Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afiri Dianti
"ABSTRAK
Tingkat kerawanan terjadinya kebakaran lahan dan hutan di Indonesia cukup tinggi. Tanah gambut merupakan salah satu kontribusi tertinggi pada kebakaran tersebut. Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan gambut tertinggi se-Asia Tenggara, dengan lebih dari 50 jenis gambut tropis dimiliki. Hasil pembakaran pada gambut menghasilkan emisi karbon yang tinggi dan berdampak pada global warming. Sifat bara pada pembakaran gambut membuat deteksi dan pemadaman menjadi sulit. Tidak hanya itu, adapun dampak kerusakan hutan, seperti rawan longsor, penurunan lapisan tanah dan kerusakan lapisan meningkat. Tajuk api yang tidak terlihat mendorong badan restorasi gambut membuat metode pencegahan kebakaran. Penataan air yang dilakukan dengan metode pembasahan ulang bertujuan untuk menjaga dan mengembalikan kelembaban tanah gambut. Penelitian dilakukan guna menganalisis sifat pembakaran pada gambut kering dan pengaruh gambut hasil pembasahan ulang pada laju permbaraan. Sampel gambut yang digunakan adalah gambut yang berasal dari Desa Tumbang Nusa, Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah S: -3 47 rsquo;34 rdquo; , E: 113 55 rsquo;15 rdquo; dan Kampung Bagaiserwar, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua S: 01 55 rsquo;14, 11 rdquo;, E: 138 6 rsquo;17, 35 rdquo;. Laju perambatan pembakaran diukur dengan menggunakan termokopel dengan jarak 80 mm diantaranya. Massa yang diukur menunjukkan penurunan yang signifikan akibat proses evaporasi yang dialami gambut basah. Penulis menemukan risiko bahaya kebakaran yang lebih tinggi pada gambut yang dikelilingi gambut hasil pembasahan ulang. Laju perambatan membara jauh lebih tinggi pada gambut hasil pembasahan ulang dengan kelembaban awal le; 10 pada gambut Bagaiserwar. Sifat hidrofobik yang dimiliki gambut membuat sifat penyimpanan air pada gambut berubah. Hal ini memicu terjadinya proses oksidasi pembakaran dan terdapat pembentukan char pada gambut hasil pembasahan ulang. Sifat penyalaan gambut juga menjadi isu utama agar metode pencegahan dapat lebih efektif. Lamanya waktu penyalaan gambut menjadi referensi bagi deteksi zona potensial kebakaran berdasarkan persentase kelembaban yang dimiliki.

