Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Foni Agus Setiawan
"Sebuah sistem berbasis ontologi saat ini dapat melakukan penalaran logis melalui Web Ontology Language - Description Logic (OWL-DL). Namun untuk melakukan penalaran probabilistik, sistem tersebut harus menggunakan basis pengetahuan terpisah, pemrosesan terpisah, atau aplikasi pihak ketiga. Studi-studi terdahulu seperti BayesOWL, MEBN/PR-OWL, dan OntoBayes utamanya berfokus kepada bagaimana merepresentasikan informasi probabilistik dalam ontologi dan melakukan penalaran terhadapnya. Pendekatan-pendekatan tersebut tidak cocok bagi sistem-sistem yang telah memiliki basis pengetahuan ontologi dan Bayesian network (BN) yang telah berjalan/operasional karena pengguna harus menulis ulang informasi probabilistik yang terkandung dalam BN ke dalam ontologi.
Penelitian ini mengusulkan konsep pemaduan Bayesian network ke dalam ontologi dan sebaliknya yang menyediakan solusi penalaran logis dan probabilistik secara simultan tanpa harus menulis ulang informasi probabilistik yang terkandung dalam BN ke dalam ontologi. Metode yang digunakan adalah dengan cara menentukan aturan transformasi lalu mengembangkan morpher/transformer berdasarkan aturan dan algoritma dalam sebuah kerangka kerja untuk melakukan penalaran logis dan probabilistik secara simultan. Kerangka kerja tersebut kemudian diuji dengan validasi logis, validasi empiris, dan penilaian pakar (expert judgement) untuk membuktikan validitasnya.
Hasil validasi logis menunjukkan bahwa algoritma-algoritma transformasi yang diusulkan terbukti valid dan memenuhi kriteria time complexity dan decidability. Hasil validasi empiris menunjukkan bahwa kerangka kerja yang dibangun terbukti mampu mentransformasikan informasi yang terkandung dalam basis pengetahuan Bayesian network ke dalam ontologi dan demikian pula sebaliknya. Adapun hasil penilaian pakar memperkuat hasil validasi empiris yang dilakukan terhadap kasus-kasus uji yang diambil. Hasil berbagai pengujian tersebut menunjukkan bahwa kerangka kerja yang diusulkan terbukti mampu menyelesaikan permasalahan yang membutuhkan kesatuan penalaran logis dan probabilistik dalam sebuah sistem pengetahuan berbasis ontologi.

An ontology-based system can currently logically reason through the Web Ontology Language Description Logic (OWL-DL). To perform probabilistic reasoning, the system must use a separate knowledge base, separate processing, or third-party applications. Previous studies such as BayesOWL, MEBN/PR-OWL, and OntoBayes mainly focus on how to represent probabilistic information in ontologies and perform reasoning through them. These approaches are not suitable for systems that already have running ontologies and Bayesian network (BN) knowledge bases because users must rewrite the probabilistic information contained in a BN into an ontology.
This study proposes the concept of integrating BN into ontology and vice versa which provides simultaneous logical and probabilistic reasoning solution without having to rewrite probabilistic information contained in BN into ontology. The method used is by determining the rules of transformation and then develop a morpher/transformer based on the rules and the algorithms in the form of a framework for simultaneous logical and probabilistic reasoning. The framework is then tested by using logical validation, empirical validation, and expert judgement to prove its validity. The logical validation results show that the transformation algorithms are proven valid and meet the criteria of time complexity and decidability.
The results of empirical validation indicate that the built framework has been proven capable of transforming information contained in the Bayesian networks knowledge base into ontology and vice versa. The results of expert judgement strengthen the results of empirical validation conducted on the test cases taken. The results of these tests indicate that the proposed framework is proven to solve problems that require the unity of logical and probabilistic reasoning in an ontology-based knowledge system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Pratiwi
"Tasawuf sebagai salah satu aspek ajaran Islam memberikan sumbangan penting untuk membina manusia yang utuh baik lahir maupun batin. Ajaran tasawuf yang menekankan pentingnya moralitas serta keseimbangan aspek lahir dan batin menyebabkan studi akademis tentang tasawuf mengalami perkembangan pesat sehingga jumlah dan kajian tentang tasawuf meningkat. Perkembangan tasawuf ini diikuti oleh munculnya tarekat-tarekat.
