Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sarah Collins
"Pengarusutamaan gender adalah sebuah strategi yang telah disahkan secara internasional guna mencapai kesetaraan gender yang bertujuan untuk membawa perubahan yang fundamental pada budaya organisasi dengan cara menanamkan praktek-praktek dan norma-norma kepekaan gender dalam tatanan kebijakan publik. Secara resmi Indonesia telah mengesahkan pendekatan pengarusutamaan gender pada tahun 2000, dengan dikeluarkannya lnstruksi Presiden no 9/2000. Inpres tersebut mengharuskan semua tingkat pemerintahan untuk mengarusutamakan isu gender ke dalam kebijakan-kebijakan dan program-program yang dibuat. Namun demikian, perwujudan suatu kebijakan formal ke dalam tindakan nyata sering kali bukan merupakan proses yang langsung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat dampak yang diterima oleh pelaku, baik individual maiwun institusional, dalam pelaksanaan upaya pengarusutamaan gender di Indonesia, dan sampai pada tingkat apa upaya-upaya tersebut di atas telah mendorong terjadinya pergeseran yang berkelanjutan pada budaya dan kapasitas organisasi menuju ke pembentukan kerangka kerja yang lebih responsif terhadap isu gender.
Penelitian ini menggunakan dua alur teori politik untuk mendukung analisisnya. Yang pertama adalah teori kebijakan public, khususnya studi mengenai penerapan kebijakan yang dilakukan oleh Wiemar dan Vining, yang digunakan untuk meneliti kontribusi yang diberikan oleh berbagai pihak dalam suatu rangkaian kebijakan. Yang kedua adalah, studi yang menggunakan teori feminis mengenai pengarusutamaan gender, termasuk penelitian Squires, Daly dan Walby, guna memberikan pertimbangan apakah aplikasi praktis dari upaya pengarusutamaan gender di Indonesia dapat mencerminkan tujuan-tujuan teoritisnya.
Metodologi penelitian kualitatif digunakan untuk mengunpulkan data, yang kemudian diperiksa dengan menggunakan analisa deskriptif. Data dikumpulkan dari dokumen administratif maupun kebijakan yang dibuat oleh lembaga pemerintahan yang menjadi target dan juga berasal dari serangkaian wawancara mendalam dengan perwakilan dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan lima Departemen lain yang memiliki program-program pengarusutamaan gender.
Secara umum, birokrasi di Indonesia masih sangat kuat dipengaruhi oleh budaya partriakal yang memberikan prioritas utama kepada laki-laki daripada perempuan. Hasil penelitan menunjukkan bahwa pelaku individual, terutama mereka yang memiliki kekuasaan dan pengaruh, adalah pihak-pihak utama yang memiliki peranan penting dalam mendorong pelaksanaan upaya pengarusutamaan gender dan memerangi budaya patriarkal tersebut di atas. Ketergantungan kepada individu dan bukan kepada mekanisme lembaga ini terutama disebabkan oleh fakta bahwa lembaga pemerintah yang relevan dalam hal ini tidak memiliki cukup kekuasaan, kepemimpinan dan kapasitas teknis untuk mendorong terjadinya perubahan kebijakan. Dengan demikian lembaga-lembaga pemerintah ini sangat bergantung pada dukungan yang diberikan oleh individu utama dalam menggerakkan program-program pengarusutamaan gender di masing-masing departemen. Namun demikian, jika prakarsa dari individu-individu tersebut tidak diwujudkan dalam pengetahuan dan praktek lembaga, maka program-program yang dibuat tidak akan berkelanjutan karena tidak ada pengembangan kapasitas Iembaga secara substansial.
