Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Hendra Dwi Putra
"
ABSTRAKTesis ini membahas mengenai kedudukan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) sebagai bukti dari perolehan hak atas tanah di pemerintah kota Pekanbaru Provinsi Riau. Berbeda dengan keterangan ganti rugi yang dianut oleh beberapa daerah di Indonesia yang diberikan oleh negara kepada pemilik tanah dalam suatu bentuk ganti rugi karena tanahnya digunakan untuk kepentingan umum. Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) di daerah Kota Pekanbaru digunakan untuk suatu bentuk penguasaan fisik dalam suatu bidang tanah dan juga sebagai bentuk peralihan penguasaan fisik bidang tanah yang masih berstatus tanah negara. Peralihan yang dilakukan dalam suatu bentuk Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) bukan merupakan suatu bukti perolehan hak atas tanah melainkan hanya dalam peralihan penguasaan fisik. Tidak diaturnya pengaturan tentang penggunaan dan pengaplikasian Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) mengakibatkan banyaknya salah penafsiran dalam penggunaan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR). Contoh realistisnya adalah masih banyak dari masyarakat Provinsi Riau yang mengartikan bahwa dengan memegang Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) maka mereka sudah memegang suatu bukti perolehan hak atas tanah, yang padahal tidak lain dan tidak bukan hanya sebagai bentuk penguasaan fisik dan bentuk peralihan suatu tanah negara. Penelitian tesis ini bertujuan untuk mengetahui kegunaan dan peran dari suatu Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) terhadap suatu bidang tanah khususnya di Daerah Provinsi Riau. Penelitian tesis ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat ekspalanatoris. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder.
ABSTRACTThis thesis discusses the position of the Certificate of Compensation (SKGR) as evidence of the acquisition of land in the province of Riau Pekanbaru city government. In contrast to the description of compensation adopted by several regions in Indonesia were granted by the State to landowners in a form of compensation for land used for public purposes. Letter of Indemnity (SKGR) in Pekanbaru City area used for some form of physical mastery in a field of soil as well as an intermediate form of physical control of parcels of land are still a state land. The transition is done in a form of Letter of Indemnity (SKGR) is not a proof of acquisition of land, but only in the transition of physical mastery. That the exclusion of regulations on the use and application of Certificate of Indemnity (SKGR) resulted in many misinterpretations in the use of Certificate of Indemnity (SKGR). Example of realistic is still a lot of people Riau Province which means that by holding a Certificate of Compensation (SKGR) then they already hold a proof of acquisition of land, which when none other not only as a form of physical control and an intermediate form a ground state , This thesis research aims to determine the usefulness and role of a Certificate of Compensation (SKGR) on a plot of land particularly in the province of Riau. This thesis is a normative legal research ekspalanatoris. Data used is secondary data."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45223
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Amara Ayu Maharani
"Akta pelepasan hak atas tanah dengan ganti rugi seharusnya dilakukan secara serentak meliputi pelaksanaan pemindahan hak dan pembayarannya. Namun dalam praktiknya, ditemukan pelepasan hak yang belum dibayar lunas sedangkan tanahnya telah dikuasai oleh penerima pelepasan hak tanpa didasari sertipikat hak atas tanah. Pelepasan hak tanah yang dibuat dengan akta pelepasan hak yang tidak kunjung dibayar sisa pelunasannya dinyatakan batal oleh putusan mengadilan serta menimbulkan persoalan, yaitu mengenai pembatalan akta pelepasan hak yang tidak dibayar secara lunas terhadap Penggugat dan Notaris yang bersangkutan dan dampak penguasaan fisik tanah yang didasari akta pelepasan hak dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 226/Pdt.G/2023/PN JKT.SEL. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian hukum doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris dan memanfaatkan data sekunder sebagai sumber data. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data studi kepustakaan serta mengacu pada analisis data secara kualitatif. Akta Perjanjian Pelepasan Hak No. 37 dan Akta Perjanjian Pelepasan Hak No. 37A pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 226/PDT.G/2023/PN JKT.SEL., dinyatakan batal diakibatkan terdapat pihak yang wanprestasi. Selain itu, dalam akta pelepasan hak tidak dicantumkan unsur essensialia akta berupa jangka waktu. Seperti dalam kasus ini, dikarenakan tanah yang menjadi obyek perjanjian belum beralih dengan sempurna, maka pembatalan perjanjian masih dapat dilakukan melalui putusan pengadilan. Pembatalan akta pelepasan hak terhadap Penggugat menimbulkan akibat hukum batalnya perjanjian dan tanahnya kembali menjadi miliknya seperti semula. Sedangkan terhadap Notaris ialah, akta pelepasan tersebut dinyatakan batal oleh putusan pengadilan. Dampak penguasaan fisik tanah yang didasari akta pelepasan hak mengakibatkan ketidakpastian hukum bagi kedua belah pihak. Penguasaan fisik tanah dapat dianggap tidak sah jika belum diikuti dengan proses pelepasan hak yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta dengan penerbitan sertipikat tanah yang resmi oleh Badan Pertanahan Nasional (“BPN”).
The deed of release of land rights with compensation should be carried out simultaneously, encompassing both the transfer of rights and payment. However, in practice, there are instances where the release of rights has not been fully paid, while the land has already been controlled by the recipient without being supported by a land rights certificate. A deed of release of land rights created without the full settlement of the payment may be declared null and void by a court ruling, raising issues concerning the cancellation of the deed of release of rights due to non-payment in full. This affects the Plaintiff, the Notary involved, and the implications of physical possession of the land based on such a deed, as reflected in the ruling of the South Jakarta District Court Number 226/Pdt.G/2023/PN JKT.SEL. This study adopts a doctrinal legal research approach with an explanatory typology, utilizing secondary data as the primary source. Data collection was conducted through a literature review and analyzed qualitatively. The Deed of Agreement for the Release of Land Rights No. 37 and Deed of Agreement for the Release of Land Rights No. 37A in the South Jakarta District Court Decision No. 226/PDT.G/2023/PN JKT.SEL were declared void due to a breach of contract by one party. Additionally, the deed of release of land rights lacked an essential element: a specified time frame. Since the land subject to the agreement had not been fully transferred, the annulment of the agreement could still be pursued through a court decision. The annulment of the deed of release of land rights resulted in the legal consequence of the agreement being void, with the land reverting to its original owner. Regarding the Notary, the deed of release of land rights was declared void by the court decision. The impact of physical possession of the land based on the deed of release of land rights results in legal uncertainty for both parties. Physical possession of the land may be deemed unlawful if it is not followed by a proper release of rights process in accordance with regulations and the issuance of an official land certificate by the National Land Agency ("BPN")."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library