Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
cover
cover
Ahmad Seng
Abstrak :
Pin Spring merupakan komponen mobil yang berfungsi sebagai pengikat pegas dengan rangka (chassis). Proses manufaktur dari Pin Spring adalah permesinan (machining) dilanjutkan dengan proses perlakuan panas (heat treatment). Proses perlakuan panas bertujuan untuk merubah sifat mekanis dan fisis dari Pin Spring. Bahan dan Pin Spring adalah baja C 45. Penelitlan yang dilakukan adalah untuk mendapatkan parameter yang optimal pada proses periakuan panas Pin Spring, yaitu temperatur austenisasi, media pendingin dan temperatur temper. Penelitian dilakukan dengan berbagai variasi temperatur austenisasl yaltu : 800, 850 dan 900°C, variasi media pendingln adalah Qll Quendlla 32 dan Air dan variasi temperatur temper yaitu: 100, 200, 300, 400 dan 500°C dengan waktu tahan 2 jam. Dari hasil penelitian, terlihat bahwa pada temperatur austenisasi 850°C, media pendingin Air dan temperatur temper 300°C diperoleh harga kekerasan dan struktur mikro yang baik dan memenuhi spesifiikasi rancangan dari produk Pin Spring. ......Pin Spring is automobile components that functioned as fastening between spring and chassis. This manufacturing process of Pin Spring is machining process and heat treatment process. The objective of heat treatment, is the process of converting mechanical properties and physics raw material of Pin Spring. The raw material of Pin Spring is steel C 45. The purpose of this research is to obtain the optimal parameter for heat treatment attitude, that consist of austenitizing and tempering temperature, quenching media. The parameters austenitizing temperature variance as 800, 850 and 900°C, quenching media variety are Oll Quendlla 32 and water, tempering temperature variety are 100,200,300,400 and 500°C with holding time 2 hours. The result of this research showed that austenitizing temperature on 8500C, quenching media water and tempering temperature on 300°C, taken hardness and micro structure satisfied and met design specification from product Pin Spring.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Tommy H.
Abstrak :
Kemajuan teknologi informasi dan globalisasi keuangan mengakibatkan makin mendunianya perdagangan barang dan jasa serta ants finansial yang mengikutinya. Kemajuan tersebut justru memberikan kesempatan bagi berkembangnya kejahatan, khususnya kejahatan kerah putih (white collar crime). Kejahatan kerah putih sudah berkembang pada taraf trans-national dan terorganisir secara rapih, sehingga sulit untuk dideteksi. Pelaku kejahatan selalu berusaha menyelamatkan uang hasil kejahatannya melalui berbagai cara, salah satunya dengan melakukan pencucian uang (money laundering). Dengan cara ini mereka mencoba untuk mencuci sesuatu yang didapat secara illegal menjadi suatu bentuk yang terlihat legal. Salah satu teknik pencucian uang yang kerap dilakukan adalah melalui industri perbankan. Hal itu disebabkan karena bank banyak menawarkan jasa jasa dalam lalu lintas keuangan yang dapat menyembunyikan atau menyamarkan asal usul suatu dana, yaitu private banking dan electronic banking (wire transfer system). Untuk mencegah praktek pencucian uang melalui industri perbankan, maka bank mempunyai beberapa kewajiban yang harus dipatuhinya, yaitu laporan atas transaksi mencurigakan, penerapan prinsip Know Your Customer (KYC), larangan melakukan tipping of serta larangan merahasiakan dokumen dan keterangan lainnya. Pasai 6 Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 adalah pasal yang mengkriminalisasi perbuatan pencucian uang oleh penyedia jasa keuangan. Ketentuan Pasal 6 tersebut memang tidak hanya terbatas bagi penyedia jasa keuangan saja, akan tetapi berlaku pula bagi setiap orang yang menerima penempatan atau melaksanakan pentransferan uang basil kejahatan, namun dalam kehidupan sehari-hari yang iaaim melakukan penerimaan, penempatan danlatau pentransferan uang adalah penyedia jasa keuangan, khususnya bank. Dari rumusan Pasal 4 dan 5 UU No. 15 Tabun 2002, dapat disimpulkan bahwa bank (korporasi) yang terbukti melakukan tindak pidan pencucian uang, maka pemidanaannya dapat dijatuhkan balk terhadap bank (korporasi) itu sendiri maupun terhadap pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi danlatau kuasa pengurus atas nama korporasi. Mengenai pidana yang dapat dijatuhkan terhadap bank (korporasi) adalah pidana denda, dan juga pidana tambahan berupa pencabutan usaha danlatau pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19145
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Suwondo
Abstrak :