Hasil penelitian juga menegaskan posisi Daly yang menyatakan bahwa ada disparitas pada pelaksanaan praktek pengarusutamaan gender dengan tujuan teoritis dan tujuannya, khususnya dalam hal janji akan adanya perubahan struktural. Hal ini bisa disebabkan oleh tiga alasan utama. Yang pertama adalah tanggungjawab upaya pengarusutamaan gender di Indonesia biasanya 'berada di tangan"divisi perempuan' yang telah ada, yang dengan demikian dapat berarti bahwa mereka masih tetap terpinggirkan posisinya di dalam Departemen itu sendiri. Isu gender belum menjadi isu yang lintas sektoral. Yang kedua, dengan mengadopsi model penerapan birokrasi yang maju, upaya pengarusutamaan gender cenderung untuk dimasukkan ke dalam budaya administratif yang telah ada, yang berarti bahwa isu gender belum terintegrasi ke dalam kebijakan utama. Isu gender hanya ditambahkan sebagai permasalahan tambahan. Dan akahirnya, penelitian ini menemukan bahwa ada kecenderungan untuk memisahkan upaya pengarusutamaan gender dari wacana gender dan kesetaraan, yang dengan demikian hal tersebut akan menjauhkPengarusutamaan gender adalah sebuah strategi yang telah disahkan secara internasional guna mencapai kesetaraan gender yang bertujuan untuk membawa perubahan yang fundamental pada budaya organisasi dengan cara menanamkan praktek-praktek dan norma-norma kepekaan gender dalam tatanan kebijakan publik. Secara resmi Indonesia telah mengesahkan pendekatan pengarusutamaan gender pada tahun 2000, dengan dikeluarkannya lnstruksi Presiden no 9/2000. Inpres tersebut mengharuskan semua tingkat pemerintahan untuk mengarusutamakan isu gender ke dalam kebijakan-kebijakan dan program-program yang dibuat. Namun demikian, perwujudan suatu kebijakan formal ke dalam tindakan nyata sering kali bukan merupakan proses yang langsung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat dampak yang diterima oleh pelaku, baik individual maiwun institusional, dalam pelaksanaan upaya pengarusutamaan gender di Indonesia, dan sampai pada tingkat apa upaya-upaya tersebut di atas telah mendorong terjadinya pergeseran yang berkelanjutan pada budaya dan kapasitas organisasi menuju ke pembentukan kerangka kerja yang lebih responsif terhadap isu gender. Penelitian ini menggunakan dua alur teori politik untuk mendukung analisisnya. Yang pertama adalah teori kebijakan public, khususnya studi mengenai penerapan kebijakan yang dilakukan oleh Wiemar dan Vining, yang digunakan untuk meneliti kontribusi yang diberikan oleh berbagai pihak dalam suatu rangkaian kebijakan. Yang kedua adalah, studi yang menggunakan teori feminis mengenai pengarusutamaan gender, termasuk penelitian Squires, Daly dan Walby, guna memberikan pertimbangan apakah aplikasi praktis dari upaya pengarusutamaan gender di Indonesia dapat mencerminkan tujuan-tujuan teoritisnya. Metodologi penelitian kualitatif digunakan untuk mengunpulkan data, yang kemudian diperiksa dengan menggunakan analisa deskriptif. Data dikumpulkan dari dokumen administratif maupun kebijakan yang dibuat oleh lembaga pemerintahan yang menjadi target dan juga berasal dari serangkaian wawancara mendalam dengan perwakilan dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan lima Departemen lain yang memiliki program-program pengarusutamaan gender. Secara umum, birokrasi di Indonesia masih sangat kuat dipengaruhi oleh budaya partriakal yang memberikan prioritas utama kepada laki-laki daripada perempuan. Hasil penelitan menunjukkan bahwa pelaku individual, terutama mereka yang memiliki kekuasaan dan pengaruh, adalah pihak-pihak utama yang memiliki peranan penting dalam mendorong pelaksanaan upaya pengarusutamaan gender dan memerangi budaya patriarkal tersebut di atas. Ketergantungan kepada individu dan bukan kepada mekanisme lembaga ini terutama disebabkan oleh fakta bahwa lembaga pemerintah yang relevan dalam hal ini tidak memiliki cukup kekuasaan, kepemimpinan dan kapasitas teknis untuk mendorong terjadinya perubahan kebijakan. Dengan demikian lembaga-lembaga pemerintah ini sangat bergantung pada dukungan yang diberikan oleh individu utama dalam menggerakkan program-program pengarusutamaan gender di masing-masing departemen. Namun demikian, jika prakarsa dari individu-individu