Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S6581
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Waluyo Jati
"Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, isi pasal 19 Undang-Undang itu belum dapat dilaksanakan. Dalam pasal tersebut penghuni rumah susun diwajibkan untuk membentuk Perhimpunan Penghuni Rumah Susun sebagai badan hukum. Di rumah susun Tanah Abang, tidak segaranya dibentuk Perhimpunan Penghuni Rumah Susun karena sampai saat ini belum ada permasalahan penghuni, dan permasalahanya dapa diselesaikan melalui pengurus Rt/Rw setempat. Sedangkan di Rumah Susun Pulo Mas, penghuninya dengan sistem sewa yang mana jangka waktu tinggal di lingkungan rumah susun itu tergantung perjanjian sewanya. Karena penghuninya tidak tetap, maka untuk menbentuk Perhimpunan Penghuni mengalami kesulitan. Dikuatirkan penghuni yang dipilih menjadi pengurus sebelum masa jabatanya berakhir bahkan sebelum mulai bekerja penghuni tersebut pindah tempat tinggal karena masa sewanya berakhir. Padahal untuk proses peralihan hak milik atas satuan rumah susun, salah satu syaratnya harus melampirkan Anggaran Dasar Perhimpunan Penghuni. Dengan demikian para pemilik atas satuan rumah susun baik di Tanah Abang maupun di Pulo Mas sampai saat ini belum dapat melakukan peralihan hak milik mengingat salah satu syaratnya belum terpenuhi. Oleh karena itu sebaiknya pemerintah mengeluarkan peraturan lebih lanjut yang mengatur peralihan hak milik atas satuan rumah susun."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukma Fadillah
"Dalam setiap rumah susun terdapat bagian-bagian yang merupakan hak milik bersama, yaitu bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Pengelolaan dan penggunaan bagian - bagian yang merupakan milik bersama harus diatur dan dilakukan oleh suatu organisasi yang diberi wewenang dan tanggung jawab yaitu Perhimpunan Penghuni Rumah Susun. Pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun dilakukan dengan akta pendirian dan anggaran dasar rumah tangga Perhimpunan Penghuni Rumah Susun. Dimana terdapat hubungan erat dengan Notaris sebagai Pejabat Umum.
Peranan Notaris itu sendiri dapat dilihat di beberapa peraturan yang mengatur mengenai Perhimpunan Penghuni Rumah Susun diantaranya PP nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun, Keputusan Menteri perumahan rakyat Nomor 06/KPTS/BKP4N/1995 tentang Pedoman Pembuatan Akta Pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni Rumah Susun dan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 15/Permen/M/2007 Tentang Tata Laksana Pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sederhana Milik. Ketidakjelasan peraturan -peraturan tersebut dalam mengatur peranan Notaris sehingga dapat berpotensi salah penafsiran dan benturan kewenangan antara Notaris dan Pemerintah.

In each apartment there are parts that are common property, namely the common, shared objects and common land. Management and use of parts - parts that belong together must be arranged and conducted by an organization that is authorized and responsibilities namely Flats Residents Association. Flats Residents Association formation is done by deed and articles of household Flats Residents Association. Where there is a close relationship with the Notary Public Officer.
