Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Ramdhani
"Dalam eksplorasi geofisika terutama eksplorasi panasbumi, ada dua kriteria dalam memilih target pengeboran yang baik yaitu zona dengan temperatur tinggi dan zona dengan permeabilitas tinggi. Zona dengan temperatur tinggi berasosiasi dengan posisi keberadaan heat source dan juga daerah up flow, sementara zona dengan permeabilitas tinggi disebabkan karena adanya suatu patahan atau rekahan yang berhubungan dengan struktur geologi bawah permukaan.Pada dasarnya, struktur geologi bawah permukaan dapat diindikasikan dengan adanya kontras resistivitas yang disebabkan karena fluida panas dan konduktif yang mengisi zona-zona rekahan dan patahan, atau disebabkan karena perbedaan formasi dengan resistivitas yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan pembuatan model sintetik 3D mengenai berbagai struktur geologi permukaan dan dilakukan analisispolar diagram, induction arrow dan splitting curvesehingga diperoleh pemahaman dan karakteristik setiap model sintetik yang kemudian diimplementasikan pada data riil MT.
Penelitian ini menghasilkan bahwa diagram polar dapat menunjukkan adanya kontras resistivitas di bawah permukaan dimana kontras resistivitas ini dapat berhubungan dengan struktur geologi, dan bahwainduction arrow dapat menunjukkan objek yang lebih konduktif di bawah permukaan serta splitting nya kurva MT dapat memberikan informasi dekat atau jauhnya suatu stasiun pengukuran MT terhadap batas kontras resistivitas atau batas suatu struktur.

In geothermal explorations, there are two criteria to determine the best drilling target zone: high temperature zone and high permeability zone. High temperature zone is associated with the position of heat source, while high permeability zone is associated with subsurface geological structure (fault and fracture). In general, subsurface geological structure can be indicated by subsurface resistivity contrast which caused by conductive fluids filling the fracture zone or caused by different formation with different resistivity. The resistivity contrast will produce impedance polarization of MT data as the response of the structure which will be represented graphically by polar diagram. It also will produce splitting on the MT curve. While position of conductive anomaly can be detected by induction arrow. Therefore, 3D forward modeling is carried out to have knowledge about concept and characteristics of polar diagram, induction arrow and splitting curve of various synthetic geological structure to be implemented on real MT data.
This research conclude that elongation of polar diagram could provide information on the strike direction in which polar diagram give the response of relatively parallel or perpendicular to the strike, while the magnitude of induction arrow could show where the conductive zone and the distance between MT stations with the location of structure will affect the frequency at which the splitting MT curve occurs.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S63405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okky Rizki Rohayat
"Dalam studi ini, penerapan metode analisis diagram polar impedansi dan splitting curve data magnetotellurik (MT) Lapangan Panas Bumi Wayang Windu bagian selatan adalah untuk mendeteksi struktur geologi bawah permukaan dan juga untuk mengetahui apakah metode ini dapat diterapkan pada area tersebut. Analisis ini dilakukan dengan membuat pemodelan forward terlebih dahulu sebagai acuan.
Hasil dari pemodelan forward menunjukkan bahwa adanya perbedaan resistivitas dua batuan atau lebih yang mengalami kontak akan menyebabkan split pada kurva MT dan distorsi pada bentuk diagram polar impedasi yang membentuk elongasi sejajar atau tegak lurus terhadap struktur (garis kontak). Struktur ini dikomparasi dengan data geologi, data hiposenter microearthquake, dan data sumur.
Hasil komparasi menunjukkan bahwa terdapat empat struktur hasil interpretasi data MT yang memiliki kecocokkan dengan struktur geologi dari data geologi dan sumur, dan beberapa struktur tidak memiliki kecocokkan atau hanya merupakan resistivity structure. Di sisi lain, metode ini dapat memprediksi arah dominan struktur geologi pada area penelitian.