tersebut tidak diwujudkan dalam pengetahuan dan praktek lembaga, maka program-program yang dibuat tidak akan berkelanjutan karena tidak ada pengembangan kapasitas Iembaga secara substansial. Hasil penelitian juga menegaskan posisi Daly yang menyatakan bahwa ada disparitas pada pelaksanaan praktek pengarusutamaan gender dengan tujuan teoritis dan tujuannya, khususnya dalam hal janji akan adanya perubahan struktural. Hal ini bisa disebabkan oleh tiga alasan utama. Yang pertama adalah tanggungjawab upaya pengarusutamaan gender di Indonesia biasanya 'berada di tangan"divisi perempuan' yang telah ada, yang dengan demikian dapat berarti bahwa mereka masih tetap terpinggirkan posisinya di dalam Departemen itu sendiri. Isu gender belum menjadi isu yang lintas sektoral. Yang kedua, dengan mengadopsi model penerapan birokrasi yang maju, upaya pengarusutamaan gender cenderung untuk dimasukkan ke dalam budaya administratif yang telah ada, yang berarti bahwa isu gender belum terintegrasi ke dalam kebijakan utama. Isu gender hanya ditambahkan sebagai permasalahan tambahan. Dan akahirnya, penelitian ini menemukan bahwa ada kecenderungan untuk memisahkan upaya pengarusutamaan gender dari wacana gender dan kesetaraan, yang dengan demikian hal tersebut akan menjauhkan upaya pengarusutamaan gender dari ketidaksetaraan gender yang sesungguhnya terjadi di masyarakat. Di dalam sistem birokrasi lndonesia, ada sistem kontradiksi gender yang terjadi. Biasanya para staff, baik laki-laki maupun perempuan, menyatakan bahwa lembaga cukup terbuka untuk inisiatif-inisiatif kebijakan yang responsif terhadap isu gender, namun pada saat yang sama para staff ini menolak bahwa telah terjadi ketidaksetaraan gender atau bahwa mereka memerlukan tindakan khusus untuk memperbaiki ketidaksetaraan ini. Pernyataan para staff ini mengingkari tujuan utama dari upaya pengarusutamaan gender guna mencapai perubahan kelembagaan yang fundamental.an upaya pengarusutamaan gender dari ketidaksetaraan gender yang sesungguhnya terjadi di masyarakat. Di dalam sistem birokrasi lndonesia, ada sistem kontradiksi gender yang terjadi. Biasanya para staff, baik laki-laki maupun perempuan, menyatakan bahwa lembaga cukup terbuka untuk inisiatif-inisiatif kebijakan yang responsif terhadap isu gender, namun pada saat yang sama para staff ini menolak bahwa telah terjadi ketidaksetaraan gender atau bahwa mereka memerlukan tindakan khusus untuk memperbaiki ketidaksetaraan ini. Pernyataan para staff ini mengingkari tujuan utama dari upaya pengarusutamaan gender guna mencapai perubahan kelembagaan yang fundamental."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24420
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ulla Nuchrawaty
"Kesetaraan gender masih menjadi tantangan bagi bangsa kita. Hal itu dikarenakan masih banyak terjadi praktek ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender di berbagai sektor, baik di sektor ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Kaum perempuan menjadi korban ketidakadilan tersebut. Kenyataan itu melahirkan kebudayaan dan peradaban yang negatif bagi bangsa. Diperlukan sarana yang efektif guna mewujudkan kesetaraan gender untuk membangun peradaban bangsa yang unggul. Yakni, melalui partai politik. Melalui langkah langkah transformatif berbasis gender yang dilakukan oleh partai politik, diharapkan akan mampu menyiapkan peradaban bangsa yang lebih baik di masa yang akan datang."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 008 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini merupakan kajian deskriptif kualitatif mengenai kemitraan antarstakeholders pada implementasi kebijakan pengarusutamaan gender bidang pendidikan di Provinsi jawa Tengah...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bemmelen, Sita van
"Artikel ini berupaya memperlihatkan bagaimana ideologi gender pemerintahan Orde Baru dan pemerintahan Reformasi yang berbeda saling berkelindan pada tingkat lokal danberinteraksi dengan identitas gender lokal. Tulisan ini juga menunjukkan bahwa adalahmungkin untuk melakukan penelitian tentang diskursus lokal dengan memfokuskan padakasus Bali jika sumber-sumber utama yang ada dapat diakses secara memadai."
