Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
RR. Murdiningsih Hayu Perwitasari
"Tesis ini membahas peranan notaris dalam proses pengakuan anak luar kawin menjadi anak sah. Di dalam K.U.H.Perdata dan Undang-Undang Perkawinan terdapat pembedaan antara anak yang dilahirkan dalam suatu perkawinan biasa disebut anak sah dan anak yang dilahirkan di luar perkawinan biasa disebut anak luar kawin. Anak luar kawin tidak mempunyai hubungan perdata dengan ayahnya sehingga anak luar kawin tidak mendapat hak yang sama dari ayahnya seperti anak sah. Tetapi dalam K.U.H.Perdata memberi kesempatan bagi anak luar kawin untuk dapat merubah status anak luar kawin menjadi anak sah, dengan cara mengakui anak luar kawin yang biasa disebut dengan proses pengakuan anak luar kawin. Pengakuan anak tersebut dapat dilakukan melalui Akta Notaris. Permasalahan yang timbul dari latar belakang tersebut adalah bagaimana proses peningkatan anak luar kawin menjadi anak sah dalam hukum perdata Indonesia dan bagaimana akibat hukum dalam hal tidak dilakukannya pengesahan anak luar kawin.
Metode penelitian yang dipakai dalam membahas permasalahan ini adalah metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menyarankan perlunya dikeluarkan suatu aturan untuk melengkapi proses serta akibat hukum dalam pengakuan anak luar kawin dan pengesahannya sebagai pengaturan dan tindak lanjut pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

This thesis focus on notary role in confession of external marriage child into legitimate child. In civil code and marriage act there are differencies between child who born in marriage usually called legitimate child and external marriage child. External marriage child does not have law relationship with his/her father so that the external marriage child does not have the same right like legitimate child. But, in civil code giving chance to external marriage child to change the status into legitimate child by confession of external marriage child. That child confession can be done by notary act. The problem that arise from that background is how the external marriege child proces to become a legal child in Indonesia civil code and how the law consequences in the matter of no authentication of external marriage child.
Research method which used in this problem is normative law research method. The data were collected researcher suggest that there is importance to release an act in order to complete the proces and also law consequences in external marriage child confession and the authentication as act and implementation of marriage act number 1 year 1974 about marriage."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T37295
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pane, Zarra Zavinca
"Pembahasan dalam skripsi ini adalah mengenai masalah tentang pengaturan pengakuan anak yang terdapat didalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa Pengakuan anak hanya dapat dilakukan bagi yang orang tuanya telah menikah secara hukum agama namun belum sah secara hukum negara. Oleh karena itu didalam skrispi akan dibahas mengenai pengaturan hukum tentang status anak luar nikah serta pengakuan anak, menurut eraturan perundang-undangan di Indonesia dan menganalisa penetapan No. 587/PDT.P/2-13/PN.JKT.BAR tentang pengakuan anak luar nikah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Penetapan ini akan dianalisa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan serta Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Penelitian ini bertujuan umum untuk studi analisis yuridis terhadap Undang-Undang No. 24 tahun 2013 mengenai kedudukan anak luar nikah dalam hal status keperdataan dengan kedua orang tuanya di Indonesia.

