Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safroni
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang. Fentanil merupakan analgetik opioid yang hampir selalu digunakan sebagai co-induksi di ruang operasi. Namun penggunaan fentanil intravena bisa menimbulkan batuk yang dikenal juga dengan istilah fentanylinduced cough (FIC). Batuk merupakan hal yang tidak diinginkan pada saat induksi karena bisa menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, tekanan intraokular dan tekanan intraabdominal. Kejadian FIC salah satunya dihubungkan dengan kecepatan penyuntikan fentanil. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kecepatan penyuntikan fentanil 5 detik dan 20 detik terhadap angka kejadian dan derajat FIC pada pasien ras Melayu yang menjalani anestesia umum di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Metode. Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda terhadap pasien ras Melayu yang menjalani operasi dengan anestesia umum di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan April sampai Juni 2015. Sebanyak 124 subyek diambil dengan metode consecutive sampling dan dibagi ke dalam 2 kelompok (kelompok kecepatan 5 detik dan kecepatan 20 detik). Pasien secara random diberikan fentanil 2 mcg/kg bb sebagai co-induksi dengan kecepatan penyuntikan 5 detik atau 20 detik. Insiden dan derajat FIC dicatat pada masing-masing kelompok. Derajat FIC dibagi berdasarkan jumlah batuk yang terjadi, yaitu ringan (1-2 kali), sedang (3-5 kali) dan berat( >5 kali). Analisis data dilakukan dengan uji Chi-square dan uji Kolmogorov-Smirnov sebagai uji alternatif. Hasil. Insiden FIC berbeda bermakna diantara 2 kelompok, dimana lebih rendah pada kelompok 20 detik dibandingkan kelompok 5 detik, 8.07% vs 29.03% (p=0.003). Derajat FIC secara klinis lebih rendah pada kelompok 20 detik (ringan 4.84%, sedang 3.23% dan berat 0%) dibandingkan kelompok 5 detik (ringan 20.96%, sedang 3.23% dan berat 4.84%), namun secara statistik tidak berbeda bermakna (p=0.131). Simpulan. Insiden dan derajat FIC lebih rendah pada kelompok 20 detik dibandingkan kelompok 5 detik pada penggunaan fentanil 2 mcg/kg bb sebagai co-induksi.
ABSTRACT
Background. Fentanyl, a analgesic opioid, commonly used by anaesthesiologists in the operating room as co-induction. However, co-induction intravenous fentanyl bolus is associated with coughing that known as fentanyl-induced cough (FIC). Coughing during anesthesia induction is undesirable and is associated with increased intracranial, intraocular, and intraabdominal pressures. Incidence of FIC associated with injection rate of fentanyl. The aim of this study to compare injection rate of fentanyl between 5 seconds and 20 seconds to incidence and severity of FIC at Melayu race patients that underwent general anesthesia in Cipto Mangunkusumo hospital. Methods. This was a double blind randomized study at Melayu race patients that underwent scheduled operation in general anesthesia at Cipto Mangunkusumo hospital between April and June 2015. A total of 124 subjects were included in the study by consecutive sampling and divided to 2 groups (5 seconds or 20 seconds group). Patients were randomized to receive co-induction fentanyl 2 mcg/kg body weight with rate of injection either 5 second or 20 seconds. The incidence and severity of FIC were recorded in each group. Based on the number of coughs observed, cough severity was graded as mild (1?2),moderate (3?5), or severe (>5) . Data were analyzed by Chi-square and Kolmogorov-Smirnov test. Results. Incidence of FIC was significantly different between two groups, lower in the 20 seconds group compared with the 5 seconds group, 8.07% vs 29.03% (p=0.003). The severity of FIC in clinically was lowerin the 20 seconds group (mild 4.84%, moderate 3.23% and severe 0%) compared with the 5 seconds group (mild 20.96%, moderate 3.23% and severe 4.84%)but in statistically was not different significantly (p=0.131). Conclusion. Incidence and severity of FIC was lower in the20 seconds group compared with the 5 seconds group in regimen of fentanyl injection 2 mcg/kg body weight as co-induction.
