Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sarah Aisha Rizal
Abstrak :
Peningkatan konsumsi terhadap bahan baku untuk menghasilkan barang yang padat polusi dalam proses produksi dan siklus hidupnya menyebabkan permasalahan lingkungan. Sektor industri yang mampu mempercepat proses produksi, menyerap tenaga kerja secara massal, menyumbang besar terhadap perekonomian nasional dan lokal, perlu ditinjau layaknya perkembangan ini dari aspek lingkungan. Pencemaran lingkungan terjadi di area yang padat industri seperti Kota Pekalongan. Sumber daya air di Kota Pekalongan yang meliputi sungai ataupun air tanah mengindikasikan bahwa terjadi pencemaran air akibat kegiatan Industri Batik. Walaupun pencemaran terjadi, Industri Batik dikategorikan sebagai kegiatan usaha dengan risiko rendah. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan studi kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalis secara deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, upaya penyederhanaan proses perizinan dengan mengkategorikan perizinan berdasarkan tingkat risko suatu usaha tidak mencerminkan risiko dari industri batik. ......Increased consumption of raw materials to produce goods that highly pollutes in its production process and life cycle causes environmental problems. The industrial sector, which is able to accelerate production process, absorb labor massively, and contribute greatly to the national and local economy, needs to be reviewed its development from an environmental perspective. Environmental pollution occurs in densely industry-populated areas such as Pekalongan City. The water resources in Pekalongan City which include rivers or ground water indicate that there is water pollution due to the activities of the Batik Industry. Although pollution occurs, the Batik Industry is categorized as a low-risk business activity. This research is a normative juridical research using legislation approach and literature study. The data obtained were then processed and analyzed descriptively analytically. The results of this study indicate that the effort to simplify the licensing process by categorizing permits based on the level of risk of a business does not reflect the true risks of the batik industry.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arbi Rizal Haq
Abstrak :
Berkembangnya internet of things melahirkan ledakan inovasi di berbagai lini kehidupan, termasuk di bidang finansial yang menyebabkan penciptaan mata uang kripto atau cryptocurrency. Kehadiran mata uang kripto memberikan kemudahan transaksi bagi penggunanya. Pemanfaatan teknologi blockchain dan sistem peer-to-peer menghendaki para penggunanya untuk melakukan transaksi secara anonim. Non-Fungible Token merupakan aset digital yang lahir dengan memanfaatkan teknologi blockchain dan dengan menggunakan mata uang kripto dalam transaksinya, serta dilengkapi dengan teknologi smart contract. Ekosistem yang demikian itu, menyebabkan para pelaku kejahatan memanfaatkannya sebagai sarana baru dalam aktivitas pencucian uang. Financial Action Task Force on Money Laundering, selaku badan internasional yang mengembangkan kebijakan anti pencucian uang, merekomendasikan langkah-langkah sebagai rujukan negara-negara dalam membuat kebijakan terkait dengan potensi kejahatan pencucian uang, termasuk melalui non-fungible token sebagai teknologi baru atau yang sedang berkembang. Rekomendasi yang memiliki tujuan untuk meminimalisasi kejahatan pencucian uang itu, dilakukan dengan langkah penerapan pendekatan berbasis risiko atau Risk-Based Approach yang menciptakan kolaborasi secara proaktif dalam bertukar informasi mengenai risiko pencucian uang dalam sebuah sektor. Selain itu, Public-Private Partnership Approach juga menjadi pendekatan yang perlu dilakukan antara Financial Unit Intelligence dengan pihak swasta sebagai penyedia layanan aset virtual sebagai upaya memperlancar arus pertukaran informasi mengenai para penggunanya. Hal tersebut menimbulkan suatu pertanyaan apakah instrumen hukum pencucian uang yang ada di Indonesia sudah relevan dan memadai dalam menghadapi perkembangan kejahatan pencucian uang melalui teknologi baru atau yang sedang berkembang. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana tipologi dan metodologi pencucian uang melalui non-fungible token serta strategi pengaturannya sebagai upaya mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di sektor ini sehingga diharapkan dapat menjadi rujukan para regulator dalam melakukan penyesuaian terhadap perkembangan kejahatan pencucian uang pada sektor ini. ......The development of the internet of things gave birth to an explosion of innovation in various lines of life, including in the financial sector which led to the creation of cryptocurrencies. The presence of cryptocurrency makes transactions easy for its users. The use of blockchain technology and peer-to-peer systems requires its users to make transactions anonymously. Non-Fungible Tokens are digital assets that were born by utilizing blockchain technology and using cryptocurrencies in transactions, and equipped with smart contract technology. Such an ecosystem causes criminals to use it as a new means of money laundering activities. The Financial Action Task Force on Money Laundering, an international body that develops anti-money laundering policies, recommends steps as a reference for countries in making policies related to potential money laundering crimes, including through non-fungible tokens as new or developing technologies. Recommendations that have the aim of minimizing money laundering crimes are carried out by implementing a Risk-Based Approach that creates collaboration proactively in exchanging risk information regarding money laundering in a sector. In addition, the Public-Private Partnership Approach is also an approach that needs to be taken between the Financial Intelligence Unit and the private sector as virtual service providers in an effort to expedite the flow of information about its users. This raises a question whether the legal instruments for money laundering in Indonesia are relevant and adequate in dealing with the development of money laundering crimes through new or developing technologies. By using the juridical-normative research method, this study aims to explore the typology and methodology of money laundering through non-fungible tokens as well as regulatory strategies as an effort to prevent and eradicate money laundering in this sector so that it is hoped that it can become a reference for regulators in making adjustments to the development of money laundering crimes in this sector.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenly Gosti
Abstrak :
Regulasi berbasis risiko yang sudah ada untuk waktu yang cukup lama namun keberadaan dan wawasan terhadapnya masih kurang signifikan, salah satunya di Indonesia. Secara umum, regulasi berbasis risiko adalah suatu kerangka dan prosedur pengambilan keputusan yang sistematis untuk memprioritaskan aktivitas pengaturan dan penggunaan sumber daya, yang terutama berkaitan dengan pemeriksaan dan penegakan, berdasarkan penilaian atas risiko yang ditimbulkan subjek pengaturan terhadap tujuan regulator. Dalam menggunakan sistem “berbasis risiko”, harus diingat prinsip bahwa risiko tidak dapat dihilangkan seluruhnya dan manusia hanya berupaya untuk mengelola risiko sedemikian rupa demi mencapai tujuannya dengan lebih baik. Di Inggris, Australia, dan Kanada, pendekatan berbasis risiko sudah banyak diterapkan dalam tata kelola regulasinya. Walaupun penerapannya dapat mengandung beberapa perbedaan, ada persamaan mencolok dari model pendekatan berbasis risiko yang dianut ketiga negara tersebut, yaitu adanya penilaian risiko dan adanya tujuan spesifik yang ingin dicapai dari diadopsinya pendekatan berbasis risiko yang minimal salah satunya adalah untuk penegakan atau penaatan. Di Indonesia, dalam upaya untuk menyederhanakan perizinan berusaha, pemerintah merombak sistem perizinan berusaha di Indonesia menjadi sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Melalui sistem ini, jenis perizinan berusaha suatu kegiatan usaha ditentukan berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha tersebut, yang mana diperoleh melalui penilaian risiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pendekatan berbasis risiko yang dianut pada sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di Indonesia berbeda dari praktek yang berkembang pada umumnya, dimana pendekatan berbasis risiko digunakan secara utama untuk menentukan jenis perizinan berusaha, alur penilaian risiko yang dianut menghasilkan matriks risiko yang lebih rumit, dan tidak adanya kerangka kokoh yang mendasari penggunaan pendekatan berbasis risiko pada sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko tersebut. ......Risk-based regulation has been present for a moderate amount of time but there is still minimal knowledge and understanding of it, nonetheless in Indonesia. Generally, risk-based regulation refers to a systematised decision-making framework and procedure to prioritise regulatory activities and deploy resources, principally relating to inspection and enforcement, based on an assessment of the risks that regulated firms pose to the regulator’s objectives. In adopting a risk-based model, one must understand that risk cannot be completely extinguished, but are manageable to a certain extent to help humans attain better outcomes to their objectives. Risk-based regulatory governance is a common practice in the United Kingdom, Australia, and Canada. Although there are differences in its application, there are some significant similarities in their risk-based model, that is it is extensively based on a risk assessment, and that there are specific objectives to be attained, mainly for compliance or enforcement purposes. In Indonesia, the government developed a risk-based business licensing system as an attempt to simplify its licensing regime. With this system, the type of business license required for a business activity is determined by its risk level, which are acquired through risk assessment. The research conducted in this paper found that there are differences between the risk-based model in Indonesia’s risk-based business licensing system and the existing common practice, that is it is mainly used to determine the type of business license required, the calculation flow of the risk assessment resulted in a more complicated risk matrix and that there is no solid framework underlying the adoption of the risk-based model.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library