Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ramli
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu kemajuan besar yang dicapai dalam hukum acara pidana kita semenjak berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Aoara Pidana adalah dibentuknya sebuah lembaga baru yang disebut Pra Peradilan lembaga ini dimaksudkan untuk melindungi hak asasi manusia dalam hal ini hak asasi tersangka atau terdakwa ataupun pihak korban tindak pidana di bidang hukum acara pidana, terutama untuk mencegah terjadinya penangkapan dan atau penahanan yang sewenang-Wenang, serta tindakan penghentian penyidikan ataupun penuntutan secara tidak sah oleh pihak yang berwajib. Dengan adanya lembaga Pra Peradilan ini, semua penangkapan dan atau penahanan yang tidak sah dapat dituntut ganti kerugian serta dimintakan rehabilitasi oleh pihak tersangka atau terdakwa. Enam tahun lebih telah berlalu semenjak diundangkannya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal ini juga berarti bahwa selama jangka waktu itu lembaga. Pra Peradilan telah menjalankan fungsi dan wewenang. Dalam waktu yang relatif singkat ini sudah seberapa jauh efektivitas lembaga ini dalam menjalankan fungsi dan wewenang sesuai dengan ketentuan undang-undang dan dengan maksud/tujuan dibentuknya lembaga ini dalam KUHAP. Untuk meneliti tingkat efektivitas lembaga inilah penulis menyusun skripsi sarjana ini dengan mengambil judul "Tingkat Efektivitas lembaga Pra Peradilan Dalam Praktek Di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya (Sebuah Studi Kasus Atas Penetapan-penetapan Hakim Pra Peradilan Pengadilan Negeri Jakarta PUsat). Melalui suatu penelitian dan pengkajian atas Penetapan-penetapan hakim Peradilan tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang apakah ketentuan-ketentuan yang mengatur lembaga Pra Peradilan dan yang berkaitan dengan lembaga ini dijalankan secara konsekuen di dalam praktek apakah lingkup fungsi dan wewenang lembaga ini sudah memenuhi tuntutan dan kebutuha.n masyarakat penoari kead.ilan; dan apaJmh lengknap tersebut perlu diperluas agar hak asasi manusia di bidang hukum acara pidana dapat lebih terjamin dalam praktek. Setelah diadakan pengkajian, ternyata secara umum dapatlah dikatakan bahwa Penetapan-penetapan Hakim Pra Peradilan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diteliti penulis (yakni selanyak delapan buah) adalah ektif, yakni dalam arti sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam KUHAP dan pendapat kalangan hukum mengenai dan yang menyangkut lembaga Pra Peradilan. Di lain pihak, meskipun lembaga. Pra Peradilan ini telah dapat dinilai efektif janganlah sekali-kali membuat kita semua cepat marasa puas. Kelemahan-kelemahan dalam praktek di sana sini pasti masih banyak. Agar manfaat dari kehadiran lembaga ini dalam praktek dapat terus ditingkatkan sesuai dengan tujuan dibentuknya lembaga ini dalam KUHAP, maka sangat dibutuhkan peningkatan semangat dan jiwa kemanusiaan yang luhur dari para penegak hukum.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sisilya
Abstrak :
Pengampuan adalah sebuah penetapan yang diberikan terhadap seseorang yang tidak dapat mengurus kebutuhan dan kepentingan dirinya sendiri sebagaimana mestinya, sehingga dianggap tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Orang tersebut diharuskan untuk ditaruh di bawah pengampuan. Namun, dalam pelaksanaannya, adanya sistem pengampuan masih sering disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu, sehingga menyebabkan orang yang akan ditaruh di bawah pengampuan atau sedang berada di bawah pengampuan terlanggar hak-haknya. Pengampuan diatur dalam Pasal 433 KUHPerdata. Namun, semenjak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU- XX/2022, pengampuan bagi orang-orang yang mengalami kondisi dungu, sakit otak dan mata gelap, kini menjadi tidak lagi bersifat sebagai sebuah keharusan, melainkan menjadi bersifat dapat, sepanjang ketiga kondisi tersebut tidak dimaknai sebagai penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual. Penelitian ini menganalisis bagaimana ketentuan-ketentuan penetapan Pengampuan yang sebelumnya diatur di dalam Pasal 433 KUHPerdata berubah semenjak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU- XX/2022 dan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Penelitian ini akan menjelaskan kedudukan subjek hukum di bawah pengampuan berdasarkan Hukum Perdata dan Hukum Islam. Selanjutnya, akan terdapat analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-XX/2022 dan permasalahan-permasalahan hukum baru yang timbul akibat adanya putusan tersebut. Kemudian, penelitian ini akan membahas mengenai pengaturan pengampuan bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa di dalam UU No. 17 Tahun 2023, jika dibandingkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-XX/2022 dan UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. ......ot take care of his own needs and interests properly and considered incompetent in carrying out legal actions. The person is required to be placed under curatele. However, in its implementation, the existence of the curatele system is still often misused by certain parties, causing people who are under curatele or are currently under curatele to have their rights violated. Curatele is regulated in Article 433 of the Civil Code. However, since the Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022, curatele for people who experience the conditions of dungu, sakit otak and mata gelap, is now no longer a necessity, but rather can be, as long as these three conditions are not interpreted as people with mental disabilities and/or intellectual disability. This research discusses how the provisions for determining curatele previously regulated in Article 433 of Civil Code have changed since the Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022 and Law no. 17 of 2023 concerning Health. This research was prepared using doctrinal research methods. This research will explain the position of legal subjects under curatele based on Civil Law and Islamic Law. Then, an analysis will be carried out of the Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022 and new legal problems that arise as a result of this decision. Then, this research will discuss the regulation of curatele for people with mental disorders in Law no. 17 of 2023, when compared with Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022 and Law no. 18 of 2014 concerning Mental Health.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library