The role of Notary itself can be seen in some of the rules that govern the Flats Residents Association that is PP nomor 4 Tahun 1988 of Flats, Decree of the Minister of public housingt Number 06/KPTS/BKP4N/1995 Guidelines for Preparation of Deed of Incorporation, Articles of Association and Bylaws Flats Residents Association and Regulation of the Minister of Public Housingn number 15/Permen/M/2007 About Governance Establishment Simple Tenant Association Owned Flats. Obscurity that role in regulating Notaries so that it can potentially incorrect interpretation and conflicts of authority between the Notary and the Government.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30029
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Benediktus Arden Irtanto
"Perhimpunan Penghuni Rumah Susun oleh peraturan perundang-undangan diberi kedudukan sebagai badan hukum yang dapat bertindak keluar dan kedalam atas nama perhimpunan para pemilik/penghuni dan mempunyai fungsi membina terciptanya kehidupan lingkungan yang sehat, tertib, aman kemudian mengatur kepentingan penghuni dan mengelola rumah susun beserta lingkungannya. Oleh karena itu penghuni wajib membentuk Perhimpunan P enghuni. Sedangkan pengembang wajib bertindak sebagai pengurus Perhimpunan Penghuni sementara, sebelum terbentuknya Perhimpunan Penghuni, dan membantu penyiapan terbentuknya Perhimpunan Penghuni yang sebenarnya, dalam waktu yang secepatnya. Masalah yang diteliti dan dibahas adalah bahwa dalam praktek pembentukan Perhimpunan Penghuni masih teijadi masalah perbedaan persepsi hukum antara pengembang dengan penghuni. Selain itu juga mengenai apakah eksistensi Perhimpunan Penghuni memang diperlukan dalam pengelolaan rumah susun, dan bagaimana solusinya sehinga permasalahan dalam pembentukan Perhimpunan Penghuni dapat diatasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum normatif, dimana untuk menjawab permasalahan dilakukan melalui wawancara dan kegiatan studi dokumen.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa dalam proses pembentukan Perhimpunan Penghuni dapatlah dipastikan selalu dijumpai berbagai permasalahan teknis dan permasalahan yuridis yang disebabkan karena minimnya pengetahuan hukum yang diketahui oleh pengembang, dan para penghuni yang mengakibatkan sering teijadinya ketidakjelasan hak dan tanggung jawab para pihak, Selain itu Peraturan perundang-undangan yang mengatur penghunian dan pengelolaan rumah susun khususnya dalam rangka pembentukan Perhimpunan Penghuni harus lebih terperinci dengan perumusan yang lebih lengkap dan lebih jelas dalam hal-hal yang bersifat teknis agar dapat mengakomodir setiap permasalahan dan tidak terjadi ketidakpastian hukum dalam pelaksanaannya. Dan keberhasilan pembentukan dan berjalannya fungsi Perhimpunan Penghuni ini akan membawa dampak positif bagi progam pemerintah dalam penyediaan papan hunian yang vertikal dan berpenghuni banyak ini.

Multi Storied House Residents Association by statutory regulations is given the position as legal entity capable of acting inside and outside on behalf of the owners/residents association and has the function of fostering the manifestation of healthy, orderly, secure living environment, and then, stipulating the interest of the residents and managing multi storied house and its vicinity. Therefore, the residents are obliged to form Residents Association. Whereas the developer is obliged to act as the Temporary Management of the Residents Association, before the formation of Resident Association, and to assist the preparation for the formation of the real Residents Association, in due course. The issue being reviewed and discussed is that, in practice, the formation of Residents Association remains to encounter problem with regard to the different legal perception between the developer and the residents. In addition, it also concerns whether the existence of Residents Association is really needed in the management of multi storied house, and how is the solution; therefore problems in the formation of Residents Association can be overcome in accordance with the prevailing regulations. The method of research being used is normatif law research method, in which to answer the issue will be conducted by means of interview and documentary study activities.
From the result of research is obtained a conclusion that in the process for the formation of Residents Association, it can be assured that there will always be encountered various technical problems and juridical problems caused by the lack of legal knowledge known to developer and the residents which causes the frequent occurrence of ambiguity of rights and obligations of the parties. In addition, the statutory regulations stipulating the residential and management of multi storied house especially in the context of the formation of Residents Association must be more detailed with more complete and clearer formulation with regard to technical matters, in order to be able to accommodate every problem and to avoid the uncertainty of law in its implementation. And the success of the formation and the smooth running of function of this Residents Association will bring positive impact for the program of the government in providing this vertical and massively occupied residential settlement."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T37245
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang, Irene Erisandy
"ABSTRAK
Efisiensi penggunaan lahan yang serba terbatas di perkotaan mendorong
timbulnya kebijakan membangun sistem hunian ke atas. Pembangunan rumah susun
dianggap sebagai pemecahan masalah perumahan yang tepat untuk Jakarta.
Banyak yang pro dan kontra sehubungan dengan pembangunan rumah susun.
Ada pendapat bahwa sehubungan dengan karakteristik fisik bangunan, pembangunan
tempat tinggal secara vertikal kurang mendukung hubungan sosial penghuninya maupun
aktivitas keluarga yang biasa dilakukan, menciptakan suasana tidak akrab, individualistis
dan sebagainya.
Di Indonesia, kehadiran rumah susun sebagai pemukiman baru menuntut adanya
sejumlah perubahan sosial budaya dari penghuninya. Perubahan pola hidup tidak begitu
saja tercipta, jadi mereka harus melakukan adaptasi dengan lingkungan baru mereka.