ABSTRACT
Probability of land and forest fire in Indonesia is quite high. Peat land is one of the highest contribute of the fire disaster. Indonesia is the country with the highest peat land in Southeast Asia, with more than 50 of tropical peat species. Combustion of peat produce carbon emission with large quantities and affect to global warming. Characteristic of smoldering combustion of peat cause detection and extinction be difficult. Moreover, there are another impact such as high erosion potential, structural collapse and soil layer damage. Flameless on peat smoldering causes peat restoration institution build fire prevention method. Regulation of water table on peat land with rewetting method aims to maintain and restore the moisture of peat. The experiment aims to understand characteristic of smoldering combustion of rewetting peat. Sample used in the experiments was taken from Desa Tumbang Nusa, Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah S 3 47 rsquo 34 rdquo , E 113 55 rsquo 15 rdquo dan Kampung Bagaiserwar, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua S 01 55 rsquo 14, 11 rdquo , E 138 6 rsquo 17, 35 rdquo . Fire spread rate is measured with thermocouples at interval 80 mm. Mass loss rate indicates derivation caused by evaporation on wet peat. Author discovered a fire risk is higher than natural combustion in experiments with rewetting peat as barrier. Spread rate of smoldering is high on rewetting peat with initial MC before rewetting is le 10 as barrier. Hydrophobic of peat cause retention of water on peat changes. This phenomenon causes peat undergoes oxydation reaction and produce char on rewetted peat. The critical ignition time of peat is also the main issue of prevention method. Time of ignition of peat is being important for detection of fire potential based by moisture content."
2018
T50957
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Dwi Sari
"Penggunaan kompor briket batubara dapat mengurangi penggunaan bahan baker minyak yang semakin mahal dan semakin sedikit. Namun banyak kendala dalam penggunaan kompor briket batubara yaitu dalam hal waktu penyalaan (ignition time). Permasalahan penyalaan briket selama ini adalah kurangnya pasokan oksigen untuk proses pembakaran awal briket. Pada awal penyalaan penetrasi oksigen eksternal ke dalam briket terhambat oleh adanya laminer boundary layer. Setelah itu briket mengalami proses devolatilisasi yaitu pelepasan zat-zat volatile melalui pori-pori ke permukaan batubara dan membentuk awan volatile matter yang menyebabkan penetrasi oksigen eksternal terhalangi. Perpindahan panas radiasi dan konveksi juga menjadi lambat dikarenakan tidak adanya suplai oksigen dari dalam briket batubara, sehingga untuk mengatasi masalah ini digunakan briket promotor yang mengandung oksidator etil asetat sebanyak 15% dari massa total briket. Untuk menghasilkan hasil yang optimum dari segi waktu penyalaan maka kompor briket batubara dirancang sedemikian rupa yang dilengkapi dengan blower, briket bawah sebagai briket pemasakan dan briket atas yang mengandung oksidator sebagai promotor penyalaan. Dengan rancangan kompor briket yang dilengkapi dengan blower di bagian bawah maka akan terjadi aliran udara secara forced updraft sehingga menjamin kecukupan penyediaan udara untuk pembakaran. Saat ini modifikasi metode konvensional dilakukan dengan menciptakan turbulensi pada aliran udara pembakaran yang dialirkan ke arah briket. Tujuannya adalah untuk membuat aliran turbulen pada boundary layer yang biasanya terbentuk pada permukaan briket. Pengontrolan turbulensi pada pembakaran batubara umumnya dilakukan dengan mengalirkan udara menggunakan blower ke arah briket. Hal ini dilakukan untuk memecah awan volatile di permukaan batubara dan mempenetrasikan udara sekunder tersebut masuk ke dalam briket. Penggunaan variasi kecepatan superfisial udara pembakaran pada penelitian ini yaitu sebesar 1,9 - 0,6 m/s, sehingga akan diketahui laju alir yang optimum untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna dan diperoleh waktu penyalaan yang singkat. Pada penelitian ini juga akan dilakukan variasi tinggi chimney dengan menggunakan laju alir yang optimum yang diperoleh dari variasi kecepatan superficial udara pembakaran.