2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hilwah Nora
Abstrak :
ABSTRAK
Pengantar: Dalam siklus teknologi reproduksi berbantu TRB , sebanyak 30 oosit ditemukan dalam keadaan immatur, oosit immatur ini akan yang memiliki kapasitas maturasi dan fertilisasi yang rendah, dan jarang sampai ketahap embrio transfer, namun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hal in belum diketahui secara luas. Tujuan: Untuk melihat hubungan antara maturitas oosit dengan kadar hCG serum 12 jam pasca penuntikan dan ekspresi mRNA LHR sel granulosa pada siklus TRB. Untuk menilai apakah kadar hCG serum dan ekspresi LHR ini bisa memprediksi laju maturasi oosit pada siklus TRB. Material dan Metode: total 30 sampel normoresponder yang mengikuti TRB dengan protocol antagonis dianalisa secra prospektif. Dua belas jam setelah penyuntikan hCG, kadar hCG serum diukur dan petik oosit melalui USG transvaginal dilakukan 35-36 jam kemudian. Sel granulosa oosit diperoleh saat denudasi oosit untuk proses intracytoplasmic sperm injection ICSI dan sel granulosa ini kemudian diproses RNA prufikasi, reverse transcription dan quantitative real-time polymerase chain reaction PCR . Oosit yang diperoleh saat itu langsung dinilai maturasinya. Test korelasi Pearson dilakukan untuk menilai korelasi laju maturasi oosit dengan kadar hCG dan ekspresi mRNA LHR. Analisa Receiver Operating Characteristic ROC dilakukan untuk menentukan nilai cut-off. Hasil: Kadar hCG seum memiliki korelasi positif dengan maturitas oosit r 0.467, p
ABSTRACT
Introduction During stimulated in vitro fertilization IVF cycle, up to 30 of the recovered oocytes are immatur ones which have lower maturation capacity, poor fertilization capacity and seldom yield transferable embryos however, the precise influencing factors are largely unknown. Aim To investigate the association of oocyte maturation with serum hCG levels measured 12 hours after trigger and LHr mRNA expression of granulosa cell in IVF cycles. To find out whether this serum hCG levels and expression of mRNA LHr granulosa cell can predict oocyte maturation rate in IVF cycles. Material and Method A total of 30 normoresponder IVF cycles stimulated by antagonist protocol were analyzed prospectively. Twelve hours after triggering by exogenous hCG, level of hCG serum was measured and an ultrasound guided retrieval of oocytes was performed 35 36 hours later. Granulosa cells were obtained during oocyte denudation for intracytoplasmic sperm injection ICSI procedures and subjected to total RNA purification, reverse transcription and quantitative real time polymerase chain reaction PCR . Oocytes were stripped immediately after retrieval and maturation was assessed at this time. Pearson 39 s correlation test performed to analyze the correlation of oocyte maturation rate with serum hCG level and expression mRNA LHR. Receiver operating characteristic ROC analysis was performed to determine cut off value. Result Serum hCG have positive correlation with oocyte maturation r 0.467, p
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Purwita Larasati
Abstrak :
Penyuntikan koabinasi northistero,n enanthat dan testosteron enanthat dosis -tunggal ('long-acting') ditujukan untuk menurunkan kesub'uran mencit (Mus musculus L.) jantan strain AJ tanpa, raempengaruhi perilaku seksualnya (potensi seks dan libido). Parameter kesuburan yang di.ukur adalah jumlah sper matozoa total, .'persentase spermatozoa motil, dan jumlah anak. Kelompok.eksperimen disuntik intramuskular dengan kombinasi 0,1 mg/0,1 ml/ berat badan rata-rata northisteron enan that dan 0,125 mg/Ojl ml/berat badan ratar-raba testos teron. n enanthat. Kbiompok kelola I disuntik dengan kombinasi 0,1 ml ' pelarut northisteron enanthat dan 0,,1 ml .pelarut testosteron enanthat, sedangkan kelompok kelola II tidak diheri perlakuan.. Hasil perhitungaH ANAVA acak lengkap berblok menunjukkan tidak ada pengaruh perlakuan terhadap j'umlah spermatozoa total dan-persentase spermatozoa motil pada kelompok eksperimen dibandingkan dengan kedua kelompok kelola. Hasil uji Kruskal- Wallis menunjukkan tidak ada pengaruh perlakuan terhadap jumlah anak pada kelompok eksperimen dibandingkan dengan kedua ke lompok kelola. Kesimpulan, penyuntikan kombinasi northisteron enanthat dan testosteron enanthat dosis tunggal, setelah jangka waktu. if5 hari, tidak menurunkan kesuburan mencit (Mus musculus L.) Jantan strain AJ.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Theresia Rimta Wahyuni
Abstrak :
[ABSTRAK Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum yang diberikan bagi masyarakat yang dirugikan dalam kasus penyuntikan isi tabung LPG yang dilakukan oleh pelaku usaha. Kedudukan masyarakat ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pembahasan ini merupakan hal penting karena LPG merupakan kebutuhan bagi masyarakat. Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pengguna gas LPG dapat menuntut perlindungan hukum apabila terjadi kecelakaan akibat penyuntikan LPG dan diberikan sanksi administrasi ataupun sanksi pidana kepada pelaku usaha. Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum deskriptif yaitu penelitian terhadap aturan-aturan dengan menggunakan studi kepustakaan dan wawancara. Hasil dari penelitian ini bahwa masyarakatberhak atas ganti rugi dalam hal adanya penyuntikan tabung gas LPG oleh pelaku usaha.