Masalah-masalah yang muncul sehubungan dengan tinggal di rumah susun bila
tidak segera diatasi akan menimbulkan keadaaan yang tidak menyenangkan atau
ketidaknyamanan bagi penghuninya, yang selanjutnya menyebabkan ketidakpuasan
terhadap tempat tinggalnya. Keadaan ini dapat membuat orang menjadi enggan tinggal di
rumah susun. Oleh sebab itu, dalam pembangunan rumah susun perlu diperhatikan
kepuasan warga penghuni rumah susun, agar orang senang tinggal di rumah susun dan
rumah susun menjadi lebih memasyarakat.
Kepuasan terhadap tempat tinggal dipengaruhi oleh adanya defisit normatif yang
muncul akibat adanya kesenjangan/perbedaan antara kondisi aktual (kenyataan) dari
tempat tinggal dengan norma yang berlaku mengenai tempat tinggal (kondisi yang
dianggap ideal). Sehubungan dengan faktor demografis dan sosial ekonomi keluarga
sebagai penghuni rumah susun, ada dugaan terdapat variasi psikologis dalam atau persepsi terhadap adanya defisit yang akan menghasilkan variasi pada kepuasan
terhadap tempat tinggal. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
masalah dari penelitian ini adalah bagaimana gambaran kepuasan terhadap tempat tinggal
pada penghuni rumah susun Kebon Kacang? Aspek manakah yang paling berpengaruh
terhadap kepuasan? Bagaimanakah pandangan penghuni rumah susun Kebon Kacang
mengenai suatu tempat tinggal yang ideal? Bagaimanakah persepsi penghuni rumah
susun Kebon Kacang mengenai kondisi aktual tempat tinggalnya? Bagaimanakah
pandangan penghuni rumah susun Kebon Kacang mengenai hal-hal yang dianggap
penting di rumah susun?
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan yang Iebih
mendalam mengenai kepuasan terhadap tempat tinggal, khususnya rumah susun sebagai
tempat tinggal dan memberikan gambaran mengenai kepuasan terhadap tempat tinggal
dari para penghuni rumah susun.
Penelitian ini menggunakan disain penelitian survai deskriptif dengan ibu rumah
tangga sebagai unit analisanya. Penelitian ini mengambil Iokasi di rumah susun Kebon
Kacang Jakarta Pusat, dengan 80 orang responden yang diambil dengan teknik purposive
sampling.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa secara umum penghuni rumah susun
Kebon Kacang puas dengan tempat tinggalnya dengan golongan kepuasan sedang yang
mempunyai persentase terbesar di dalam sampel penelitian ini. Aspek lingkungan, aspek
space/ruang, dan aspek kualitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan
penghuni rumah susun. Sedangkan aspek status kepemilikan dan aspek lain-lain bukan
merupakan penentu yang balk dalam pengaruhnya pda kepuasan terhadap tempat tinggal
di rumah susun. Secara umum dapat dikatakan bahwa perbedaan karakteristik demografi
dan sosial ekonomi tidak diikuti oleh perbedaan tingkat kepuasan.
Dari penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa aspek lingkungan adalah aspek
yang cukup dominan dalam menggambarkan rumah susun yang ideal, berikutnya aspek
space/ruang adalah aspek kedua yang cukup dominan mempunyai pengaruh terhadap
tingkat kepuasan. Sedangkan berdasarkan persepsi warga terhadap kondisi aktual tempat
tinggalnya secara umum sudah memenuhi pandangan normatif mengenai rumah susun
yang ideal meskipun dapat dikatakan kesesuaian itu tidak terlalu besar."
1998
S2522
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanjung, Adrianus
"Dengan makin terbatasnya tanah di perkotaan, maka pemerintah sejak Pelita III mulai menerapkan pembangunan rumah susun dalam rangka penyediaan perumahan bagi Golongan masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah sekaligus pembangunan rumah susun dilaksanakan dalam rangka program peremajaan kota (urban renewal).