Usage of coal briquette stove can lessen fuel consumption of oil that is increasingly expensive and increasingly a few. But many constraints in usage of coal briquette stove that is in the case of ignition time. Ignition time problems of briquette until now is lack of supply oxygen to process initial combustion of briquette. In the early of ignition of penetration of oxygen eksternal into briquette pursued by existence of laminer boundary layer. Then briquette experiences devolatilisation process that is release of volatile matters through pore to surface of coal and forms volatile cloud matter causing penetration of oxygen eksternal is hindered. Radiation heat transfer and convection also becomes is slow because of inexistence of oxygen supply from within coal briquette, so that to overcome this problem applied promotor briquette containing oksidator ethyl acetate counted 15% from briquette total mass. To yield optimum result from the angle of ignition time hence coal briquette stove is designed in such a manner equiped with blower, briquette under as cooking briquette and briquette to containing oksidator as promotor. With briquette stove planning equiped with blower in underside hence there will be air current in forced updraft causing guarantees supply sufficiency of air for combustion. Now modification of conventional method is done by creating turbulent at combustion air current poured into by direction of briquette. The purpose is to make turbulent flow at boundary layer usually formed at briquette surface. Controller turbulent at coal firing generally is done by flowing air to apply blower towards briquette. This thing done to break volatile cloud on the surface of coal and penetration of the secondary air comes into briquette. Usage various speed of combustion air superficially at this research that is 1,9 - 0,6 m/s, so that will be known optimum rate of flow to get perfect combustion and obtained brief ignition time. At this research also will be done various height chimney by using optimum rate of flow obtained from various speed of combustion air superficially."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49613
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwika Budianto
"Pembakaran batubara dalam boiler PLTU untuk mendapatkan efisiensi yang optimal diperlukan analisis karakteristik pembakaran. Proses karakterisasi dilakukan pada alat One Dimensional Furnace (1D furnace) dan Drop Tube Furnace (DTF) sebagai representasi dari tungku boiler skala komersil. Pada penelitian ini dilakukan karakteristik pembakaran pada kedua alat tersebut dengan menggunakan 3 sampel yang berbeda masing-masing mewakili jenis bituminous, subbituminous, lignite. Ukuran sampel batubara seragam 75 μm (200 mesh) dan dibakar dalam kondisi pembakaran udara lingkungan (21%O2/79%N2). Kedua alat uji tersebut memiliki geometri dan metode pemanasan yang berbeda, 1D furnace memiliki tinggi 6 m dan diameter dalam 0.3 m sedangkan DTF tinggi 1.5 m dan diameter dalam 0.07 m, metode pemanasan tungku 1D dilakukan dengan pembakaran gas LPG sedangkan DTF dipanasi melalui heater listrik. Dengan latar belakang konfigurasi yang berbeda kedua alat digunakan untuk menganalisis karakterisasi pembakaran batubara dengan sampel yang sama. Hasil parameter karakterisasi pembakaran mencakup distribusi temperatur (dinding dan gas), temperatur penyalaan, waktu penyalaan, waktu karbon terbakar seluruhnya, panjang nyala api. Berdasarkan hasil eksperimen menunjukkan bahwa hasil waktu penyalaan dalam DTF antara 13.25 ? 15.06 ms cenderung lebih lambat dibandingkan hasil 1D furnace antara 2.72 - 4.30 ms, hal ini lebih dipengaruhi oleh thermal inersia pada 1D furnace lebih besar karena didukung burning rate besar, selain itu minimnya konsentrasi O2 pada lingkungan gas dalam tungku DTF oleh karena kondisi temperatur tinggi dalam tungku menyebabkan O2 langsung berinteraksi dengan volatil menghasilkan CO2 dimana CO2 memiliki kapasitas panas besar yang berdampak terhadap penurunan temperatur dan keterlambatan penyalaan. Waktu karbon terbakar habis pada DTF antara 1936-2546 ms cenderung lebih lambat dibanding pada 1D furnace antara 896-1230 ms. Hal ini disebabkan oleh faktor difusivitas dan faktor reaksi gasifikasi pada DTF akibat temperatur gas pembakaran tinggi dan konsentrasi O2 kecil akibat char/karbon langsung bereaksi dengan O2 membentuk CO dan CO2. Kedua sifat spesies gas tersebut akan mempengaruhi terhadap penurunan temperatur dan memperpanjang waktu karbon terbakar habis. Panjang nyala api dalam DTF antara 0.224-0.267 m cenderung lebih pendek dibandingkan pada 1D furnace antara 0.615-1.000 m, hal ini dipengaruhi oleh jumlah laju alir batubara yang berbeda signifikan dimana 1D furnace 155-175 kali lebih besar daripada DTF. Hasil temperatur penyalaan antara pada DTF dan 1D furnace terhadap jenis peringkat batubara mendekati sama yang berkisar antara 318-388 0C. Hasil eksperimen pada masing-masing jenis sampel batubara juga menunjukkan konsisten terhadap fuel ratio (FC/VM), dimana fuel ratio bituminous paling besar, diikuti lignite dan subbituminous. Sebagai prediksi dari hasil eksperimen DTF dilakukan simulasi numerik dengan Computational Fluid Dynamics (CFD). Hasil simulasi yang diinvestigasi antara lain profil distribusi temperatur, profil kecepatan, profil konsentrasi gas buang CO dan CO2. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa distribusi temperatur sampel bituminous paling tinggi diikuti sampel lignite dan subbituminous, sedangkan konsentrasi CO dan CO2 menunjukkan profil sampel bituminous lebih tinggi, diikuti sampel subbituminous dan lignite. Kecenderungan hasil simulasi numerik CFD ini memiliki kesesuaian secara kualitatif dengan hasil eksperimen pembakaran dalam DTF.

