Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atika Rahmah
"Usaha mitigasi perubahan iklim dengan memanfaatkan vegetasi laut sebagaipenyerap blue carbon saat ini sedang digencarkan, salah satu vegetasi tersebut ialahmakroalga. Muara Binuangeun, Banten yang terletak di pesisir pulau Jawa merupakankawasan yang berpotensi sebagai penyerap CO2 dan dihuni oleh beragam jenismakroalga, antara lain Gracilaria verrucosa yang merupakan makroalga denganfrekuensi kehadiran tertinggi dan Halimeda opuntia yang dikenal sebagai makroalgaberkapur dimana kandungan nutriennya pernah diteliti di Muara Binuangeunsebelumnya. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret--Mei 2018, dengan tujuanuntuk mengetahui seberapa besar perbedaan potensi penyerapan dan penyimpanankarbon pada makroalga Gracilaria verrucosa dan Halimeda opuntia di MuaraBinuangeun, Banten. Hasil penelitian yang didapatkan yaitu rata-rata potensipenyerapan karbon G. verrucosa dan H. opuntia berturut-turut adalah sebesar 228,73gC/m2/hari dan 1500,57 gC/m2/hari, sedangkan rata-rata potensi penyimpanan karbonG. verrucosa dan H. opuntia berturut-turut adalah sebesar 135,29 gC/m2/hari dan217,01 gC/m2/hari. Kandungan karbon pada G. verrucosa adalah sebesar 4,47 sedangkan H. opuntia sebesar 4,64 . Berdasarkan analisis hasil uji T, potensipenyerapan karbon H. opuntia secara signifikan lebih tinggi dari G. verrucosa danpenyimpanan karbon H. opuntia lebih tinggi dari G. verrucosa namun tidak signifikan.Selain itu, kadar abu pada H. opuntia lebih tinggi daripada G. verrucosa dan kadar airH. opuntia lebih rendah daripada G. verrucosa. Hal tersebut dikarenakan H. opuntialebih banyak menyimpan karbon dalam bentuk zat kapur. Oleh karena itu, usahakonservasi dapat dilakukan pada makroalga yang berpotensi tinggi dalam penyerap danpenyimpan karbon seperti H. opuntia untuk mengurangi emisi karbon dari atmosfer.

Efforts to mitigate climate change by utilizing marine vegetation as a blue carbonabsorber are currently being intensified, one of which is macroalgae vegetation. MuaraBinuangeun, Banten, which is located on the coast of Java, is a potential area as a CO2absorber and is inhabited by various types of macroalgae, including Gracilariaverrucosa which is the macroalgae with the highest attendance frequency and Halimedaopuntia, known as calcareous macroalgae, whose nutrient content have been studied inMuara Binuangeun before. This research was conducted in March May 2018, with theaim to know how much the difference of the carbon absorption and storage potentialbetween Gracilaria verrucosa and Halimeda opuntia in Muara Binuangeun, Banten.The result showed that the average carbon absorption potential of G. verrucosa and H.opuntia was 228.73 gC m2 day and 1500.57 gC m2 day, respectively, while the averagecarbon storage potential of G. verrucosa and H. opuntia were respectively 135.29gC m2 day and 217.01 gC m2 day. The carbon content of G. verrucosa was 4.47 whileH. opuntia was 4.64. Based on the analysis of T test results, the potential of H.opuntia carbon absorption was significantly higher than G. verrucosa and the carbonstorage of H. opuntia was higher than G. verrucosa but not significant. In addition, ashcontent in H. opuntia is higher than G. verrucosa while H. opuntia water content islower than G. verrucosa. It is because H. opuntia stores more carbon in the form ofcalcium carbonate. Therefore, conservation efforts can be done on high potential macroalgaein carbon sinks and storage such as H. opuntia to reduce carbon emissions fromthe atmosphere.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfandri Trisraditya Adhiwijaya
"Komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon sebesar 31,89% pada tahun 2030 adalah dengan pengaplikasian energi bersih dan terbarukan, seperti gas alam. Namun, gas alam yang diperoleh dari reservoir bawah tanah mengandung beberapa komponen pengotor seperti karbon dioksida. Penanganan terhadap emisi CO2 dapat dilakukan dengan penangkapan dan penyimpanan karbon dioksida (Carbon Capture and Storage) menggunakan pelarut amina. Penelitian ini mempelajari efek penggunaan jenis amina (MEA, MDEA, dan MDEA/MEA) dan variasi komposisi CO2 (5, 10, 15, dan 20%) dalam umpan gas terhadap konsumsi energi dan jejak karbon pada proses penangkapan dan transportasi CO2. Model unit pemrosesan gas amina dikembangkan menggunakan simulator Aspen HYSYS V10. Komposisi CO2 20% pada umpan gas di setiap variasi amina menunjukkan nilai konsumsi energi terendah dengan nilai berturut-turut 4,73 GJ/ton CO2, 5,27 GJ/ton CO2, dan 3,34 GJ/ton CO2. Teknologi CCS layak digunakan pada suatu gas plant dengan menggunakan MEA untuk umpan gas yang memiliki komposisi CO2 minimal 20% dan MDEA/MEA untuk umpan gas yang memiliki komposisi CO2 minimal 10% CO2 karena menghasilkan net negative emissions dengan nilai berturut-turut -1.056,20 ton CO2 dan -1.343,06 ton CO2

Indonesia's commitment to reducing carbon emissions by 31.89% by 2030 is through the application of clean and renewable energy, such as natural gas. However, natural gas obtained from underground reservoirs contains several impurity components such as carbon dioxide. Handling CO2 emissions can be done by capturing and storing carbon dioxide (Carbon Capture and Storage) using amine solvents. This research studied the effect of using amine types (MEA, MDEA, and MDEA/MEA) and variations in CO2 composition (5, 10, 15, and 20%) in gas feed on energy consumption and carbon footprint in the CO2 capture and transportation process. The amine gas processing unit model was developed using the Aspen HYSYS V10 simulator. The composition of 20% CO2 in the gas feed in each amine variation shows the lowest energy consumption values ​​with values ​​respectively 4.73 GJ/ton CO2, 5.27 GJ/ton CO2, and 3.34 GJ/ton CO2. CCS technology is suitable for use in a gas plant by using MEA for feed gas that has a CO2 composition of at least 20% and MDEA/MEA for feed gas that has a CO2 composition of at least 10% CO2 because it produces net negative emissions with a value of -1,056.20 respectively. tons of CO2 and -1,343.06 tons of CO2."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusep Kartiwa Caryana
"Penyerapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS) pelu termasuk industri hilir minyak dan gas bumi karena pemerintah indonesia telah mengadopsi perjanjian Paris tentang penurunan emisi gas rumah kaca (the paris agreement on greenhouse gas emissions reduction). Berbagai teknik penyerapan emisi CO2 hasil pembakaran telah dikembangkan. Salah satu pendekatan baru untuk menyerap CO2 guna mengurangi emisi ke atmosfir adalah teknologi (kristalisasi) hidrat gas CO2. Dasar teknologi hidrat CO2 adalah seleksi parsial terhadap komponen-komponen target fasa hidrat dan fasa gas. Dengan teknik ini, ditargetkan CO2, dapat lebih mudah dijebak dan ditangkap ke dalam fase kristal, dibanding komponen lain. Studi terdahulu menemukan bahwa kesetimbangan gas/hidrat masing-masing pada tekanan 7,6 MPa dan 11,0 MPa serta temperatur 274 K dan 277 K, tidak tepat diterapkan pada industri hilir minyak dan gas bumi karena akan diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk mengkoperansi gas sampai dengan pembentukan hidrat. Promotor hidral yang tepat termasuk tetrahydrofuran (THF) dan sodium dodecyl sulfate (SDS) dapat digunakan supaya tekanan pembentukan hidrat dan konsumsi energi yang optimal dapat dicapai sesuai realitas industri. Dengan menambahkan THF dan SDS sekitar 62,3 Nm/m hidrat CO2 dapat terbentuk pada tekanan 30 bar dan temperatur antara 274-277 K dalam waktu reaksi sekitar 15 menit. Hasil berbagai eksperimen menunjukan bahwa dengan jaminan kontak cairan dan gas serta promotor hidrat yang optimal, teknologi pembentukan hidrat CO2 secara berkelanjutan akan layak diterapkan pada skala industri termasuk penurunan emisi CO2 insudtri hilir minyak dan gas bumi. Tetapi, dibandingkan dengan kredit karbon internasional, kelayakan biaya penurunan CO2 didaratan sangat tergantung kepada jarak transportasi CO2 melalui pipa."
