Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kurniawan Pratama
"Latar belakang: Kelebihan berat badan pada penerbang dapat berkaitan dengan jam terbang total dan faktor risiko lainnya. Oleh karena itu perlu diidentifikasi kaitan jam terbang total dan faktor lainnya terhadap risiko tersebut.
Metode: Studi potong lintang dengan sampel purposif diantara penerbang yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan Jakarta dari 27 April-13 Mei 2015. Data dikumpulkan dengan cara wawancara dan pemeriksaan antropometri. Data terdiri dari karakteristik demografi, pekerjaan, kebiasaan makan dan olahraga. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh(IMT) berdasarkan standar WHO Asia Pasifik. Analisis dengan regresi Cox dengan waktu yang konstan.
Hasil: Diantara 690 penerbang yang berusia 19-65 tahun, diperoleh 428 penerbang yang beresdia mengikuti penelitian ini. Penerbang yang sesuai dengan kriteria berjumlah 220 orang (145 kelebihan berat badan dan 75 normal). Faktor dominan berkaitan dengan kelebihan berat badan adalah jam terbang total dan kebiasaan makan makanan berlemak. Dibandingkan penerbang dengan jam terbang total 40-2000, subjek dengan jam terbang total 2001-15000 dan 15001-30000 masing-masing mempunyai 58% risiko lebih besar untuk mempunyai kelebihan berat badan.[masing-masing risiko relatif suaian (RRa)=1,58 ; p=0,000] Dibandingkan subjek yang hampir tidak pernah makan makanan berlemak, subjek dengan kebiasaan makan makanan berlemak 3-4x/minggu mempunyai 48% risiko lebih besar untuk mempunyai kelebihan berat badan (RRa=1,48; 95% CI=1,24-1,76; p=0,000).
Kesimpulan: Jam terbang total lebih dari 2000 jam dan kebiasaan makan makanan berlemak 3-4x/minggu mempertinggi risiko kelebihan berat badan di antara penerbang sipil Indonesia.

Background: Overweight at risk on pilots can be related to the total flying hours and other risk factors. This study aimed to identify the relationship between total flight hours and other factors related to overweight at risk in Indonesian civil pilot.
Methods: A cross-sectional study with a purposive sampling was conducted among pilots undergoing periodic medical check up on April 27th-May 13th 2015 at Aviation Medical Centre (Balai Kesehatan Penerbangan) The collected data were demographic and characteristics, eating and exercise habits. Data were collected through interviews and anthropometric measurements. Subjects were classified normal and overweight at risk according to WHO Asia Pacific. Analysis was using Cox regression with constant time.
Results: A number of 690 pilots who conducted medical examinations, 428 subjects agreed to join the study. A number of 220 subjects were available for this study, which consisted of 145 overweight at risk pilots and 75 normal. Pilots who had 2001-15000 and 15001-30000 total flight hours, compared to pilots who had 40?2000 total flight hours had 58% increased risk to be overweight [adjusted relative risk (RRa)= 1.58; p = 0.000]. Pilots who had eating fatty food habit 3-4 times a week had 48% increased risk to be overweight at risk (RRa = 1.48; 95% CI= 1.24 to 1.76; p = 0.000).
Conclusion: Flying hours total 2000 or more and eating fatty foods habit increase the risk of overweight at risk civilian pilot in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Inne Yuliawati
"Latar belakang: Kelelahan penerbang sipil termasuk pada penerbangan jarak dekat dapat mempengaruhi fungsi kognisi penerbang sehingga membahayakan keselamatan penerbangan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi kelelahan penerbang sipil pada penerbangan jarak dekat di Indonesia.
Metode: Desain penelitian potong lintang dengan purposive sampling dilakukan di antara penerbang jarak dekat dengan rating Boeing 737 series yang melaksanakan pengujian kesehatan di Balai Kesehatan Penerbangan selama periode 5-26 Mei 2014. Kelelahan diukur dengan Self-Reporting Questionnaire, Fatigue Severity Scale (FSS). Data dikumpulkan dengan pengisian kuesioner oleh subyek, meliputi demografi, pekerjaan, kehilangan waktu tidur (Epworth Sleepiness Scale - ESS), faktor personal, dukungan manajemen, dan FSS. Analisis regresi linear dipakai untuk menganalisis faktor-faktor berkaitan kelelahan.