Coal combustion in coal fired power plants are required characteristics combustion analysis to obtain optimum efficiency. The process characterization have performed on One Dimensional Furnace (1D furnace) and Drop Tube Furnace (DTF) as a representation of a commercial scale boiler furnace. In this research were conducted the combustion characteristics of these two equipment using 3 different samples each representing a type of bituminous, subbituminous, lignite. The sample of coal size was prepared uniform 75 μm (200 mesh) and burned in air fired environmental conditions (21% O2/79% N2). Both of the furnaces test have different geometry configuration and heated method, the configuration of 1D furnace is 6 m in height and 0.3 m inside diametre whereas DTF 1.5 m in height, 0.07 m inside diametre, the wall of 1D furnace is heated by combust LPG gas whereas DTF by electrically heated. With a different background configuration of both devices are used to characterize coal combustion with the same sample. The results of combustion characterization parameters include temperature distribution (walls and gas), ignition temperature, ignition time, carbon burn out time, flame length. Based on the experimental results presented that the ignition time results in the DTF between 13.25 - 15.06 ms tend to be slower compared to the 1D furnace between 2.72 ? 4.30 ms, it is affected by inertia thermal on 1D furnace greater due to assist more burning rate,in addition the lack of O2 concentration in the gas environment in DTF because of high temperatures in the furnace conditions cause O2 directly interact with volatiles produce CO2 where CO2 has a large heat capacity that affects decrease temperature and increase ignition delay. Carbon burn out time on DTF between 1936-2546 ms tend to be slower than in the 1D furnace between 896-1230 ms. It is influenced by diffusivity factors and gasification reactions on DTF due to high temperature combustion gas and O2 concentration less so the char / carbon directly react with O2 to form CO and CO2. Both of gas species will affect the temperature decrease and extend carbon burn out time. Flame length in the DTF between 0.224-0.267 m tend to be shorter than the 1D furnace between 0.615-1.000 m, it is influenced by a number of coal flow rate significantly different where 1D furnace 155-175 times greater than the DTF. The results of ignition temperature between DTF and 1D furnace have almost equal against each type of coal rank, which ranging 318-388 0C. The results of the experiment on each type of coal samples also showed consistent to fuel ratio (FC/VM), where the bituminous is largest one, subsequently lignite and subbituminous. As prediction of the results of experiments in DTF were performed numerical simulation with Computational Fluid Dynamics (CFD). Simulation results are investigated include temperature distribution profile, velocity profile, emission gas concentration profiles of CO and CO2. Based on the simulation results show that the distribution temperature bituminous samples is more higher and followed subbituminous and lignite samples, while the CO and CO2 concentration profile of the bituminous sample is showed higher, subbituminous and lignite samples subsequently. The tendency of the CFD numerical simulation results have good qualitatively agreement with the experimental results of combustion in DTF.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T41388
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dijan Supramono
"Penelitian pembakaran briket batubara bertujuan untuk mempersingkat waktu penyalaan. Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan btiket promotor bentuk pola yang mengandung oksigenat etil asetat yang berfungsi sebagai penyedia oksigen secara internal dalam material briket karena ketidakcukupan oksigen saat briket promotor mengalami devolatisasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
UI-JURTEK 23:1 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Benedicto Constatijn
"ABSTRAK
Desain sistem starter otomatis ini dirancang untuk menjawab kebutuhan otomasi pada kendaraan listrik hibrida serial dalam hal manajemen penyalaan generator dan pemindahan kontak listrik generator-charger dan PLN-charger. Scara garis besar sistem dibagi menjadi dua buah bagian: sistem penyalaan generator otomatis dan sistem pengalih kontak otomatis. Masing-masing sistem bekerja secara independen dalam melakukan fungsinya masing-masing. Sistem penyalaan generator otomatis akan menyalakan generator secara otomatis jika SOC baterai sudah rendah. Sistem pengalih kontak otomatis akan menyambungkan dan melepaskan kontak generator-charger atau PLN-charger sesuai keperluan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan analitis dan eksperimental pembuatan alat. Sistem pegalih kontak otomatis dapat bekerja pada voltase input 220 V AC dengan kapasitas arus hingga 10 A. Sistem penyalaan generator otomatis akan menyalakan generator jika tegangan OCV baterai sudah kurang dari 3600 mV. Untuk penelitian selanjutnya, akan lebih baik jika sistem dilengkapi dengan perhitungan performa untuk pertimbangan penyalaan generator.

