Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harvin
"Penelitian ini membahas mengenai pengesahan perkawinan dan pengesahan anak yang dilakukan setelah pewaris meninggal dunia dan akibat hukum pengesahan tersebut dalam pembagian harta warisan. Banyak pasangan suami istri yang telah melaksanakan perkawinan menurut masing-masing hukum agama dan kepercayaannya, namun perkawinan mereka untuk alasan tertentu tidak dicatatkan di catatan sipil. Perkawinan yang tidak dicatatkan di catatan sipil tidak diakui oleh negara, sehingga perkawinan tersebut tidak diakui hukum negara dan anak pasangan suami istri dari perkawinan yang tidak dicatatkan akan berstatus sebagai anak luar kawin. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut maka dapat dilakukan pengesahan perkawinan yang kemudian diikuti oleh pengesahan anak. Permasalahan utama dari pengesahan perkawinan dan pengesahan anak setelah pewaris meninggal dunia adalah ketidakpastian dan kekosongan hukum yang mengatur permasalahan tersebut, seperti yang dapat terlihat dalam Putusan No. 76/PDT/2020/PT.BDG. yang menjadi objek penelitian ini, di mana hakim menyatakan bahwa pengesahan perkawinan dan pengesahan anak setelah pewaris meninggal dunia tidak berpengaruh dan tidak mempunyai kekuatan hukum dalam pembagian harta warisan. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah akibat hukum yang timbul dari pengesahan perkawinan dan pengesahan anak setelah pewaris meninggal dunia dalam pembagian harta warisan. Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif dengan pendekatan kasus dan peraturan perundangundangan. Tipologi penelitian ini bersifat eksplanatoris, dan pengumpulan data dari penelitian dilakukan melalui studi dokumen. Adapun analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian adalah pengesahan perkawinan setelah pewaris meninggal dunia akan membuat istri diakui oleh negara sebagai ahli waris golongan pertama. Pengesahan anak setelah pewaris meninggal dunia akan membuat anak seolah-olah lahir dalam perkawinan sehingga berhak menjadi ahli waris golongan pertama.

This study discusses the legalization of marriages and legalization of children which are carried out after the testator dies and the legal consequences of the legalization on the distribution of inheritance. Many married couples have married according to their respective religious laws and beliefs, but their marriage for some reason is not registered in the civil registry. Marriages that are not registered in the civil registry are not recognized by the state, so the marriage is not recognized by the law and the children of the married couple from a marriage that are not registered will have the status of children out of wedlock. To solve this problem, the marriage can be legalized which is then followed by the legalization of children. The main problem with the legalization of marriages and legalization of children after the testator dies is the uncertainty and legal vacuum that governs these issues, as can be seen in Decision No. 76/PDT/2020/PT.BDG. which became the object of this research, where the judge stated that the legalization of marriage and the legalization of children after the testator died had no effect and had no legal consequences on the distribution of inheritance. The problems raised in this study are the legal consequences that arise from the legalization of marriages and legalization of children after testator dies in the distribution of inheritance. This research is in the form of juridical-normative with a case and statutory regulations approach. The typology of this research is explanatory, and data collection from research conducted through document studies. The data analysis was carried out qualitatively. The result of the research is that the legalization of marriage and the legalization of children can be carried out and the legalization will result in the spouse and child becoming the heirs of first group."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Tessalonika
"Yang menyebabkan Yayasan dapat dibubarkan karena jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir, tujuan yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak tercapai dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;Tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau Harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut. Karena berdasarkan undang undang yayasan pasal 62 maka pembubaran yayasan yang di terbitkan oleh dirjen ahu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena yayasan ngudi waluyo tidak memenuhi syarat atau melanggar ketentuan pasal 62 tersebut yang memungkinkan untuk di bubarkan. Dan yang berwenang untuk membubarkan yayasan tersebut adalah kementrian hukum dan ham bukan dirjen ahu. Seharusnya pihak yang berkepentingan yang dapat meminta pembatalan atau pembubaran ke pengadilan yaitu pendiri karena seharusnya dalam pendirian yayasan pendiri hadir dalam pembuatan akta pendirian yayasan dan pendiri yang merasa keberatan atas pendirian yayasan yang berdiri karena akta pendirian tersebut aktannya cacat hukum dan adannya keterangan palsu maka pengadilanlah yang memutuskan dalam prosedur perbubaran yayasan ngudi waluyo ungaran, dalam Prosedur Tindakan pembatalan pendirian pembatalan kuasa lisan harus mengugat akta perndirian anggaran dasar yayasan ngudi waluyo bukan protes ke dirjen administrasi hukum dan hak asasi manusia atas terbitnya keputusan mentri atas badan hukum sehingga membuat dirjen administrasi hukum mengeluarkan putusan pembatalan terhadap surat keputusan mentri untuk menyatakan yayasan ngudi waluyo dicabut pendiriannya.