Studi ini mencoba menggambarkan karakteristik penghuni rumah susun Kebon Kacang serta tingkat penerimaan penghuni terhadap rumah susun sebagai tempat tinggal dalam pada itu dillhat pula hubungan antara tingkat penerimaan ini dengan kepadatan penghunian di rumah tangga. Kepadatan di sini terbagi 2 yaitu kepadatan Obyektif yang di ukur dari rasio orang terhadap kamar dan Kepadatan Subyektif yang diukur dari 1) Ada atau tidak adanya tempat untuk melakukan hal-hal pribadi (privacy) 2) Perasaan terganggu oleh orang lain di dalam rumah dan 3) Pendapat tentang luas ruangan. Dari hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa umumnya penghuni dapat menerima rumah susun sebagai tempat tinggal, baik pria maupun wanita. Alasan penerimaan mereka pada umumnya karena faktor-faktor lokasi yang strategis, fasilitas yang baik dan kebutuhan akan rumah. Dari hasil studi ini dapat dikatakan bahwa dari ke 3 ukuran kepadatan subyektif tersebut, hanya pendapat mengenai ada atau tidak adanya "privacy" mempunyai hubungan dengan tingkat penerimaan penghuni terhadap rumah susun Kemudian diketahui, secara umum Kepadatan Obyektif dan Kepadatan Subyektif tidak mempunyai hubungan yang berarti dengan tingkat penerimaan penghuni terhadap rumah susun. Tingkat penerimaan ini lebih ditentukan oleh faktor-faktor seperti yang telah disebutkan di atas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Dian Mulyasari
"Perhimpunan Penghuni Rumah Susun PPRS merupakan suatu organisasi berbadan hukum yang bertanggung jawab mengurus kepentingan bersama para Pemilik dan Penghuni. Dalam hal ini Notaris berperan untuk membuat pernyataan dari segala apa yang diputuskan dalam rapat, sehingga Notaris dalam menjalankan jabatannya wajib untuk bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan Pihak yang terkait dalam perbuatan hukum sesuai dengan amanat UUJN. Pada kasus, Notaris X awalnya membuat Akta Nomor 2 tanggal 2 Desember 2010 mengenai Pengurus PPRS periode 2009-2012. Sebelum periode kepengurusan tersebut berakhir, Notaris X membuat Akta Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 34 tanggal 16 Februari 2012 mengenai Pengurus PPRS periode 2012-2015 berdasarkan Notulen Rapat Umum Luar Biasa RULB PPRS Tanggal 11 Februari 2012. Bahwa adanya permasalahan dalam RULB menimbulkan konflik antar Pengurus sehingga dalam hal ini perlu diperjelas mengenai akibat hukum terhadap Akta Nomor 2 tanggal 2 Desember 2010 dan Akta Nomor 34 tanggal 16 Februari 2012 serta tanggung jawab Notaris X terhadap Akta baru tersebut.
Metode yang digunakan adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan data sekunder dengan menggunakan metode pengumpulan data studi dokumen, didukung wawancara diolah secara kualitatif.
Hasil penelitian bahwa akibat hukum terhadap Akta Nomor 34 tanggal 16 Februari 2012 adalah tidak sah atau cacat karena RULB tidak memenuhi kuorum sesuai Pasal 28 ayat 1 AD juncto Pasal 15 ayat 1 ART, Notaris tidak seksama dan tidak jujur dalam membuat Akta. Tanggung jawab Notaris X terhadap pembuatan Akta tersebut bahwa Notaris bertanggung jawab secara moral, profesi, dan hukum serta dikenakan sanksi administratif.

The Association of Flats Occupants PPRS is a legal body organisation which responsibility is to care for the mutual interest of owners and residents. In this case, the Notary acts to create a statement of all maters decided during the meeting so that the Notary in performing their position is obliged to act in honesty, thoroughly, independently, impartially, and to safeguard the interest of the parties concerned in the legal act in accordance with UUJN 39 s mandate. In a particular case, Notary X initially created deed number. 2 dated December 2, 2010 regarding the PPRS board of the 2009 2012 period. Before the term of management ends, Notary X created the deed of declaration of meeting decisions number 34, dated February 16 2012 regarding PPRS management period 2012 2015 based on extraordinary general meeting of shareholders RULB PPRS dated February 11 2012. The existence of problems in RULB cause conflict in its management therefore the legal consequences of this matter need to be clarified to Deed number 2 dated December 2 2010 and deed number 34 dated February 16 2012 as well as Notary X 39 s responsibility to the new deed.