ABSTRACT
This automatic starter system is designed to answer the need of automation for serial hybrid electric vehicles in the management of generator starting and electric contact switching between generator-charger and grid-charger. The whole system is divided into two: automatic generator starting system and automatic contact switching system. Each system works independently and does its own function. The automatic generator starting system will automatically start the generator if the battery SOC runs out. The automatic contact switching system will connect or disconnect generator-charger or grid-charger contact as needed. The experiment is done by means of analytic approach and prototype experimentation. The automatic switching system can operate at 220 V AC input voltage and maximum current of 10 A. The automatic generator starter system will start the generator if the battery OCV voltage goes below 3600 mV. For further research, it will be better if the system is equipped with performance calculation as a concideration to start the generator.
"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62087
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Jeri At Thabari
"

Kebutuhan energi yang terus meningkat menjadikan pemanggunaan sumber daya mineral mengalami ekstraksi secara maksimal. Akibat dari penggunaan masif ini menyebebakan batubara dengan kualitas rendah seperti sub-bituminous dan lignite juga digunakan. Karena kualitas nya yang rendah, batubara jenis tersebut sering terbakar dengan sendirinya ketika berada pada tumpukan. Penumpukan batubara sangat sulit dihindari karena pada proses rantai suplai, pengiriman dengan jumlah besar masih menggunakan kapal dan memakan waktu yang tidak sedikit. Fenomena pembakaran spontan pada batubara ini berakibat buruk karena batubara yang telah terbakar mengalami pengurangan kemampuan untuk melepas energi sehingga tidak lagi dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk membangkitkan daya.

Permasalahan ini sudah memasuki ranah konsiderasi dari para peneliti dimana beberapa metode intrusive yang telah diajukan antara lain dengan melakukan pelapisan guna mengurangi efek termal dari lingkungan, melakukan penyempotan dengan cairan guna mengurangi efek eksotermisitas dari batubara, hingga penghambatan reaksi oksidasi dengan mengurangi jumlah oksigen yang berada di zona reaksi.

Pendekatan metode non-intrusive pengontrolan pembakaran spontan pada tumpukan batubara adalah dengan penyusunan batubara yang sedemikian rupa sehingga hasil panas yang dihasilkan mampu diimbangi oleh hasil panas yang dibuat ke lingkungan. Hal ini dapat memperlambat proses akumulasi panas dari reaksi oksidasi antara batubara dengan lingkungan yang dapat menyebabkan kejadian pembakaran spontan pada tumpukan tanpa mengubah karakteristik fisik dari tumpukan batubara baik pada proses transportasi maupun penyimpanan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara waktu tunda kebakaran oleh reaktor dengan rasio luas permukaan dan volume zona bakar reaktor. Distribusi perpindahan kalor diamati dengan melakukan pemodelan perpindahan kalor dari lingkungan menuju reaktor yang berisi batubara menggunakan piranti lunak COMSOL Multiphysics. Percobaan skala laboratorium juga dilakukan guna mendampingi hasil simulasi agar validasi dapat dilakukan.

Simulasi dilakukan dengan menempatkan reaktor batubara berbentuk silinder lingkungan dengan temperatur ambient sebesar 400 K. Hubungan antara eksotermisitas dari tumpukan batubara dan rasio antara luas permukaan dan volume zona bakar diamati dengan memvariasikan geometri dari model

Pengujian laboratorium dilakukan dengan memanaskan reaktor yang berisi tumpukan batubara di dalam oven yang diatur suhunya pada temperatur 375, 380, 385, 390, dan 400 K. Pemanasan terus dilakukan hingga teramati fenomena pembakaran spontan saat temperatur dari reaktor mencapai suhu yang lebih tinggi dari suhu oven. Hal ini dilakukan untuk menentukan temperatur kritis dari tumpukan sebagai acuan validasi dari hasil simulasi


Increasing energy demand makes mineral resources increase. It also happens to coal resources where the market starts to expand to various types of coal with multiple qualities. Because of this massive use of coal, causing low quality such as sub-bituminous and lignite are also used. Because of its low activation energy value, both types of coal often cause problems in the handling process. Those coals could undergo spontaneous combustion or self-ignition phenomena if they are forming piles since coal piling is unavoidable in the supply chain process. Large ships are still favorable in transporting the coal for large quantities and long distances. It means exposing the coal piles to radiation for a long duration. The phenomenon of spontaneous fire on coal has a worse impact on its productivity because burned coal loses its heat capacity and can no longer be used as fuel to generate power.

