Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Avisena Ilma Rachmasari
Abstrak :
ABSTRAK
Sejak Reformasi 1998 hingga tahun 2017, jumlah kasus penodaan agama yang terjadi di Indonesia meningkattajam dari 9 kasus menjadi lebih dari 88 kasus. Dalam kasus-kasus tersebut Pasal 156a KUHP menjadi pasalyang sering digunakan baik dalam amar putusan hakim. Skripsi ini membahas sejarah dan perkembangan delikpenodaan agama dalam hukum pidana di Indonesia yang diatur dalam Pasal 156a KUHP dan Undang-UndangNo. 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Permasalahan yangkerap muncul dalam penerapan Pasal 156a KUHP di pengadilan adalah mengenai tidak jelasnya tolak ukurperbuatan sebagai dasar terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana penodaan agama. Untuk menganalisis masalahtersebut, dilakukan penelitian normatif dengan berfokus pada analisis peraturan perundang-perundangan pidana,pendapat ahli hukum, dan putusan pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan adanya kesimpangsiuran terkaitmodel penanganan kasus penodaan agama di Indonesia. Selain itu, terdapat perbedaan dalam pemaknaan Pasal156a KUHP di kalangan akademisi maupun praktisi yang memaknai konstruksi pasal ini sebagai gabungan unsurtindak pidana yang bersifat kumulatif dan yang memaknainya secara alternatif. Dalam praktiknya di pengadilan,hakim cenderung menerapkan Pasal 156a KUHP dengan konstruksi huruf a dan huruf b dalam pasal tersebutsecara alternatif namun tanpa pertimbangan hukum yang memadai. Kata Kunci: penodaan agama, penistaan, pasal 156a KUHP, analisis putusan, hukumpidana
ABSTRACT
The number of blasphemy cases have increased significantly from only 9 cases in the New Order 1967 1998 tomore than 88 cases in the post Reformation era. Those cases have brought people to jail using article 156a ofIndonesian Criminal Code KUHP . This thesis discusses the history and the development of blasphemy lawwhich is regulated in the article 156a of the Indonesian Criminal Code and Law No. 1 PNPS of 1965 onPrevention of Misuse and or Blasphemy. The implementation of the law has brought problems related to theunclear criteria to elucidate the elements of the blasphemous acts. To analyze the problem, the author conducteda normative research focusing on the analysis of the criminal provision, jurists opinion, and a number of courtdecisions. This research shows that there is an inconsistency to handle blasphemy cases in Indonesia. There aretwo dominant views among the academics as well as the practitioners in defining blasphemy as it is stipulated inthe article of 156a Indonesian Criminal Code. The first view believes that the construction of the article is ldquo adouble offence rdquo double opzet in which all its elements should be proven while the other side interprets the aand b elements in the article alternatively. This thesis concludes that the judges tend to apply article 156a byinterpreting the a and b elements in the article alternatively without some adequate legal arguments. Keywords blasphemy defamation of religion article 156a Indonesia rsquo s Criminal Code verdict analysis criminal law.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frederik Agnar Widjaja
Abstrak :
Isu mengenai penodaan agama menjadi salah satu topik yang menjadi perbincangan akhir-akhir ini. Tidak adanya suatu kesepahaman mengenai apa yang dimaksud dengan penodaan menyebabkan para hakim dan umat beragama dapat dengan leluasa mengartikan penodaan. Padahal, penjelasan Pasal 156A KUHP telah memberikan suatu penjelasan objektif mengenai niat seseorang dalam melakukan tindak pidana. Pada praktiknya, luasnya arti penodaan agama ini dapat digunakan untuk menuntut orang-orang yang salah dalam melakukan ritual keagamaan dengan alasan menodai agama tersebut. Salah satu contohnya dalam skripsi ini adalah pencemaran hosti, yang mana diimani sebagai kehadiran tubuh Yesus menurut ajaran Gereja Katolik. Sepanjang tahun 2012-2019, terdapat enam kasus pencemaran hosti, yang hampir semua dilakukan oleh umat Kristen Protestan, termasuk pula Katolik sendiri, hingga berujung pada tindak pidana. Kesemua kasus terkait pencemaran hosti terjadi di satu satunya provinsi mayoritas Katolik di Indonesia, Nusa Tenggara Timur. Ketidaktahuan para terdakwa tentang ajaran Katolik mengenai hosti menjadi alasan pembelaan diri mereka. Meskipun demikian, hakim berpendapat bahwa memasuki rumah ibadah agama lain selain agamanya sendiri haruslah dilihat sebagai bentuk pengetahuan terhadap ajaran dan norma yang haruslah ditaati. ......Blasphemy issues have been a hot topic to discuss recently. The absence of a clear understanding on blasphemy causes judges and religious communities to freely interpret it. However, Article 156A of the Criminal Code on blasphemy law gives an objective explanation which requires a personal intention to commit the crime. The wide interpretation of this article is also aimed to prosecute people who are falsely carrying out religious rituals by the reason of disrespecting the religion. One example which is highlighted in this thesis is desecration towards sacred host (communion bread), which is believed as the presence of body of Jesus according to the Catholic Church. During 2012-2019, there were six cases of host desecration, in this regards, were conducted by perpetrators who have Protestant, and also Catholic itself, as their religious backgrounds, which eventually resulted as crimes. All cases related to the host desecration occurred in the only Catholic-majority province in Indonesia, East Nusa Tenggara. The lack of knowledge about the Catholic values of host has been the main defending arguments. Nevertheless, judges concluded that entering a house of worship of another religion should be seen as awareness of different religious teaching and values which require respect.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library