Bisnis Non Keuangan dan Profesioanl merupakan area dimana para pelaku pencuci uang melakukan akitivitas dalam pencucian uang.Bisnis non keuangan dan profesional menjadi pilihan karena merupakan suatu hal yang lumrah karena bisnis non keuangan dan profesional sangat hadir dalam hampir seluruh kehidupan masyarakat dan tidak harus pelaku kejahatan.Pemilihan Bisnis Non Keuangan dan Profesional dalam membantu pencucian uang lebih kepada kesempatan yang dipikirkan oleh para pelaku tersebut.Pada kenyataanya pelaku pencucian uang dapat memilih hanya sebagai konsumen atau pemilik bisnis non keuangan dan profesional. Pencuci Uang selalu mencari teknik atau metode yang paling aman untuk melakukan proses pencucian uang. Dari sejak jaman dulu bisnis non keuangan selalu menjadi sarana pencucian uang bagi para pelaku kejahatan.Perkembangan teknologi dan pengetahuan mendorong perkembangan kejahatan termasuk didalamnya para pencuci uag.Par Sejak berlakunya UU TPPU di Indonesia kewajiban pelaporan transaksi keuangan bagi Bisnis Non Keuangan belum diterapkan.Pelaporan hanya terbatas pada institusi keuangan sajaDi negara lain seperti Amerika Serikat. Di Australia, Negara yang perangkat UU anti pencucian Uangnya menjadi acuan bagi Indonesia dalam membuat UU anti pencucian uang juga sudah diterapkan. Penerapan Kewajiban Pelaporan Transaksi Keuangan bagi Bisnis Non Keuangan dan Profesional harus diterapkan untuk dapat membantu PPATK dalam memberikan informasi untuk di analisa dalam memberikan laporan informasi bagi pencegahan dan penanggulangan pencucian uang di Indonesia. Kewajiban pelaporan ini harus disertai sanksi, snaksi tidak hanya dikenakan kepada bisnis non keuangan dan profesi tetapi juga kepada lembaga pengawas yang tidak melakukan tugasnya. sanksi harus yang berarti sehingga memaksa bisnis non keuangan dan proesional untuk melaksanakan kewajiban tersebut.Sanksi tidak hanya terbatas pada denda atau administratif saja tetapi dengan hukuman badan.;
[, ], 2006
T36833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annissa Kusuma Hasari
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai kewenangan penyidikan tindak pidana pencucian uang. Indonesia memiliki PPATK sebagai Financial Intelligence Unit yang hanya bersifat memberikan informasi kepada Polri dan Kejaksaan RI. Hasil laporan analisa yang disampaikan oleh PPATK belum cukup memadai untuk dilakukan penyelidikan maupun penyidikan tindak pidana pencucian uang. Maka dapat dikatakan bahwa rezim pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Selain itu apabila penyidik (selain Polri) menemukan adanya indikasi perbuatan pencucian uang, namun penyidik tindak pidana asal remyata tidak memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang. Untuk itu perlu diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang kepada penyidik tindak pidana asal (multi investigators system). ......The focus of this studi is about authority in money laundering investigation in Indonesia. Indonesia has PPATK as a Financial Intelligence Unit that only feeds informations to Police and General Attomey. The infonnations that given by PPATK is not enough to start an money laundering investigation. That is why we can say Indonesian anti money laundering rezim is not running effectively. The problem occurs, when an investigator (except Police) finds some money laundering offences from predicate crime that they are investigating, but that investigator does not have investigation authority. That is why some investigators of predicate crime need giving investigation authority of money laundering (multi investigators system).
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26107
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Okta Sesia
Abstrak :
Tindak Pidana Pencucian Uang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 adalah tindak pidana yang mempunyai karakteristik sebagai tindak pidana yang white collor crime, hal ini berhubungan dengan pelaku yang mempunyai kekuatan ekonomi ataupun kekuatan politik, subjek atau pelaku tindak pidana individu sebagai manusia dan juga dapat sebuah korporasi yang berbentuk organitation crimes dengan lalu lintas batas wilayah Negara atau transnasional. Dalam hal ini terdapat satu kasus yang berkaitan dengan hal tersebut yaitu kasus L/C fiktif Bank BNI berdasarkan putusan Nomor: 1982/PID.B/2004/PN.Jak.Sel) dengan terdakwa Adrian Herling Waworuntu. Pokok permasalahan yang timbul sehubungan dengan kasus L/C fiktif Bank BNI, yaitu dalam hal bagaimana ketentuan mengenai pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang berlaku di Indonesia serta bagaimana penggunaan L/C dalam perdagangan ekspor impor dapat dipakai sebagai upaya pencucian uang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan dan metode wawancara.
The criminal act of money laundering as governed by Law Number 15 of 2002 on the Money Laundering Criminal Act as amended by Law Number 25 of 2003 is by character a criminal act that can be considered as a white collar crime. This takes the consideration of the actor of the crime which has the economical and political power, in addition to the subject or the perpetrator of the crime which can be both natural person and corporation such as crime organization acting in transnational and crossborder sphere. That being said, there is a relevant case, being the fraud L/C case of BNI Bank pursuant to court decision Number 1982/PID.B/2004/PN.Jak.Sel with Adrian Herling Waworuntu as the defendant. The main issue with regard to this case is how the regulations concerning the eradication of money laundering crime which prevails in Indonesia and L/C regulations for international trade (export-import) can be applied as a method of money laundering. The methodology for this research is literature study and interview.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27936
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>