Hasil: Di antara 785 penerbang yang melaksanakan pengujian kesehatan, 382 bersedia berpartisipasi, dan 239 subyek memiliki rating Boeing 737 series. Ratarata skala kelelahan adalah 4,66 (standar deviasi 1,202). Faktor-faktor dominan yang mempertinggi skala kelelahan adalah jumlah sektor 24 jam terakhir, jam terbang penugasan di luar jadwal, dan kehilangan waku tidur. Setiap penambahan 1 sektor dalam 24 jam terakhir meningkatkan 0,371 skala kelelahan [koefisien regresi (β) = 0,371; P = 0,000]. Selanjutnya setiap penambahan 1 jam terbang penugasan di luar jadwal memepertinggi 0,033 skala kelelahan (β = 0,033; P = 0,000). Sedangkan setiap penambahan 1 nilai ESS mempertinggi 0,043 skala kelelahan (β = 0,043; P = 0,008).
Simpulan: Jumlah sektor 24 jam terakhir, kehilangan waktu tidur, dan jam terbang penugasan di luar jadwal mempertinggi risiko kelelahan di antara penerbang sipil pada penerbangan jarak dekat di Indonesia.

Background: Fatigue could impair pilots’ cognitive function which may lead to accidents in short-haul flight. The aims of this study were to investigate the risk factors of short-haul commercial pilots fatigue in Indonesia.
Methods: Cross-sectional study with purposive sampling was directed to Boeing 737 series typed-rating pilots who were taking medical examination at the Civil Aviation Medical Center, Jakarta from May 5-26th 2014. Fatigue was measured with Self-Reporting Questionnaire, Fatigue Severity Scale (FSS). Data were collected by completing an anonymous questionnaire on demographics, workload, sleep restriction (Epworth Sleepiness Scale-ESS), personal factors, and managerial support. Risk factors and fatigue were analyzed using linear regression.
Results: During data collection, 785 pilots were taking medical examination, 382 pilots were willing to participate and 239 Boeing 737 series typed-rating pilots were chosen as subjects. Mean of FSS was 4.66 ± 1.202. Dominant factors of fatigue were number of sectors in 24 consecutive hours, flight times of unplanned flights in 30 consecutive days, and sleep restriction. Each additional sector correlated significantly to a 0.371 increase on the FSS [regression coefficient (β) = 0,371; p=0,000] and each additional value of ESS correlated significantly to a 0,043 on the FSS (β = 0,043; p = 0,008), while each additional flight times of unplanned flights correlated significantly to a 0,033 on the FSS (β = 0,033; p = 0,000).
Conclusions: Number of sectors in 24 consecutive hours, flight times of unplanned flights in 30 consecutive days, and sleep restriction correlated significantly to higher FSS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pritha Maya Savitri
"Latar belakang: Orientasi ruang (spatial orientation) merupakan masalah utama untuk penerbang yang ditentukan dengan menggunakan persepsi penglihatan, vestibuler, dan propioseptif. Miopia merupakan kelainan refraksi yang paling sering terjadi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya miopia ringan pada penerbang sipil di Indonesia.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan pengambilan sampel secara purposif. Responden mengisi kuesioner sedangkan data tajam penglihatan dan kadar gula darah didapatkan dari rekam medis. Analisis data dengan regresi cox menggunakan Stata 10. Batasan miopia ringan pada penelitian ini adalah subyek yang mengalami penurunan tajam penglihatan dan menggunakan lensa koreksi -0,25 s/d -0,30.
