Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nabila Puspita Dewi
"Periodontitis adalah penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, sehingga menghasilkan kerusakan pada jaringan periodontal. Kondisi sistemik dan peningkatan usia akan memengaruhi jaringan periodontal karena adanya perubahan sistem pertahanan imun dan inflamasi tubuh. Klasifikasi penyakit periodontal terus mengalami perkembangan. Klasifikasi yang masih digunakan saat ini adalah klasifikasi dari American Academy of Periodontology (AAP) tahun 1999. Setelah hampir dua puluh tahun klasifikasi AAP 1999 digunakan di dunia, ternyata dalam penggunaannya di klinik banyak terdapat berbagai kekurangan. Pada 2017, AAP mempublikasikan klasifikasi terbaru mengenai penyakit serta kondisi periodontal dan periimplan. Periodontitis diklasifikasikan berdasarkan stage dan grade. Penelitian mengenai distribusi periodontitis berdasarkan penyakit periodontal dengan klasifikasi AAP tahun 2017 belum dilakukan di Indonesia, terutama distribusi berdasarkan kondisi dan penyakit sistemik pasien serta hubungannya dengan usia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi periodontitis serta hubungannya dengan usia menurut klasifikasi penyakit periodontal berdasarkan AAP 2017 pada pasien dengan kondisi dan penyakit sistemik di RSKGM FKG UI. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitik cross sectional untuk distribusi penyakit periodontal pada pasien dengan kondisi dan penyakit sistemik serta hubungannya dengan usia menurut klasifikasi penyakit periodontal berdasarkan AAP 2017 yang didapat dari 331 rekam medis RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2014-2019. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS dengan analisis univariat yang dilakukan untuk menggambarkan distribusi serta analisis bivariat Kendall untuk menggambarkan korelasi stage dan grade dengan usia. Berdasarkan hasil penelitian, persentase klasifikasi periodontitis tertinggi pada seluruh subjek penelitian adalah stage III grade C (39,9%), pada subjek dengan kondisi merokok adalah stage III grade C (52,7%), serta pada subjek penelitian dengan diabetes mellitus, hipertensi adalah stage III grade B, dengan persentase secara berurut 45,8% dan 45,7%. Pada pasien dengan kondisi dengan penyakit sistemik, peningkatan usia berbanding lurus dengan stage periodontitis dan berbanding terbalik dengan grade periodontitis. Kesimpulan yang bisa ditarik dari penelitian ini yakni klasifikasi AAP 2017 menjelaskan periodontitis lebih spesifik karena mempertimbangkan tingkat keparahan, riwayat progresi periodontitis, kemungkinan risiko progresi periodontitis di masa mendatang, serta penilaian risiko penyakit dapat mempengaruhi kondisi tubuh secara umum, klasifikasi ini dapat digunakan pada RSKGM FKG UI.

Periodontitis is an inflammatory disease caused by specific microorganisms, resulting in damage to the periodontal tissue. Systemic conditions and aging will affect the periodontal tissue due to changes in the immune defense system and inflammation of the body. Classification of periodontal disease continues to develop. The classification that is commonly used today is the classification from the American Academy of Periodontology (AAP) in 1999. After almost twenty years of AAP 1999 classification used worldwide, it turns out that there were many shortcomings in its use. In 2017, AAP published the latest classification of diseases and periodontal and periimplinary conditions. Periodontitis is classified by stage and grade. Research on the distribution of periodontitis based on periodontal disease with AAP classification in 2017 has not been conducted in Indonesia, especially distribution based on the condition and systemic disease of patients as well as its relationship with age. This study was conducted to determine the distribution of periodontitis and its relationship with age according to the classification of periodontal diseases based on AAP 2017 in patients with systemic conditions and diseases in the RSKGM FKG UI. This study uses descriptive analytic cross-sectional analysis for the distribution of periodontal disease and its correlation with aging in patients with systemic conditions and diseases based on AAP 2017 classification of periodontal diseases which obtained from 331 medical records of RSKGM FKG UI in the 2014-2019 visit. Data analysis in this study was carried out using SPSS with univariate analysis conducted to describe the distribution and bivariate analysis of Kendall to describe stage and grade correlation with age. Based on the results of the study, the highest percentage of periodontitis classification in all study subjects was stage III grade C (39.9%), in subjects with smoking conditions was stage III grade C (52.7%), and in research subjects with diabetes mellitus, hypertension is stage III grade B, with sequential percentages of 45.8% and 45.7%. In patients with systemic condition and disease, increases of age are directly proportional to stage periodontitis and inversely proportional to grade periodontitis. The conclusion that can be drawn from this research is that the 2017 AAP classification explains periodontitis more specifically because it considers the severity, history of periodontitis progression, possible risk of progression of periodontitis in the future, and assessment of disease risk can affect general body condition, this classification can be used in RSKGM FKG UI."