Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 43 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nici Trisko
Abstrak :
Tailing residu bauksit hasil pencucian pada pengolahan bijih bauksit di daerah Madong, Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau menumpuk sangat banyak, sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan. Salah satu pengolahan dan pemanfaatan limbah tersebut adalah dengan mengekstraksi logam lantanida yang terkandung di dalamnya. Proses pemisahan lantanida terdiri atas tiga tahap: pemisahan secara magnetik, ekstraksi padat-cair dengan menggunakan asam sulfat dan proses pengendapan. Proses pemisahan tailing bauksit secara magnetik dengan menggunakan alat magnetik sepator dengan intensitas 1400 gauss didapatkan sebanyak 3,37 material magnetic, 12,97 material low-magnetic, 81,54 material non-magnetic dari total sampel awal dengan nilai recovery sebesar 97,9. Kinetika proses leaching tailing bauksit dengan menggunakan asam sulfat dikontrol oleh proses difusi dengan energi aktivasi 48,15 kJ/mol. Logam lantanida berhasil diendapkan dengan dua tahap proses pengendapan. Tahap pertama menggunakan natrium sulfat dan natrium hidroksida didapatkan analisis ICP-OES komposisi lantanum 11,84, cerium 1,16 dan ytrium 0,00035 dengan nilai recovery proses adalah 54,66 lantanum, 4,80 cerium dan 0,013 ytrium. Tahap kedua dengan menggunakan natrium fosfat dan natrium hidroksida didapatkan analisis ICP-OES komposisi lantanum 0,00108, cerium 0,00262 dan 0,00022 ytrium dengan nilai recovery proses adalah 2,59 lantanum, 5,50 cerium dan 4,39 ytrium. Nilai recovery total proses pengendapan adalah 57,25 lantanum, 10,39 cerium dan 4,40 ytrium. ...... Tailings residue of bauxite produced in Madong, Bintan Island, Riau Islands Province as result of bauxite ore leaching causing a new problem in ecological issues. It made an environmental pollution due to its cumulation product. This separation process involves three main steps separation with magnetic process, extraction solid liquid with sulphuric acid and precipitation process. Separation process using magnetic with magnetic separator in intensity 1400 gauss separated magnetic material 3.37, 12.97 low magnetic material and 81.54 non magnetic material from initial sample with 97.9 recovery value. The leaching kinetics is controlled by diffusion with activation energy was 48.15 kJ mol. The lanthanide precipitated with two stages of precipitation. The first stage using sodium sulphate and sodium hidroxide was precipitation consist 11.87 lantanum, 1.16 cerium and 0.00035 ytrium with recovery value 54.66 lantanum, 4.80 cerium dan 0.013 ytrium. The second stage using sodium phospate and sodium hydroxide was obtained precipitation consist lantanum 0.00108, cerium 0.00262 and 0.00022 ytrium with recovery value 2.59 lantanum, 5.50 cerium dan 4.39 ytrium. Total recovery value sepation process was 57.25 lantanum, 10.39 cerium and 4.40 ytrium.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T48222
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryadi
Abstrak :
Hidroksiapatit (HA) berperan penting dalam dunia medis karena komposisi kimia dan strukturnya yang mirip dengan jaringan keras manusia. Material ini disintesis melalui proses pengendapan kimia basah dengan prekursor Ca(OH)2 dan H3PO4 yang ekonomis dan ramah lingkungan karena hasil sampingannya hanya air. Variasi temperatur sinter pada 500, 700, dan 900°C selama 4, 6, dan 8 jam untuk masing-masing temperatur digunakan pada sintesis di dalam penelitian ini. Endapan yang diperoleh diuji dengan XRD, FTIR, TGA, dan SEM. Tingkat kristalinitas dan besar kristalit meningkat seiring temperatur sinter. Diperoleh kondisi terbaik untuk tingkat kristalinitas pada 900°C selama 6 jam dengan ukuran kristalit 37.84 nm. Morfologi partikel hasil uji SEM berbentuk bulat teraglomerasi dan uji EDX menunjukkan rasio Ca/P yang rendah sebesar 0.875. Uji XRD dan FTIR menunjukkan adanya fasa trikalsium fosfat (α-TCP) dan karbonat-hidroksiapatit (CHA) di dalam endapan HA yang menurunkan rasio Ca/P.
