Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nugroho Harry Susanto
Abstrak :
Latar belakang: Angka kejadian HIV/AIDS di Indonesia semakin meningkat. Walaupun angka kematian berhasil ditekan namun klinik Teratai Rumah Sakit Hasan Sadikin melaporkan angka loss to follow-up (LTFU) di tahun 2008 lebih tinggi daripada angka kematian. Kepatuhan berobat di awal terapi diketahui berpengaruh terhadap retensi berobat. Metode: Penelitian ini menganalisis kohort sebanyak 412 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang berobat ARV di klinik Teratai Rumah Sakit Hasan Sadikin pada Januari 2008 hingga Desember 2012 berusia 15 tahun ke atas dan bertempat tinggal di kota Bandung sebagai subyek. Kepatuhan berobat dinilai dari apakah subyek selalu mengambil obat dalam 3 bulan pertama terapi. Subyek dinyatakan tidak patuh jika sekali saja tidak mengambil obat. Subyek yang meninggal dunia atau LTFU setelah menjalani minimal 3 bulan terapi dinyatakan sebagai atrisi. LTFU ialah tidak datang berturut-turut selama 3 bulan dan tidak ada kabar serta tidak berhasil dihubungi oleh staf klinik. Subyek yang tidak mengalami atrisi dinyatakan sebagai retensi. Data dianalisa menggunakan regresi Cox Proportional Hazards untuk mengetahui pengaruh kepatuhan berobat di 3 bulan awal terapi terhadap retensi berobat dalam 5 tahun. Hasil: Subyek yang mengalami atrisi adalah sebanyak 19,9% dimana 4,6% meninggal dan 15,3% LTFU. Proporsi subyek yang tidak patuh dalam 3 bulan pertama terapi adalah 28,9%. Subyek yang tidak patuh di 3 bulan awal terapi mempunyai adjHR sebesar 1,27 (95% CI 0,75-2,17) terhadap LTFU dan adjHR sebesar 1,73 (95% CI 1,11-2,70) terhadap atrisi. Kesimpulan: Proporsi subyek di klinik Teratai yang tidak patuh berobat dan yang mengalami atrisi masih tinggi. Ketidakpatuhan berobat di 3 bulan pertama terapi berpengaruh buruk terhadap retensi berobat hingga 5 tahun. ...... Background: HIV/AIDS incidence rate in Indonesia is still increasing. Although case fatality rate (CFR) is decreasing, Teratai Clinic at Hasan Sadikin Hospital reported higher loss to follow-up (LTFU) than CFR in 2008. Early ARV therapy adherence is reported to be associated with therapy retention. Methods: This study analyzed a cohort of 412 people living with HIV/AIDS (PLWHA) iniating ARV therapy in Teratai Clinic of Hasan Sadikin Hospital around January 2008 - December 2012, age 15 year old or older and living in Bandung city as subjects. Adherence is assessed by whether or not subject always pick up medication in initial 3 months therapy. Subject considered as nonadherent if missed at least one medication. Dead or LTFU subject after 3 months therapy will be classified as attrition. LTFU defined as missing medication for 3 months in a row without any report or which unable to be contacted by clinic staff. Subject who is not classified as attrition will be considered as retention. Data were analyzed by Cox Regression Proportional Hazards to find out the association between adherence in 3 months initial therapy and 5 years retention. Results: Proportion of subjects which classified as attrition is 19.9%; 4.6% dead and 15.3% LTFU. Proportion of subjects which classified as nonadherent in 3 months intial therapy is 28.9%. Nonadherent subjects in 3 months initial therapy had adjHR 1.27 (95% CI 0.75-2.17) to LTFU and adjHR 1.73 (95% CI 1.11-2.70) to attrition. Conclusions: The proportion of nonadherent and attrition in subjects at Teratai clinic is still high. Nonadherent in 3 months initial therapy had bad association to 5 years retention.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35936
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaki Dinul
Abstrak :
ABSTRAK
Biaya pengobatan HIV/AIDS mahal. ODHA mengeluarkan biaya sendiri yang besar untuk membiayai pengobatan. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan OOP pada pasien HIV/AIDS rawat jalan. Penelitian ini merupakan penelitian analitik deskriptif secara retrospektif dengan desain penelitian berupa desain studi potong lintang. Adapun sampel pada penelitian ini, yaitu pasien HIV/AIDS rawat jalan yang diambil secara acak sebesar 144 pasien. Rata-rata pengeluaran per kunjungan pasien sebesar Rp100.763,35 yang terdiri dari jasa dokter Rp41.557,32, administrasi Rp4563,56 dan biaya tes laboratorium sebesar Rp13.833,03. Rata-rata pengeluaran pasien umum dalam setahun sebesar Rp999.755,10 dan pasien jaminan sebesar Rp268.116,50. Ada hubungan secara statistik antara cara pembayaran terhadap Biaya Pengobatan setelah mengontrol variabel status pasien, jumlah infeksi oportunistik, dan jumlah kunjungan (nilai p sebesar 0,0005). Diharapkan pemerintah bisa menjamin penderita HIV/AIDS untuk mendapatkan pengobatan agar bisa terhindar dari kerugian ekonomi.
ABSTRACT
cost for treatment HIV/AIDS is expensive. PLHIV spent high cost for treatment (out-of-pocket). This research analized cost for treatment in outpatient with HIV/AIDS, used cross sectional design. The sample in this research was 144 outpatient HIV/AIDS in RSKO, taken by simple random sampling. Out-of-Pocket for treatment was Rp 100.763,35/visit consists of physician Rp41.557,31, medical (non-ARV) Rp5, administration Rp4.563,56, and laboratorium test Rp13.833,03. The mean for patient with no insurance Rp999.755,10/year and with insurance Rp268.116,50. There is significant relationship between payment and number of visit to expense (p value 0,0005). Hope government could insure PLHIV for avoiding financial burden.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library