Which result to the Foundation may be dissolved because the period stipulated in the Articles of Association was ended, objective of foundations stipulated in the Articles of Association has been achieved or not achieved and court decisions that have a permanent legal force by reason Foundations violate public order and morality; Unable to pay its debts after declared as bankrupt, or Treasure of the Foundation is not enough to repay the debt after the bankruptcy declaration is revoked. Because based on the foundation law Article 62 then foundation dissolution which is issued by the Director General of AHU does not have binding legal force due to Foundation of Ngudi Waluyo ineligible or violate the provisions of article 62 which allows to be dissolved. And the authorized to dissolve the Foundation is law and human rights ministry, rather than Director General of AHU. Interested parties should be able to request cancellation or dissolution to Court because Founder, due to in the establishment of the foundation, founder should be present in the founding deed of establishment foundations and founders who objected to the establishment of a foundation established as the Deed establishment is a disability law and the false testimony then the Court that decide the dissolution procedure of Ngudi Waluyo Unggaran Foundation in the Cancellation Action Procedure of oral authority shall sue the establishment deed of The Articles of Association of Ngudi Waluyo foundation not protest to the Director General of Law Administration and Human Rights law on the issuance of a ministerial decree on the legal entity so that make the Director General of Administration issued cancellation decision for the Ministerial Decree to state the Ngudi Waluyo Foundation the establishmen is revoked."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Corietania Basri
"Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa seorang pria dan wanita yang hendak melangsungkan perkawinan dapat membuat perjanjian perkawinan pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan. Bahwa macam atau corak aturan hukum kekayaan antara suami istri penting sekali artinya bagi pihak ketiga. Mengenai hal ini terkait dengan keberlakuan perjanjian perkawinan itu sendiri kepada pihak ketiga. Berdasarkan ketentuan pasal 29 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian perkawinan mulai berlaku terhadap pihak ketiga sejak perjanjian perkawinan tersebut disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Artinya perjanjian perkawinan yang telah dibuat harus disahkan dan dicatatkan oleh pegawai pencatat perkawinan bersamaan dengan pencatatan perkawinan (dalam akta perkawinan) agar perjanjian perkawinan tersebut berlaku terhadap pihak ketiga. Timbul permasalahan dalam hal terjadi kelalaian dari para pihak suami istri untuk mencatatkan perjanjian perkawinan mereka pada waktu pencatatan perkawinan mereka di Kantor Catatan Sipil dilakukan. Terutama dengan adanya kasus atau dimungkinkannya pengesahan dan pencatatan perjanjian perkawinan setelah pencatatan perkawinan berlangsung sedangkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku pengesahan dan pencatatan perjanjian perkawinan seharusnya dilakukan bersamaan pada saat pencatatan perkawinan dilangsungkan. Skripsi ini membahas hal-hal apa saja yang dapat diatur dalam perjanjian perkawinan, bagaimana akibat hukum perjanjian perkawinan yang tidak disahkan dan dicatatkan pada saat perkawinan berlangsung terhadap pihak ketiga dan bagaimana upaya hukum pengesahan dan pencatatan perjanjian perkawinan yang dilakukan setelah pencatatan perkawinan berlangsung. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Beberapa hal yang dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang dapat diatur dalam perjanjian perkawinan seyogyanya hanya memuat hal-hal seputar hukum harta kekayaan perkawinan, perjanjian perkawinan yang tidak disahkan dan dicatatkan pada saat perkawinan berlangsung tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga dan agar suatu perjanjian perkawinan dapat disahkan dan dicatatkan setelah pencatatan perkawinan dilangsungkan maka dapat dilakukan upaya hukum pengajuan permohonan penetapan Pengadilan Negeri. Hal-hal yang dapat diperjanjikan dalam perjanjian perkawinan sebaiknya perlu diatur secara lebih jelas, pemerintah perlu mensosialisasikan pengaturan mengenai pengesahan perjanjian perkawinan untuk menghindari kesimpangsiuran yang terjadi di masyarakat, dan batasan waktu sampai berapa lama permohonan penetapan Pengadilan Negeri masih dapat dilakukan sangat diperlukan untuk mengantisipasi penyelundupan hukum."