This problem has entered the domain of consideration from the researchers while some of intrusive methods include coating to reduce the thermal effects of the environment, spraying with liquids to minimize the impacts of exothermicity of the coal, inhibiting the reduction of oxidation by reducing the amount of oxygen needed in the reaction zone are proposed.

However, there is a possibility to overcome this problem by using a non-intrusive approach. The ignition delay time and critical temperature of the piles could be foreseen by understanding the dimensional characteristic of the pile. This method can be used to predict and consider the duration of stacking and transporting the coal before it gets burnt spontaneously.

The purpose of this study is to study the correlation between coal piles exothermicity and the surface area-volume ratio of the piles. The physics phenomena are analyzed by modeling the phenomena using COMSOL Multiphysics. Laboratory scale experiments are also carried out to accompany the results of the computational simulation so that validation can be done.

The simulation is done by placing a coal reactor forming a cylinder in an environment with a temperature of 400 K. In examining the relationship between the critical temperature and ignition delay time toward surface area-volume ratio, the reactors dimension is varied for several values. Varying the reactor

s size means conducting the experiment for several S/V values.

Laboratory experiment is carried out by heating the reactor containing the release of coal in an oven that regulates the temperatures at 375, 380, 385, 390, and 400 K. The experiment was done until the temperature within the reactor is significantly greater than the oven temperature. by this means, the critical temperature of the coal piles could be determined as a basis for validation data.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faustina Prima Martha
"ABSTRAK
Kebakaran yang disebabkan oleh minyak nabati merupakan salah satu jenis kebakaran yang banyak terjadi di dunia. Proses pemasakkan merupakan penyebab utama kebakaran di permukiman dan industri, dengan perkiraan 2/3 kasus kebakaran akibat proses memasak diawali dengan proses penyalaan minyak nabati. Hal tersebut mendasari pentingnya mempelajari kebakaran akibat minyak nabati, terutama karakteristik penyalaan minyak nabati yang banyak digunakan di rumah tangga maupun industri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kisaran temperatur terjadinya penyalaan minyak nabati. Eksperimen yang dilakukan secara berulang dilakukan dalam penelitian ini untuk menguji temperature penyalaan minyak nabati. Sampel minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah: minyak kanola, minyak bunga matahari, minyak jagung, minyak kedelai, minyak dedak, dan minyak zaitun. Minyak sawit yang sering digunakan sebagai bahan pangan maupun campuran biofuel di Indonesia juga diuji pada penelitian ini. Selain mencari temperature pembakaran, titik asap, titik didih, dan kecepatan perambatan api setiap minyak nabati juga ditentukan dalam penelitian ini. Temperatur penyalaan setiap minyak nabati adalah: Minyak kanola 150,11oC minyak bunga matahari 175,43oC, minyak sawit 199,84oC, minyak dedak 200,06oC, minyak zaitun 200,67oC, minyak jagung 225,33oC, dan minyak kedelai 250,45oC. Minyak kanola mengalami ignition time tercepat. Minyak kedelai mengalami ignition time terlama.Kata kunci: Minyak nabati, penyalaan, ignition temperature, time to ignition

