Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yory Fernando
Abstrak :
Viktimisasi lanjutan yang dialami korban tindak pidana khususnya dalam perkara penipuan terjadi karena pengambilalihan sudut pandang posisi korban oleh negara yang mengakibatkan terbatasnya peran korban dan menyulitkan korban memperjuangkan hak-haknya dalam proses peradilan pidana. Terkait hal tersebut sebenarnya Polri telah menerbitkan peraturan yang diharapkan dapat mengakomodir kepentingan korban dalam proses peradilan, yaitu SE Kapolri No. SE/8/VII/2018 dan Perpol No. 8 Tahun 2021 yang didalamnya mengadopsi nilainilai keadilan restoratif. Namun peraturan-peraturan tersebut memungkinkan timbulnya konflik norma hukum dan proses pelaksanaannya yang masih menjadi tanda tanya besar mengingat mekanisme yang ditawarkan merupakan mekanisme baru dalam sistem peradilan pidana. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan tiga pertanyaan penelitian yaitu, bagaimanakah eksistensi pendekatan keadilan restoratif dalam proses penyelesaian perkara pidana pada tahap pra-ajudikasi? Bagaimanakah aspek legalitas penerapan keadilan restoratif dalam peraturan internal yang diterbitkan Kepolisian Negara Republik Indonesia? Bagaimanakah pelaksanaan penyelesaian perkara penipuan di kepolisian jika mengacu kepada Perpol No. 8 Tahun 2021 yang mengatur penyelesaian perkara dengan pendekatan keadilan restoratif? Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif dengan melakukan studi dokumen dan wawancara terarah dengan narasumber penelitian hukum ini yaitu anggota Kepolisian yang pernah menangani perkara penipuan dengan pendekatan keadilan restoratif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa telah banyak model penerapan keadilan restoratif pada tahap pra-ajudikasi di berbagai negara yang dapat dicontoh oleh penegak hukum di Indonesia, namun perlu dipahami bahwa peraturan Polri merupakan perwujudan peraturan kebijakan sehingga perannya terbatas. Meskipun peraturan internal Polri dapat menjadi pisau bermata dua, namun berdasarkan studi lapangan yang dilakukan penulis ternyata sudah banyak aparat penegak hukum yang mengedepankan penyelesaian perkara dengan mekanisme keadilan restoratif yang mengacu pada peraturan Polri tersebut. ......The continued victimization experienced by crime victims especially in fraud crimes, occurs because the state takes the victim’s point of view, which makes the role of the victim limited and makes it difficult for victims to fight for their rights in the criminal justice process. Regarding this matter, the Police have actually issued regulations that can accommodate the rights and interests of victims in the judicial process, namely the Circular Letter of the Head of the Indonesian National Police Number. SE/8/VII/2018 and Regulation of the Indonesian National Police Number 8 of 2021 which adopts the values of restorative justice. However, these regulations can cause conflict of legal norms and the implementation process which is still a big question mark considering that the mechanism offered in these regulations is a new mechanism in the criminal justice system. Based on this background, the authors formulate three research questions, first, how is the existence of a restorative justice approach in the process of resolving criminal cases at the pre-trial stage? Second, what are the legal aspects of applying restorative justice in the regulations issued by the Indonesian National Police? third, how is the implementation of the settlement of fraud cases in the police when referring to Regulation of the Indonesian National Police Number 8 of 2021 which regulates case settlement with a restorative justice approach? This legal research is a normative legal research by conducting document studies and focused interviews on the source of this legal research, namely members of the Police who have handled fraud cases with a restorative justice approach. Based on this research, it can be concluded that there have been many models of applying restorative justice at the pre-trial stage in various countries that can be emulated by law enforcement in Indonesia, but it should be understood that the Indonesian National Police Regulation is the embodiment of policy regulations so that its role is limited. Although the internal regulations of the Indonesian National Police can be a doubleedged sword, based on field studies conducted by the author, it turns out that there are many law enforcement officers who put forward the settlement of cases with a restorative justice mechanism that refers to the internal regulations of the Indonesian National Police.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Hajar Zunaidi
Abstrak :