Tujuan tarekat ini sejalan dengan tujuan tasawuf yaitu peningkatan moral anggotanya. Pada tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah peningkatan moral ini dapat dicapai melalui suluk. Anggota yang telah melalui beberapa kali suluk dapat diangkat menjadi D-1 bagi perempuan dan Petoto sebutan bagi laki-laki. D-l dan Petoto adalah panutan bagi anggota-anggota yang lain, khususnya bagi anggota yang belum mencapai tingkat tersebut dan diharapkan menampilkan perilaku moral yang baik.
Perilaku moral didasari oleh penalaran moral atau alasan yang mendasari suatu tindakan moral. Perkembangan moral ini didasari oleh aspek kognitif juga oleh rangsangan lingkungan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur penalaran moral ini adalah The Defining Issues Test (DIT) dari Rest.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan tahap penalaran moral anggota tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah berdasarkan tingkat keanggotaan, penelitian ini dilakukan pada 120 anggota tarekat naqsyabandiyah Khalidiyah yang terdiri dari masing-masing 30 orang anggota D-l, non-D-1, Petoto dan nonpetoto yang berada di Depok. Alat ukur yang digunakan adalah DIT dalam bentuk singkat yang terdiri dari 3 buah cerita dilema moral dengan reliabilitas sebesar 0,81.
Berdasarkan perhitungan t-lest yang terdapat pada program SPSS 10.00 diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan tahap penalaran moral anggota tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah berdasarkan tingkat keanggotaan Menurut peneliti hal itu disebabkan oleh tingkat pendidikan yang relatif setara pada anggota tarekat dalam penelitian ini, adanya seorang tokoh yang dijadikan model oleh semua anggota, adanya lingkup interaksi sosial yang luas, dan adanya rangsang lingkungan yang sama dalam lingkungan tarekat tersebut Oleh karena itu peneliti menyarankan untuk dilakukan penelitian dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar dan menggunakan metoda pengumpulan data yang lain seperti observasi dan wawancara."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
S3408
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geger Riyanto
"ABSTRAK
Studi ini akan mengulas bagaimana penalaran asosiatif memungkinkan diskursus kebudayaan Indonesia bergulir dan membingkai para pelakunya dalam satu proyek kehidupan sosial bersama. Penalaran asosiatif, sejauh beberapa kajian antropologi terdahulu memperlihatkan, dikonseptualisasi sebagai fitur cara berpikir masyarakat primitif yang cacat dalam menangkap realitas khususnya ketika dibandingkan dengan modus berpikir modern yang saintifik. Telusur-telusur antropologis lainnya terhadap bentuk rasionalitas yang berbeda dari rasionalitas yang identik dengan masyarakat Barat cenderung mengabaikan konseptualisasi ini dan lebih berfokus memperlihatkan bagaimana penalaran liyan yang dikajinya juga logis dan masuk akal. Namun, penulis melihat konsep penalaran yang juga galib dianggap tak menaati prinsip kemasukakalan ini mempunyai faedah justru memungkinkan hubungan sosial yang ekstensif terselenggara, dan ini terlihat dari bagaimana tubuh pengetahuan diskursus kebudayaan Indonesia yang metaforis memungkinkan para pelaku yang tak sulit dikatakan bagian dari kehidupan modern sekalipun membayangkan keterlibatan dirinya dalam diskursus ini. Dibayangkan sebagai watak dari sebuah bangsa, kebudayaan senantiasa memperoleh tempat sebagai topik yang urgen karena dianggap variabel yang tak bisa tidak diperhitungkan bila bangsa bersangkutan ingin menaja diri menjadi bangsa yang unggul, betapapun dalam praktiknya kita tak bisa mempertanggungjawabkan adanya entitas empiris kebudayaan Indonesia. Kapasitas analogi antropomorfistis kebudayaan yang membuat para pelaku secara imajiner merasa berada dalam kompetisi konstan dengan entitas kebangsaan lainnya, dalam praktiknya, jauh lebih berarti untuk menggerakkan mereka sebagai kolektivitas alih-alih plausabilitasnya.