The discussion in this paper is on the issue of Regulation problem of Child Acknowledgement in Article 49 of Law Number 24 Year 2013 concerning Population Administration stating that the acknowledgement of children is only possible for the parents were married in a religious law but not of legal state. Therefore in this paper will discuss the legal arrangements regarding the status and recognition of illegitimate children, according to the laws and regulations in Indonesia and analyze setting No. 587 / PDT.P / 2-13 / PN.JKT.BAR about the recognition of an illegitimate child are in accordance with the provisions of applicable law. This determination will be analyzed according to the Book of the Law of Civil Law, Law Number 23 Year 2006 concerning Population Administration and Law Number 24 Year 2013 on the Amendment of the Law on Population Administration. The General aim of this research to study the juridical analysis of the Act No. 24 of 2013 on the status of illegitimate children in terms of civil status with both parents in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S63203
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astarini Naning Pratiwi
"ABSTRACT
Anak luar kawin dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diatur dalam Pasal 43 dan pengakuannya diatur dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam Undang-undang Perkawinan pengakuan anak oleh ibu adalah secara hukum sehingga terdapat hubungan hukum keperdataan antara anak dengan ibu dan keluarga ibunya namun terkait pengakuan anak oleh ayah, undang-undang perkawinan tidak mengatur lebih lanjut mengenai hubungan keperdataan antara anak luar kawin dengan ayahnya. Sebagai jalan keluar terdapat pengakuan anak yang dilakukan oleh ayah yang diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, namun status ayah yang dapat melakukan pengakuan anak kuranglah jelas apakah ayah biologis atau dapat ayah tiri yang  melakukannya. Metode penelitian yang digunakan dalam peneliatian ini adalah yuridis normatif yang bertujuan mengidentifikasi norma hukum tertulis dan hasil penelitian disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pengakuan anak di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh ayah biologisnya hal ini menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 jo Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Dalam Penetapan No. 33/Pdt/P/2015/PN.Pwd, tidaklah tepat karena hakim membolehkan pengakuan anak luar kawin yang merupakan anak tiri oleh ayah tirinya. Berdasarkan hasil tersebut maka perlu adanya peraturan yang berbentuk Peraturan Pemerintah yang jelas terkait kedudukan hukum terdapat kepastian hukum terhadap anak luar kawin dan orang tuanya baik orang tua biologis maupun tiri demi masa depannya karena hak-hak dan kewaiban dari anak luar kawin tersebut harus mendapatkan suatu kepastian dan perlindungan. Hal ini sebagaimana dalam Pasal 43 ayat (2) Undan-undang Perkawinan. Berkaitan dengan harta antara ayah tiri dengan anak luar kawin (anak tiri) dapat menggunakan wasiat atau memberikan hibah semasa hidupnya sehingga tidak merubah tatanan hukum keluarga khususnya kewarisan di Indonesia.

ABSTRACT
Extramarital Children based on Act No. 1 of 1974 on Marriage, in article 43 and Recognition of Child in Law Number 24 Year 2013 concerning Population Administration. In Act No 1 of 1974 on Marriage, recognition of child by mother has legally civil relationship, but the status of fathers who can make child recognition is not clear whether the father is biological or the stepfather can do it. The research method used in this research is normative juridical which aims to identify written legal norms and the results of the research are presented descriptively. The results of this study concluded that the recognition of Extramarital Children in Indonesia can only be done by their biological fathers according to the Decision of the Constitutional Court Number 46 / PUU-VIII / 2010 jo Presidential Regulation No. 25 of 2008 concerning Requirements and Procedures for Population Registration and Civil Registration. In Determination No. 33 / Pdt / P / 2015 / PN.Pwd, it is not appropriate because the judge allows the recognition of an extramarital child who is a stepchild by his stepfather. Based on these results, it is necessary to have a regulation in the form of a clear Government Regulation related to the legal position of legal certainty for children outside of marriage and their parents both biological parents and stepparents for the future because the rights and responsibilities of these extramarital children must have a certainty and protection. This is as in Article 43 paragraph (2) of the Marriage Law. Relating to assets between stepfathers and extramarital children (stepchildren) can use a will or give a grant during their lifetime so as not to change the family law order especially inheritance in Indonesia."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soroinda, Anandri Annisa Rininta
"Anak luar kawin lahir akibat dari suatu hubungan di luar perkawinan yang sah, baik menurut agama maupun negara. Setiap anak, tanpa memandang statusnya, memiliki hak atas identitas yang diwujudkan dalam bentuk akta kelahiran. Perbedaan status antara anak