Rancangan KUHP dan Rancangan KUHAP telah mengadopsi mekanisme penyelesaian perkara di luar proses yakni pada Pasal 145 R-KUHP dan Pasal 42 R-KUHAP, sebagai suatu kebijakan pidana (penal policy) untuk menanggulangi peningkatan jumlah perkara yang bersifat ringan yang membebani sistem peradilan pidana dan anggaran negara. Meskipun demikian, masih ada permasalahan utama terkait upaya memperluas penerapan mekanisme penyelesaian perkara di luar proses atau afdoening buiten proces dalam sistem peradilan pidana Indonesia yakni belum siapnya sistem hukum pidana Indonesia untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman secara komprehensif tentang pertimbanganpertimbangan yuridis sebagai dasar kebijakan pidana (penal policy) untuk memperluas penerapan mekanisme transaksi atau afdoening buiten proces dari pasal 82 KUHP, hal-hal yang harus dipenuhi sebagai prasyarat, serta tentang kriteria-kriteria tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan menerapkan mekanisme transaksi atau afdoening buiten proces. Tipe penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, namun untuk memperkuat argumen normatif, peneliti juga telah mendapatkan argumen praktis-sosiologis tentang urgensi perluasan penerapan afdoening buiten proces dalam sistem peradilan pidana terpadu dengan cara melakukan wawancara terstruktur dengan nenek Aminah, Aguswandi, dan Kholil yang telah menjalani proses hukum acara pidana karena tindak pidana yang bersifat ringan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Pertimbanganpertimbangan yuridis sebagai dasar kebijakan pidana memperluas penerapan mekanisme penyelesaian perkara di luar proses atau afdoening buiten proces dalam sistem hukum pidana Indonesia adalah sebagai wujud implementasi asas oportunitas yang dimiliki penuntut umum, sesuai dengan asas peradilan pidana yang cepat, sederhana, dan biaya ringan, relevan dengan konsep restorative justice yang sekarang ini berkembang, sebagai bagian dari upaya desain ulang sistem peradilan pidana, sebagai alternatif untuk pidana penjara singkat, dan sebagai langkah terobosan hukum untuk pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan hal-hal yang harus dipenuhi sebagai prasyarat memperluas penerapan mekanisme penyelesaian perkara di luar proses adalah dalam hukum acara pidana harus dirumuskan mekanisme penyelesaian perkara di luar proses yang cocok bagi sistem hukum Indonesia yakni dalam bentuk transaksi, pola transaksi, lembaga pelaksana transaksi, prinsip-prinsip pelaksanaan transaksi, dan hal-hal teknis lainnya. Terakhir, kriteria-kriteria tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan menggunakan mekanisme transaksi adalah (pertama) kriteria yang bersifat subyektif seperti umur pelaku, kondisi fisik dan mental, mens rea, serta kondisi, sikap,atau tindakan pelaku setelah terjadinya tindak pidana, dan (kedua) kriteria yang bersifat obyektif seperti derajat tercelahnya perbuatan, derajat kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan, jenis tindak pidana (kejahatan atau pelanggaran), ancaman pidana dalam pasal yang dilanggar, serta faktor kepentingan umum. ......The draft Criminal Code and Criminal Procedure Code has adopted the draft resolution mechanisms criminal case settlement outside the trial process on Article 145 of the Penal Code and Article 42 R-KUHAP, as a penal policy to cope with an increasing number of mild cases that burden the criminal justice system and the budget countries. Nevertheless, there are still major issues related to efforts to expand the application of criminal case settlement outside the trial process or afdoening buiten proces in the criminal justice system that is unprepared Indonesian criminal justice system to implement. Therefore, this study aims to gain a comprehensive understanding of legal considerations as a basis for penal policy extending the application of the criminal case settlement outside the trial process of Article 82 of the Criminal Code, the things that must be met as a prerequisite, as well as on the criteria?s crimes that can be solved by applying the criminal case settlement outside the trial process. Type of research is a normative juridical studies, but to strengthen the normative argument, researchers also have a practical-sociological argument about the urgency of expanding the application of afdoening buiten proces in the integrated criminal justice system by means of structured interviews with Amina, Aguswandi, and Kholil who had undergone criminal proceedings for criminal acts that are minor. The results of this study concluded that the legal considerations as a basis for penal policy of extending the application criminal case settlement outside the trial process in Indonesian criminal law system is as a form of implementation of the opportunity principle that the prosecution had, in accordance with the principle of criminal justice is quick, simple , and low cost, relevant to the concept of restorative justice are the present developed, as part of efforts to redesign the criminal justice system, as an alternative to short jail, and as a legal breakthrough for the eradication of corruption. While the things that must be met as a prerequisite for extending the application criminal case settlement outside the trial process is in the Criminal Procedure Code must be formulated the criminal case settlement outside the trial process which is suitable for the Indonesian legal system that is in the form of transactions, patterns of transactions, the implementing agency transactions, principle-principle of the transaction, and other technical matters. Finally, the criteria's crimes that can be solved by using a transaction mechanism is the (first) subjective criteria such as offender age, physical condition and mental, mens rea, as well as the conditions, attitudes, or actions of the perpetrator after the crime, and (second ) are objective criteria such as degrees of flawed act, the degree of damage or loss incurred, the type of crime (felony or offense), the threat of criminal in the article are being violated, as well as public interest factors.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30093
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ines Krisantia Jayaputri
Abstrak :