Hydroxyapatite (HA) posseses significant role in medical application due to its similarity in chemical and structure to human hard tissue. This material was synthesized through wet chemical precipitation process using Ca(OH)2 dan H3PO4 which is less expensive and environmentally friendly due to its only by-product is water. Sintering temperature varied on 500, 700, and 900°C with holding time of 4, 6, and 8 hours for each temperature respectively. The best result for crystallinity obtained at 900°C at holding time 6 hours with crystallite size of 37.84 nm. Morphology observed by SEM is agglomerated round-shape particles with Ca/P ratio of 0.875 measured by EDX. Carbonatedhydroxyapatite (CHA) and α-tricalcium phosphate (α-TCP) presence is observed by XRD and FTIR on the precipitated HA obtained by this process that reduce the Ca/P ratio of HA.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T29937
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmawaty
Abstrak :
Dl alam, mineral bentonit masih bercampur dengan mineral liat lainnya. Pemurnian bentonit alam dari pengotor- pengotor lainnya dapat dilakukan dengan cara fraksinasi sedimentasi berdasarkan waktu , dan hasilnya menujukkan persentase berat F1 (sedimentasi 15 menit) sebesar 58,05%, persentase berat F2 (sedimentasi 3 hari) sebesar 22,71 %, persentase berat F3 (sedimentasi 1 minggu) sebesar4,04 % dan sisanya persentase berat F4 sebesar 9,24 %, yang didapat dengan cara sisa fraksi bentonit yang diuapkan. Karakterisasi Ukuran partikel berdasarkan distribusi sebaran massa, menujukkan ukuran partikel^FI (23,75pm ± 17,54 pm ) > F2 (14,38pm ± 3,27 pm) > F3 A (2,51pm ± 2,17 pm) > F4 (14,38pm ± 3,27 pm). Penentuan komposisi kimia dengan menggunakan metode XRF, menujukkan perbandingan nilai Si/AI F1 (6,20) > F2 (5,53) > F3 (3,56) > F4 (3,45). Penentuan jenis mineral dengan metode XRD, menujukkan bahwa pada bentonit Ft dan F2 ketidakmurnlannya maslh dlpertahankan dengan hadirnya mineral chlorit dan quarsa, sedangkan untuk bentonit F3 dan F4 hanya menghasilkan minerat montmorilonit saja. Penentuan serapan fraksinasi bentonit dalam mengadsorpsi ion logam Pb^^, Cd^^ dan Cu^^ dilakukan dengan cara mengatur pH larutan (pH 2 -10) dengan menggunakan metode polarografi, menujukkan bahwa daya serap bentonit F4 lebih tjnggi dibaridingkan bentonit Ft, F2.daniF3. A " : - : , : Data yang diperoleh menujukkan bahwa kapasita& .penyerapan fraksinasi bentonit tergantung pada phf larutan. Adsorpsi maksimum ion logam Pb^*^ terjadi pada pH larutan 7, ion logam Cd^^ terjadi pada pH larutan 8 dan untuk ion logam Cu^"^ adsorpsi maksimum Iraksinasi mineral bentonit terjadi pada pH larutan 5.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Imam Burhanudin
Abstrak :
Mineral sintetis yang terbentuk dari campuran Al,03, LiOH dan SiO, dan dipanggang pada temperatur 1200°C, merupakan bahan yang digunakan pada penelitian ekstraksi lithium ini. Dengan tujuan mengetahui titik optimum waktu proses pelindian dengan menggunakan pelarut KOH di dalam muffle furnace. Selain itu, untuk mengetahui titik optimum laju alir gas CO, dalam proses pengendapan larutan LiOH_ hasil pelindian sampai menjadi endapan LizCO3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produk lithium yang larut membentuk LiOH seiring dengan semakin lamanya waktu pelindian. Dimana waktu optimumnya adalah 90 menit dengan recovery lithium pada proses pelindian sebesar 11.76%. Selain itu, pada proses pengendapan larutan LiOH menjadi endapan LizCO3 mengalami kenaikan recovery lithium seiring dengan kenaikan laju alir gas CO 2. Dimana laju alir optimum adalah 1.5. liter/menit dengan recovery lithium pada proses pengendapan sebesar 63.01%. Sedangkan nilai recovery total proses ekstraksi lithium dari mineral sintetis sampai menjadi endapan LixCO3 adalah sebesar 6.86%. ......Synthetic mineral which