Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Felicia Clarissa
"Dalam perjalanan menuju negara tujuan untuk mendapatkan perlindungan, pencari suaka seringkali melakukan perjalanan melalui laut dengan menggunakan kapal yang tidak laik laut dan seringkali pula dilakukan dengan bantuan kelompok penyelundup migran. Perjalanan yang berbahaya ini mengakibatkan banyaknya kapal pencari suaka yang mengalami kecelakaan di laut sehingga para pencari suaka seringkali berada dalam keadaan bahaya di laut. Hukum internasional mewajibkan negara untuk melakukan SAR untuk menyelamatkan setiap orang yang berada dalam keadaan bahaya di laut, termasuk pencari suaka. Ketentuan SAR secara khusus diatur dalam International Convention on Maritime Search and Rescue. Pelaksanaan upaya SAR bagi pencari suaka terkait pula penentuan place of safety, prinsip non-refoulement dan tindak pidana penyelundupan migran.

The journey to the destination country to seek protection, asylum-seekers frequently take the journey through sea by sea unworthy boats and they are seldom helped by migrant smugglers. This dangerous journey has caused a lot of asylum-seekers faced accident at sea and made them in distress at sea. International law obliges states to do SAR operation to save every person who is in distress at sea, including asylum-seekers. The special provisions related to SAR are consisted in International Convention on Maritime Search and Rescue. SAR operation to save asylum-seekers also related to the determination of place of safety, non-refoulement principle and migrant smuggling.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53471
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Bohari
"ABSTRAK Indonesia bukan negara pihak dan tidak meratifikasi UN Convention Relating to the Status of Refugees (Konvensi Status Pengungsi) Tahun 1951. Ditinjau dari aspek hukum internasional, maka permasalahan pengungsi merupakan hak prerogatif negara tersebut  apakah mau atau tidak menerima para pencari suaka dan pengungsi masuk ke wilayahnya. Namun dari aspek kemanusiaan, bahwa setiap negara wajib memberikan perlindungan bagi setiap orang yang terancam jiwanya, sekalipun orang tersebut bukan warga negaranya. Komitmen Indonesia atas perlindungan pengungsi terlihat ketika Indonesia menampung pengungsi Vietnam di Pulau Galang tahun 1979. Indonesia pada dasarnya telah mengadop Konvensi Status  Pengungsi Tahun 1951 dan Protokolnya Tahun 1967 dengan diterbitkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dimana Pasal 25 ayat (1) memberikan kewenangan kepada Presiden untuk memberikan suaka kepada orang asing. Hal ini membuat Indonesia terlilit permasalahan akibat lamanya proses penentuan status sebagai pengungsi. Keberadaan pencari suaka dan pengungsi di Indonesia dengan berinteraksi dengan warga lokal, membawa dampak ideologi, sosial budaya, pelanggaran hukum dan ancaman bagi keamanan nasional. Penelitian ini mengunakan metode pendekatan yuridis normatif yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Kesimpulannya Meskipun telah diterbitkan  Perpres 125 tahun 2016 tentang Penanganan pengungsi dari luar negeri, namun materi muatan dan implementasi belum menemukan solusi lamanya proses menunggu pengungsi. Solusi yang ditawarkan adalah pembentukan UU penanganan pengungsi, penempatan pengungsi di pulau tertentu, pemberian hak bekerja dan berusaha serta revitalisasi community house.

ABSTRACT
As a country, Indonesia upholds the safety and well-being of each person, including asylum seekers from foreign countries. Indonesia possess a strong committment to protect asylum seekers. For example, Indonesia once accepted and accomodated 250.000 Vietnamese into Galang Island, Riau Province in 1979. Although Indonesia is non-ratifying country of the UN Convention Relating to the Status of Refugee 1951, Indonesia has adopted its values through Article 25 of Law No. 37 of 1999 on Foreign Relations which authorize the President of Indonesia to provide asylum to refugees in need. However, some issues remains in Indonesia as transit country including the process to determine refugee status which take longer than it needs to be. This issue should be addressed quickly because when refugees are permitted entry to a country, it will have impacts to several aspects, such as ideology, socio-cultural, legal, and national security. This research is conducted using normaitve juridical approach which focused to analyze the implementation of norms and rules in positive laws. This research finds that although Indonesia has Presidential Decree No. 125 of 2016 on the Treatment of Refugees and Asylum Seekers, but it is still inable to provide solution to accelereate the process of determining refugee status. This research offers to create a Law (UU) specific on the treatment of refugee, relocate the refugee into an empty island, provide the refugee with right to work and right to own a business, and revitalize community house.

