Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Ryan Fadillah
Abstrak :
Latar belakang: Tuberkulosis (TB) dapat menimbulkan komplikasi yang disebabkan oleh infeksi Aspergillus spp, yaitu Aspergillosis Paru Kronik (APK) pada kavitasi di paru. Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) otomatis dan Uji Imunokromatografi (ICT) adalah dua dari metode-metode yang menunjang diagnosis klinis APK. Kedua metode tersebut mendeteksi antibodi Aspergillus spp. Keduanya memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing, namun belum ada studi yang membandingkan hasil dari performa diagnosis APK kedua uji tersebut pada pasien akhir pengobatan TB. Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain potong lintang. Pemeriksaan ELISA otomatis subjek memiliki ambang > 11,5 sebagai hasil positif. Pemeriksaan ICT subjek memiliki hasil positif jika terlihat garis pada masing-masing kolom T dan C, sedangkan hasil positif hanya terlihat satu garis pada kolom C. Hasil: Jumlah subjek keseluruhan adalah 62 subjek dan diperoleh 20 (32,3%) subjek terdiagnosis APK. Hasil positif pemeriksaan ELISA otomatis adalah 27 (43,5%) subjek, sedangkan pemeriksaan ICT adalah 2 (3,2%) subjek. Sensitivitas dan spesifisitas ELISA otomatis masing-masing adalah 75% dan 71,43%, sedangkan ICT adalah 10% dan 100%. Simpulan: ELISA otomatis memiliki performa diagnosis yang lebih baik dibandingkan ICT untuk diagnosis APK, namun ELISA otomatis masih belum tersedia secara adekuat di wilayah Indonesia sehingga penggunaan ICT tetap digunakan sebagai pemeriksaan APK. ......Introduction: Tuberculosis (TB) can cause complications caused by Aspergillus spp infection, namely Chronic Pulmonary Aspergillosis (CPA) in cavitation of the lungs. Automated Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) and Immunochromatography Test (ICT) are two of the methods that support the clinical diagnosis of CPA. Both methods detect Aspergillus spp. antibodies. Both have their advantages and disadvantages, but there is no study that compares the results of the diagnostic performance of the CPA of the two tests in patients at the end of TB treatment. Methods: This research was analytic descriptive with a cross-sectional design. Automated ELISA examination of subjects had a threshold > 11.5 as a positive result. ICT examination of subjects had positive results if there was a line in each T and C columns, while positive results only showed one line in C column. Results: The total number of subjects were 62 subjects and 20 (32.3%) subjects diagnosed with CPA. Subjects showed positive results of automated ELISA examination were 27 (43.5%) subjects, while ICT examinations were 2 (3.2%) subjects. The sensitivity and specificity of the automated ELISA were 75% and 71.43%, respectively, while the ICT was 10% and 100%. Conclusion: Automated ELISA has better diagnostic performance than ICT for CPA diagnosis, but automated ELISA was not adequately available in the Indonesian region so ICT was still used as CPA examination.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicolaus Novian Wahjoepramono
Abstrak :
MDR-TB menjadi masalah yang penting di Indonesia karena besarnya angka kematian dan morbiditas. Dengan mencari tahu alasan perkembangan tuberculosis menjadi MDR-TB, insidensi dari penyakit mematikan ini dapat dikurangi. Pengumpulan data dilakukan di RS Persahabatan dalam jangka waktu dari Desember 2009 sampai Agustus 2010 dan bertujuan untuk mengukur angka kepatuhan dalam pengobatan tuberculosis primer dan efek dari pembagian OAT secara gratis terhadap kepatuhan pasien. Pasien MDR-TB akan diwawancara secara retrospektif untuk mencari tahu derajat kepatuhan mereka saat pengobatan primer dulu. Hasil wawancara menunjukkan bahwa 46% dari pasien MDR-TB tidak mematuhi regimen pengobatan primer dulu. Angka ini jauh lebih buruk dari data tuberculosis pada umumnya. Hasil juga menyimpulkan bahwa hubungan antara pembagian obat secara gratis dan kepatuhan pasien sebagai non-signifikan.