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Laili Nurhidayat
"ABSTRACT
Latar Belakang: Jumlah penduduk lansia di kota Depok terus mengalami peningkatan. Lansia memiliki kerentanan terhadap penyakit sistemik maupun gigi dan mulut yang saling berhubungan, salah satunya perubahan kualitas dan kuantitas saliva. Namun, belum ada penelitian dengan subjek lansia mengenai profil saliva yang dilakukan di kota Depok. Tujuan: Mengetahui profil saliva antar jenis kelamin, kelompok usia, jenis penyakit sistemik, medikasi dan persepsi serostomia pada lansia di kota Depok. Metode: Studi analitik observasional dengan desain penelitian potong lintang. Pengambilan sampel dengan teknik consecutive sampling pada subjek berusia ge; 60 tahun yang berdomisili di Depok. Subjek diperiksa volume saliva tanpa stimulasi, terstimulasi, derajat keasaman dan kapasitas dapar. Subjek menjawab kuesioner Fox mengenai serostomia dan kuesioner tentang penyakit sistemik dan medikasi. Penelitian ini dianalisis dengan uji Mann Whitney-U, Kruskal Wallis dan korelasi Spearman ?=5 . Hasil: Jenis kelamin memiliki hubungan dengan laju alir saliva, tetapi derajat keasaman dan kapasitas dapar tidak. Tidak terdapat perbedaan profil saliva antar kelompok usia, jenis penyakit sistemik dan medikasi. Koefisien korelasi antara serostomia dengan laju alir terstimulasi lebik kuat 0,426 dibanding tanpa stimulasi 0,303 . Kesimpulan: Laju alir saliva memiliki perbedaan bermakna antara laki-laki dan perempuan, tetapi tidak berbeda bermakna antar kelompok usia, jenis penyakit sistemik dan medikasi. Derajat keasaman dan kapasitas dapar tidak berbeda bermakna antar jenis kelamin, kelompok usia, jenis penyakit sistemik dan medikasi. Persepsi serostomia berhubungan dengan laju alir saliva.

ABSTRACT
Latar Belakang Jumlah penduduk lansia di kota Depok terus mengalami peningkatan. Lansia memiliki kerentanan terhadap penyakit sistemik maupun gigi dan mulut yang saling berhubungan, salah satunya perubahan kualitas dan kuantitas saliva. Namun, belum ada penelitian dengan subjek lansia mengenai profil saliva yang dilakukan di kota Depok. Tujuan Mengetahui profil saliva antar jenis kelamin, kelompok usia, jenis penyakit sistemik, medikasi dan persepsi serostomia pada lansia di kota Depok. Metode Studi analitik observasional dengan desain penelitian potong lintang. Pengambilan sampel dengan teknik consecutive sampling pada subjek berusia ge 60 tahun yang berdomisili di Depok. Subjek diperiksa volume saliva tanpa stimulasi, terstimulasi, derajat keasaman dan kapasitas dapar. Subjek menjawab kuesioner Fox mengenai serostomia dan kuesioner tentang penyakit sistemik dan medikasi. Penelitian ini dianalisis dengan uji Mann Whitney U, Kruskal Wallis dan korelasi Spearman 5 . Hasil Jenis kelamin memiliki hubungan dengan laju alir saliva, tetapi tidak pada pada derajat keasaman dan kapasitas dapar. Tidak terdapat perbedaan profil saliva antar jenis penyakit sistemik dan medikasi yang dikonsumsi subjek. Koefisien korelasi antara serostomia dengan laju alir terstimulasi lebik kuat 0,426 dibanding laju alir tanpa stimulasi 0,303 . Kesimpulan Laju alir tanpa stimulasi dan terstimulasi, memiliki perbedaan yang bermakna antara laki laki dan perempuan, tetapi tidak berbeda bermakna antar kelompok usia, jenis penyakit sistemik dan medikasi. Derajat keasaman dan kapasitas dapar tidak berbeda bermakna antar jenis kelamin, kelompok usia, jenis penyakit sistemik dan medikasi. Persepsi serostomia berhubungan dengan laju alir saliva. "
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randi Dias