ABSTRACT
This study will examine the way associative reasoning enacting the discourse of Indonesian culture and involving the actors in a common social life project. Associative reasoning, in numbers of past anthropological studies, was commonly conceptualized as primitive society?s mode of false thinking which is unable to perceive objective reality especially when it came under comparison with modern scientific reasoning. The more recent anthropological studies on different form of rationalities compared to the Western one tend to dismiss this conceptualization and took more interest in showing how the other mode of reasoning is also logical and making sense in its own term. I, however, thought that the mode of thinking which disregard the rule of coherence is essential in enabling extensive social relationship, and this case is being shown by how the discourse of Indonesian culture make it possible for its actors to imagine his or her involvement in the discursive community. Imagined as the character of a nation, culture is always having a central place in common conversations due to it being considered as inseparable aspect for a nation which strives to be greater than the other, even though, in practice, I suspect, we could never prove the empirical presence of Indonesian culture. This anthropomorphist analogy of culture, which imaginarily providing the actors with a sensation of being in a constant competition with other national communities, in practice, is a far more important capacity in mobilizing people as a collectivity rather than its plausibility;This study will examine the way associative reasoning enacting the discourse of Indonesian culture and involving the actors in a common social life project. Associative reasoning, in numbers of past anthropological studies, was commonly conceptualized as primitive society?s mode of false thinking which is unable to perceive objective reality especially when it came under comparison with modern scientific reasoning. The more recent anthropological studies on different form of rationalities compared to the Western one tend to dismiss this conceptualization and took more interest in showing how the other mode of reasoning is also logical and making sense in its own term. I, however, thought that the mode of thinking which disregard the rule of coherence is essential in enabling extensive social relationship, and this case is being shown by how the discourse of Indonesian culture make it possible for its actors to imagine his or her involvement in the discursive community. Imagined as the character of a nation, culture is always having a central place in common conversations due to it being considered as inseparable aspect for a nation which strives to be greater than the other, even though, in practice, I suspect, we could never prove the empirical presence of Indonesian culture. This anthropomorphist analogy of culture, which imaginarily providing the actors with a sensation of being in a constant competition with other national communities, in practice, is a far more important capacity in mobilizing people as a collectivity rather than its plausibility.
"
2015
T43549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pelenkahu, Laura Saskia
"ABSTRAK
Berbagai media massa menampilkan kasus penyimpangan perilaku yang
tergolong perilaku antisosial, seperti tawuran SMU dan penggunaan narkoba
yang banyak terjadi di kalangan pelajar SMU. Berdasarkan dua komponen
perilaku antisosial, yaitu timbulnya perilaku antisosial dan hilangnya perilaku
prososial. dapat dilakukan upaya pencegahan dengan cara mengembangan .
