya gagal dalam menjalankan tugasnya, lalu ia diusir dari Istana Jingxu oleh Guru Agung. Jiang Ziya tidak tinggal diam, ia pun mencari kebenaran dari alasan mengapa ia gagal dalam menjalankan tugasnya dan mengetahui bahwa kekacauan dunia dan alasan Rubah Ekor Sembilan mengacaukan dunia adalah merupakan perbuatan Guru Agung. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan penokohan Jiang Ziya dan Rubah Ekor Sembilan dengan Guru Agung yang mewakili peran rakyat dalam melawan kepada penguasa yang lalim. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa melalui tokoh Jiang Ziya dan Rubah Ekor Sembilan dengan Guru Agung menyimbolkan perlawanan rakyat terhadap kekuasaan. Hal tersebut didukung oleh terdapatnya paham kolektivitisme yang ada pada masyarakat Cina.

Jiang Ziya: Legend of Deification《姜子牙》is a Chinese animated film released in 2020 and an adaptation of the classic Chinese literary novel Investiture of the Gods (Fengshen Yanyi 封神演義). This film tells a story about Jiang Ziya, the prominent disciple of the Revered Master of Jingxu Palace, assigned to defeat the Nine-Tailed Fox that has brought chaos to the world. However, Jiang Ziya failed to carry out his duties and was expelled from Jingxu Palace by the Revered Master. Jiang Ziya did not stay silent as he sought the truth of his failure, and realized that the world's chaos and the reason the Nine-Tailed Fox wreaked havoc in the world were the work of the Revered Master. This study aims to describe the characterization of Jiang Ziya, the Nine-Tailed Fox, and the Revered Master, and how it represents the people fighting for their rights against tyrannical rulers. This study used a descriptive-qualitative method. The results indicated that the character Jiang Ziya and the Nine-Tailed Fox against the Revered Master symbolize the people's resistance against the authority. This is supported by collectivism in Chinese society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library