The problem of Multi-Drug Resistant Tuberculosis in Indonesia is of high importance due to its high mortality and morbidity rate. Finding clues as to how MDR-TB develops from susceptible strains of TB will help Indonesia in eliminating the menace that is MDR-TB. Data collection is done in RS Persahabatan, Jakarta during the period of December 2009 until August 2010, and aims to measure the rate of compliance in the primary TB treatment of confirmed MDR-TB patients. The study also looks at the effect of free medication on patient compliance. Interview sessions will be set for MDR-TB patients to look in retrospect towards their primary TB treatment. Results show that 46% of patients did not comply in their primary treatment, a lot higher than normal. It also proves of the relationship between compliance and the accessibility of free drugs to be non-significant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Nur Fadila
Abstrak :
Pendahuluan. Beban TB di Indonesia masih masuk lima tertinggi di dunia. Temuan kasus dan pengobatan adalah pilar utama program penanggulangan TB. Survei nasional menunjukkan peningkatan penggunaan obat non-program TB dari 16,8% (2010) menjadi 55,6% (2013). Peningkatan penggunaan obat non-program TB diduga berpengaruh terhadap ketidakpatuhan berobat. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari ketidakpatuhan berobat pada orang dengan TB yang menerima obat non-program TB dan obat program TB. Metode. Penelitian menggunakan data sekunder Riskesdas 2010. Analisis logistik multivariabel dilakukan pada sampel 971 orang dengan TB yang selesai mendapatkan pengobatan. Hasil. Ada kecenderungan orang dengan TB yang menerima obat non-program TB ketidakpatuhan berobat lebih tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan odds untuk tidak menyelesaikan pengobatan lebih tinggi pada orang yang menerima obat non-program TB dibandingkan orang yang menerima obat program TB, yaitu rasio odds terkontrol 2,4 (95% CI RO: 1,7-3,5). Simpulan. Dalam upaya menjamin kepatuhan berobat TB perlu didukung dengan mutu program pengobatan, diantaranya adalah ketersediaan obat program TB, penyetaraan standar pengobatan antara fasyankes swasta dan publik, dan sistem pemantauan minum obat. ...... Background. TB in Indonesia is one of five highest burden countries. Case finding and treatment are the main pillars of TB control program. National survey reports the increase in the use of non-TB program’s drugs from 16,8% (2010) to 55,6% (2013). Increased use of non-TB program’s drugs associate with non-compliance TB treatment. Objective. The study purposed to compare the non-compliance of TB treatment among people who received TB program’s drugs and people who received non-TB program’s drugs. Methods. The study used secondary data of National Health Survey 2010. Analysis used multivariable logistic through 971 people who completed TB treatment. Result. The findings were people who received non-TB program’s drugs had higher non-compliance TB treatment than people who received TB program’s drugs. The result also showed that the odds of people not to complete the treatment was higher in people who received non-TB program’s drugs than who received TB program’s drugs, adjusted OR was 2,4 (95% CI OR: 1,7-3,5). Conclusion. To assure the compliance to TB treatment is strengthening TB treatment program; such as the availability of TB program’s drugs, the equality of standard TB treatment among public and private health services, and the system of observed treatment.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55062
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gadistya Novitri Adinda
Abstrak :
Pengalaman diketahui berhubungan dengan pengetahuan tuberkulosis. Pengalaman dapat diperoleh dari riwayat pengobatan tuberkulosis. Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan tuberkulosis dan hubungan pengalaman dengan pengetahuan TB. Metode penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan membandingkan kelompok pasca-TB dan suspek TB. Dari penelitian didapatkan 83 pasca-TB dan 83 suspek TB. Analisis deskriptif menunjukkan 92,8% pasca-TB mengetahui TB dapat disembuhkan sementara 10% suspek TB mengetahuinya. Uji analisis Chi-square menunjukkan p<0,05 untuk pengetahuan kesembuhan TB dan p>0,05 untuk pengetahuan penularannya jika dihubungkan dengan pengalaman. Dengan demikian, disimpulkan bahwa pengalaman berhubungan dengan pengetahuan kesembuhan TB tetapi tidak berhubungan dengan pengetahuan penularannya.