Hasil : Subyek penelitian adalah penerbang pria dengan usia 21-45 tahun yang sedang melaksanakan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan Kementerian Perhubungan. Persentase miopia ringan dalam penelitian ini sebesar 36,1%. Faktor risiko dominan terhadap miopia ringan jam terbang [risiko relatif (RRa) = 1,23; 95% interval kepercayaan (CI) = 0,96-1,58; P = 0,108], riwayat orang tua miopia (RRa = 5,29; P = 0,000), gejala kelelahan visual kesulitan fokus (RRa = 1,30; 95% CI = 1,01-1,65; P = 0,039), dan gejala kelelahan visual huruf berkabut (RRa = 1,16 ; 95% CI = 0,89-1,48; P = 0,259).
Kesimpulan: Jam terbang total, riwayat orang tua miopia, adanya gejala kelelahan visual kesulitan fokus dan huruf berkabut merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap miopia ringan pada penerbang sipil di Indonesia. Diperlukan koordinasi antara spesialis mata, spesialis kedokteran penerbangan dan balai kesehatan penerbangan dalam pencegahan miopia dan pengawasan kesehatan mata bagi penerbang sipil inisial dan reguler.

Background: Spatial orientation is the main problem to pilot that determined by visual, vestibuler and propioseptif. Myopia is more prevalent refraction error in civilian aviator and other populatian. This study aims to identify risk factors that affect the incidence of mild myopia in civilian pilot in Indonesia.
Method: This study using cross-sectional method with purposive sampling. Subjects answered the questionaire. The researcher using the medical record to get data about visual acuity and fasting blood glucose. Cox regression analyses using Stata 10. Mild myopia in this study is defect distant visual acuity with corrected lens power -0.25 s/d -0.30.
Result : Subject of this study are 21-45 years old male civilian aviators which performs scheduled medical check up at Civil Aviatian Medical Centre. Mild myopia percentage in this study is 36.1%. Dominant risk factor for mild myopia is total flight time (RRa 1.23; 95% CI 0.96-1.58; P 0.108), parental myopia (RRa 5.29; P 0,000), visual fatigue; difficulty in focusing (RRa 1.30; 95% CI 1.01-1.65; P 0.039), and visual fatigue foggy letters (RRa 1.16 ; CI 0.89-1.48 P 0,259).
Conclusion: Total flight time, parental myopia, visual fatigue; difficulty in focusing and foggy letters are influenced risk factors for mild myopia in civilian aviator in Indonesia. Suggested to have coordination among ophthalmologist, aviation medicine specialist, airline and Civil Aviation Medical Centre to preventing myopia and eye health surveillance for initial and reguler civilian pilot.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Albert Fernandes
"Latar belakang: Perilaku keselamatan sangat penting untuk mengurangi terjadinya kecelakaan dalam penerbangan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara iklim keselamatan dan kesejahteraan psikologis dengan perilaku keselamatan penerbang komersil di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik dengan menggunakan metode potong lintang dengan teknik pengambilan sampel yaitu consecutive sampling. Data dikumpulkan dengan pengisian kuesioner oleh subjek mengenai variabel iklim keselamatan, kesejahteraan psikologis dan perilaku keselamatan. Analisis data yang digunakan yaitu regresi linear berganda.
Hasil: Iklim keselamatan berhubungan positif dan signifikan terhadap perilaku keselamatan =0,646; p=0,000 , kesejahteraan psikologis berhubungan positif dan signifikan terhadap perilaku keselamatan =0,231; p=0,044.
Kesimpulan: Iklim keselamatan dan kesejahteraan psikologis berhubungan positif dan signifikan terhadap perilaku keselamatan penerbang sipil di Indonesia. Iklim keselamatan dan kesejahteraan psikologis secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku keselamatan penerbang sipil di Indonesia dengan nilai R2 = 0,742 dan p value

Background Safety behavior is very important to reduce the occurrence of accidents in flight. The purpose of this study is to analyze the relationship between the safety climate and psychological wellbeing with the commercial aviator safety behavior in Indonesia.
Method This research is an analytic study using cross sectional method with sampling technique that is consecutive sampling. Data were collected by filling out questionnaires by subjects regarding safety climate variables, psychological wellbeing and safety behaviors. The data analysis used is multiple linear regression.