formed from the mixture of Al,O3, LiOH and SiO>2 and was roasted at 1200°C, is a material which was used in this lithium extraction research. It is to find optimum time point of the leaching process using KOH solvent in muffle furnace. In addition, to find optimum flow rate point of CO gas in the process of precipitating LiOH solution as the leaching result until it becomes LizCO3 precipitation. The research results show that there is an increase of Li product that dissolved which formed LiOH along with the increase of the length of leaching process. The optimum length is at 90 minutes with recovery lithium. in leaching process as much as 11.76%. In addition, within process of precipitation LiOH solution to be LixCO3 deposition there is an increase of recovery lithium along with the increase of CO» gas flow rate. The optimum flow rate is rate 1.5 litre per minute with recovery lithium at precipitation process value at 63.01%. Whereas the value of the total efficiency of the lithium extracting process from synthetic mineral until it becomes deposition is worth 6.86 %
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Lukita
Abstrak :
Pada penelitian ini, campuran senyawa LiOH, Al2O3, dan SiO2 telah berhasil dipreparasi melalui dua tahapan proses, yaitu pencampuran selama dua puluh jam dan pembakaran pada temperatur 12000C. Kemudian campuran tersebut diekstraksi melalui proses pelindian menggunakan larutan KOH dan dilanjutkan dengan proses pengendapan menggunakan larutan hangat Na2CO3 dan aliran gas CO2. Pada proses pelindian didapatkan larutan LiOH dimana recovery Li yang didapatkan berbanding lurus dengan variabel temperatur yang digunakan. Hasil optimum proses pelindian didapatkan pada variabel temperatur 2000C dengan nilai recovery Li sebesar 7.13%. Telah dibuktikan pula bahwa pada proses pengendapan recovery Li didalam endapan meningkat seiring dengan meningkatnya rasio Na : Li yang digunakan. ......In this work, the mixture of LiOH , Al2O3, and SiO2 was succesfully prepared by two step, that is mixing about twenty hour and roasting at temperature 12000C. Afterwards, the mixture was extracted by leaching process using KOH solution and then continued by precipitation process using Na2CO3 warm solution and CO2 stream. In the process of leaching, LiOH solution was obtained where recovery of Li which obtained equal with variable of leaching temperature. The optimum yield of leaching process was obtained at temperature 2000C with % recovery 7,13%. It was also proven that’s on precipitation process, Li recovery in precipitate increase as well as increasing of Na : Li ratio.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52907
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andi Noventiyanto
Abstrak :
ABSTRAK
Lapangan ?AS? terbukti mengandung gas dari hasil pemboran sumur eksplorasi yang sudah dilakukan. Untuk memprediksi distribusi porositas pada reservoar batuan karbonat yang mengandung gas digunakan metoda inversi impedansi akustik dengan diintegrasikan interpretasi fasies pengendapan dan proses diagenesa. Diharapkan dari penelitian ini bisa membantu dalam mengidentifikasi penyebaran porositas dan membantu dalam menentukan lokasi sumur pengembangan dengan optimal. Porositas pada batuan karbonat sangat dipengaruhi oleh fasies pengendapannya dan proses diagenesa. Analisa fasies pengendapan dan diagenesa dapat digunakan untuk prediksi penyebaran porositas dengan interpretasi secara geologi/kualitatif. Untuk mendapatkan prediksi yang lebih baik maka diintegrasikan dengan interpretasi geofisika secara kuantitatif dalam hal ini Atribut Impedansi Akustik. Analisa Atribut Impedansi Akustik dilakukan dengan proses inversi seismik. Inversi seismik membutuhkan model awal dimana model awal ini akan berpengaruh terhadap hasil inversi. Dalam hal ini, model awal dibuat berdasarkan interpretasi fasies pengendapan dari data sumur maupun interpretasi seismik serta hasil analisa proses diagenesa yang terjadi pada reservoir karbonat dilapangan ?AS?. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa porositas batuan karbonat di lapangan ?AS? dapat diprediksi dengan baik melalui inversi Impedansi Akustik. Prediksi porositas dari impedansi akustik diintegrasikan interpretasi fasies pengendapan dan diagenesa dapat memprediksi penyebaran porositas di lapangan ?AS?dengan lebih optimal