Experience is known to have role in knowledge. This study aimed to find descriptive data of tuberculosis knowledge and the association between experience and knowledge. The method is cross-sectional with comparation of post-TB group and TB suspect grorup. This study involved 83 post-TB and 83 TB suspects. Descriptive analysis showed 92,8% post-TB subjects know that TB is curable, while 10% TB suspects do not know. Chi-square analysis showed p<0,05 for knowledge of treatability and p>,05 for knowledge of transmission when associated with experience. It is concluded that experience is associated with better treatability knowledge but not associated with transmission knowledge.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelina Siane
Abstrak :
Latar belakang dan tujuan: diabetes termasuk dalam 8 faktor risiko tertinggi berkembangnya tuberkulosis (TB). Diabetes melitus (DM) meningkatkan risiko TB 3 kali, sedangkan infeksi TB memperburuk kontrol glikemik pasien DM dengan risiko kegagalan terapi TB 69% dan relaps 4 kali. Strategi pengobatan optimal untuk pasien TB-DM belum ditemukan, pengelolaan TB-DM sama dengan pasien TB non-DM. Sejak 2017, WHO tidak lagi merekomendasikan pemberian obat intermiten pada fase lanjutan karena risiko kegagalan terapi, kekambuhan, dan resistensi obat yang lebih tinggi dibandingkan pemberian harian. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil pengobatan dan efek samping pengobatan TB-DM fase lanjutan antara pemberian setiap hari dengan intermiten tiga kali seminggu. Metode: penelitian retrospektif menggunakan rekam medik pasien TB-DM dengan desain potong lintang. Sampel penelitian adalah seluruh pasien TB-DM yang sudah memasuki fase lanjutan dan memenuhi kriteria inklusi, yaitu pasien TB-DM tanpa HIV, tanpa gangguan fungsi ginjal atau hati, berusia ≥18 tahun yang mendapat pengobatan TB yang diberikan setiap hari dan tiga kali seminggu di RSUP Persahabatan periode 1 januari 2015-31 desember 2018. Hasil: 64 subyek pada kelompok pengobatan setiap hari dan 69 subyek pada kelompok pengobatan intermiten tiga kali seminggu memenuhi kriteria inklusi. Tidak didapatkan perbedaan antara kelompok pengobatan setiap hari dengan intermiten tiga kali seminggu dalam hal kesembuhan (41,4% vs 44,2%, p=0,814, IP=1,122; IK95%:0,432-2,909), pengobatan lengkap (45,7% vs 50%, p=1,0, IP=1,188; IK95%: 0,430-3,282), gagal (3,4% vs 2,3%, p=0,888, IP=0,667; IK95%: 0,040-11,104), dan putus obat (54,7% vs 49,3%, p=0,533, IP=0,805; IK95%:0,407-1,592). Hanya 1 subyek (3,1%) yang mengalami kekambuhan pada kelompok pengobatan intermiten (p=1,0, IP=0,910; IK95%: 0,910-1,031). Satu subyek (1,6%) pada kelompok pengobatan setiap hari dan 9 subyek (13%) pada kelompok intermiten mengeluhkan efek samping ringan (p=0,018, IP=0,106, IK95%: 0,013-0,861). Sebagian besar pasien pada kedua kelompok menjalani pengobatan selama lebih dari 6 bulan hingga 9 bulan. Kesimpulan: tidak terdapat perbedaan hasil pengobatan antara pemberian obat setiap hari dengan intermiten tiga kali seminggu pada pasien tuberkulosis dengan diabetes melitus. Terdapat perbedaan dalam hal efek samping, yang sifatnya ringan, antara kedua kelompok pengobatan. Sebagian besar pasien pada kedua kelompok menjalani pengobatan selama lebih dari 6 bulan hingga 9 bulan.