Results The safety climate was positively and significantly related to safety behavior 0.646 p 0,000 , psychological well being was positively and significantly related to safety behavior 0.231 p 0.044.
Conclusion The psychological safety and well being climate is positively and significantly related to the safety behavior of civil aviators in Indonesia. The psychological safety and well being climate simultaneously has a positive and significant impact on the safety behavior of civil aviators in Indonesia with R2 0.742 and p value.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
C. Monika S.N. Andarmawanti
"Latar Belakang: Barodontalgia adalah nyeri gigi yang disebabkan oleh perubahan tekanan udara lingkungan dan dapat terjadi pada penerbang yang mengalami perubahan tekanan udara saat fase terbang. Barodontalgia merupakan gejala perkembangan dari kondisi patologis gigi yang sudah ada sebelumnya.
Tujuan: Menganalisis hubungan kondisi patologis karies dentin, pulpitis, nekrosis, periodontitis apikalis, restorasi rusak, serta impaksi molar ketiga dengan kejadian barodontalgia pada penerbang sipil Indonesia.
Metode: Cross-sectional, subjek dipilih non-random yang memiliki kondisi patologis. Pemeriksaan klinis dan kuesioner diberikan pada 210 subjek.
Hasil dan Kesimpulan: Dua puluh lima subjek (12,3%) dari 204 subjek mengalami barodontalgia. Kondisi patologis yang berhubungan dengan barodontalgia adalah pulpitis.

Background: Barodontalgia is a tooth pain caused by changes in ambient barometric pressure and could affected a pilot. Barodontalgia is a symptom of pre-existing pathological condition of tooth.
Aim: To analyze the relationship of pathological conditions dentine caries, pulpitis, pulp necrosis, apical periodontitis, defective tooth restoration, and impacted third molars with barodontalgia on Indonesian civilian pilots.
Methods: Cross-sectional study. Selected non-random, based on dental pathological conditions. Clinical examination and questionnaire were given to 210 subjects.
Results and Summary: Twenty five (12,3%) from 204 subjects experienced barodontalgia. Pathological condition that has significant relationship with barodontalgia is pulpitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tessa Apriestha
"Latar Belakang: Obesitas dapat menganggu kesehatan dan mempengaruhi penerbang dalam menjalankan tugasnya. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan risiko obesitas pada penerbang sipil di Indonesia.
Metode: Studi potong lintang dengan sampel purposif pada penerbang sipil yang sedang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan pada tanggal 18-29 Mei 2015. Data yang dikumpulkan meliputi faktor demografi, pekerjaan, sosial, genetik, pengetahuan, sikap dan perilaku. Data dikumpulkan dengan wawancara dan pengukuran antropometri. Analisis menggunakan regresi Cox dengan waktu konstan.
Hasil: Dari 690 penerbang, 428 subjek bersedia menjadi responden. Subjek terpilih untuk dianalisis berjumlah 259 penerbang terdiri dari 184 obesitas dan 75 subjek dengan berat badan normal. Dibandingkan subjek dengan kebiasaan hampir tidak pernah makan makanan berlemak, subjek dengan kebiasaan makan makanan berlemak 3-4 kali per minggu berisiko obesitas 6,3 kali lipat [risiko relatif suaian (RRa)=6,28; 95% interval kepercayaan (CI)=1,55-25,46; p=0,010], sedangkan pada subjek dengan kebiasaan makan makanan berlemak hampir setiap hari berisiko obesitas 6 kali lipat (RRa=6,04; CI=1,43-25,54; p=0,014). Selanjutnya, jika dibandingkan dengan subjek yang memiliki 16-1499 jam terbang total, subjek yang memiliki 1500-4999 jam terbang total berisiko 18% lebih tinggi obesitas (RRa=1,18; 95% CI=1,01-1,39; p=0,038) dan subjek yang memiliki 5000-28000 jam terbang total berisiko 39% lebih tinggi obesitas (RRa=1,39; 95% CI=0,99-1,93; p=0,052).