Lengkap +
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2010
S21537
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gugum Ridho Putra
"ABSTRAK
Sebagai hak dasar warga negera, pendirian partai politik merupakan salah satu implementasi dari penegakkan hak hak politik warga negara. Hak politik secara teoritis tergolong ke dalam Hak Negatif yakni hak dasar yang penegakan dan pemenuhan nya dapat dikatakan telah ideal apabila negara mengurangi peran campur tangan lebih jauh. Begitupun dengan hak mendirikan partai politik, seorang warga negara harus diberikan kebebasan hendak berserikat dalam partai politik yang sesuai dengan keinginannya. Filosofi hak negatif itu harus dipegang dengan baik oleh negara, karena itu dalam tumbuh kembang internal sebuah partai, negara harus memberikan ruang gerak yang cukup bagi partai untuk menentukan bagaimana wajah program nya, siapa dan bagaimana menentukan struktur pengurus . Negara harus bersikap pasif atas segala dinamika internal yang terjadi di dalam partai politik. Bahkan termasuk ketika partai politik itu mengalami perselisihan internal, negara diidealkan untuk tidak ikut campur menyelesaikan persoalan tersebut. Penyelesaian perselisihan internal itu harus dicoba selesaikan dari internal partai itu sendiri. Pendekatan pasif negara ini telah diadopsi oleh Undang-Undang Tentang Partai Politik kita dalam pasal 24 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 ditentukan bahwa Menteri dilarang mengambil tindakan pengesahan perubahan kepengurusan partai politik apabila dalam partai tersebut sedang terjadi perselisihan internal. Pada kasus Perselisihan internal partai PPP Periode Kepengurusan 2014-2015 dan Pada Perselisihan Partai Golkar Periode Kepengurusan 2014-2019 Menteri Hukum dan HAM mengambil tindakan pengesahan atas perubahan Kepengurusan di kedua Partai tersebut di saat perselisihan internal sedang dalam proses penyelesaian. Atas contoh kasus tersebut, Penulis berinisiatif menyusun penelitian ini dengan maksud untuk menjawab pertanyaan hukum mengenai bagaimana proses hukum penyelesaian perselisihan internal partai politik yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dimensi normatif tersebut penulis bentukan dalam konteks hukum di lapangan terutama dalam praktek penyelesaian perselisihan internal partai PPP dan Partai Golkar untuk menilai apakah proses hukum penyelesaian keduanya telah sesuai dengan prosedur yang ditentukan undang-undang.

ABSTRACT
Establishment of a political party is one of the fullfilment on citizen?s political rights. Political rights teoritically classified as one of negative rights which demand the passive approach of the state to fulfill it. The fulfillment of those right is consider to be ideal if the state role decrease into some level to reduce the state to role an interfere. Same condition also must be applied on the right to establish a political party. It?s a clear demand for a citizen to have certain freedom to unite in a political party which match with their vision. The philosophy of those negative rights has to be hold strongly by the state. Therefore in order to guarantee the freedom of political party to grow, the state should behave passively to face political party management. it is Their right to determine how their political face should be , who and how the structure determined and etc. The state should behave passively in deal with pollitcal party internal dynamics. Event if the political party has an internal disputes. Even how danger the situation for the party it self, the state is not allowed to interfere the resolution of the dispute. Those internal dispute should be solved by the internal processs of the party it self. Those state passive approach has been adopted by our political party law especially on the article 24 Law Number 2 Year of 2008 about political party, determined that the Minister of Law and Human Rights is not allowed to exercise his authority to legalize the structural changing of political party until their Internal dispute is resolved. On the internal dispute case of Persatuan Pembangunan party (PPP) and The Party of Golkar, The minister of law and Human Rights had exercised his power to legalize those both party new formation while those both parties is still in internal disputes. On behalf of those two case , author initiate this research in order to solve some legal problem on the issues of internal disputes of political party especially about how our law provide the mechanism to solve internal party disputes and then how those normative aspect implemented in those two case to find out whether those two case of resolution process is matched with the procedure given by the law or not.