2006
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawati Santi Andriani
"Pemerintah sejak tahun 2010 telah menunjukan keseriusannya dalam memajukan kesetaraan gender melalui strategi kebijakan pengarusutamaan gender di Indonesia. Strategi ini telah menghasilkan serangkaian kebijakan pengarusutamaan gender yang diperkenalkan ke semua instansi pemerintahan terkait. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana praktik kerja birokrasi saat ini dapat mendukung atau menghalangi gender untuk berkembang dalam instansi dan implikasinya kepada pegawai. Tidak semua pegawai memiliki sudut pandang yang sama, mengingat realitas sosial bersifat plural. Kajian penelitian ini melihat perspektif ASN terhadap kebijakan yang bertolak belakang dengan narasi positif. Dengan pendekatan kualitatif interpretivisme, kuesioner dengan 167 responden dan wawancara semi terstruktur dengan 15 ASN dari instansi Pemerintah Pusat, Lembaga dan Pemerintah Daerah dilakukan dan data dianalisis menggunakan analisis tematik. Kesimpulan yang dapat diambil adalah meskipun terdapat niat baik dalam kebijakan tersebut, kebijakan ini mungkin belum dapat sepenuhnya dapat dilakukan dalam organisasi. mengingat hal tersebut diharapkan pemerintah dapat meninjau pengelolaan sistem birokrasi guna mendukung kebijakan pengarusutamaan gender kearah yang lebih baik. Penelitian ini diharapkan dapat membantu organisasi dalam mengembangkan dan menerapkan kebijakan pengarusutamaan gender di internal organisasi sehingga memberi dampak positif meskipun dilakukan di sektor publik.

Since 2010, the Indonesian government has demonstrated its commitment to gender equality by implementing a gender mainstreaming policy approach. As a result of this policy, all relevant government agencies have implemented a number of gender mainstreaming policies. The goal of this research is to see how present bureaucratic work methods can help or impede gender development inside the agency, as well as what this means for personnel. Given the plural nature of social reality, not all employees share the same point of view. This research project examines ASN's viewpoint on policies that contradict positive narratives. A questionnaire with 167 respondents and semi-structured interviews with 15 ASN from Central Government agencies, Institutions, and Local Governments were done using a qualitative interpretivism approach, and the data were processed using theme analysis. The conclusion to be reached is that, even though the policy is well-intentioned, it may not be properly implemented inside the business. In light of this, it is hoped that the government will conduct a review of the bureaucratic system's administration in order to better support gender mainstreaming programs. Even though it is conducted in the public sector, this research is meant to aid organizations in designing and executing gender mainstreaming policies within the organization so that it has a positive impact."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gadis Arivia
"Penulis berargumentasi untuk menggunakan landasan teori baru karena kegagalan perspektif Pengarusutamaan Gender dalam melihat persoalan terkait gender. Penulis mengajukan pendekatan interseksionalitas sebagai pendekatan yang mampu melihat persoalan Covid-19 dan implikasinya yang bukan hanya pada gender (laki-laki dan perempuan) tetapi juga pada ras, etnisitas, kelas, LGBTQIA dan kelompok-kelompok minoritas lainnya. Penulis menekankan konsep critical praxis, yaitu bukan saja menggunakan pertanyaan-pertanyaan kritis tetapi juga berpijak pada aktivisme untuk perubahan sosial secara total."