perilaku prososial remaja, yaitu segala bentuk tindakan yang dilakukan untuk
menolong atau memiliki konsekuensi sosial positif yang berguna bagi
kesejahteraan fisik dan psikologis orang lain. Salah satu hal yang mempengaruhi
timbulnya perilaku prososial adalah penalaran moral, yaitu cara berpikir atau
alasan orang dalam menentukan suatu keputusan moral, baik dan buruk atau
benar dan salah. Penalaran moral dalam penelitian ini diukur menggunakan the
Defming Issnes Test (DIT) dari Rest.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap hubungan antara penalaran
moral dan kecenderungan perilaku prososial remaja SMU. Selain itu, karena ada
perbedaan pendapat mengenai peranan jenis kelamin, maka penelitian ini juga
bertujuan untuk mengungkap apakah ada perbedaan kecenderungan perilaku
prososial dan penalaran moral remaja SMU berdasarkan jenis kelamin. Penelitian
ini dilakukan pada 100 remaja SMU IKIP Jakarta. Kuesioner kecenderungan
perilaku prososial terdiri dari 40 pernyataan dengan reliabilitas koefisien alfa
sebesar 0.89 dan kuesioner penalaran moral yang merupakan adaptasi DIT
bentuk singkat, terdiri dari 3 cerita dilema moral dengan reliabilitas koefisien alfa
sebesar 0.72.
Berdasarkan perhitungan korelasi dengan teknik Pearson Product
Moment dan perhitungan Mest yang ada pada program SPSS 10.0.5, disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara penalaran moral dan
kecenderungan perilaku prososial remaja SMU, tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kecenderungan perilaku prososial remaja SMU laki-laki dan
perempuan, dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara penalaran moral
remaja SMU laki-laki dan perempuan. Menurut dugaan peneliti hal ini
disebabkan karena ada kemungkinan kecenderungan perilaku prososial yang
tinggi masih didasari oleh tahap-tahap penalaran moral di bawah penalaran moral berdasarkan prinsip, kuesioner kecenderungan perilaku prososial diduga
mengandung bias social desirability, dan kurangnya motivasi subyek. Selain itu,
perbedaan perilaku prososial laki-laki dan perempuan cenderung pada bentuk
pertolongan yang dilakukan, sedangkan kuesioner kecenderungan prososial tidak
mempertimbangkan bentuk pertolongan yang dilakukan orang. Oleh karena itu,
peneliti menyarankan untuk dilakukan penelitian kecenderungan perilaku
prososial dengan mempertimbangkan bentuk perilaku prososial dan melakukan
revisi pada kuesioner kecenderungan perilaku prososial agar terhindar dari bias
social desirability."
2002
S3153
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Ruri Citra Diani
"ABSTRAK
Peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) sangat diharapkan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Namun banyak kecurangan dan berbagaipraktik pelanggaran etika dan hukum yang mengakibatkan kerugian negara tidak berhasil diungkap oleh APIP, melainkan diungkap oleh pihak luar organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh level penalaran moral dan konflik peran terhadap perilaku whistleblowing APIP. Dengan menggunakan desainfaktorial 2x2 antarsubjek, eksperimen yang melibatkan 102 mahasiswa magister akuntansi, menemukan bahwa APIP dengan level penalaran moral yang tinggi memiliki perilaku whistleblowing lebih tinggi dibandingkan APIP dengan level penalaran moral yang rendah. APIP dalam kondisi konflik peran terbukti memiliki perilaku whistleblowing lebih rendah dibandingkan APIP dalam kondisi tidak ada konflik peran. APIP dengan level penalaran moral tinggi dan tidak ada konflik peran memiliki perilaku whistlblowing lebih tinggi dibandingkan dengan APIP dengan level moral rendah dan ada kondisi konflik peran. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perilaku whistleblowing APIP dengan level penalaran moral yang tinggi tidak berbeda signifikan dalam kondisi tidak ada konflik peran atau dalam kondisi tidak ada konflik peran."