Jakarta: Lemigas, 2017
620 SCI 40:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Naila Andriani
"Emisi CO2 yang tinggi dari sektor minyak dan gas menjadi salah satu perhatian masyarakat global maupun pemerintah Indonesia. Salah satu cara yang dapat diterapkan untuk mengurangi emisi CO2 adalah dengan penerapan Carbon Capture and Storage (CCS). Kegiatan CCS adalah penangkapan emisi CO2 yang dihasilkan oleh industri dan disimpan kembali ke bawah permukaan. Dari beberapa lokasi yang dapat digunakan untuk penyimpanan karbon, reservoir minyak dan gas yang telah lama beroperasi dapat digunakan.
Lapangan “IN” yang berada di Cekungan Asri, Sumatera Tenggara telah berproduksi selama lebih dari 50 tahun dikatakan merupakan kandidat yang cocok untuk dilakukan penelitian lebih lanjut sebagai lokasi penerapan CCS. Dalam penelitian ini, dilakukan pendekatan geofisika dari data seismik dan data sumur untuk mengidentifikasi litologi, porositas, dan struktur yang ada untuk mencari rekomendasi lokasi sumur injeksi dan penyimpanan karbon. Inversi simultan dilakukan untuk mengkarakterisasi litologi dengan lebih baik dengan menghasilkan tiga parameter sekaligus secara simultan, yakni impedansi akustik, impedansi shear, dan densitas. Dari hasil inversi simultan ini, digunakan hasil inversi parameter Mu-Rho yang berasal dari impedansi shear dan Poisson’s Ratio yang berasal dari rasio VpVs. Hasil yang diperoleh adalah keterdapatan litologi batu pasir, batu bara, shale, dan shaleous carbonate. Hasil inversi juga digunakan kembali untuk mengestimasi persebaran porositas dengan nilai 0,025 – 0,275. Setelah itu, hasil analisis litologi, porositas, dimodelkan dalam model struktur geologi untuk mengidentifikasi keberadaan struktur. Disimpulkan bahwa lokasi rekomendasi penerapan CCS yang ideal adalah pada satu sumur produksi yang berada di bagian tengah – utara daerah penelitian.

High CO2 emission from oil and gas industry took global and even Indonesia’s Government attention. One of the solutions to decrease CO2 emission is by applying Carbon Capture and Storage (CCS). At CCS, the produced CO2 from industrial activity would be captured and stored to the subsurface. Among all of the ideal location to store the carbon, the depleted oil and gas reservoir could be used.
“IN” field, which located on Asri Basin, Southeast Sumatera, has been producing oil for more than 50 years. This field is quite fit to be done any research for CCS location candidate. In this research, the geophysical approach from seismic and well data is used to identify lithology, porosity, and structure to give location recommendation for carbon storage. Simultaneous inversion has been done to characterize lithology better by gives three parameters simultaneously, those are acoustic impedance, shear impedance, and density. From the inversion results, the Mu-Rho parameter from shear impedance and Poisson’s Ratio from VpVs Ratio are used. The use of these parameters is the distinguish of coal, sandstone, shale, and shaleous carbonate lithologies. The inversion results also used for porosity distribution estimation that shows value range of 0,025 – 0,275. In conclusion, the ideal location recommendation for CCS application is at one production wells located at the middle – northern area of interest.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library