ABSTRACT , This thesis discusses the legal protection given to people who are disadvantaged in the fraud case of LPG’s injection committed by business actor in terms of Law on Consumer Protection. This topic is important because nowadays LPG become important in society. With the Law on Consumer Protection, LPG users can demand legal protection in case of an accident and was given administrative penalties or criminal sanctions to businesses. The research in this paper uses the method of descriptive legal research is a study of the rules by using a literature study and interviews. The results of this study is that the community needs to get compensation in the presence of LPG’s injection. ]
2015
S57854
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Ayu Marina S.A.
Abstrak :
Latar Belakang: Nyeri penyuntikan propofol merupakan efek samping yang paling sering dikeluhkan dan memberikan trauma pada pasien anestesi umum. Metode paling efektif mengurangi nyeri penyuntikan propofol adalah penggunaan turniket dan lidokain 40 mg. Terapi vibrasi digunakan untuk mencegah nyeri penyuntikan. Penelitian ini bertujuan membandingkan keefektifan terapi vibrasi dengan penggunaan turniket dan lidokain 40 mg untuk mencegah nyeri penyuntikan propofol. Metode:Penelitian ini bersifat uji klinis acak tersamar tunggal terhadap pasien usia 18-65 tahun yang menjalani anestesia umum dengan menggunakan propofol di Instalasi Bedah Kirana RSCM pada bulan Juni-Juli 2018. Sebanyak 104 subyek didapatkan dengan metode consecutive sampling dirandomsasi menjadi kelompok terapi vibrasi (n=52) dan kelompok turniket dan lidokain 40 mg (n=52).  Kekerapan nyeri dan derajat nyeri berdasarkan NRS (Numerical Rating Scale dicatat. Analisa data menggunakan uji Chi Square. Hasil: Kekerapan nyeri berbeda signifikan terapi vibrasi sebesar 15,4% sedangkan turniket dan lidokain 40 mg sebesar 3,8% (p 0,046). Derajat nyeri penggunaan turniket dan lidokain 40 mg yaitu nyeri ringan 3,8% dan tidak nyeri 96,2%, sedangkan penggunaan terapi vibrasi yaitu nyeri ringan 15,4% dan tidak nyeri 84,6%. Simpulan: Penggunaan terapi vibrasi secara statistik tidak lebih efektif dibandingkan penggunaan turniket dan lidokain 40 mg.
Background: Pain during the Propofol injection is the most frequently complained and adverse side effect in general anesthesia patients. Currently, the most effective method of reducing pain in propofol injections is to combine application of tourniquet and lidocaine 40 mg. therapy can be used to prevent pain during injection pain. This study aims to compare the effectiveness of vibration therapy with the use of tourniquet and lidocaine 40 mg to prevent pain in injecting propofol. Method: This study was a single blind randomized clinical trial of patients aged 18-65 years who underwent general anesthesia using propofol in the Kirana RSCM Surgical Installation in June-July 2018. A total of 104 patients were obtained by consecutive sampling method, then divided onto two groups, a vibration therapy group ( n = 52) and the tourniquet group and lidocaine 40 mg (n = 52). The frequency of pain and the degree of pain based on the Numerical Rating Scale (NRS) were recorded. Data analysis were done using Chi Square test. Results: Pain frequency was significantly different from vibration therapy by 15.4%, while tourniquet and lidocaine 40 mg was 3.8% (p 0.046). Degree of pain based on NRS use of tourniquet and lidocaine 40 mg is mild pain 3.8% and painless 96.2%, while the use of vibration therapy is mild pain 15.4% and no pain 84.6 % . Conclusion: The use of vibration therapy is not statistically more effective than the use of tourniquet and lidocaine 40 mg.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library