"
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44855
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Oetama Noviansyah
"Pasal 16 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pengesahan Koperasi telah mengatur bahwa setiap perubahan anggaran dasar koperasi yang memuat perubahan bidang usaha harus mendapat pengesahan Menteri melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). Pada prakteknya ketidaktahuan pihak koperasi dan ketidakcermatan Notaris mengenai ketentuan tersebut mengakibatkan salah satu koperasi di Kabupaten Bogor tidak mendapat pengesahan Menteri dalam perubahan anggaran dasarnya padahal perubahan anggaran tersebut memuat perubahan bidang usaha. Dalam penelitian ini membahas mekanisme perubahan anggaran dasar koperasi pasca berlakunya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pengesahan Koperasi dan akibat hukum yang mungkin timbul akibat tidak dipenuhinya ketentuan Pasal 16 tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan tipe penelitian preskriptif dan menggunakan sumber data sekunder. Hasil penelitian dalam tesis ini adalah adanya kesalahan baik dari pihak koperasi maupun Notaris dalam proses perubahan anggaran dasar yang mengakibatkan tidak diperolehnya pengesahan Menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pengesahan Koperasi. Selain itu, hasil penelitian ini menjelaskan akibat hukum terhadap koperasi yang tidak memperoleh pengesahan Menteri seperti eksistensi badan hukum koperasi tersebut, permohonan izin usaha, dan permohonan fasilitas kredit.

Article 16 of Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 14 of 2019 concerning Ratification of Cooperatives stipulates that any changes to the articles of association of cooperatives that contain changes in business fields must be approved by the Minister through the Legal Entity Administration System (SABH). In practice, the ignorance of the cooperatives and the notary's inaccuracy regarding these provisions resulted in one of the cooperatives in Bogor Regency not being approved by the Minister for changes to its articles of association, even though the changes to the budget included changes in business fields. This research discusses the mechanism for changing the articles of association of cooperatives after the enactment of Minister of Law and Human Rights Regulation Number 14 of 2019 concerning Legalization of Cooperatives and the legal consequences that may arise as a result of non-compliance with the provisions of Article 16. The research method used is normative research with a prescriptive research type and uses secondary data sources. The results of the research in this thesis are that there was an error on the part of both the cooperative and the Notary in the process of amending the articles of association which resulted in not obtaining Ministerial approval as stipulated in Article 16 of Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 14 of 2019 concerning Ratification of Cooperatives. In addition, the results of this study explain the legal consequences for cooperatives that do not obtain approval from the Minister, such as the existence of the cooperative's legal entity, applications for business licenses, and applications for credit facilities.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rizka Dwi Putri
""ABSTRACT
"
Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan di luar suatu perkawinan atau dapat juga disebut anak yang dilahirkan oleh seorang wanita di luar suatu perkawinan yang dianggap sah menurut agama, adat maupun menurut hukum yang berlaku. KUHPerdata mengatur bahwa anak luar kawin baru ada hubungan perdata hubungan hukum dengan ayahnya, bilamana si ayah mengakuinya yang harus diawali dengan persetujuan dari ibu si anak, apakah si ibu menyetujui si anak diakui oleh laki-laki yang mengakui sebagai ayah dari si anak tersebut. Sedangkan hubungan antara anak luar kawin dengan ibunya sudah ada sejak anak itu dilahirkan. Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana status hukum dan kedudukan anak luar kawin sebagai ahli waris terhadap Orang Tua biologisnya serta bagaimana pengakuan dan pengesahan anak luar kawin dalam Putusan No. 266/Pdt.G/2016/PN Mdn. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif . Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa anak luar kawin akan mempunyai kedudukan sebagai pewaris dan ahli waris dalam pewarisan jika sudah diakui oleh orang tuanya pada saat sebelum atau pada saat terjadinya perkawinan ayah/ibu yang mengakuinya tersebut. Apabila anak luar kawin diakui sebelum terjadinya perkawinan atau pada saat terjadinya perkawinan, maka anak luar kawin tersebut dapat merugikan suami atau istri serta anak-anaknya yang dilahirkan dari perkawinan itu. Pengesahan seorang anak luar kawin adalah alat hukum rechts middle untuk memberi hak status kepada anak luar kawin sebagai anak sah. Pengesahan terjadi pada saat dilangsungkannya perkawinan orang tua anak luar kawin atau dengan ldquo;surat pengesahan rdquo;, setelah anak luar kawin diakui lebih dahulu oleh kedua orang tuanya. Sedangkan untuk besarnya bagian warisan yang diperoleh anak luar kawin adalah tergantung dengan siapa anak luar kawin itu bersama-sama mewaris atau dengan golongan ahli waris yang mana anak luar kawin itu mewaris apakah golongan I, II, III, atau golongan IV .
"
"
"ABSTRACT
"
The child outside marriage is a child born outside a marriage or may also be called a child born to a woman outside of a marriage deemed legitimate according to religion, custom or by applicable law. The Civil Code provides that a new child outside marriage has a civil legal relationship relationship with his father, when the father recognizes him to be initiated by the mother 39 s consent, whether the mother approves the child to be recognized by the man who acknowledges the father of the child . While the relationship between the child outside marriage with her mother has existed since the child was born. Problems in writing this thesis is how the legal status and position of the child outside marriage as the heirs of biological parents and how the recognition and endorsement of children outside marriage in the Putusan No. 266 Pdt.G 2016 PN Mdn. The research method used in writing this thesis using normative legal research methods. Based on the results of the study and discussion it is known that the child outside marriage will have the positions as heirs and heirs in inheritance if it has been recognized by their parents before or during the marriage of the father mother who acknowledged it. If a child outside marriage is recognized prior to the marriage or at the time of marriage, then the married child may harm the husband or wife and children born of the marriage. The approval of an out of wedlock child is a legal tool rechts middle to grant the right of marital status to an offspring as a legitimate child. Endorsement occurs at the time of marriage of parents of children outside marriage or by letter of endorsement , after the child outside marriage recognized first by both parents. As for the magnitude of the inheritance earned by a child outside marriage is dependent on whom the outsider marries together or with the heirs in which the outsider marries whether the group I, II, III, or class IV ."
Lengkap +
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina
"Lahirnya seorang anak dari perkawinan poligami yang tidak tercatat secara resmi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan fenomena yuridis yang tidak dapat dipungkiri. Peristiwa seperti ini dapat membawa konsekuensi hukum lebih lanjut terhadap anak luar kawin yang bersangkutan, dimana di dalam hukum kedudukannya lebih rendah dibandingkan dengan anak yang lahir dari perkawinan yang resmi. Oleh karena adanya perbedaan tersebut, hukum memberikan solusi bagi anak luar kawin agar dapat memiliki kedudukan hukum yang sama sebagaimana anak sah, yaitu melalui pengesahan anak. Permasalahannya adalah bagaimana pengaturan perkawinan poligami menurut hukum positif di Indonesia, bagaimana prosedur pengesahan anak luar kawin yang lahir dari perkawinan poligami yang tidak dicatatkan menurut hukum negara, dan bagaimana Pertimbangan Hakim pada Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 36/Pdt.P/2020/PN.Jkt.Pst. dikaitkan dengan kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada penelitian ini, penulis akan menjawab permasalahan tersebut dengan pendekatan yuridis-normatif dengan menggunakan data-data yang diperoleh hasil dari studi kepustakaan dan menelaah peraturan perundang-undangan terkait perkawinan poligami dan pengesahan anak. Hasil analisis menunjukkan bahwa Hakim dalam memeriksa suatu perkara seharusnya memahami latar belakang beserta fakta-fakta dari suatu perkara dan memberikan pertimbangan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

