Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadhilah Fitriani
Abstrak :
Pembakaran membara (smoldering) merupakan fenomena pembakaran yang perlu mendapatkan perhatian khusus, dimana telah dikaji luas namun terbatas dari sisi jenis material yang digunakan. Sehubungan dengan sifat pembakaran membara yang berlangsung untuk jangka wkatu yang lama membuat pembakaran membara ini sangatlah berbahaya. Bahaya yang dihasilkan tidak hanya untuk manusia namun juga bagi lingkungan. Sebuah eksperimen telah dilakukan untuk mempelajari tentang pengaruh yang dihasilkan oleh aliran udara yang diberikan terhadap pembakaran membara searah pada material selulosa berupa tembakau. Eksperimen dilakukan dalam skala kecil pada aparatus berbentuk silinder dalam arah vertikal dengan aliran udara terkontrol yang diberikan ke dalam silinder tersebut. Aliran udara yang diberikan dikontrol dengan menggunakan flowmeter. Data temperatur saat pembakaran berlangsung diukur dengan menggunakan termokopel tipe K untuk mendapatkan profil distribusi temperatur di dalam silinder. Timbangan digunakan selama pembakaran berlangsung untuk merekam massa untuk melihat laju penurunan massa dari material tembakau yang dibakar. Opacitymeter juga diletakkan di atas silinder untuk mengukur ketebalan asap yang dihasilkan dari pembakaran yang ada. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa besar aliran udara yang diberikan mempengaruhi distribusi temperatur, laju penurunan massa, dan juga ketebalan asap yang dihasilkan.
Smoldering fire is a phenomenon that is still less studied. To take in consideration of smoldering fire tendency which lasts for a really long time, smoldering fire brings so many bad effects not only to human but also to environment. An experiment has been conducted to study the effects of forced air flow on an upward forward oriented smoldering combustion of tobacco material. Experiments are done in a small-scale, vertically oriented smoldering cylindrical apparatus. The forced air flow was being controlled by a flowmeter. Temperature histories of tobacco are measured by 6 type-K thermocouples to get the temperature distribution profile inside the cylinder during the combustion. Weight-scale was being used to record the mass to get the mass loss rate of the tobacco. Opacitymeter was also being placed at the top of cylinder to record the smoke opacity produced by the combustion of the tobacco. The results show that the forced air flow effects the temperature distributions, mass loss rate of the tobacco, and the smoke opacity.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64523
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Veronica Abrila
Abstrak :
Smoldering atau pembakaran membara merupakan pembakaran yang tidak memiliki lidah api dan dapat berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Salah satu contoh pembakaran membara adalah kebakaran pada lapisan bawah lahan hutan atau lahan gambut. Kebakaran lahan hutan dan lahan gambut telah menjadi salah satu isu penting di Indonesia dan hingga saat ini belum ditemukan solusi yang efektif untuk mengatasinya. Material organik yang terdapat dalam struktur tanah dapat menjadi bahan mampu bakar ketika terdapat pemicu kebakaran hutan. Material organik yang sering kita temui dalam kehidupan sehari ? hari dalam bentuk rokok, yaitu tembakau, akan digunakan sebagai sampel pada eksperimen ini. Pada penelitian ini, akan dianalisis pengaruh densitas terhadap distribusi temperatur dan laju penurunan massa dari material tembakau. Selain itu, akan dibahas pula mengenai ketebalan asap yang dihasilkan dari pembakaran dengan variasi densitas yang berbeda. Variasi densitas yang digunakan pada eksperimen yaitu sebesar 0.12 ? 0.2 g/cm3. Hasil dari eksperimen ini adalah densitas sangat berpengaruh dalam proses pembakaran membara, karena kepadatan material menentukan banyaknya aliran udara dan panas yang melewati tumpukan material tersebut. Variasi densitas terendah yaitu 0.12 g/cm3 memiliki laju perambatan pembakaran membara dan laju penurunan massa yang paling cepat yaitu 0.069 mm/s dan 0.0072 g/s dan variasi densitas tertinggi yaitu 0.2 g/cm3 memiliki memiliki laju perambatan pembakaran membara dan laju penurunan massa yang paling lambat yaitu 0.018 mm/s dan 0.0039 g/s. Semakin padat material semakin lama pula asap naik ke permukaan karena akan lebih sulit untuk melewati tumpukan material tersebut.