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2020
305 JP 25:4 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Asiila Ramadhina
"Komunikasi keluarga memberikan dampak dalam meningkatkan pemahaman kesetaraan gender kepada anak-anak. Komunikasi keluarga memiliki corak yang berbeda dalam berbagai masyarakat sesuai dengan adat dan budaya masing-masing. Pada suku Minangkabau yang menganut sistem matriarki, corak tersebut bersifat istimewa. Apalagi jika dibandingkan dengan komunikasi keluarga pada beberapa suku lainnya seperti Batak, Korowai, dan Bugis. Posisi perempuan dan laki-laki dalam beberapa suku tersebut memberikan implikasi yang besar dalam adat kehidupan hingga turun temurun. Peran keluarga sebagai komunitas paling inti menjadi yang sangat berperan dalam pengarusutamaan gender. Peran keluarga tersebut perlu diperkuat agar dapat menjadi gerbang utama sebelum mencapai pengarusutamaan gender pada lapisan lainnya yaitu komunitas, organisasi, institusi, pemerintah, dsb.

Family communication has an impact in increasing gender understanding to children. Family communication has a different pattern in various societies according to their respective customs and cultures. In the Minangkabau tribe that adheres to a matriarchal system, this pattern is special. Particularly, when compared to family communication in several other tribes such as the Batak, Korowai, and Bugis. The position of women and men in some of these tribes has a great impact on traditional life for generations. The role of the family as the most core community has a very important role in gender mainstreaming. The role of the family needs to be achieved to become the main gate before gender mainstreaming in other layers, such as communities, organizations, institutions, government, etc."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Asiila Ramadhina
"ABSTRAK
Komunikasi keluarga memberikan dampak dalam meningkatkan pemahaman kesetaraan gender kepada anak-anak. Komunikasi keluarga memiliki corak yang berbeda dalam berbagai masyarakat sesuai dengan adat dan budaya masing-masing. Pada suku Minangkabau yang menganut sistem matriarki, corak tersebut bersifat istimewa. Apalagi jika dibandingkan dengan komunikasi keluarga pada beberapa suku lainnya seperti Batak, Korowai, dan Bugis. Posisi perempuan dan laki-laki dalam beberapa suku tersebut memberikan implikasi yang besar dalam adat kehidupan hingga turun temurun. Peran keluarga sebagai komunitas paling inti menjadi yang sangat berperan dalam pengarusutamaan gender. Peran keluarga tersebut perlu diperkuat agar dapat menjadi gerbang utama sebelum mencapai pengarusutamaan gender pada lapisan lainnya yaitu komunitas, organisasi, institusi, pemerintah, dsb.

ABSTRACT
Family communication has an impact in increasing gender understanding to children. Family communication has a different pattern in various societies according to their respective customs and cultures. In the Minangkabau tribe that adheres to a matriarchal system, this pattern is special. Particularly, when compared to family communication in several other tribes such as the Batak, Korowai, and Bugis. The position of women and men in some of these tribes has a great impact on traditional life for generations. The role of the family as the most core community has a very important role in gender mainstreaming. The role of the family needs to be achieved to become the main gate before gender mainstreaming in other layers, such as communities, organizations, institutions, government, etc."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) yang merupakan salah satu RUU yang masuk dalam daftar Program Legislatif Nasional (Prolegnas) tahun 2014 tidak berhasil diselesaikan pembahasannya. Terhadap satu fraksi yang belum dapat menerima RUU ini sebagai RUU inisiatif DPR RI, dan satu fraksi lain yang secara tegas menolak RUU KKG..."
KAJ 19:3 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>