luar kawin dengan anak sah menjadikannya memiliki kedudukan yang berbeda dalam memiliki hubungan perdata dengan orang tuanya. Dalam akta kelahiran anak luar kawin hanya tertulis nama ibu saja, sehingga anak luar kawin hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya. Pada praktiknya, banyak ayah yang merasa tidak memiliki kewajiban untuk menafkahi maupun memenuhi hak-hak anak luar kawin lainnya karena tidak dicantumkan namanya pada akta kelahiran anak luar kawin. Padahal, setiap anak juga berhak untuk dibesarkan oleh kedua orang tuanya. Tidak adanya hubungan perdata antara ayah dengan anak luar kawin menyebabkan hak-hak anak tersebut berkurang ataupun hilang, salah satunya ialah hak waris. Sehingga, apabila ingin memiliki hubungan perdata dengan ayah kandungnya, maka ayah tersebut harus melakukan pengakuan anak luar kawin yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018, yakni dengan mengajukan permohonan ke pengadilan dengan menyertakan bukti yang menunjukkan kebenaran adanya hubungan darah yang umumnya dilakukan dengan tes DNA atau deoxyribonucleic acid. Permohonan pengakuan anak luar kawin dapat pula diajukan oleh ibu kandung dari anak maupun anak itu sendiri. Pencantuman nama ayah pada akta kelahiran anak luar kawin merupakan hasil penetapan pengadilan dari permohonan pengakuan anak luar kawin. Permasalahan yang mendasari penelitian ini adalah mengenai akibat hukum yang akan terjadi terhadap anak maupun ayahnya dengan dicantumkannya nama ayah pada akta kelahiran anak luar kawin. Selain itu, dengan
timbulnya hubungan perdata dengan anak luar kawinnya akankah menimbulkan dampak bagi keluarga lain dari ayah apabila ayah tersebut memiliki istri maupun anak sah. Penelitian ini akan menjawab permasalahan tersebut dengan menganalisis kasus pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara Penetapan Nomor 726/Pdt.P/2022/PN Jkt.Utr.

Children out of wedlock are born as a result of a relationship outside of marriage that deemed according to religion and state. Every child, regardless of their status, has the right to identity which manifested in the form of a birth certificate. The difference of status between children out of wedlock and legitimate children makes them have a different position in having civil relations with their parents. In the birth certificate of a child out of wedlock only the mother's name is written, so that a child out of wedlock only has a civil relationship with his mother. In practice, many fathers feel they have no
obligation to support or fulfill the rights of their children out of wedlock since their names are not listed on the birth certificates of children out of wedlock. In fact, every child also has the right to be raised by both parents. The absence of a civil relationship between father and child out of wedlock causes the child's rights to decrease or even disappear, one of which is the inheritance rights. However, if someone wants to have a civil
relationship with their biological father, the father must acknowledge an illegitimate child as stipulated in Presidential Regulation Number 96 of 2018, namely by submitting an application to the court and showing evidence of a blood relationship which is generally carried out by blood test DNA or deoxyribonucleic acid. An application for acknowledgement of a child out of wedlock can also be submitted by the biological mother of the child or even the child himself. The inclusion of the father's name on the birth certificate of a child out of wedlock is the result of a court determination on an application for the acknowledgement of a child out of wedlock. The problems that underlies this research is regarding the legal consequences that will occur to both the child and the father by including the father's name on the birth certificate of a child out of wedlock. Moreover, the emergence of a civil relationship with illegitimate child will have an impact on other families from the father if the father has a wife or legitimate children. The research will answer these problems by analyzing the case at the North Jakarta District Court Determination Number 726/Pdt.P/2022/PN Jkt.Utr.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imansyah Auliaputra Mahidin
"Skripsi ini membahas mengenai hubungan perkawinan dengan pengakuan anak luar kawin menurut peraturan perundang - undangan di Indonesia pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan metode kualitatif dan tipe penelitian deskriptif. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut mengubah ketentuan Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan sehingga anak yang dilahirkan di luar perkawinan dapat memiliki hubungan keperdataan tak hanya dengan ibu dan keluarga ibu namun juga dengan ayah dan keluarga ayah selama dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan / atau alat bukti lain mempunyai hubungan darah. Untuk dapat memiliki hubungan keperdataan dilakukan pengakuan anak luar kawin yang diatur oleh KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 sebagai peraturan terbaru setelah Putusan Mahkamah Konstitusi dikeluarkan. Hasil penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, pengakuan anak luar kawin tetap harus memenuhi syarat yang terdapat dalam Pasal 49 ayat 2 Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2013 dan Hakim tidak konsisten menerapkan dasar hukum dalam mengabulkan Penetapan No. 175/Pdt.P/2015/PN.JKT.TIM.