ABSTRACT
The ignition of cooking oils plays a large role in the problem of residential fires. While cooking is a leading cause of residential fires at 40 , an estimated 2 3rds of cooking fires begin with ignition of the cooking oil. The background behind the rationale for studying this topic and the broader context are introduced with national fire statistics. These emphasize the importance of the need to understand cooking oil fires, specifically the ignition characteristics of common household cooking oils. This experiment were researched to give insight into the temperatures ranges at which cooking oil will ignite. Then a repeatable experimental procedure was designed to test the ignition temperatures of liquid cooking oils. The oils tested were canola oil, sunflower oil, corn oil, soybean oil, rice barn oil, and olive oil. The experiment was also expanded to also test palm oil, as commonly used cooking oil in Indonesia. In addition to auto ignition, the flame point of canola oil was also tested. The auto ignition temperatures for the oils were determined to be as follows canola oil 150,11oC, sunflower oil 175,43oC, rice barn oil 200,06oC, palm oil 199,84oC, soybean oil 250,45oC, corn oil 225,33oC, and olive oil 200,67oC. Canola oil experienced fastest time to ignition while soybean oil experienced the slowest."
2017
S67813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Wahyudi
"ABSTRAK
Kondisi-kondisi operasional alat ? alat berat yang beroperasi di daerah
pertambangan PT. Kaltim Prima Coal (KPC) secara konstan terpapar bahaya ke akaran
yang disebabkan oleh situasi operasionalnya. Dimana ke akaran peralatan tambang tidak
hanya berakibat pada keselamatan manusia, tetapi juga nyebabkan kerusakan pada aset
peralatan dan kerugian produksi. Untuk mengatasi risiko-risiko kritis pada pengelolaan
alat berat yang beroperasi tersebut, pengkajian risiko kebakaran perlu dilakukan dengan
sasaran dapat memastikan adanya kontrol yang diperlukan (sistem proteksi) dan juga
mencakup ruang lingkup pemastian tidak adanya kebocoran bahan yang mudah terbakar
dan tersekatnya pemantik api yang umumnya berasal dari sumber panas dan listrik,
Sehingga perlu dianalisis seberapa besar tingkatan ris ko terhadap bahaya kebakaran yang
dapat timbul pada alat berat yang beroperasi.
Tahapan penelitian ini dilakukan yaitu dengan menganal is risiko-risiko kemudian
mengevaluasi serta membuat rangking untuk kemudian menentukan tingkat risiko.
Variabel-variabel yang diobservasi meliputi faktor penyalaan api yaitu sumber bahan
bakar, sumber panas dan oksigen serta manajemen sistem kebakaran terdiri dari sistem
deteksi dini dan sitem proteksi kebakaran dan sistem evakuasinya.
Elemen faktor penyalaan api dievaluasi secara semikuantitatif, dihitung nilai risiko
penyalaan apinya (X) sesuai dengan derajat risiko yang telah ditetapkan dalam klasifikasi
risiko penyalaan api berdasarkan kemampuan penanggulangan oleh sistem manajemen
kebakaran yang tersedia. Tahap selanjutnya menganalisi dan menghitung nilai
proteksinya (Y) meliputi sistem pendeteksi dini, sistem pemadaman api sistem
evakuasinya. Dari kedua nilai tersebut akan didapatkan nilai risiko faktual yang ada
( ) dari penjumlahan nilai risiko penyalan api (X) dan nilai sistem
proteksinya (Y). Hasil penjumlahan dibandingkan dengan justifikasi nilai risiko faktual
untuk menyimpulkan risiko secara keseluruhan.
Hasil penelitian didapatkan nilai risiko penyalaan api keseluruhan sebesar .
Tingginya nilai risiko penyalaan api pada alat berat disebabkan oleh jumlah dan sifat
sumber bahan bakar yang setiap saat dapat terbakar kar berada diatas titik nyala
apinya. Untuk nilai sistem proteksi secara keseluruhan didapatkan nilai sebesar .
Tingginya kemampuan sistem proteksi yang dimiliki perusahaan dapat menggambarkan
proses meminimalkan risiko kebakaran telah diterapkan ada pengelolaan alat berat yang
beroperasi. Berdasarkan penjumlahan nilai diatas didapatkan nilai risiko faktual sebesar
. Nilai ini jika dibandingkan dengan justifikasi nilai risiko faktual
( ), didapatkan interpretasi risiko sebagai yaitu
diterjemahkan sebagai aktifitas kegiatan alat berat dapat diteruskan dengan memperbaiki
sistem yang ada.