The birth of a child from an unregistered polygamous marriage according to the prevailing laws is a juridical phenomenon that cannot be denied. As the part of legal events, unregistered polygamous marriages can bring further legal consequences to children born out of wedlock, which in law children born out of wedlock have a lower position than children born from legal marriages. Because of these differences, the law provides a solution for children born out of wedlock to have the same legal status as children born from legal marriages, namely through child legalization. This research will be continued by focusing on how polygamous marriage are regulated according to positive law in Indonesia, how is the procedures of legalizing out of wedlock children born in unregistered polygamous marriages, and how is the suitability of the Judge's decision with the prevailing legislation on Verdict Number: 36/Pdt.P/2020/PN.Jkt.Pst. The author will answer these problems with the juridical-normative method using data collected from literature studies and legislation related to polygamous marriages and child legalization. The results of the study will show that a Judge in examining a case should understand the background and facts of a case and provide legal considerations in accordance with the prevailing laws and regulations."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Adityarini
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S5916
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tambunan, Eddy Sumitro
"ABSTRAK
Penelitian mengenai calo di lingkungan kantor Samsat Polda Metro Jaya ini bertujuan untuk menunjukkan gambaran mengenai pola hubungan sosial calo dalam melakukan praktek percaloan di lingkungan kantor Samsat Polda Metro Jaya.
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai praktek percaloan di lingkungan kantor Samsat Polda Metro Jaya. Sedangkan pertanyaan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana kegiatan calo dalam menciptakan, mengembangkan dan menggunakan hubunganhubungan sosial di lingkungan kantor Samsat Polda Metro Jaya.
Metode penelitian ini menggunakan metodologi etnografi dengan pendekatan kualitatif yang mengutamakan pemahaman tentang substansi dari pola-pola hubungan sosial yang dihasilkan dari interaksi sosial yang dilakukan dalam praktek percaloan. Informan penelitian ini terdiri dari para calo, wajib pajak (pemilik kendaran bermotor), petugas Samsat dan beberapa pejabat-pejabat formal seperti Kepala bagian Register dan Identifikasi Dit Lantas Polda Metro Jaya, Kepala Sub Bagian STNK, Perwira Urusan pengesahan STNK dan Kepala kordinator pajak DKl Samsat Polda Metro Jaya.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa keberadaan cab di lingkungan kantor Samsat Polda Metro Jaya disebabkan oleh kondisi gedung yang tidak berimbang, pelayanan yang tidak transparan, dan berbagai faktor lainnya yang mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan pelayanan uperantara" bagi pemilik kendaraan bermotor. Sehingga para calo tetap eksis dalam melakukan praktek percaloannya.
Namun untuk "memuluskan" para pelaku praktek percaloan dalam bekerja, mereka menciptakan, menggunakan dan mengembangkan pola-pola hubungan sosial di antara mereka. Pola-pola hubungan sosial itu diciptakan dan digunakan untuk mendapatkan akses ke arah sumber daya-sumber daya potensial yang meliputi "tembak KTP" , pemilihan nomor-nomor khusus, dan upaya mendapatkan fasilitas proses cepat. Disamping itu mereka juga menciptakan pola-pola hubungan sosial untuk mempertahan diri dalam melakukan praktek percaloannya.
Adapun pola-pola hubungan sosial yang diciptakan mereka adalah hubungan sosial dengan pusat-pusat kekuasaan, hubungan sosial dengan pusat-pusat kekuasaan terbatas, hubungan sosial kekerabatan, hubungan sosial kekerabatan yang diaktifkan dan hubungan sosial pertemanan. Serta dari berbagai hubungan sosial yang diciptakan itu secara tidak disadari ada yang membentuk suatu jaringan sosial. misalnya saja dalam hal upaya mendapatkan akses "tembak KTP".
Kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian ini adalah adanya kebutuhan akan pelayanan "perantara" bagi masyarakat pemilik kendaraan bermotor. Sehingga tidak mungkin calo hilang dari lingkungan kantor Samsat Polda Metro Jaya.

"
Lengkap +
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>