Jakarta: Direktorat Litbang BPK RI, 2017
332 JTKAKN 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Puspa Rahmani
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk meningkatkan pemahaman ibu tentang penalaran induksi dalam mendisiplinkan anak usia 3-5 tahun melalui seminar online. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pretest-posttest design. Partisipan dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak berusia 3-5 tahun, berdomisili di Jakarta atau Depok, dan dapat mengoperasikan aplikasi Whatsapp Messenger. Jumlah partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah sebanyak 6 orang ibu. Intervensi dilakukan dalam bentuk seminar online menggunakan aplikasi Whatsapp Messenger (dengan fitur Whatsapp Group) sebanyak 2 sesi (2 jam untuk masing-masing sesi). Pengumpulan data dilakukan 3 kali, yaitu sebelum intervensi, segera setelah intervensi, dan 2 minggu setelah intervcnsi. Data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh melalui pengeljaan kuesioner secara online dcngan Coogle form, sedangkan data kualitatif diperoleh melalui wawancara. Hasil penelilian ini menunjukkan adanya peningkatan pemahaman ibu secara signifikan al1lara sebelum dan sesudah int

This study aims to improve mothers' comprehension of inductive reasoning in disciplining 3-5 years old children through online seminars. The research design was a one group pretest-posttest design. Participants in this study were mothers who have 3-5 years old children, lived in Jakarta or Dcpok, and capable to operate Whatsapp Messenger. The number of participants in this study were 6 mothers. The intervention was 2 sessions (with 2 hours of each session) of online seminar using the Whatsapp Messenger (with Whatsapp Group features). The data were collected 3 times, before the intervention, immediately after the intervention, and 2 weeks after the intervention. The data in this study were quantitative and qualitative data. Quantitative data were obtained through online questionnaires using Google fonns, while qualitative data were obtained through interviews. The results showed that there was a significant difference in mothers' comprehension hetween before and after intervention (p <0.05). However, there was no significant difference in the score of mothers' comprehension in 2 weeks after the intervention. The results from qualitative data indicate that mothers ' comprehension about inductive reasoning in disciplining ch.;ldren aged 3-5 years old was improved after intervention."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Smita Prathita Sjahputri
"ABSTRAK
Proses evaluasi dan penalaran informasi individu seringkali dimotivasi oleh suatu tujuan, terutama untuk mempertahankan gambaran positif mengenai diri dan kelompoknya. Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengkaji apakah efek penalaran termotivasi ini dapat ditemukan saat individu mengevaluasi validitas dari suatu temuan ilmiah dengan kesimpulan yang mendukung dibandingkan dengan kesimpulan yang mengancam kelompok Studi 1 , serta upaya untuk mereduksi efek ini dengan melalui afirmasi diri Studi 2 . Hasil dari kedua studi eksperimen menunjukkan bahwa penilaian diobservasi mengikuti pola yang mengindikasikan adanya group-serving bias, yaitu penilaian lebih positif saat temuan ilmiah mendukung gambaran positif kelompok dan negatif saat mengancam. Akan tetapi hasil ini hanya terjadi saat kesimpulan utama dari temuan ilmiah dapat diterima secara umum, mengindikasikan adanya ldquo;batasan rdquo; dalam penalaran termotivasi Studi 1 . Lebih jauh, ditemukan bahwa efek dari afirmasi diri yang seharusnya mereduksi efek dari penalaran termotivasi yang bias pada kelompok, justru mengamplifikasi hal itu Studi 2 . Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai proses penalaran termotivasi yang didorong oleh kebutuhan mempertahankan diri terkait suatu temuan ilmiah dalam isu sosial-politis.

ABSTRACT
People reason and process information often with specific goals in mind, one of them is to defend and maintain positive views about oneself and one s in group. This experiment aims to explore the effect of motivated reasoning resulting in biased judgement about validity of a scientific evidence, when its conclusion supports or threats group s positive image Study 1 and testing an indirect way to reduce the effect by affirming oneself Study 2 . Results of both studies suggests that people s judgments are biased following a group serving trend, in which they will perceive a scientific evidence to be higher in validity when its conclusion is inline with group positive image, and lower in validity when its conclusion is against group positive image. However, this effect appears to be bounded Study 1 . Furthermore, Study 2 findings reveal that giving affirmation before participants face a potentially threatening information will instead amplify the biased judgement, rather than reduce it. Results of this study is expected to give a better understanding of the reasoning process motivated by the needs to maintain one s positive view of itself, in context of scientific findings on social political issues."