Abstract
?AS? field was already proved to contain gas from previous drilling of the exploration wells. To predict the distribution of porosity in carbonate reservoir rocks containing gas, acoustic impedance inversion method is applied integrated with depositional facies and diagenetic processes interpretation. It was expected that the research could help to identify porosity development in the carbonate reservoir and assist in determining optimally the location of the development wells Porosity in carbonate rock is strongly influenced by depositional facies and diagenetic processes. Depositional facies and diagenesis analysis can be used to predict the porosity development with a geological interpretation qualitavely. To get a better porosity prediction, acoustic impedance attribute can be used as quantitavely interpretation which is integrated with geological interpretation. Analysis of acoustic impedance attribute is done by using seismic inversion process. Seismic inversion requires an initial model, which influence the inversion results. In this case, the initial model is based on facies interpretation of well data, seismic interpretation and the results of analysis of diagenetic processes that occur in carbonate reservoir in the ?AS? field. The results of this study indicate that the porosity of carbonate rocks in the ?AS? field can be predicted by acoustic impedance inversion. Prediction of porosity distribution from acoustic impedance, which is integrated with interpretation of depositional facies and diagenesis can be carried out more optimally in the ?AS? field.
2011
T31907
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
A. Husni
Abstrak :

ABSTRAK
Geomorfologi mempelajari tentang bentuk muka bumi, proses terjadinya dan perkembangannya. Proses yang dimaksud merupakan tahapan perubahan bentuk muka bumi, faktor penyebab dan cara keijanya. Perubahan bentuk muka bumi disebabkan oleh tenaga endogen (dalam) dan eksogen (luar). Proses eksogen disebabkan oleh aktivitas air, angin dan ombak serta es, memperlihatkan adanya kenampakan pelapukan, pengikisan, pengangkutan dan pengendapan.

Pengendapan dapat berlangsung di sekitar perairan sungai, danau (tepi sungai dan danau), panti, laut atau samudera. Proses pengendapan (sedimentasi) di pantai (laut) menghasilkan bentuk-bentuk endapan (sedimen) dengan kenampakan (morfologi) yang bervariasi. Salah satu bentuk endapan (morfologi) tersebut adalah tombolo. Unit geomorfologi tombolo, dengan dicirikan pada bagian dalaninya terdapat laguna. Tombolo di Teluk Ujungpulau Baai terbentuk sejak tahun 1926 berdasarkan interpretasi peta topografi. Masalabnya, bagaimanapembentukan morfologi dan stratigrafi tombolo, berapa Was dan laju rata-rata pertambahan volume sedimen, setiap tahun, mulai dari tahun 1926 sampai 1996.

Tombolo adalah, tumpukan endapan karena ombak, dibantu oleh arus laut dan angin. Gundukan (tumpukan) endapan morfologi tombolo, berkembang melalui proses tahapan (stadia) nya pada tahun tertentu beserta ukuran luas. Sedimentasi tombolo disebabkan gelombang (ombak), arus laut dan angin. Di lokasi penelitian, gelombang tinggi rata-rata 0,6 - 0,9 m dengan periode waktu rata-rata 6 detik, arahnya dari Barat. Arus laut, kecepatan rata-rata 0.50 knot, arahnya antara Barat dan Barat Daya. Dan angin. kecepatan rata-rata 10 knot, arahnya dari Barat.