Background and aim: diabetes is the 8th highest risk factor for tuberculosis. Patients with diabetes mellitus (DM) have three times higher risk of active TB. Tuberculosis disturbs glycemic control in DM patients and 69% TB-DM patients would have failed and the risk for relapse is 4 times higher. The optimal treatments strategy for TB-DM patients is not found yet. Management of TB-DM patients is similar with TB without DM. Since 2017, WHO no longer recommends intermittent drug regiment in advanced phase therapy due to the higher risk of treatment failure, TB recurrence, and drug resistance. This study aims to compare treatment outcomes and safety of advanced phase treatment between daily and intermittent treatment in TB-DM patients. Methods: this is a retrospective study with cross sectional design using medical record at Persahabatan Hospital from 1 January 2015 to 31 December 2018. The study sample are all TB-DM patient who have entered the advanced phase that met inclusion criteria, which are TB-DM patients without HIV/ impaired kidney or liver function, aged ≥18 years who had tuberculosis treatment. Results: 64 subjects in daily treatment group and 69 subjects in intermittent group met the inclusion criteria. There are no difference between daily and intermittent group in term of cured (41,4% vs 44,2%, p=0,814, IP=1,122; IK95%:0,432-2,909), completed treatment (45,7% vs 50%, p=1,0, IP=1,188; IK95%: 0,430-3,282), failed (3,4% vs 2,3%, p=0,888, IP=0,667; IK95%: 0,040-11,104), and dropouts (54,7% vs 49,3%, p=0,533, IP=0,805; IK95%:0,407-1,592). Only 1 subject (3,1%) in intermittent group had recurrence (p=1,0, IP=0,910; IK95%: 0,910-1,031). One subject (1,6%) in daily treatment group and 9 subjects (13%) in intermittent group had minor side effects (p=0,018, IP=0,106, IK95%: 0,013-0,861). Most subjects in both groups underwent treatment for more than 6 months up to 9 months. Conclusion: there were no differences in cure rate, complete treatment, failure and dropouts between daily and intermittent treatment in diabetic pulmonary tuberculosis patient. There is difference in side effects, which mostly are mild, between the two group. Most patients in both groups underwent treatment for more than 6 months up to 9 months.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Putri
Abstrak :
Tuberkulosis masih menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia, termasuk Indonesia sebagai negara ke-3 tertinggi penderita tuberkulosis di dunia. Sementara pada tingkat provinsi, Kota Depok berada pada urutan 11 dengan penyumbang kasus tuberkulosis terbanyak di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara rumah sehat, cakupan pengobatan TB, dan angka keberhasilan pengobatan TB dengan Incidence Rate (IR) tuberkulosis di Kota Depok tahun 2021. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi berdasarkan tempat dengan populasi seluruh masyarakat yang tercatat di 11 kecamatan di Kota Depok yang terdiagnosis penyakit tuberkulosis. Hasil penelitian melalui uji korelasi menunjukkan variabel independen yang memiliki hubungan signifikan dengan Insidence Rate (IR) tuberkulosis adalah cakupan pengobatan di Kecamatan Bojongsari (p = 0.000). Sementara hasil uji korelasi cakupan rumah sehat, cakupan pengobatan TB, angka keberhasilan pengobatan TB di Kota Depok menunjukkan hubungan yang tidak signifikan. Hasil analisis lainnya, cakupan rumah sehat di Kota Depok memiliki keeratan hubungan lemah berpola negatif (r = -0.173), cakupan pengobatan TB memiliki keeratan hubungan lemah berpola positif (r = 0.184), dan angka keberhasilan pengobatan TB memiliki keeratan hubungan kuat berpola negatif (r = -0.584). ......Tuberculosis is still the main cause of death worldwide, including Indonesia as the 3rd country with the highest number of tuberculosis sufferers in the world. Meanwhile, at the provincial level, Depok City is in 11th place with the largest contributor to tuberculosis cases in West Java Province. This study aims to determine the relationship between healthy homes, TB treatment coverage, and TB treatment success rates with the Incidence Rate (IR) tuberculosis in Depok City in 2021. This study uses an ecological study design based on place with a population of all communities recorded in 11 sub-districts in Depok. Depok City, which was diagnosed with tuberculosis. The results of the study through the correlation test showed that the independent variables that had a significant relationship with the Incidence Rate (IR) of tuberculosis is treatment coverage in Bojongsari District (p = 0.000). Meanwhile, the results of the correlation test between healthy home coverage, TB treatment coverage, and TB treatment success rates in Depok City showed an insignificant relationship. The results of other analyzes showed that the coverage of healthy homes in Depok City had a weak negative correlation (r = -0.173), TB treatment coverage had a weak positive correlation (r = 0.184), and the success rate of TB treatment had a strong negative correlation (r = -0.584).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Trianingsih
Abstrak :
ABSTRAK
Indonesia masih menjadi salah satu negara yang memiliki beban TB tertinggi di dunia. Sebagai ibukota negara, keberhasilan pengobatan TB di DKI Jakarta masih cukup rendah. Anak-anak adalah salah satu populasi rentan terhadap penyebaran kuman TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang paling mempengaruhi kepatuhan pengobatan TB anak. Metode yang dipakai adalah deskriptif analitik dengan pendekatan potong lintang. Studi ini memberikan gambaran bahwa variabel keyakinan menjadi faktor yang paling mempengaruhi kepatuhan pengobatan TB pada anak (p value 0,001; α=0.05; OR 8,02) setelah dikontrol oleh variabel lama pengobatan TB, Pengawas Menelan Obat (PMO), tahapan perkembangan kognitif anak, perilaku koping, memori, regimen pengobatan, komunikasi dengan penyedia layanan kesehatan, dukungan sosial dan akses ke fasilitas kesehatan. Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan pengobatan TB.