2017
T46855
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafiuddin
"ABSTRAK
Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Sifat final
putusan Mahkamah Konstitusi ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 10 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yakni langsung
memperoleh kekuatan hukum sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lain yang dapat
ditempuh. Oleh karena itu, terkait dengan putusan pengujian konstitusionalitas undang-undang
berlaku ketentuan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 60 UU MK, yaitu terhadap materi
muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat
dimohonkan pengujian kembali. Namun dalam praktiknya terdapat beberapa ketentuan
undang-undang yang diuji lebih dari sekali oleh Mahkamah Konstitusi. Bahkan, ada yang
diputus berbeda dari putusan sebelumnya. Meski demikian, putusan-putusan Mahkamah
Konstitusi relatif bisa diterima oleh masyarakat. Hal ini menjadi menarik untuk diketahui,
alasan hukum apa yang digunakan Mahkamah Konstitusi dalam melakukan pengujian kembali
undang-undang yang pernah diuji serta metode penalaran hukum apa yang digunakan dalam
putusan-putusannya. Melalui metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan
komparatif, tesis ini menjelaskan dua hal. Pertama, alasan hukum yang digunakan Mahkamah
Konstitusi dalam pengujian undang-undang yang sudah pernah diuji. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perbedaan alasan permohonan menjadi alasan hukum bagi Mahkamah
Konstitusi untuk menguji kembali undang-undang yang pernah diuji. Dalam tesis ini,
perbedaan alasan permohonan diketahui melalui perbandingan antara perkara yang diputus
terdahulu dengan perkara yang diputus kemudian. Kedua, metode penalaran hukum putusan
Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang yang diuji lebih dari sekali. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi menggunakan metode penalaran
hukum yang tidak selalu sama dalam memutus perkara yang satu dengan perkara yang lain.
Tesis ini memberikan perbandingan metode penalaran antara ketentuan yang diuji terdahulu
dengan ketentuan yang diuji kemudian. Selain itu, diperbandingkan pula penggunaan masingmasing
metode penalaran hukum terhadap perkara-perkara yang diuji dan diputus lebih dari
sekali oleh Mahkamah Konstitusi secara keseluruhan.

ABSTRACT
Constitutional Court is conferred with the Authority at the first and final level of which the
decision is final to review law against the 1945 Constitution. The final nature of Constitutional
Court Decision is confirmed in the Elucidation of Article 10 Paragraph (1) Law No. 24 Year
2003 on Constitutional Court (CC Law) which is legally binding after being announced and no
other legal remedies can be pursued. Therefore, in relation to the decision on the
constitutionality review of law article 60 of CC Law applies which says application for
repeated review against material content of sub articles, articles, and/or parts of law which
have been reviewed can not be re-filed. But in practice there are several provisions of law
which are reviewed more than once by the Constitutional Court. Even some are decided
differently from the previous ones. However, Constitutional Court decisions relatively can be
accepted by the public. It becomes interesting to find out what legal reasons used by the
Constitutional Court in conducting re-review of laws which have been previously examined
and what methods of legal reasoning applied in its decisions. Through juridical normative
research method with comparative approach, this thesis explains two things. First, legal
reasons used by the Constitutional Court in revieweing a law that has been previously
examined. The result of this research shows that the diffrence in the reasons of the petition
serves as legal reasons for the Constitutional Court to review again the law that has been
reviewed. In this thesis, the different reasons of the petition are identified by comparing the
cases decided earlier and the ones decided later. Second, methods of legal reasoning of the
Constitutional Court decision in the review of law that has been formerly examined. Result of
this research denotes that Constitutional Court applied methods of legal reasoning which are
not always the same in deciding one case and another. This thesis provides comparison of
methods of reasoning between legal provisions reviewed earlier and the ones reviewed later.
Besides, the application of each method of legal reasoning in cases reviewed and decided
more than once by the Constitutional Court as a whole is also compared."
2012
T30966
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>