This undergraduate thesis discusses about relation between marriage and child acknowledgment according to regulations in Indonesia after Constitutional Court Order Number 46 PUU VIII 2010. This research used normative juridical and qualitative method with descriptive as type of research. The Constitutional Court Order Number 46 PUU VIII 2010 change the condition of Article 43 verses 1 Law Number 1 Year 1974 which a child born out of lawful wedlock could have civil relationships not only with the mother and her family but also with the father and his family as long as it can be proven by science and technology and or other evidence resulting a blood relation. To acquire civil relationship, child acknowledgment could be done which is regulated under Book of the Law of Civil Law, Law Number 23 Year 2006, and Law Number 24 Year 2013 as the newest regulation after the Constitutional Court Order. The conclusions are after the Constitutional Court Number 46 PUU VIII 2010, child acknowledgment still have to qualify the term regulated by Article 49 verses 2 Law Number 24 Year 2013 and panel of Judges has been inconsistent in case of applying legal basis to grant Court Order Number 175 Pdt.P 2015 PN.JKT.TIM.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faiz Faturachman
"Anak luar kawin tidak memiliki hak yang sama dengan anak sah. Anak luar kawin tidak memiliki hubungan keperdataan dengan ayah kandungnya. Maka dari itu, perlu ada upaya perlindungan hukum untuk pemenuhan hak-hak anak luar kawin. Salah satu upaya hukum perlindungan hukum terhadap anak luar kawin yakni pengakuan anak luar kawin. Pengakuan anak luar kawin bertujuan agar anak luar kawin mendapatkan hak-haknya sebagai anak luar kawin yang diakui sah. Pengakuan anak merupakan salah satu peristiwa penting yang harus dicatatkan pada kantor pencatatan sipil setempat guna mendapatkan suatu bukti tertulis yang memiliki kekuatan hukum. Dalam pelaksanaanya, yang dapat melakukan pengakuan anak luar kawin yaitu ayah kandung, hal tersebut dikarenakan ibu kandung secara langsung telah memiliki hubungan keperdataan dengan anak luar kawinnya. Namun, persetujuan ibu kandung merupakan hal wajib yang diperoleh ayah kandung untuk melakukan suatu pengakuan anak luar kawin. Pengaturan terbaru mengenai pengakuan anak luar kawin diatur pada Pasal 49 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Namun, ketentuan pada pengaturan tersebut terdapat kejanggalan dikarenakan bertentangan dengan ketentuan mengenai pengakuan anak pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengakibatkan kerugian bagi anak luar kawin. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yakni yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis. Hasil dari penelitian ini akan menyajikan kesimpulan bahwa Pasal 49 ayat ke- (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 memiliki berbagai kelemahan pada Penetapan Nomor 456/Pdt.P/2020/Jkt.Pst dengan pembuktian bahwa ketentuan mengenai pengakuan anak luar kawin pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata masih berlaku seluruhnya.