ABSTRACT
Determinant of compliance TB treatment in children in the Provincial of DKI Jakarta. Indonesia still remains to be one of the countries with the highest TB burden in the world. As the state capital, the success of TB treatment in DKI Jakarta is still quite low. Children are one of the most vulnerable populations to the spread of TB germs. This study aims to determine the factors that most influence TB child treatment adherence. The method used is descriptive analysis with cross sectional approach. This study illustrates that belief are the most influencing factors of TB treatment adherence in children (p value 0,001; α=0.05; OR 8,02) after controlled by long-term treatment of TB, medicine observer, cognitive developments stages, coping behaviour, memory, treatment regimens, communication with health care providers, social support and access to health facilities. This study can be the reference to provide nursing intervention in children with TB treatment.
2017
T47715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Deanova Kusuma Dewanti
Abstrak :
Latar Belakang: Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular dari manusia ke manusia lain melalui udara yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Indonesia menempati peringkat kedua dengan beban kasus tuberkulosis terbanyak di dunia dan 91% merupakan kasus tuberkulosis paru. Kota Depok menempati peringkat ke-11 dengan kasus tuberkulosis terbanyak di Jawa Barat. Tujuan: Mengetahui hubungan antara cakupan pengobatan, success rate, dan kepadatan penduduk terhadap incidence rate tuberkulosis paru di 11 kecamatan di Kota Depok tahun 2021. Metode: Menggunakan desain studi ekologi dengan uji korelasi untuk menganalisis hubungan antara cakupan pengobatan, success rate, dan kepadatan penduduk terhadap incidence rate tuberkulosis paru di 11 kecamatan di Kota Depok tahun 2021 dengan data bulanan. Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan cakupan pengobatan memiliki hubungan yang signifikan di 11 kecamatan (p = 0,000; r = 0,969–1,000), success rate memiliki hubungan yang signifikan di Kecamatan Tapos (p = 0,040; r = 0,598), dan kepadatan penduduk memiliki hubungan yang signifikan (p = 0,004–0,030) di Kecamatan Beji (r = 0,763), Cimanggis (r = 0,726), Cipayung (r = 0,669), Sawangan (r = 0,625, Tapos (r = 0,660), dan Cinere (r = –0,626). Rekomendasi bagi Dinas Kesehatan Kota Depok dapat mengadvokasi untuk melaporkan program tuberkulosis dan memberikan anggaran bagi fasilitas pelayanan kesehatan untuk menyediakan tenaga kesehatan terkait pelaporan kasus tuberkulosis, bagi fasilitas pelayanan kesehatan dapat meningkatkan pemberian edukasi, bagi masyarakat dapat menerapkan PHBS dan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan apabila mengalami gejala tuberkulosis. ......Background: Pulmonary tuberculosis is a disease transmitted from humans to other humans through the air caused by Mycobacterium tuberculosis. Indonesia ranks second with the highest tuberculosis caseload in the world and 91% are pulmonary tuberculosis cases. Depok City is ranked 11th with the most tuberculosis cases in West Java. Objective: The purpose of this study was to determine the relationship between case detection rate, treatment success rate, and population density on the incidence rate of pulmonary tuberculosis in 11 sub-districts in Depok City in 2021. Methods: This study used an ecological study design to analyze the relationship between treatment coverage, success rate, and population density on pulmonary tuberculosis incidence rate in 11 districts in Depok City in 2021 with monthly data. Results: The results of this study showed that treatment coverage had a significant relationship in 11 districts (p =0,000; r = 0.969–1.000), success rate had a significant relationship in Tapos District (p = 0,040; r = 0.598), and population density had a significant relationship (p = 0,004–0,030) in Beji District (r = 0.763), Cimanggis (r = 0.726), Cipayung (r = 0.669), Sawangan (r = 0.625, Tapos (r = 0.660), and Cinere (r = –0.626). Recommendations for the Health Department of the City of Depok can advocate to report the tuberculosis program and provide a budget for healthcare facilities to provide healthcare related to the reporting of cases of tuberculosis, healthcare facilities can improve education, the community can implement clean and health behavior and immediately to healthcare facilities when experiencing symptoms of tuberculosis.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Rakhmania