In this study, application of the impedance polar diagram and splitting curve analysis method on magnetotelluric (MT) data of southern Wayang Windu geothermal field are to detect subsurface geological structure and also to find out whether this method can be applied to this area. This analysis is done by making forward modelling as a reference.
The result of forward modelling shows that the difference in resistivity of two or more rocks in contact will cause a split on the MT curve and distortion in the shape of the impedance polar diagram forming parallel or perpendicular elongation to the structure (contact line). This structures are compared with geological data, microearthquake hypocenter data, and well data.
The comparation results show that four structures of MT data interpretation results have correlation with the geological structure of the geological and well data, and some structures do not have correlation or merely resistivity structures. On the other hand, this method can predict the dominant direction of geological structure in the research area.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T45112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muzzammil Al Macky
"Mineralisasi Emas terjadi karena naiknya cairan hidrotermal di bawah permukaan bumi oleh aktivitas tektonik. Aktivitas tektonik menyebabkan mineralisasi emas di beberapa lingkungan pengendapan, salah satunya adalah endapan epitermal sulfida rendah. Jenis endapan ini ditandai oleh suhu yang rendah dan dikontrol oleh banyak struktur geologi. Penemuan urat-urat vein dalam pemetaan geologi perlu didukung oleh eksplorasi geofisika untuk mengidentifikasi distribusi zona mineralisasi emas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi zona mineralisasi emas berdasarkan data magnetik. selain itu, dilakukan interpretasikan struktur bawah permukaan berdasarkan analisis derivative dan pemodelan forward 2D serta 3D inversi untuk mendapatkan parameter suseptibilitas bawah permukaan terkait dengan struktur geologi dan zona mineralisasi emas. hasil dari penelitian ini di dapatkan batuan teralterasi yang di indikasikan sebagai pembawa zona mineralisasi emas lapangan MZ berada pada distribusi nilai anomali magnetik rendah-sangat rendah (<-50 nT),dan berada di zona patahan yang memiliki ciri kemenerusan data magnetik yang sempit mengikuti jalur patahan yang ada. Distribusi nilai ini terletak di zona X didaerah tenggara lapangan MZ. Berdasarkan hasil intepretasi gabungan inversi 3D magnetik dengan data gravitasi dan geologi pada zona X, dihasilkan 2 daerah Blok yang diduga sebagai zona persebaran mineralisasi emas yaitu Blok A dan B yang memiliki arah orientasi memanjang dari tenggara hingga barat laut , dimana zona ini memiliki nilai anomali residual graviti(tinggi) sekitar 3-7 mGal dan memiliki nilai suseptibilitas magnetik yang rendah(< -0.065)cgs di sertai dengan keberadaan patahan normal yang kompleks sehingga berkembang urat-urat mineralisasi bukaan (tension) yang memiliki arah sejajar dengan struktur pengontrolnya.

Gold Mineralization occurs due to rising of hydrothermal fluid in subsurface of the earth by tectonic activity. Tectonic activity causes gold mineralization in several depositional environments, one of them is low sulfidation epithermal deposit. This deposit type is characterized by relatively low temperature than high sulfidation epithermal deposit, And it is controlled by many geological structure. The Discovery gold vein in result of surface geological mapping need to be supported by geophysics exploration to identify distribution of gold mineralization zone. This research is aims to identifiy gold mineralization zone based on magnetic data and zoning gold mineralization potential area. in addition, it interpret subsurface structure based on derivative analysis and 2D-3D inversion modelling to obtain subsurface suseptibility parameter related to geological structure and gold mineralization zone. the result of this research is altered rocks has indicated as indication of gold mineralization zone in MZ field that has low to very low anomaly magnetic distribution (<-50nT), and it is found in fault zone, which is available magnetic data continuity along the fault. This Distribution data is located in southeast area of MZ field. Based on the relation of 3D inversion magnetic interpretation,Gravity data, and geology data in zone X, two blocks area are thought to be distribution of gold mineralization, they are block A and B which have orientation directions along southeast to northwest, it has high value residual anomaly gravity (about 3-7mGal) and has low value magnetic suseptibility (<-0.065cgs), it is located in complex normal fault zone, it possible to develop (tension) open vein mineral which are parallel to their structure control."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhara Adhnandya Kumara
"Dewasa ini Indonesia tengah berusaha untuk memenuhi kebutuhan energi untuk tujuan ketahanan energi nasional. Salah satu energi yang tengah diusahakan adalah energi baru dan terbarukan yang salah satunya adalah energi panas bumi. