Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sudirman
Abstrak :
Dalam rangka merealisasikan putusan hakim yang mencerminkan proses hukum yang adil, ada tiga komponen penting yang harus dipenuhi yaitu penerapan hukum atau peraturan perundang-undangan secara formal, penghormatan terhadap hak-hak yang dipunyai tersangka/terdakwa/terpidana, dan sidang pengadilan yang bebas dan hakim yang tidak memihak. Ketiga komponen di atas pada hakikatnya telah mampu mengakomodasikan tiga asas penting mengenai peradilan yang baik, yaitu asas kepastian hukum, asas persamaan hukum, dan asas keadilan. Prasyarat demikian dapat menjadi barometer bagi wujud penegakan hukum yang benar, sekaligus sebagai antisipasi dari arbitrary process (proses yang sewenang-wenang atau semata-mata berdasarkan kuasa penegak hukum). Dalam konteks yang demikian relevan kiranya komponen-komponen proses hukum yang adil diujikan pada putusan MA No. 55 PK/Pid/1996. Hasil penelitian menunjukkan, ada dua persoalan mendasar yang dapat diamati dari putusan PK MA tersebut. Pertama, diterimanya permohonan PK jaksa oleh Majelis PK MA, dan Kedua yaitu penjatuhan hukuman terhadap terdakwa yang telah diputus bebas. Dari perspektif yuridis putusan MA model demikian tidak dapat dibenarkan dan termasuk keliru. Namun, dalam perspektif sosiologis keadaan yang demikian tidak dapat dihindari karena banyak persoalan lain yang ikut berperan. Persoalan manusia yang menjalankan penegakan hukum, teramat khusus hakim sebagai faktor penentu dan intervensi pihak kekuasaan pemerintahan terhadap pelaksanaan kekuasaan kehakiman dalam menjalankan fungsi judisial, ternyata ikut berandil besar bagi wujud suatu putusan. Dalam kondisi sistem peradilan yang sudah tertata sedemikian, amatlah sulit kiranya menjadikan pengadilan sebagai lembaga yang benar-benar diharapkan mampu mewujudkan tegaknya hukum secara wibawa atas dasar keadilan. Oleh karena itu, amatlah penting kiranya ditunjukkan perilaku patuh dan taat hukum terutama dari pihak pelaksana penegakan hukum yang dibarengi dengan political will pihak kekuasaan pemerintahan negara untuk secara sungguh-sungguh mewujudkan peradilan yang baik. Adalah naif lembaga pengadilan tertinggi sebagai bentengnya keadilan justru memunculkan ketidakadilan. Persoalan demikian amatlah buruk bagi citra lembaga peradilan, sekaligus amat berpengaruh bagi masa depan peradilan pidana yang pada gilirannya akan semakin sulit mewujudkan proses hukum yang adil dan wibawa penegakan hukum di Republik tercinta Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Achjani Zulfa
Abstrak :
ABSTRAK
Praktek penyelesaian perkara pidana melalui jalur ?musyawarah? antar pelaku dan korban Serta masyarakat yang terlibat didalamnya merupakan suatu kenyataan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Mekanisme penyelesaian ini dalam prakteknya terselenggara dengan atau tanpa melibatkan penegak hukum. Dalam praktik, perdamaian sebagai hasil akhir dari rnusyawarah yang terjadi menjadi kunci penutup permasalahan yang terjadi seolah mendapatkan pembenaran dalam hukum yang hidup dalam masyarakat. Fenomena yang demikian dalam kenyataannya bukan hanya menjadi permasalahan di Indonesia saja. Di sejumlah negara telah dibuat kebijakan dalam rangka menjawab pennasalahan tersebut dalam bentuk program Pemerintah atau bahkan kebijakan dalam regulasinya. Kebijakan dan program ini dibuat berdasarkan filosofi pemidanaan tradisional yang membingkainya yang dikenal sebagai keadilan restoratif Keadilan restoratif merupakan suatu filosofi pemidanaan tradisional yang dapat dipakai sebagai pendekatan dalam penanganan dan penyelesaian perkara pidana yang terjadi dalarn masyarakat, Berangkat dari kenyataan tersebut, Disertasi ini membahas tentang kemungkinan penerapan pendekatan keadaan restoratif dalarn praktek penegakan hukum pidana di Indonesia Pencarian atas gagasan penerapan pendekatan keadilan restoralif dalam disertasi ini dimulai dengan kajian teoretis terhadap keadilan restoratif dimana terjadi pergulatan untuk menyatakannya sebagai sebuah teori atau filosofi pernidanaan. Penelitian dilanjutkan dengan penelusuran terhadap praktik penggunan pendekatan keadilan nestoratif di berbagai Negara, Kedua kajian ini yang menjadi pedoman penulis dalarn melihat plaktek penanganan perkara pidana di Indonesia terhadap sejumlah perkara pidana yang diselesaikan diluar sistem peradilan pidana, pandangan para petugas penegak hukum terhadap hal tersebut dan mengurai pula basil pilot project penerapan pendekatan keadilan restoratif di Bandung. Saluruh proses penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif Suatu metode penelitain yang ?multimethod in focus, involving an interpretive and naturalisilic approach ro its subject matter", dimana diharapkan melalui pendekatan ini akan terlihat nyata dari analisa dan pembahasan perrerapan pendekatan keadilan restoratif di dalam pandangan hukum pidana, sistem peradilan pidana, hukum adat yang menggali pandangan masyarakat terhadap Iembaga peradilan pidana dan proses yang berjalan didalamnya serta pengaruh dan norma hukum. Penelitian kualitatif juga telah membuka kemungkinan bagi penulis untuk meneliti dengan menggunakan berbagai sumber baik data yang diperoleh melalui penelitian lapangan, maupun Studi dokumen. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa sebagai suatu filosofi pemidanaan, keadilan restoratif dapat membingkai berbagai kebijakan, gagasan program dan strategi penanganan perkara pidana sehingga diharapkan hasil proses tersebut dapat menciptakan keadilan yang dirasakan oleh pelaku, korban rnaupun masyarakat dan menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh sistem peradilan pidana saat ini.
Depok: 2009
D1029
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erianto N.
Abstrak :
Keberadaan asas subsidiaritas dalam penegakan hukum lingkungan bertujuan untuk meningkatkan ketaatan masyarakat terhadap sistem nilai tentang pentingnya pelestarian dan pengembangan kemampuan lingkungan hidup masa kini dan masa depan. Asas subsidiaritas yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi bidang hukum lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang didukung dengan penelitian lapangan dalam bentuk wawancara dengan penyidik PPNS lingkungan hidup serta menganalisis beberapa putusan pengadilan mengenai tindak pidana lingkungan hidup. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa asas subsidiaritas belum maksimal digunakan disebabkan penjelasan mengenai bagaimana penerapan asas subsidiaritas masih kurang sehingga terjadi perbedaan penafsiran di tingkat penegak hukum maupun ahli hukum di lapangan. Tidak adanya kriteria dalam menentukan kapan dan dalam kondisi bagaimana asas subsidiaritas diterapkan atau dapat dikesampingkan menyebabkan penerapan asas subsidiaritas sangat tergantung pada subjektifitas penegak hukum itu sendiri. Konsep asas subsidiaritas di masa mendatang mesti diatur secara jelas dan tegas sehingga kepastian hukum, keadilan dan mamfaat penegakan hukum lingkungan dapat terwujud. ......The existence of the subsidiary principle in environmental crime enforcement is intended to raise public compliance toward the value system on the importance of environmental conservation and development to support life at present time and in the future. The subsidiary principle as contained in the Law Number 23 of 1997 on Environmental Management stipulates that criminal code should be empowered if other forms of sanctions such as administrative sanction or civil sanction and when alternative settlement is ineffective in settling environmental cases or if offense is relatively serious and/or its impact has caused a restlessness among the community. This study is a judicial normative study supported by field research in the form of interviews with PPNS environmental investigators in conjunction with an analysis of several court decisions on environmental related cases. The result reveals that in its current state the subsidiary principle has not been fully applied due to the insufficient technical guidelines on its application, which leads to different interpretation among the law enforcement officers and legal experts in the field. There is no specific criterion governing when and where and in what condition the subsidiary principle should be applied or when it can be waived. This kind of ambiguity has lead to a situation where the application of the subsidiary principle is highly dependent on the subjectivity of the law enforcement officers. In the future, the subsidiary principle must be laid down clearly to prevent ambiguity and different interpretation; therefore, legal certainty, justice and the benefits of environmental law enforcement may be achieved.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jocky Fernando
Abstrak :
Undang Undang Jabatan Notaris telah memberikan kewenangan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai pembantu Presiden di Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia,  melakukan pembinaan terhadap notaris. Kewenangan Menteri diberikan dalam bentuk pendelegasian kepada Menteri untuk membentuk Majelis Kehormatan Notaris yang terdiri dari Majelis Kehormatan Notaris Pusat dan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah, yang menjalankan fungsi pembinaan terhadap notaris, khususnya memberikan persetujuan atau penolakan kepada Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim dalam melakukan tindakan pro justitia terhadap notaris berkaitan dengan akta yang dibuatnya dan  protokol notaris dalam penyimpanan notaris. Majelis Kehormatan Notaris yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri, menjalankan urusan pemerintahan di bidang kenotariatan dan karena itu Majelis Kehormatan Notaris termasuk sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan keputusannya merupakan objek sengketa tata usaha negara.  Keterangan Notaris dan atau akta akta yang dibuatnya termasuk surat surat yang merupakan bagian dari protokol notaris merupakan alat bukti dalam perkara pidana. Bagaimana implikasi hukumnya jika Keputusan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah sebagai dasar bagi kewenangan entitas peradilan untuk meminta keterangan notaris, dan atau mengambil  akta aktanya sebagai bukti, mengandung cacat prosedural dan dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Dalam menjawab masalah tersebut, dipergunakan metode penelitian  normatif, dengan mengkaji tugas dan kewenangan Majelis Kehormatan Notaris dihubungkan dengan  bentuk dan cacat yuridis keputusan Majelis Kehormatan Notaris berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. Batal atau tidak sahnya Keputusan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah, mengakibatkan bukti bukti hukum yang didasarkan pada Keputusan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah yang dibatalkan, menjadi tidak sah. ...... The Notary Law has given authority to the Minister of Law and Human Rights as an assistant to the President in the Field of Law and Human Rights, conducting guidance on a notary public. The authority of the Minister shall be granted in the form of a delegation to the Minister to form a Notary Honorary Council consisting of the Notary Public Honorary Council and the Regional Notary Council of Notary, which carries out the function of guidance on the notary, in particular giving approval or refusal to the Investigator, Prosecutor or Judge in taking pro justitia to the notary in relation to the deed he made and notary protocol in the notary's depository. The Honorary Council of a Notary who is appointed and dismissed by the Minister, carries out government affairs in the field of notary and therefore the Honorary Council of Notary is included as the Board or the State Administration Officer and the decision is the object of the state administration dispute. Notaries and / or deeds of deeds which are made, including letters which are part of the notary protocol, are evidence in criminal cases. What is the legal implication if the Decree of the Regional Notary Public Notary as the basis for the authority of the judicial entity to request notarial information, and or to take its act of deed as evidence, contains procedural disability and is annulled by the State Administrative Court. In answering the problem, normative research methods are used, by examining the duties and authorities of the Notary Public Honor Council related to the form and the juridical defect of the decision of the Notary Publicity Council based on the Decision of the State Administrative Court. The nullification or invalidity of the Decision of the Regional Notary's Council of Honor, resulting in evidence of legal evidence based on the Decision of the Notary Board of the Notary of Territory annulled, becomes invalid.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bima Bagus Saputra
Abstrak :
Manipulasi saham merupakan suatu perbuatan mengenai perilaku ilegal di pasar keuangan untuk memperoleh keuntungan. Kejahatan terhadap pasar modal memasuki fase yang mengerikan, modus pelaku mengikuti perkembangan dunia, dampak dari kejahatan manipulasi bisa merugikan pasar secara keseluruhan. Manipulasi saham dilakukan dengan berbagai metode dan cara, secara garis besar perbuatan manipulasi terbagi menjadi tiga yaitu action-based manipulation, information-based manipulation, dan transaction-based manipulation. Saham sebagai salah satu instrumen penggerak perekonomian, memerlukan regulasi dan penegakan hukum yang optimal untuk mencegah praktik manipulasi dan menjamin berjalannya pasar modal yang adil dan efisien. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan menggunakan studi literatur dan menitikberatkan pada tipologi micro comparison. Perbandingan dilakukan dengan menitikberatkan pada mekanisme murni dari unsur mikro hukum yaitu melihat keberlakuan regulasi dan penegakan hukum antara Indonesia dengan Hong Kong dengan mencantumkan beberapa kasus. Hasil perbandingan ditemukan bahwa dari segi regulasi, beberapa tindakan manipulasi pada pengaturan di Hong Kong belum diatur dalam peraturan Indonesia, seperti pengaturan cross border secara khusus dalam Securities and Futures Ordinance. Selain itu, setelah melakukan analisis terhadap beberapa kasus dijumpai upaya penegakan hukum dilakukan oleh instansi terdapat perbedaan yang signifikan khususnya dalam pengenaan delik dan penjatuhan sanksi. Di Hong Kong terdapat pengadilan khusus yang mengadili perkara pelanggaran pasar bernama Market Misconduct Tribunal. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat beberapa usulan reformulasi regulasi terhadap peraturan di Indonesia, perlu menambahkan bidang penggunaan alat atau skema perbuatan manipulasi saham terutama dalam penggunaan teknologi dan jaringan, menambahkan bidang lintas batas dan menambahkan pembatasan terhadap transaksi frekuensi tinggi berskala besar. Selain itu, perlu pengaturan terhadap whistle-blowing dan pengadilan ekonomi. ......Stock manipulation is an act of illegal behaviour in the financial market for profit. Crimes against the capital market are entering a terrible phase, the mode of the perpetrator follows the development of the world, and the impact of manipulation crimes can harm the market as a whole. Stock manipulation is carried out by various methods and means, broadly speaking, the act of manipulation is divided into three, specifically action-based manipulation, information-based manipulation, dan transaction-based manipulation. As one of the instruments driving the economy, the capital market requires optimal regulation and law enforcement to prevent manipulation practices and ensure a fair and efficient capital market. This research uses a normative method using literature studies and focuses on the typology of micro comparison. The comparison is carried out by emphasising the pure mechanism of micro-legal elements, namely looking at the applicability of regulations and law enforcement between Indonesia and Hong Kong by listing several cases. The results of the comparison found that some acts of manipulation in Hong Kong regulations have not been regulated in Indonesian regulations, such as cross-border arrangements specifically in the regulation Securities and Futures Ordinance. In addition, after analyzing several cases, it was found that law enforcement efforts were carried out by agencies, and there were significant differences, especially in the imposition of offence and sanctions. In Hong Kong, there is a special court that tries market misconduct cases called the Market Misconduct Tribunal. The research concludes that there are several proposals for regulatory reformulation of regulations in Indonesia, it is necessary to add the field of using tools or schemes for stock manipulation, especially in the use of technology and networks, adding cross-border fields and adding restrictions on large-scale high-frequency transactions. In addition, it is necessary to regulate whistle-blowing and economic courts.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library