Simpulan: Kebiasaan makan makanan berlemak 3 kali atau lebih per minggu dan jam terbang total 1500 jam atau lebih meningkatkan risiko obesitas pada penerbang sipil di Indonesia.

Background: Obesity can interfere and affect the health of pilots in performing their duties. The purpose of this study was to identify factors associated with the risk of obesity among civilian pilots in Indonesia.
Methods: Cross-sectional study was done with purposive sampling among civilian pilots undergoing periodic medical examinations at Civil Aviation Medical Center on May 18-29th, 2015. Data collected were demographic, occupation, social, genetic, knowledge, attitudes and behavior factors. Data were collected through interviews and anthropometric measurements. Data analysis used Cox regression with constant time.
Results: There were 690 pilots eligible for this study, 428 subjects were willing to become respondents. The subject chosen for analysis amounted to 259 pilots, with 184 pilots were obese and 75 had normal BMI. Compared with pilots who rarely consumed fatty foods, pilots who ate fatty foods 3-4 times/week had 6.3-fold risk of obesity [adjusted relative risk (RRa)=6.28; 95% confidence interval (CI)=1.55-25.46; p=0.010], whereas the pilots who ate fatty foods almost everyday had 6-fold risk of obesity (RRa=6.04; CI=1.43-25.54; p=0.014). Furthermore, when compared to pilots with 16-1499 total flight hours, pilots with 1500-4999 total flight hours had 18% higher risk of obesity (RRa=1.18; 95% CI=1.01-1.39; p=0.038) and pilots with 5000-28000 total flight hours had 39% higher risk of obesity (RRa=1.39; 95% CI=0.99-1.93; p=0.052).
Conclusions: Eating fatty foods habit 3 times/week or more and 1500 or more of total flight hours increased the risk of obesity among civilian pilots in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amilya Agustina
"Latar belakang: Kesejahteraan psikologis penerbang dapat mempengaruhi fungsi kognitif penerbang sehingga membahayakan keselamatan penerbangan. Tingkat kesejahteraan penerbang berhubungan dengan iklim keselamatan yang dimiliki penerbang tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara iklim keselamatan dengan kesejahteraan psikologis penerbang sipil di Indonesia.
Metode : Penelitian ini merupakan studi analitik dengan menggunakan metode potong lintang. Sampel ditentukan dengan teknik consecutive sampling. Data dikumpulkan dengan pengisian kuesioner oleh subjek mengenai variabel iklim keselamatan dan kesejahteraan psikologis. Analisis data yang digunakan yaitu regresi linear berganda.
Hasil: Iklim keselamatan berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan psikologis [ =0,921; p=0,000]. Dimensi iklim keselamatan yang berpengaruh signifikan yaitu manajemen [ =0,135; p=0,049] , sistem keselamatan [ =0,143; p=0,040], prosedur [ =0,176; p=0,018], pelatihan [ =0,153; p=0,035], komunikasi [ =0,232; p=0,000] dan personil operasi [ =0,185; p=0,012].
Kesimpulan: Manajemen, sistem keselamatan, prosedur, pelatihan, komunikasi, dan personil operasi terbukti berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis penerbang sipil Indonesia.

Background: Psychological wellbeing of the pilot can affect the flight cognition function of the pilot, thus endangering the safety of the flight. The level of wellbeing of the pilots is related to the safety climate of the pilot. The purpose of this study is to determine the relationship between the safety climate and psychological wellbeing of civilian pilot in Indonesia.
Method: This was an analytic study using cross sectional method. The sample is determined by consecutive sampling technique. Data were collected by filling out questionnaires by subjects regarding the variables of the safety climate and psychological wellbeing. The data analysis used is multiple linear regression.
Results The safety climate has a significant effect on psychological wellbeing 0.921 p 0.000. The dimensions of the safety climate which have a significant effect are management 0.135 p 0.049, safety systems 0.143 p 0.040 , procedures 0.176 p 0.018, training 0.153 p 0.035, communication 0.232 p 0.000 and operations personnel 0.185 p 0.012.