Child born out of wedlock does not have the same rights as a legal child. Child born out of wedlock does not have a civil relationship between them and their biological father. Therefore, they need a legal protection for the fulfillment of the rights of an out-of-wedlock child. One of the legal protection for an out-of-wedlock child is recognition of child. This kind of recognition of child aims to make an out-of-wedlock child to get their rights as an out-of-wedlock child that is recognized as legitimate. The Recognition of child is an important vents in Indonesia that must be recorded with the Local Civil Registration Office in order to obtain a written evidence that has the legal force of law. In practice, someone who can do recognize an out-of-wedlock child is the biological father, is it because the biological mother has directly had a civil relationship with the out-of-wedlock child. The consent of the biological mother is mandatory for the biological father to carry out a recognition of an out-of-wedlock child. The latest arrangements regarding the recognition of an out-of-wedlock child are regulated in Article 49 of Law Number 24 of 2013 concerning Amendments to the Population Administration Law. The article has a discrepancy because it is contrary to the provisions regarding the recognition of children in the Civil Code which results in losses for an out-of-wedlock child. The research method used in this study is normative juridical which is descriptive analysis. The results of this study will present the conclusion that Article 49 paragraph (2) of Law Number 24 of 2013 does not have strong legal force in Determination Number 456/Pdt.P/2020/PNJkt.Pst with proof that the provisions regarding the recognition of extramarital children in the Civil Code are still in full force."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debby Astari
"Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah. Anak luar kawin berbeda kedudukannya dengan anak sah di mata hukum menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Penelitian yang dilakukan dalam penulisan tesis ini dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan, sedangkan tipe penelitian ini dari bentuknya menggunakan penelitian diagnostik, selanjutnya dalam menganalisis data digunakan metode kualitatif. Dalam kenyataannya dimana status anak luar kawin hanya mempunyai hubungan hukum atau hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Usaha perlindungan terhadap anak luar kawin ini diperlukan adanya suatu pengakuan dari ayah atau ibu. Maka perlu kiranya di Indonesia dibuat semacam lembaga pengakuan terhadap anak luar kawin serta dibuatnya undang-undang atau peraturan yang mengatur mengenai anak luar kawin secara lengkap dan menyeluruh sehingga kedudukan anak luar kawin akan sama dimata hukum tanpa ada perbedaan dengan anak lain. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka kita telah mempunyai suatu unifikasi hukum di bidang hukum perkawinan, tetapi yang diatur dalam Undang-undang ini hanyalah berupa ketentuan-ketentuan pokok saja, sehingga perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 67 Undang-undang tersebut. Karena masalah perkawinan sangat penting dalam masyarakat maka isi Pasal 67 ini hendaknya segera menjadi kenyataan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16272
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqi Aulia Zaki
"ABSTRACT
Pada saat ini, seiring dengan perkembangan zaman yang ada, semakin sering terjadi hubungan antara laki-laki dan perempuan yang terjadi di luar pernikahan, sehingga melahirkan seorang anak yang dikenal juga dengan istilah anak luar kawin. Pengaturan mengenai anak luar kawin ini tersebar ke dalam beberapa peraturan, di antaranya KUH Perdata, Undang-Undang Perkawinan, dan juga Undang-Undang Adminstrasi Kependudukan. Masalah yang timbul adalah apabila terhadap anak luar kawin tersebut, demi kesejahteraannya, ingin diakui dan disahkan sebagai anak sah. Dalam beberapa kasus, orang tua dari anak luar kawin tersebut melakukan pernikahan dengan tujuan untuk melakukan pengakuan agar anak luar kawinnya diakui dan disahkan oleh Pengadilan. Penelitian ini mencoba untuk mengetahui dampak dan akibat hukum yang terjadi setelah adanya pernikahan tersebut. Penelitian ini juga akan membahas mengenai Penetapan No. 37/Pdt.P/2015/PN.BDG sebagai salah satu contoh kasus. Metode penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pernikahan kedua orang tua biologis akan mengubah status anak luar kawin menjadi sah demi hukum selama sebelum pernikahan atau dalam akta pernikahan dilakukan pengakuan terhadapnya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa amar penetapan Hakim dalam Penetapan No. 37/Pdt/P/2015/PN.BDG kurang tepat. Sebaiknya dilakukan peninjauan terhadap Undang-Undang Perkawinan, khususnya terhadap pengaturan mengenai pengakuan dan pengesahan anak, dan hendaknya hakim lebih cermat dan teliti dalam memutus perkara pengenai pengakuan dan pengesahan anak.