Keywords: Asylum Seekers, status of Refugee, Transit Country

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Aribowo
"Tesis ini membahas tentang Perlindungan Hukum dan Hak Asasi Manusia Pengungsi dan Pencari Suaka dari Asia yang masuk ke Indonesia untuk transit ke negara ketiga. Indonesia yang belum meratifikasi Konvensi 1951 tentang Penanganan Pengungsi mendapatkan sejumlah permasalahan dalam menghadapi Pengungsi dan Pencari Suaka yang transit di Indonesia. Termasuk di dalamnya upaya pemenuhan Hak-Hak Asasi Pengungsi dan Pencari Suaka. Metode yang digunakan dalam penulisan adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan historis, pendekatan komparatif, dan pendekatan konseptual. Dari hasil penelitian didapatkan pemahaman bahwa keengganan Indonesia untuk meratifikasi Konvensi 1951 tentang Penanganan Pengungsi menyebabkan Indonesia belum dapat menentukan sendiri status pengungsi. Sehingga harus bekerjasama dengan lembaga internasional yang fokus pada penanganan pengungsi, yaitu United Nation High Commissioner For Refugees UNHCR . Penulis juga menyarankan, Indonesia perlu melakukan ratifikasi terhadap Konvensi 1951 tentang Penanganan Pengungsi, agar dapat lebih leluasa membantu penanganan pengungsi yang transit dan hadir di Indonesia. Indonesia juga diharapkan bisa membantu semaksimal mungkin pemenuhan hak-hak asasi pengungsi dan pencari suaka yang transit di Indonesia dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

This thesis discusses the Legal Protection and Human Rights of Refugees and Asylum Seekers from Asia who enter Indonesia for transit to third countries. Indonesia that has not ratified the Convention and Protocol Of Refugee 1951 on the Management of Refugees has received several problems facing Refugees and Asylum Seekers who transit in Indonesia. This includes efforts to fulfill the Refugees 39 and Asylum Refugees 39 Rights. The method used in writing is the normative research method with the approach of legislation, historical approach, comparative approach, and conceptual approach. From the research result, it is found that Indonesia 39 s reluctance to ratify the 1951 Convention on the Management of Refugees has made Indonesia unable to determine its own refugee status, so it must cooperate with international institutions focusing on refugee handling, United Nation High Commissioner For Refugees UNHCR . The authors also suggest that Indonesia needs to ratify the Convention and Protocol Of Refugee 1951 on the Management of Refugees, in order to more freely assist the handling of refugees who transit and present in Indonesia. Indonesia is also expected to help as much as possible the fulfillment of the basic rights of refugees and transit asylum seekers in Indonesia with existing laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48731
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafidz Alam Islami
"ABSTRAK
Penelitian ini akan menjawab pertanyaan, ldquo;potensi konflik apa yang berkembang antara pencari suaka dan pengungsi dengan masyarakat Desa Batulayang, Cisarua, Bogor? rdquo;. Sebelumnya, Desa Batulayang merupakan salah satu wilayah dengan tingkat konsentrasi dan jumlah imigran asing yang cukup tinggi ditengah derasnya arus migran yang terus terjadi sampai saat ini. Menurut penulis, keberadaan pencari suaka dan pengungsi tersebut di tengah-tengah masyarakat akan menimbulkan implikasi tertentu, salah satu nya adalah keberadaan potensi konflik. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori eskalasi konflik menurut Friedrich Glasl yang memaparkan bawa terdapat tahap-tahap tertentu dalam sebuah eskalasi konflik, dari sebuah potensi hingga menjadi konflik yang menimbulkan korban. Selain itu, dalam usaha penulis mencari data, penulis menggunakan metode kualitatif dengan wawancara pada pihak-pihak tertentu. Selanjutnya, penulis mendapatkan temuan-temuan yang menunjukkan terdapat potensi konflik dalam tingkatan tertentu yang sesuai dengan teori eskalasi konflik di Desa Batulayang.

ABSTRACT
This research will answer the question of conflict escalation between asylum seekers and refugees with the local communities of Batulayang Village, Cisarua, Bogor. Previously, Batulayang Village was one of the areas with high levels of concentration and high number of foreign immigrant. In my assumption, the existence of asylum seekers and refugees in the midst of society will lead to certain implications, one of which is the potential existence of conflict. In this study, the author uses the theory of conflict escalation by Friedrich Glasl which describes that there are certain stages in an escalation of conflict, from a potential to a conflict that caused the victim. In addition, in the authors attempt to find data, the authors use qualitative methods with interviews on certain parties. Furthermore, the authors find findings that indicate the potential for conflict in a certain degree that is compatible with conflict escalation theory in Batulayang Village.
"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Priambodo
"Berakhirnya kerjasama Indonesia dan Australia dalam Regional Cooperation Agreement (RCA) yang telah dibangun sejak tahun 2000 memunculkan permasalahan baru bagi kelompok Pengungsi dan Pencari Suaka yang berada di Indonesia. Kajian ini menganalisa latar belakang serta dinamika berakhirnya perjanjian bilateral penanganan pegungsi dan pencari suaka di Indonesia. Dengan mengadopsi teori neo-classical realism sebagai kerangka analisis terhadap variabel data dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi berakhirnya kerjasama Regional Cooperation Agreement (RCA) dilatar belakangi oleh terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 125 tahun 2016 disajikan sebagai faktor sistemik yang memunculkan reaksi penilaian domestik Australia sebagai intervening variables yang mencakup persepsi pemimpin, budaya strategis, hubungan negara masyarakat, dan struktur negara dan politik domestik.

The end of the cooperation between Indonesia and Australia in the Regional Cooperation Agreement (RCA), which has been built since 2000, has created new problems for groups of refugees and asylum seekers who have been displaced in Indonesia. This study analyzes the background and dynamics of the termination of the bilateral agreement on handling refugees and asylum seekers in Indonesia. By adopting the theory of neoclassical realism as a framework for analyzing the data variables in this study, the factors that influenced the termination of the Regional Cooperation Agreement (RCA) were motivated by the isuued of Presidential Decree of the Republic of Indonesia No. 125 of 2016 as systemic factor which triggered Australia domestic assesment presented as an intervening variable which includes the perception of leaders, cultural strategies, public relations, and the structure of the state and domestic politics."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmad Syafaat Habibi
"Pemenuhan akses keadilan melalui pemberian bantuan hukum merupakan hak asasi yang dimiliki oleh setiap orang termasuk pengungsi dan pencari suaka. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum telah mengamanatkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Namun pemberian bantuan hukum kepada pengungsi dan pencari suaka pada kenyataannya tidak pernah dilaksanakan sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945, UU HAM, dan UU Bantuan Hukum. Padahal keadilan memiliki sifat kesamaan atau kesetaraan yang mana hal tersebut merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan ras, warna kulit, kebangsaan, bahasa, agama, dan status kewarganegaraan. Kehilangan status kewarganegaraan bukan berarti akan menghilangkan hak asasi manusianya.