Endapan (sedimen) morfologi tombolo berada di atas permukaan laut, dengan ketinggian antara 0-3 m. Morfologi tombolo (tahun 1926-1996) terbentuk dari arah Tenggara ke Barat Laut. Sifat utama sedimen berlapis, perlapisan sedimen dinamai Stratigrafi. Perlapisan sedimen tombolo dan ukuran butirannya adalah sedimen pasir ukuran butiran 2 - 0,02 mm, geluh 0.02-- 6.002 mm, dan lempung kuráng dari 0.002 mm. Dari pengeboran sampel sedimen berdasarkan ukuran butiran lapisannya bervaniasi.

Luas morfologi tombolo, dari tahun 1926 - 1996 (selama 70 tahun) adalah seluas : 204 Ha dengan rata-rata pertambahan luas setiap tahun: 2,9 Ha. Dan laju rata-rata pertambahan volume sedimentasi pembentukan sedimen tombolo dari tahun 1926 - 1996 adalah sebesar 22,63 m3 setiap tahunnya.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Febriani
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan memurnikan enzim bromelain dari bonggol nanas (Ananas comosus) dengan metode pengendapan fraksionasi menggunakan garam ammonium sulfat, diikuti dengan dialisis dan kromatografi kolom gel filtrasi. Fraksi termurni diuji aktifitas antiplatelet dan ditentukan nilai IC50. Tahap ekstraksi menghasilkan enzim kasar dengan aktifitas spesifik 0.0059 U/mg. Tahap fraksionasi pengendapan, menghasilkan fraksi enzim dengan aktifitas spesifik tertinggi pada fraksi 50 ? 80% (ke 3) yaitu sebesar 8.2243 U/mg. Fraksi 3 setelah didialisis menghasil aktifitas spesifik sebesar 8.3118 U/mg. Proses kromatografi menggunakan Sephadex G-50 menghasil fraksi enzim dengan nilai aktifitas spesifik sebesar 8.5177 U/mg pada fraksi pertama (Kr 1). Fraksi Kr 1 diuji aktifitas spesifiknya dengan metode Born dimodifikasi dan menghasilkan persen aggregasi sebesar 70.59% dan persen inhibisi sebesar 24.34%. Nilai IC50 diperoleh sebesar 57.4040 mL/mL PRP.
This study aim to isolate and purify bromelain enzyme from pineapple core (Ananas Comosus) through fractional precipitation by ammonium sulfate, followed by dialysis and column chromatography gel filtration. The purest enzyme fraction is then measured it?s antiplatelet activity and IC50. Crude extract obtain through extraction gives 0.0059 U/mg specific activity. Fraction 3 from fractional precipitation gives the highest specific activity with 8.2243 U/mg and range from 50% to 80%. After dialysis, specific activity increase to 8.3118 U/mg and increased again through chromatography process to 8.5177 U/mg on fraction Kr 1. Antiplatelet activity of Kr 1 is then tested, and has 70.59 % aggregation, 24.34% inhibition and an IC50 value of 57.4040 mL/mL PRP.