The method used is a juridical normative which is analytically descriptive. The data applied is a type of a secondary data using data collection method document study, supported by interviews processed qualitatively.
The result of the research that the legal consequences to deed number 34 dated February 16 2012 are invalid or defective as RULB does not meet the quorum according to article 28 paragraph 1 AD jo article 15 paragraph 1 ART, the Notary is not acting thoroughly and not honest in the creation of the deed. The responsibility of Notary X to the creation of the deed is that the Notary is morally, professionally, and legally responsible and subject to administrative sanction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Adityawati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1990
S2302
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcella
"Undang-undang Rumah Susun mengakomodir perkembangan Rumah Susun Campuran dengan adanya konsep Rumah Susun untuk Hunian dan Bukan Hunian sebagaimana diatur dalam Ketentuan Penjelasan Pasal 1 Angka 1 jo. Pasal 24 Undang-undang Rumah Susun dan Pasal 54 Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988. Berdasarkan Ketentuan Pasal 1 jo. Pasal 3 Undang-undang Rumah Susun maka tujuan utama peruntukan Rumah Susun adalah untuk hunian dan pemukiman sehingga eksistensi Rumah Susun Campuran jangan sampai menempatkan penghuni dalam posisi yang terpinggirkan dan lemah posisi tawarnya terhadap Pengembang (Developer) sebagai pihak yang dominan karena berdasarkan Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) memiliki suara mayoritas dalam Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS). Kenyataan ini yang perlu menjadi perhatian bersama dan dicari solusinya agar aspirasi serta kepentingan Penghuni sebagai pihak yang seyogianya diutamakan tidak terpinggirkan. Tidak selamanya masalah Rumah Susun Campuran dapat diatasi dengan peraturan yang ada/berlaku mengingat perkembangan masalah-masalah/konflik yang timbul.
PPRS Rumah Susun Campuran sebagai badan hukum memiliki peran yang vital sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan aspirasi Penghuni [Ketentuan Pasal 19 Ayat (2) Undang-undang Rumah Susun] didasarkan pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPRS. Otonomisasi Sistem Organisasi PPRS dilaksanakan dalam rangka menerapkan azas keseimbangan dan keadilan dalam pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing Kelompok Satuan Rumah Susun.
Dalam hal ini Koordinasi dan musyawarah menjadi esensi dari PPRS sebagai wadah permufakatan yang dapat dilihat dari contoh Rumah Susun Campuran sebagai studi kasus adalah PPRS One Pacific Place di mana pembentukan Badan Otonomi berupa Kelompok Satuan Rumah Susun telah menyelesaikan permasalahan antara penghuni dan Developer yang telah berlarut-larut selama 2 (dua) tahun.

Strata Title Law accommodates the development of Combination Strata Title with the presence of concept of Residential and Non Residential Strata Title as stipulated in the Provision of Elucidation of Article 1 in conjunction of Article 24 of the Strata Title Law and Article 54 Paragraph (4) of Government Regulation Number 4 of the Year 1988. The main objective of allocation of Strata Title is for residential and housing purposes. Therefore the existence of Combination Strata Title should not put the residents in a marginalized position and in a weak bargaining position against the Developer as the dominant party, because based on the Proportional Ratio (NPP), the Developer has the majority votes in the Association of Residents of Strata Title (PPRS). Problems/conflicts of life in Strata Title cannot always be overcome by means of the existing/prevailing regulations because sometimes they are not clear or insufficiently stipulate such issues; there are sometimes non existence of regulation considering the development of the arising problems/conflicts.
PPRS of Combination Strata Title as a Legal Entity has a vital role as the means to fight for the interest and aspiration of Residents since, legally [Provision of Article 19 Paragraph (2) of Strata Title Law] based on the Articles of Association and By-Laws (AD/ART) of PPRS. Automation of Organizational System of PPRS is carried out in the framework of applying the principle of fair and balance in the fulfillment of rights and obligations of each Strata Title Unit Group.
In this case the Coordination and deliberation become the essences of PPRS as the media of consensus which can be observed from the sample of Combined Strata Title as the case study, i.e., PPRS One Pacific Place, in which the establishment of the Autonomous Body in the form of Strata Title Unit Group has settled long protracted issues between the residents and Developer that have been ongoing for 2 (two) years.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28950
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>