Fulfilling access to justice through the provision of legal aid is a human right that is owned by everyone, including refugees and asylum seekers. The Constitution of Republic Indonesia, Law Number 39 of 1999 on Human Rights, and Law Number 16 of 2011 on Legal Aid have mandated that everyone has the right to recognition, guarantees, protection and legal certainty that is just and equal treatment before the law. However, the provision of legal aid to refugees and asylum seekers has in fact never been implemented in accordance with the Constitution of Republic Indonesia, the Human Rights Law and the Legal Aid Law. In fact, justice has the nature of equality or similarity, which is a human right that cannot be eliminated on the grounds of race, color, nationality, language, religion and citizenship status. Losing his citizenship status does not mean that he will lose his human rights."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Febri Andriyani
"Kondisi migrasi dan mengungsi merupakan isu yang masih dihadapi segelintir orang hingga memaksa mereka untuk berstatus sebagai pencari suaka. Perubahan situasi dan lingkungan menjadi faktor dan alasan bagi pencari suaka untuk menyesuaikan diri. Status pencari suaka dapat dialami oleh semua kalangan, seperti para orang tua dan anak-anak. Orang tua berstatus pencari suaka dituntut oleh keadaan untuk dapat mengasuh anaknya lebih ekstra, khususnya Ibu yang disorot lebih signifikan. Motherhood dalam keadaan ini tentunya berbeda dengan motherhood pada umumnya. Salah satu penggambaran motherhood pada keluarga pencari suaka terdapat dalam film Als Hitler das Rosa Kaninchen Stahl (2019) karya Caroline Link yang berlatar sebelum pemerintahan Nazi di Jerman. Penggambaran motherhood dalam film diteliti menggunakan Teori Pola Asuh oleh Diana Baumrind dan didukung dengan teori-teori penunjang. Penelitian ini menggunakan metodologi deskriptif dengan korpus data yang diambil secara kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya dualisme motherhood beserta pergeseran motherhood seiring dengan perubahan situasi dan lingkungan yang dialami keluarga pencari suaka dalam film. Motherhood pada keluarga refugee di dalam film yang semula bersifat Permisif kemudian berubah menjadi Autoritatif.

Migration and evacuating are issues that are still faced by a few people, and forcing them to become refugees / asylum seekers. Changes in the situation and environment are factors and reasons for refugee to adjust. Refugee as status can be experienced by all people, such as parents and children. Parents who are refugees are forced by situation to be able to take care of their children more, especially mothers who is significantly seen more. Motherhood in this situation is certainly different from motherhood in general. One of the representations of motherhood in refugee-families is in Caroline Link's Als Hitler das Rosa Kaninchen Stahl (2019), which is set before the Nazi’s regime in Germany. The representation of motherhood in the film is analyzed with Diana Baumrind’s Parenting Styles along with supporting theories. This research uses a descriptive methodology with data that taken qualitatively. The result shows that there is a dualism and a shift in motherhood that caused by situation and environment changes, experienced by refugee-family in the film. Motherhood in refugee-family in the film which was originally Permissive, then turned into Authoritative."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Askar Muhammad
"Menyusul krisis pengungsi yang disebabkan oleh Musim Semi Arab, penganiayaan terhadap Muslim Rohingya dan Uighur, dan pembantaian Palestina, negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mengalami gelombang besar masuknya imigran. Berkenaan dengan itu, penelitian ini mencoba melihat apakah sentimen negatif terhadap pendatang yang ditemukan di masyarakat barat juga terjadi pada masyarakat Muslim. Studi ini menggunakan dataset World Value Survey gelombang ke-7 dan menggunakan model Ordered logistic model. Ditemukan bahwa Muslim sedikit berprasangka buruk terhadap imigran dan Muslim yang tinggal di negara-negara OKI sebagian besar bersikap netral. Selain itu, religiusitas secara signifikan mendorong Muslim untuk lebih ramah terhadap pendatang. Terakhir, penelitian ini menemukan bahwa seorang Muslim kemungkinan besar mampu beradaptasi lebih cepat dengan meningkatnya jumlah imigran di negaranya daripada populasi rata-rata. Namun, kami menemukan bahwa respons seorang Muslim terhadap imigran dari negara OKI cukup mirip dengan rata-rata populasi, di mana lebih banyak imigran dari negara OKI justru mengurangi sentimen positif terhadap imigran. Mengenai pengungsi dan pencari suaka, ada kecenderungan arah yang sama antara Muslim dan penduduk rata-rata yang menunjukkan tren positif. Namun, seorang muslim lebih toleran terhadap pengungsi dan pencari suaka dari OKI dibandingkan dengan yang bukan berasal dari negara OKI. Ada ambang batas tertentu bagi umat Islam untuk dapat ditoleransi jumlah pengungsi dan pencari suaka yang tidak berasal dari negara-negara OKI.