Abstract
Equipment operating conditions - heavy equipment operating in the mining area
of PT. Kaltim Prima Coal (KPC) is constantly exposed to fire azards caused by
the operational situation. Where mining equipment fires not only result in human
safety, but also cause damage to property and loss of production equipment. To
overcome the critical risks in the management of operating heavy equipment, the
fire risk assessment needs to be done with the target an ensure the necessary
controls (protection system) and also covers the scope of assurance of the absence
of leakage of flammable materials and are generally lighter tersekatnya derived
from sources of heat and electricity, so we need to an e how much the level of
risk of fire hazard that can arise in operating heavy equipment.
Stages of this research is to analyze the risks and th evaluate and rank to make
and then determine the level of risk. Observable variables include factors that
burning fuel source, heat source and oxygen as well as the management system
consists of fire detection systems, fire protection system and the system
evacuation
Elements of fire ignition factors evaluated by semikuantitatif, the fire ignition risk
scores calculated (X) in accordance with a predetermined degree of risk in the fire
ignition risk classification based on the ability of f re prevention management
system available. The next stage of analyzing and calculating the value f
protection (Y) includes an early-detection systems, fire suppression systems and
evakuasinya system. From these two values will be found that there are factual
risk values (existing risk score) of the sum value penyalan risk of fire (X) and the
value system of protection (Y). The sum compared with risk of factual
justification to conclude that the overall risk.
The results found that the overall risk of fire ignition for 130. The high
value of the risk of fire ignition in the heavy equipment due to the amount and
nature of the source of fuel that can burn at any time because it is located above
the flame point. For the value of the protection system as a whole showed a value
of 292. The high ability of the company's protection system ca describe the
process of minimizing the risk of fire has been applie to the management of heavy equipment operating. Based on the sum of the values obtained above
factual risk scores for 130 + 292 = 422. This value is compared with the factual
justification for the amount of risk (existing risk va ue), obtained as a Substantial
Risk of interpretation of risk that is translated as the activity of heavy equipment
can be forwarded by improving the existing system."
2010
T31675
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fakhrul Hadi
"Sumber 220V AC satu fasa dari PLN harus terlebih dahulu dikonversikan dengan menggunakan rangkaian penyearah, sehingga dapat digunakan dalam pengisian energi pada baterai. Rangkaian penyearah dengan tegangan keluaran yang dapat dikontrol dapat digunakan untuk mengisi berbagai jenis tipe baterai. Salah satu cara untuk mengatur nilai tegangan keluaran penyearah adalah dengan menggunakan IGBT sebagai switch. Sedangkan tipe rangkaian penyearah yang dipakai dalam simulasi menggunakan software PSIM adalah penyerah gelombang penuh transformator CT dengan menggunakan filter kapasitor untuk memperkecil besarnya riak tegangan. Transformator CT dengan perbandingan lilitan primer dan sekunder 11:4 dan kapasitor sebesar 0.833 F digunakan dalam simulasi. Terdapat dua mode pengaturan output penyearah yaitu variasi tegangan dengan arus konstan 60A yang dilakukan dengan mengatur rentang sudut penyalaan IGBT dan variasi arus dengan mengatur besarnya nilai variabel kapasitor. Pada mode variasi tegangan diperoleh tingkat error maksimum sebesar 2.94% pada VDC ref 72 V dengan sudut penyalaan (0o-64.75o) dan (180o-244.75o).

Source 220V AC single phase from PLN must first be converted using the rectifier circuit, so it can be utilized in charging the energy in the battery. Rectifier circuit with output voltage that can be controlled can be used to fill various types of batteries. One way to set the value of the output voltage rectifier is to use IGBT as switches. While type rectifier circuit used in the simulation using PSIM software is the full wave rectifier transformer CT by using the filter capacitors to minimize the magnitude of the voltage ripple. CT transformer with primary and secondary windings ratio 11: 4 and capacitor of 0.833 F used in the simulation. There are two modes, namely rectifier output setting voltage variation with a constant current of 60A is performed by adjusting the firing angle range IGBT and current variation by adjusting the value of the variable capacitor. In mode voltage variation obtained the maximum error of 2.94% at 72 VDC ref with the firing angle (0o-64.75o) and (180o-244.75o)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60591
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library