"Latar belakang: Disfagia merupakan salah satu tanda yang dapat menggambarkan hipofungsi oral pada lansia. Kondisi ini biasanya tidak diperhatikan dan tidak disadari oleh lanjut usia (lansia) serta keluarganya, akibatnya menyebabkan kecacatan dan kematian. Eating Assesment Tool (EAT-10) merupakan alat ukur pemeriksaan awal/skrining terhadap keluhan disfagia. Namun, alat ukur tersebut belum tersedia dalam Bahasa Indonesia. Penelitian hubungan faktor usia, jenis kelamin, pendidikan, dan jumlah penyakit sistemik terhadap disfagia pada lansia masih terbatas sehingga perlu diteliti lebih lanjut. Tujuan: Penelitian ini untuk mendapatkan EAT-10 berbahasa Indonesia (EAT-10-ID) sebagai alat skrining disfagia yang valid dan reliabel pada lansia. Selanjutnya dianalisis hubungan antara faktor sosiodemografi dan jumlah penyakit sistemik dengan disfagia serta mengetahui faktor yang paling berperan terhadap disfagia. Metode: Dilakukan adaptasi lintas budaya EAT-10 dengan metode translate-backward translate. Selanjutnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas EAT-10-ID, dianalisis hubungan antara usia, jenis kelamin, pendidikan dan jumlah penyakit sistemik dengan disfagia serta dianalisis faktor yang paling berperan terhadap disfagia pada 121 responden laki-laki dan perempuan berusia ≥ 60 tahun yang mampu berkomunikasi secara lisan atau tulisan dengan bahasa Indonesia. Hasil: Validitas isi dan validitas muka EAT-10-ID terpenuhi dengan baik. Reliabilitas konsistensi internal baik (Cronbach's alpha=0,896) dan reliabilitas konsistensi eksternal sangat baik (ICC =0,935). Hasil uji validitas konvergen menunjukkan nilai yang baik antara EAT- 10-ID dan kualitas hidup (GOHAI) (r =-0,449; p=0,000). Selain itu, EAT-10-ID memiliki hubungan dengan 3 Oz Water Swallow Test sebagai alat ukur gejala klinis disfagia (p=0,00) yang berarti EAT-10-ID memiliki validitas konstruk yang baik dalam membedakan responden yang memiliki risiko dan tidak berisiko disfagia. Titik potong EAT-10-ID yang menunjukkan individu memiliki disfagia dengan skor 3 dengan nilai sensitivitas 94,7% dan spesifisitas 97,1%. Dari keempat variabel yang dianalisis, usia (OR=2,023) dan jumlah penyakit sistemik (OR=2,261) memiliki hubungan bermakna dengan disfagia (p ≤0,05) serta merupakan faktor yang paling berperan terhadap terjadinya disfagia Kesimpulan: EAT-10-ID merupakan alat ukur yang valid dan reliabel untuk pemeriksaan awal/skrining disfagia dengan titik potong 3. Usia dan jumlah penyakit sistemik merupakan faktor yang paling berperan terhadap terjadinya disfagia.

Introduction: Dysphagia is one of the signs that can describe oral hypofunction in the elderly. This condition is usually not noticed nor realized by the elderly and their families, resulting in disability and death. The Eating Assessment Tool (EAT- 10) is an initial examination/screening tool for dysphagia complaints. However, this measurement tool is not yet available in the Indonesian language. Studies on the relationship between age, gender, education, and the number of systemic diseases towards dysphagia in the elderly are still limited, so further research is needed. Objective: To obtain a valid and reliable EAT-10 in the Indonesian language (EAT-10-ID) as a dysphagia screening tool in the elderly and to analyze the relationship between sociodemographic factors and the number of systemic diseases with dysphagia and find out which factors contribute the most to dysphagia. Method: A cross-cultural adaptation of EAT-10-ID was carried out using the backward-translation method. The EAT-10-ID was given to 121 male and female respondents, aged ≥ 60 years who were able to communicate in Indonesian both orally and in writing in order to test for validity and reliability. Subsequently, the EAT-10-ID was analyzed for the relationship between age, sex, education, and the number of diseases with dysphagia. Moreover, factors that contributed the most to dysphagia were also analyzed. Results: The EAT-10-ID had achieved good content validity and face validity. Internal consistency reliability was good value (Cronbach's alpha=0.896) and excellent external consistency reliability (ICC =0.935). The convergent validity test showed a good value between EAT-10-ID and quality of life (GOHAI) (r = -0.449; p= 0.000). In addition, the EAT-10-ID showed a correlation with the 3 Oz Water Swallow Test as the clinical symptom measurement tool for dysphagia (p=0.000), meaning that the EAT-10-ID had a good construct in distinguishing respondents whether they risk having dysphagia or not. The EAT-10-ID cut off score of 3 which indicated an individual had dypshagia, sensitivity value of 94.7% and specificity value of 97.1%. Of the four variables analyzed, age (OR=2.023) and number of systemic diseases (OR= 2,261) had a significant relationship with dysphagia (p ≤0.05) and was the most contributing factor to dysphagia. Conclusion: The EAT-10-ID with cut off score of 3 is a valid and reliable measurement tool for the initial examination/screening of dysphagia. The age and number of systemic diseases are the factors that contribute the most to the occurrence of dysphagia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library