This study tries to see whether the negative sentiment towards immigrant that western societies have also occurred in Muslim societies. This study uses the 7th wave of the world value survey dataset and employs an ordinal logistic model. It is found that Muslims are slightly prejudicial towards immigrants, and Muslims living in OIC countries are primarily neutral. Furthermore, religiosity significantly drives Muslims to have a more hospitable response to immigrants. Lastly, this study found that a Muslim is likely able to adapt faster to the growing number of immigrants in his/her country than the average population. However, we found evidence that a Muslim’s response to immigrants from OIC country is quite similar to the average population, in which more of them reduce positive sentiment towards immigrants. Regarding refugee asylum-seekers, there are similar directional trends between Muslim and average populations, showing a positive trend. However, a Muslim is more tolerant of refugees and asylum-seekers from OIC than those who do not originate from OIC countries. There is a certain threshold for Muslims to tolerate the number of refugees and asylum-seekers not originating from OIC countries."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triani Hana Sofia
"Hak atas Kesehatan semakin sulit ditegakan dalam Pandemi COVID-19, terutama bagi pengungsi dan pencari suaka tanpa kewarganegaraan di Indonesia. Sebagai negara yang belum meratifikasi Konvensi 1951 dan protokol 1967, hak atas kesehatan pengungsi ditanggung oleh UNHCR dan IOM. Pemerintah melaksanakan program vaksinasi COVID-19 dengan tujuan menghentikan penyebaran COVID-19. Pengaturan mengenai program vaksinasi oleh pemerintah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan lebih jelasnya dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/6424/2021 Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penaggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Pengungsi dan pencari suaka tanpa kewarganegaraan memiliki hak atas kesehatan layaknya seluruh warga negara Indonesia dan pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi, memenuhi dan menghormati hak atas kesehatan. Pemerintah telah menciptakan program Vaksinasi COVID-19 yang belum dapat diakses oleh pengungsi dan pencari suaka tanpa kewarganegaraan dikarenakan adanya hambatan administrasi berupa kepemilikan kartu identitas. Pengungsi Rohingya sebagai pengungsi dan pencari suaka tanpa kewarganegaraan telah menerima vaksinasi tetapi memiliki kesulitan untuk mengakses aplikasi peduliLindungi yang merupakan bagian dari program vaksinasi COVID-19 dikarenakan hambatan administrasi tersebut. Dengan penelitian ini diharapkan kepada Kementerian Kesehatan, untuk menghapus hambatan administrasi tersebut dan dibuat peraturan yang sesuai dengan perundang-undangan agar tercipta kepastian hukum.

The right to health is increasing difficult to enforce in the COVID-19 Pandemic, especially for stateless refugees and asylum seekers in Indonesia. As a country that has yet to ratify the 1951 Convention and the 1967 Protocol, the refugees and asylum seekers right to health are UNHCR and IOM responsibility. The government has implemented a COVID-19 Vaccination Program to prevent the spreading of the COVID-19 and is stipulated in Minister of Health Regulation no. 18 of 2021 concerning the Implementation of Vaccination in the Context of Combating the Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Pandemic and more thoroughly in the Decree of the Minister of Health No. 01.07/MENKES/6424/2021 Technical Instructions for the Implementation of Vaccination in the Context of Combating the Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Pandemic. This research explains describes the problems descriptively. This research is in the form of normative juridical research with qualitative methods. As the subject of this research, refugees and asylum seekers have the right to health like all Indonesian citizens and the government is obliged to protect this right to health. The government has established a COVID-19 Vaccination Program, that has not been accessible to stateless refugee and asylum seekers due to administrative obstacle in the form of identity ownership. Rohingya refugees as stateless refugees or asylum seekers have received vaccinations but have difficulty accessing PeduliLindungi application which is part of the COVID-19 Vaccination Program due to these administrative barriers. With this research, it is advised that the Ministry of Health will remove these administrative barriers and make regulation that are in accordance with the legislation to establish legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library