Penitipan uang ke Pengadilan Negeri (konsinyasi) adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengakhiri suatu penyelesaian perkara di Pengadilan. Konsinyasi merupakan salah satu proses yang dapat dilakukan untuk mempercepat penyelesaian suatu perkara di pengadilan dengan cara “memaksa” salah satu pihak yang berperkara untuk menyetujui suatu putusan. Berdasar pada hal tersebut, konsinyasi merupakan salah satu implementasi dari salah satu asas hukum acara perdata, yakni asas cepat. Adapun paksaan kepada salah satu pihak ini dilakukan karena adanya kepentingan yang lebih memiliki urgensi tinggi dan harus didahulukan. Oleh karena itu, demi tetap mencapai keadilan dan kepastian bagi para pihak, terutama bagi pihak yang dipaksa untuk menyetujui suatu putusan, perlu adanya proses beracara yang diatur dalam hukum. Peraturan perundang-undangan di Indonesia saat ini telah mengatur proses konsinyasi untuk perkara pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan perkara perikatan. Namun, belum ada peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur proses konsinyasi untuk perkara lainnya. Berangkat dari hal tersebut, dalam kesempatan kali ini, akan melakukan penelitian terkait proses yang dilakukan dalam penggunaan konsinyasi pada perkara lainnya secara yuridis-normatif. ......One of the methods to finish a dispute settlement at the District Court is to deposit money there (by way of consignment). Consignment is a procedure that can be used to hasten the resolution of a court case by "forcing" one of the parties to agree to a decision. In light of this, consignment implements the principle of speed as one of the civil procedural law's tenets. Because certain interests are more urgent and must take precedence, one of the parties is coerced. Therefore, it is essential to have a legal process that is governed by law in order to continue achieving justice and predictability for the parties, particularly for those who are forced to agree to a decision. The consignment process for land acquisition cases in the public interest and engagement cases has been governed by Indonesia's current laws and regulations. However, the consignment procedure is not specifically governed by rules and regulations in other cases, including the use of consignment in inheritance cases. On this occasion, departing from this, I will conduct research related to the procedure utilized in the usage of consignments in other cases in a juridical-normative manner.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Angelina L.
Abstrak :
Biaya proses penyelesaian perkara merupakan masalah terkait antara kedudukan badan peradilan dan keuangan negara sebagai akibat luasnya ruang lingkup keuangan negara menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003. Mahkamah Agung menganggap biaya proses penyelesaian biaya perkara pada di semua badan peradilan yang menangani perkara perdata tidak termasuk keuangan negara karena biaya tersebut adalah biaya habis pakai untuk pemanggilan dalam proses perkara pengadilan. Status hukum biaya proses penyelesaian perkara di lingkungan badan peradilan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah sebagai uang pihak ketiga yang merupakan hak para pihak yang berkepentingan dan digunakan badan peradilan yang menangani perkara perdata untuk menyelenggarakan proses penyelesaian perkara, bukan uang yang timbul sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiba negara. Dengan demikian, yang berwenang melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab biaya proses penyelesaian perkara di lingkungan badan peradilan yang menangani perkara perdata hanyalah unit pemeriksaan internal MA, sedangkan BPK memeriksa keuangan MA yang berasal dari hak dan kewajibannya sebagai lembaga negara. ......Judicial process fee is a problem about court position and state finance beyond impact scope of state finance regarding article 2 Law number 17, 2003. Supreme Court said judicial process fee, that handle of civil case, is not include scope of state finance because its using for judiciaal process and have been using for Supreme Court. Legal statutory judicial process fee regarding of laws is third parties, and not include scope state of finance. Audit institution for judicial process fee from civil case is internal auditor and Supreme Auditor Board or Badan Pemeriksa Keuangan just audit for Supreme’s finance from its right and obligations as a state institution.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25467
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Debora Vetra Mesia
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai penyelesaian perkara pidana di luar persidangan yang berlaku baik di Indonesia, Belanda, maupun Singapura. Penyelesaian perkara pidana di luar persidangan atau dikenal dengan istilah Afdoening Buiten Proces merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan perkara di luar persidangan dengan cara membayar denda maksimum secara sukarela sebagaimana diatur dalam Pasal 82 KUHP Lama. Ketentuan ini juga terdapat dalam KUHP Baru, tepatnya dalam Pasal 132 ayat (1) huruf d-e. Sementara itu, di Belanda ketentuan ini diatur dalam Pasal 74 Wetboek van Strafrecht, sedangkan di Singapura dikenal mekanisme Deferred Prosecution Agreement yang memiliki konsep berbeda dengan yang diatur oleh Indonesia dan Belanda. Terdapat dua pembahasan utama dalam skripsi ini. Pertama, skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana ketentuan penyelesaian perkara pidana di luar persidangan dalam ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, Belanda, dan Singapura. Kedua, skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Lama dalam mengakomodir kebutuhan penyelesaian perkara pidana di luar persidangan. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian normatif-yuridis yang menganalisis lebih lanjut tentang ketentuan hukum yang berlaku di suatu negara. Adapun hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa ketentuan penyelesaian perkara pidana di luar persidangan yang berlaku di Indonesia, Belanda, dan Singapura masing-masing memiliki persamaan dan perbedaan. Selanjutnya, diketahui bahwa ketentuan penyelesaian perkara pidana di luar persidangan yang diatur dalam Pasal 82 KUHP Lama selama ini tidak mengakomodir kebutuhan yang diperlukan oleh sistem peradilan pidana. Terakhir, ketentuan penyelesaian perkara pidana di luar persidangan pada dasarnya memiliki tujuan yang baik dan dapat membantu meringankan beban sistem peradilan pidana, tetapi masih terdapat beberapa hambatan. ......This thesis discusses the settlement of criminal cases outside the court which is valid in Indonesia, Netherlands, and Singapore. Settlement of criminal cases outside the court or known as Afdoening Buiten Process is one way to settle cases outside the court by paying the maximum fine voluntarily as stipulated in Article 82 of the Old Criminal Code. This provision is also contained in the New Criminal Code, specifically in Article 132 paragraph (1) letter d-e. Meanwhile, in the Netherlands this provision is regulated in Article 74 Wetboek van Strafrecht, while in Singapore the Deferred Prosecution Agreement mechanism is known, which has a different concept from that regulated by Indonesia and Netherlands. There are two main discussions in this thesis. First, this thesis will discuss how the provisions for settling criminal cases outside the court in the legal provisions in force in Indonesia, the Netherlands and Singapore. Second, this thesis will discuss how the Old Criminal Code accommodates the need for settlement of criminal cases outside of court. This research was conducted using a normative-juridical research method that further analyzes the legal provisions in force in a country. The results of this study state that the provisions for settling criminal cases outside the court in force in Indonesia, Netherlands and Singapore have similarities and differences, respectively. Furthermore, it is known that the provisions for settling criminal cases outside the court as regulated in Article 82 of the Old Criminal Code have so far not accommodated the needs required by the criminal justice system. Finally, provisions for the settlement of criminal cases outside the court basically have a good purpose and can help ease the burden on the criminal justice system, but there are still some obstacles.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Zahi Ambarwati
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) Kegiatan Penelitian Dugaan Pelanggaran di Bidang Cukai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh belum adanya SOP terkait kegiatan dimaksud yang disebabkan karena hal tersebut merupakan kebijakan baru yang diamanahkan berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang kemudian diturunkan ke dalam aturan pelaksanaan 237/PMK.04/2022. SOP tersebut sangat diperlukan karena adanya potensi ketidakseragaman prosedur pelaksanaan pada kantor bea dan cukai di Indonesia. SOP dapat memudahkan organisasi untuk mendeteksi dan mengatasi kesalahan, memberikan pemahaman yang rinci dan sistematis kepada pegawai yang bertugas, serta memudahkan proses monitoring dan evaluasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan data yang diperoleh dari wawancara kepada Tim Peneliti yang secara langsung melaksanakan tugas kegiatan penelitian dugaan pelanggaran di bidang cukai. Hasil penelitian berupa usulan SOP proses bisnis kegiatan penelitian dugaan pelanggaran di bidang cukai, penyelesaian perkara dengan tidak dilakukan penyidikan serta penyelesaian Barang Kena Cukai (BKC) dan Barang Lain yang terkait dengan dugaan pelanggaran menjadi Barang Milik Negara (BMN). ......The research aims to develop Standard Operating Procedures (SOP) for Investigating Alleged Violations in Excise in accordance with applicable regulations. The study is motivated by the absence of SOPs related to these activities due to their status as new policies mandated by the Harmonization of Tax Regulations Law, subsequently elaborated in implementing regulation 237/PMK.04/2022. The need for this SOP arises from the potential inconsistency in the execution procedures across customs offices in Indonesia. SOP facilitate the organization in detecting and addressing errors, providing detailed and systematic understanding to the assigned employees, and simplifying the monitoring and evaluation processes. The research methodology employed is qualitative, with data obtained through interviews with the Research Team directly involved in the investigation of alleged customs violations. The research results propose an SOP for the business process of investigating alleged violations in customs, the resolution of cases without conducting investigations, and the resolution of Excise Goods (Barang Kena Cukai) and other related goods involved in alleged violations that become State-Owned Goods (Barang Milik Negara).
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library