Smoldering is a slow, flameless and the most persistent type of combustion. Wildland fire or ground fire is an example of smoldering combustion which has become one of the most important issue in Indonesia and no effective solution has been found to solve this phenomenon yet. The organic materials contained in peatland can potentially become a flammable fuel with the presence of a trigger for wildland fire. Tobacco as one of the organic material which can be found easily in daily life in a form of cigarette, will be used as a sample in this experiment. The relation between material density with temperature distribution and mass loss rate are conducted in the experiment. The optical density of the smoke produced by the smoldering combustion will also be analyzed. Experiments are carried out for the material density ranging from 0.12 ? 0.2 g/cm3. The result showed that smoldering combustion are affected by density, due to the allowance of airflow and heat propagation. The result showed that material bed with the lowest density of 0.12 g/cm3 has the slowest smoldering velocity and mass loss rate while the material bed with the highest density of 0.2 g/cm3 has the fastest smoldering velocity and mass loss rate and. The smoke will took a longer time to reach the bed surface as it will get harder to get through the bed with high density.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S63454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Hadianti Putri
Abstrak :
Pembakaran membara (Smoldering Combustion) merupakan fenomena pembakaran yang cukup unik, karena fenomena ini tidak memiliki lidah api. Fenomene smoldering ini dapat menjadi bahaya, karena karakteristik pembakaran yang lambat, temperatur rendah, flameless, dan proses pembakarannya dapat berkelanjutan. Fenomena ini dapat dapat terjadi pada material berpori baik yang bersifat organik maupun non-organik. Pembakaran membara pada material organik dapat menyebabkan kebakaran lahan hutan (wildland fire) baik pada permukaan tanah maupun di bawah tanah. Fenomena smoldering pada material organik ini dapat diteliti dengan material tembakau yang memiliki nilai ignition temperatur antara 380-620 oC. Dengan variasi kecepatan aliran udara serta penyalaan dari atas, sehingga perambatannya turun (downward). Pada penelitian ini dilakukan pengukuran distribusi temperatur, laju penurunan massa, serta ketebalan asap. Dimana ketika laju udara yang diberikan semakin cepat, maka proses pembakarannya akan semakin cepat juga.
Smoldering combustion is a phenomenon that is quite unique, because this phenomenon has no flame. This smoldering phenomenon can be a hazard, because of it?s characteristics. The characteristic of smoldering combustion is slow, low-temperatur, flameless and sustained. This phenomenon can occur on cellulose material both organic and non-organic. Smoldering combustion in organics material can cause a wildland fires, both in surface and inside the land. This phenomenon in orcanics material can learned with tobacco material that has ignition temperatue 380-620 oC.With air flow variation and from up ignition (downward propagation). In this research, obtained temperature distribution, mass loss rate and smoke opacity. Increase in air flow velocity cause increase in burning time.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65007
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Upik Dian Mentari
Abstrak :
Sebagian besar timbulan sampah yang dihasilkan oleh penduduk Kota Depok adalah sampah organik. Dengan banyaknya sampah organik, maka pengomposan adalah salah satu solusi untuk mengelola sampah organik. Di Kota Depok terdapat 32 UPS yang aktif dari total 42 UPS. Dalam penelitian ini, fasilitas pengomposan yang digunakan sebagai studi kasus adalah UPS Merdeka 2. Di UPS Merdeka 2 dilakukan pengomposan dengan metode open windrow. Proses pengomposan di UPS Merdeka 2 memakan waktu selama 3-4 bulan. Selain itu, dari hasil uji laboratorium, kualitas kompos yang dihasilkan masih belum memenuhi standar dalam SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik dalam beberapa parameter. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik feedstock pada proses pengomposan di UPS Merdeka 2, menganalisis pengaruh penambahan cacing Eudrilus eugeniae pada proses pengomposan, menganalisis perbedaan penurunan massa sampah organik menjadi kompos dengan sistem open windrow dan vermikomposting, serta menganalisis perbedaan kualitas produk kompos hasil vermikomposting dan open windrow. Dalam penelitian ini dibuat dua jenis metode pengomposan, dengan cara open windrow dan vermikomposting menggunakan cacing Eudrilus eugeniae. Dengan adanya penambahan cacing dalam proses pengomposan maka diharapkan akan mempercepat durasi pengomposan serta memperbaiki kualitas produk kompos. Feedstock yang digunakan untuk pengomposan berasal dari sampah makanan, sampah sayur, dan sampah taman. Jumlah feedstock yang digunakan untuk pengomposan open windrow sebanyak 345,685 kg, dan untuk vermikomposting sebanyak 0,875 kg feedstock/kg cacing dengan frekuensi feeding rate sebanyak 2 kali seminggu. Pengambilan sampel dilakukan setiap 7 hari selama 84 hari. Parameter karakteristik feedstock dan kualitas kompos yang diperiksa adalah suhu, pH, kadar air, rasio C/N, total phosphor, kemampuan ikat air (WHC), electrical conductivity, kadar volatil, kadar abu, lignin, densitas, free air space (FAS), dan ermination index (GI). Titik pengambilan suhu pada gundukan kompos open windrow dilakukan pada kedalaman 20-30 cm, 40 cm, dan 80 cm dari permukaan kompos. Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas kompos, produk kompos dari vermikomposting memenuhi rentang baku mutu SNI 19-7030-2004 dalam aspek pH, rasio C/N, total phosphor, WHC, dan suhu, sementara produk pengomposan open windrow memenuhi baku mutu dalam aspek kadar air, total phosphor, dan suhu. Selain itu, nilai GI pada vermikomposting menggunakan bibit kangkung sebesar 775%, dan 123,8% pada bibit pokchoi. Nilai GI pada kompos open windrow menggunakan bibit kangkung sebesar 625%, dan 98,8% pada bibit pokchoi. Maka kualitas vermikompos lebih baik dibandingkan dengan produk kompos open windrow. Penurunan massa sampah organik menjadi kompos pada sistem open windrow sebesar 82,93% dan 82,88% pada vermikomposting. Persentase produk vermikomposting yang dapat digunakan sebesar 17,11% dari jumlah feedstock, sedangkan produk open windrow sebanyak 14,75%. Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, tidak terdapat standar metode Germination Test (GT) sehingga pengujian GI dilakukan dengan menggabungkan metode dari beberapa jurnal, laju pertumbuhan cacing lambat, dan tidak dilakukan perhitungan laju dekomposisi bahan organik. Sehingga penelitian ini menyarankan bahwa perlu dilakukan pemberian feedstock yang bervariasi pada cacing agar dapat diketahui jumlah feedstock optimum untuk laju pertumbuhan cacing, penelitian lebih lanjut oleh Badan Standardisasi Nasional mengenai metode Germination Test, dan dilakukan penimbangan sisa feedstock pada reaktor vermikomposting sebelum pemberian feedstock agar dapat diketahui laju dekomposisi bahan organik. ......Most of the waste generated by the citizen of Depok City is organic waste. With the excessive amount of organic waste being accumulated, composting is one of the solution to manage organic waste. In Depok City, there are 32 active UPS out of 42 UPS in total. In this research, the facility that was qualified to be used for a case study was UPS Merdeka 2. In UPS Merdeka 2, composting with the method open windrow was done that took around 3-4 months. Other than that, from lab test result, the compost quality that was produced was not up to SNI 19-7030-2004 standard about Specification of Compost from Domestic Organic Waste in several parameters. The purposes of this research are to analyze the characteristic of feedstock in composting process on UPS Merdeka 2, to analyze the effect of adding Eudrilus eugeniae earthworms in composting process, to compare mass reduction of the organic waste into compost between open windrow system and vermicomposting, and to analyze the difference between the quality of compost products. Two methods of composting was used, with open windrow method and vermicomposting with Eudrilus eugeniae earthworms. Earthworm was added in the composting process in hope of accelerating composting duration and to improve the quality of compost product. The feedstocks for composting are food waste, vegetable waste, and garden waste. The amount of feedstock used for open windrow composting is 345,685 kg, and for vermicomposting is 0,875 kg feedstock/kg earthworms with the frequency of feeding rate is twice a week. Sampling was done every 7 days throughout 84 days period. Parameters of feedstock characteristics and compost quality that was quantified was temperature, pH, moisture content, C/N ratio, total phosphor, Water Holding Capacity (WHC), Electrical Conductivity (EC), volatile solid, ash content, lignin, density, Free Air Space (FAS), and Germination Index (GI). The temperature capture point on the open windrow compost mound is carried out at a depth of 20-30 cm, 40 cm, and 80 cm from the compost surface. Based on the compost quality checking, compost product from vermicomposting is qualified based on SNI 19-7030-2004 in the parameters of pH, C/N ratio, total phosphor, WHC, and temperature. In addition, GI values in vermicomposting using water spinach seeds were 775%, and 123,8% in pokchoi seeds. The GI value of the open windrow compost using water spinach seeds were 625%, and 98,8% in pokchoi seeds. On the other hand, compost product from open windrow fulfills the standard in the parameters of moisture content, total phosphor, and temperature. Then, the quality of vermicompost is better than the open windrow system compost products. Mass reduction of organic waste into compost in open windrow system is 82,93% and 82,88% in vermicomposting. The percentage of products in VCR that can be used is 17,11% of the total feedstock, while the open windrow product is 14,75%. Based on the research data obtained, there is no standard method of Germination Test (GT) so that GI testing is carried out with several journal methods, the growth rate of earthworms is slow, and no decomposition rate of organic waste is carried out. So that the researchers suggest to varying the feedstock for earthworms in order to determine the optimal amount of feedstock for earthworms growth rates, further research by the National Standardization Agency on Germination Test methods, and weighing feedstock in vermicomposting reactors before giving the feedstock, so that the decomposition of organic matter can be counted.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library