Conclusion Management, safety systems, procedures, training, communication and operations personnel have significant effect on psychological wellbeing of civilian pilot in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febi Arya Hidayat
"Latar Belakang: Dalam dunia penerbangan, fatigue dapat menyebabkan inkapasitasi penerbang dan mengakibatkan kecelakaan pesawat. Jam terbang merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan risiko fatigue. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan jam terbang 7 hari dan beberapa faktor lain terhadap risiko fatigue pada penerbang sipil di Indonesia.
Metode: Sebuah studi cross sectional dengan consecutive sampling dilakukan pada penerbang sipil yang sedang melakukan medical check-up di Balai Kesehatan Penerbangan di Jakarta pada Juni 2016. Karakteristik demografi, pekerjaan, kebiasaan dan jam terbang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara. Data fatigue diperoleh melalui pemgisian self-questionnaire fatigue dan dihitung dengan Fatigue Severity Scale (FSS) yang telah dikalibrasi. Fatigue dikategorikan menjadi “Tidak Fatigue” (skor FSS <36) dan “Fatigue” (skor FSS ≥36). Analisis menggunakan risiko relatif dengan regresi Cox dan waktu yang konstan.
Hasil: Penelitian ini mencakup 542 penerbang, 50,2% mengalami fatigue, dan 49,8% tidak fatigue. Subyek yang memiliki jam terbang lebih dari 30 jam dalam 7 hari dibandingkan dengan yang kurang sama dengan 30 jam dalam 7 hari, memiliki risiko fatigue 1,39 kali lebih tinggi [risiko relatif disesuaikan (RRA)= 1,39; CI=1,16-1,68; p = 0,001]. Subjek yang memiliki lisensi tipe ATPL dibandingkan dengan yang CPL memiliki risiko fatigue 1,31 kali lebih tinggi (RRa= 1,31; CI=1,11-1,54 p= 0,001). Selanjutnya subyek yang berolahraga secara appropriate memiliki risiko fatigue 32% lebih kecil (RRa=0.68; CI=0,43-1,06; p=0.094).
Kesimpulan: Penerbang sipil di Indonesia yang memiliki jam terbang lebih dari 30 jam dalam 7 hari dan penerbang dengan lisensi tipe ATPL mengalami peningkatan risiko fatigue. Kebiasaan olahraga secara appropriate menurunkan risiko fatigue pada penerbang sipil di Indonesia.

Background: In aviation world, fatigue may cause the pilot incapacitation and can lead to the aircraft accidents. Flight hours is believed to be one of the factors related to the risk of fatigue. The purpose of this study is to identify relationship between flight hours in seven day and other factors to the risk of fatigue among civilian pilot in Indonesia.
Methods: A cross sectional study with consecutive sampling was conducted among civilian pilots who attended medical check-up at Aviation Medical Center in Jakarta on June 2016. Demographic characteristics, employment related factors, habits and flight hours were obtained through questionnaire and interviews. Fatigue data were obtained through fatigue self-questionnaire form and measured with Fatigue Severity Scale which had been validated. Fatigue was categorized into non-fatigue (FSS score <36) and fatigue (FSS score ≥36). Risk relative was computed using Cox regression with a constant time.
Results: This study included 542 pilots, 50,2% had fatigue and 49,8% were normal (non-fatigue). The subjects who have flight hours >30 hours/week compared to ≤30 hours/week, had 1.37-fold higher risk of fatigue [adjusted relative risk [RRa=1.37; CI=1,14-1,65; p=0.001]. The subject with ATPL license compared to CPL license, had 1.28-fold higher risk of fatigue [RRa=1.31; CI=1,11-1,54; p=0.001). Furthermore, subjects who have appropriate exercise, had 32% lower risk of fatigue (RRa=0.68; CI=0,43-1,06; p=0.094).
Conclusions: Civilian pilots in Indonesia who had more than 30 hours flight time in 7 days and ATPL type pilots have an increased risk of fatigue. Appropriate exercise decreased the risk of fatigue on civilian pilots in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library