2016
S64946
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuzulian Akbar Arandana
Abstrak :
Aluminium merupakan logam yang mudah untuk dipadukan dengan logam lain. Salah satu paduan aluminium yang sedang banyak dikembangkan adalah seri 7xxx Al-Zn-Mg karena memiliki densitas yang rendah dan sifat mekanis yang baik. Peningkatan sifat mekanis paduan tersebut dapat dilakukan dengan penambahan sejumlah unsur paduan seperti Cr yang dapat memperhalus butir. Selain itu, paduan juga dapat dikeraskan melalui proses pengerasan pengendapan dengan tahapan laku pelarutan, pencelupan cepat, dan penuaan. Untuk memeroleh pengerasan pengendapan yang diinginkan maka tahapan laku pelarutan harus diperhatikan karena akan memengaruhi sejumlah unsur paduan yang dapat larut dan jumlah kekosongan yang terbentuk. Sementara itu, masih sedikit penelitian mengenai pengaruh kombinasi penambahan Cr dan temperatur laku pelarutan pada paduan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan Cr terhadap variasi temperatur laku pelarutan pada paduan Al-4.7Zn-1.7Mg-0.37Cr berat. Paduan dibuat dengan metode squeeze casting. Kemudian dilakukan proses homogenisasi pada temperatur 400 C selama 4 jam. Pada paduan selanjutnya dilakukan proses laku pelarutan pada temperatur 220, 420, dan 490°C yang dilanjutkan dengan pencelupan dalam air. Setelah itu, paduan dilakukan pengerasan penuaan pada temperatur 130°C selama 48 jam. Karakterisasi yang dilakukan berupa pengamatan struktur mikro menggunakan OM Optical Microscope dan SEM-EDS Scanning Electron Microscope - Energy Dispersive Spectroscopy, pengujian kekerasan HRB dan HB, pengujian XRD X-Ray Diffraction, dan STA Simultaneous Thermal Analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur laku pelarutan menyebabkan semakin banyaknya fasa interdendritik yang dapat larut dalam matriks Al. Hal ini dibuktikan dengan fraksi volume fasa interdendritik setelah laku pelarutan 220, 420, dan 490°C yang menurun menjadi 6.67, 4.55, dan 4.14 dari 6.9 setelah homogenisasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penambahan 0.37 berat Cr tidak berpengaruh terhadap proses pelarutan fasa interdendritik selama laku pelarutan. Sebaliknya, intermetalik Cr seperti Al18Cr2Mg3 dan Cr,Fe Al7 yang terbentuk dapat meningkatkan kekerasan paduan. Kekerasan paduan setelah penuaan pada temperatur 130 C selama 48 jam meningkat menjadi 49.64, 52.54, dan 70.52 HRB pada variasi laku pelarutan 220, 420, 490°C. ......Aluminium is a metal that can be easily alloyed with other metals. One of them is the 7xxx Al Zn Mg series which are the most developed series due to their low density and good mechanical properties. Their mechanical properties can also be strengthened by adding some microalloying element such as Cr which can refine the grain of the alloy. Aside from that, heat treatment such as precipitation hardening through solution treatment, quenching, and ageing can also be done to strengthen its properties. Solution treatment temperature may affect the amount of dissolved interdendritic phase and the number of vacancy, thus it has to be considered in case of getting the desired properties after the precipitation hardening. Meanwhile, there are very few research on the combined effects of addition of Cr and solution treatment temperature on the properties of this alloy. Therefore, this research is aimed to investigate the effect of Cr and variation of solution treatment temperature on the properties of Al 4.7Zn 1.7Mg 0.37Cr wt. alloy. The alloy was fabricated by squeeze casting process. Then it was homogenized at 400 C for 4 hours. Three samples were then solutionized at 220, 420, and 490 C for 1 hour and followed by rapid quenching in water. Ageing was then conducted at 130 C for 48 hours. Characterization included microstructure observation by using OM Optical Microscope and SEM EDS Scanning Electron Microscope Energy Dispersive Spectroscopy , hardness testing HRB and HB, XRD X Ray Diffraction, and STA Simultaneous Thermal Analysis. The results showed that the higher solution treatment temperature increased the dissolution of interdendritic phase to the Al matrix. It was shown by the decreasing of interdendritic volume after solution treatment at 220, 420, and 490°C which became 6.67, 4.55, and 4.14 after 6.9 in the homogenized alloy. The results showed that the 0.37 wt. Cr addition had no effect on the dissolution process of the interdendritic phase. However, the formation of Cr intermetallic such as Al18Cr2Mg3 and Cr,Fe Al7 increased the hardness of the alloy. The hardness of the alloy after ageing at 130°C for 48 hours was increased to 49.64, 52.54, and 70.52 HRB in 220, 420, 490°C solutionized alloy respectively.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>