ABSTRACT
During the recent times, there has been more cases in which a man and a woman are having a pre-marital sex. This results into a child born outside of a marriage, as known as illegitimate child. In Indonesia, the regulation regarding illegitimate child is spread into several regulations, including the Civil Code, Marriage Law, and also the Population Administration Law. The problem is that if the illegitimate child, for the sake of his welfare, wants to be recognized and ratified as a legitimate child. In some cases, the parents decide to have a marriage with the aim of acknowledging the child and authorized by the Court. This study tries to find out the legal effects and consequences that occur after the marriage. This study will also analyze the Court Determination No. 37/Pdt.P/2015/PN.BDG as one case example. This research method is normative juridical with a type of analytical descriptive research. The result of the study indicates that the marriage of the two biological parents will change the status of the illegitimate child to be legally valid if a child acknowledgement is done before the marriage or during the marriage. The result of the study also shows that the Judge is not accurate in granting the verdict of the Court Determination No. 37/Pdt.P/2015/PN.BDG. It`s adviseable for the government to conduct a review of the Marriage Law, particularly on the child acknowledgement rules, and the judge should be more careful and conscientious in deciding on the acknowledgment and confirmation of the child."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariqa Nindya Luana
"Sudah menjadi hak anak untuk diakui dan memperoleh hubungan hukum dengan kedua orang tuanya, terlepas dari dalam keadaan apa pun anak tersebut dilahirkan. Pada dasarnya, pengakuan anak dikenal sebagai suatu lembaga untuk memfasilitasi pengakuan orang tua terutama ayah atas anak yang lahir di luar perkawinan. Dalam penjelasan Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, pengakuan anak lebih dikenal sebagai pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama dan disetujui oleh ibu kandung anak tersebut. Berkaitan dengan pendefinisian tersebut, Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan mengsyaratkan adanya perkawinan antara kedua orang tua anak yang akan diakui untuk melangsungkan perkawinan yang sah secara agama. Hal tersebut menimbulkan kejanggalan tersendiri, sebab ketentuan tersebut seakan menggeser makna “anak luar kawin”, sebab menurut pemahaman umum, anak luar kawin dikenal sebagai anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah menurut hukum agama. Selain itu, ketentuan tersebut telah menutup akses hak asasi bagi anak-anak hasil perkawinan adat untuk diakui. Nyatanya dalam keadaan kongkrit, perkawinan adat berdasarkan aliran kepercayaan masih marak dilakukan di Negara Indonesia, mengingat tingkat pluralisme yang sangat tinggi dan kentalnya hukum adat dalam Sebagian titik masyarakat Indonesia. Oleh karenanya dibutuhkan suatu pemahaman komprehensif untuk dapat melaksanakan pengakuan anak hasil perkawinan adat di Negara Indonesia.

It is one of a child's rights to be acknowledged and obtain a legal relationship with his parents, regardless of the kind of situation they were born into. Child acknowledgment is an institution that facilitates parents' acknowledgment, especially fathers, for children born out of wedlock. In the elucidation of Article 49 paragraph (2) of Law Number 24 of 2013 concerning Population Administration, child recognition is better known as a father's confession to his child born from a legal marriage according to religious law and approved by the child's biological mother. In connection with this definition, Article 49 paragraph (2) of Law Number 24 of 2013 concerning Population Administration requires a marriage between the child's two parents to be recognized to carry out a religiously legal marriage. It gives rise to its peculiarity because the provision seems to shift the meaning of "children outside of wedlock." In general understanding, "children out of wedlock," commonly known as children born outside a legal marriage according to religious law. In addition, this provision has closed access to children's rights from customary marriages to be acknowledged. In fact, in concrete circumstances, customary marriages based on beliefs are still prevalent in Indonesia, given the very high level of pluralism and the thickness of customary law in some areas of Indonesian society. Therefore, a comprehensive understanding is needed to acknowledge children born from customary marriages in the State of Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Fajar Ramadhan