Abstrak :
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan menyebar melalui udara. Jakarta Timur menjadi kota dengan jumlah kasus TB semua tipe tertinggi selama 6 berturut-turut dari tahun 2016-2021. Kejadian TB dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan faktor-faktor risiko TB yaitu faktor lingkungan (jumlah rumah sehat dan kepadatan penduduk), faktor individu (jenis kelamin), dan faktor pelayanan kesehatan (angka keberhasilan pengobatan TB) dengan prevalence rate tuberkulosis di setiap kecamatan (10 kecamatan) di Kota Jakarta Timur pada tahun 2021 dengan desain studi ekologi. Hasil penelitian analisis tren kasus tuberkulosis menurut jenis kelamin, diketahui bahwa kasus tuberkulosis lebih lebih banyak diderita oleh laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Terdapat 3 kecamatan yang telah mencapai target global angka keberhasilan pengobatan TB sebesar 90% yaitu Kecamatan Cakung (91%), Ciracas (91%), dan Duren Sawit (90%). Kecamatan Cakung dapat menjadi salah satu contoh berjalannya program pengobatan TB yang sudah efektif karena memiliki angka keberhasilan pengobatan TB (success rate TB) tertinggi (91%) dengan prevalence rate tuberkulosis terendah (129,80 per 100.000 penduduk). Hasil uji korelasi menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah rumah sehat dengan prevalence rate tuberkulosis pada 7 dari 10 kecamatan yaitu Cakung (p=0,009; r=-0,713), Ciracas (p=0,033; r=-0,615), Duren Sawit (p=0,005; r=0,748), Jatinegara (p=0,048; r=-0,580), Kramat Jati (p=0,013; r=0,692), Makasar (p=0,020; r=-0,657), dan Matraman (p=0,045; r=0,587). Selain itu, hubungan yang signifikan juga didapatkan antara kepadatan penduduk dengan prevalence rate tuberkulosis pada 7 dari 10 kecamatan yaitu Cakung (p=0,009; r=0,713), Ciracas (p=0,033; r=0,615), Duren Sawit (p=0,005; r=0,748), Jatinegara (p=0,048; r=0,580), Kramat Jati (p=0,013; r=0,692), Makasar (p=0,020; r=0,657), dan Matraman (p=0,045; r=0,587). Oleh karena itu, disarankan untuk meningkatkan kegiatan edukasi terkait rumah sehat dan edukasi terkait tuberkulosis kepada kelompok masyarakat, serta mengoptimalkan gerakan penanggulangan tuberkulosis dan penataan tata kota pada wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. ......Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by the bacteria Mycobacterium tuberculosis and spread through the air. East Jakarta has been the city with the highest number of TB cases of all types for 6 consecutive years from 2016-2021. The incidence of TB can be influenced by several risk factors. The purpose of this study was to analyze the relationship of TB risk factors, namely environmental factors (number of healthy houses and population density), individual factors (gender), and health service factors (success rate TB) with the prevalence rate of tuberculosis in each sub-district (10 sub-districts) in East Jakarta City in 2021 with an ecological study design. The results of the study analyzed the trend of tuberculosis cases by gender, it was found that tuberculosis cases were more prevalent among men than women. There are 3 sub-districts that have reached the global target of 90% success rate TB, namely Cakung (91%), Ciracas (91%), and Duren Sawit (90%). Cakung sub-district can be an example of an effective TB treatment program because it has the highest success rate TB (91%) with the lowest TB prevalence rate (129.80 per 100,000 population). Correlation test results showed a significant relationship between the number of healthy houses and TB prevalence rate in 7 out of 10 sub-districts, namely Cakung (p=0.009; r=-0.713), Ciracas (p=0.033; r=-0.615), Duren Sawit (p=0.005; r=0.748), Jatinegara (p=0.048; r=-0.580), Kramat Jati (p=0.013; r=0.692), Makasar (p=0.020; r=-0.657), and Matraman (p=0.045; r=0.587). In addition, a significant relationship was also found between population density and tuberculosis prevalence rate in 7 out of 10 sub-districts, namely Cakung (p=0.009; r=0.713), Ciracas (p=0.033; r=0.615), Duren Sawit (p=0.005; r=0.748), Jatinegara (p=0.048; r=0.580), Kramat Jati (p=0.013; r=0.692), Makasar (p=0.020; r=0.657), and Matraman (p=0.045; r=0.587). Therefore, it is recommended to increase educational activities related to healthy homes and tuberculosis-related education to community groups, as well as optimize the tuberculosis prevention movement and urban planning in areas with high population density.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library