"Di masa sekarang ini masih banyak ditemui kasus perkawinan di bawah tangan dimana pernikahan hanya dilakukan berdasarkan ketentuan agama dan tidak mencatatkan pernikahan mereka kepada Pegawai Pencatat Nikah. Masalah yang timbul adalah apabila terhadap anak yang lahir dari perkawinan di bawah tangan tersebut, demi kesejahteraannya, ingin diakui dan disahkan sebagai anak sah. Pengajuan permohonan penetapan asal-usul anak kepada pengadilan adalah salah satu upaya pengakuan dan
pengesahan anak oleh anak yang lahir dari perkawinan di bawah tangan atau orang tua biologisnya agar dapat diakui sebagai anak sah dan agar anak tersebut dapat tercatat sebagai anak yang sah dalam Akta Kelahirannya. Penelitian ini akan membahas mengenai
Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js sebagai objek penelitian. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai bagaimana kedudukan hukum anak yang lahir hasil dari perkawinan di bawah tangan dan perlindungan terhadap hak-haknya dengan disahkannya asal usul anak tersebut oleh
pengadilan berdasarkan Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js ditinjau dari Hukum Kekeluargaan Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat Yuridis Normatif dengan melakukan kajian terhadap ketentuan hukum yang mengatur mengenai kedudukan anak yang lahir
dari hasil perkawinan di bawah tangan serta pengesahan asal usul anak dalam hukum Islam dan putusan pengadilan serta dikaitkan dengan teori terkait. Penelitian ini juga akan melakukan komparasi hukum antara Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js dengan beberapa penetapan Pengadilan Agama lainnya yang memiliki kasus serupa dengan kasus dalam Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js, walaupun anak yang lahir hasil dari perkawinan di bawah tangan ditetapkan sebagai anak biologis dari kedua orang tuanya, namun anak tersebut tidak sepenuhnya berstatus sebagai anak sah. Dalam hal ini, anak yang lahir hasil dari perkawinan di bawah tangan diakui sebagai anak biologis dari kedua orang tuanya naumn dengan catatan memiliki hubungan keperdataan yang terbatas dengan ayah biologisnya. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menjamin kesejahteraan dan pemenuhan haknya selayaknya anak yang sah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Akta Kelahiran merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap hak anak yang lahir hasil dari perkawinan di bawah tangan.

At the present time there are still many cases of under-hand marriage where marriages are carried out only based on religious provisions and did not register their marriage with the Marriage Registration Officer. The problem that arises is when a child born from an under-hand marriage, for the sake of his welfare, wants to be recognized and legalized as a legitimate child. The submission of a petition for the determination of the origin of the child to the court is one of the effort to recognized and legalized a child by the child
born from an under-hand marriage or by the biological parents so that the child born from an under-hand marriage can be recognized as a legal child and can be registered as a legal child in his/her birth certificate. This research will discuss the Stipulation of the South Jakarta Religious Court Number: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js as the research object. This research raises the issues of how the legal position of a child born as a result of under-hand marriage and the protection of their rights by legalizing the child's origin by the court based on the Stipulation of the South Jakarta Religious Court Number: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js in terms of Islamic family law. This research uses a juridical normative research method by examining the legal provisions regulating the position of children born from the result of an under-hand marriage and legalizing the origin of the child in Islamic law and court decisions and related theories. This research will also make a legal comparison between the Decision of the South Jakarta Religious Court Number: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js with several other religious court decisions that have similar case with the case in the Decision of the South Jakarta Religious Court Number: 298/Pdt.P/2020/Pa.Js. The results showed that in the Decision of the South Jakarta Religious Court Number: 298/ Pdt.P/2020/Pa.Js, although the child born as a result of an under-hand marriage was determined to be a biological child of both parents, the
child was not fully considered as a legitimate child. In this case, children born as a result of under-hand marriage are recognized as biological children of both parents, provided that they have a limited civil relationship with their biological father. This is intended to ensure the welfare and fulfillment of the rights of a legitimate child. The results also show that a birth certificate is a form of protection for the rights of children born as a result of an under-hand marriage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>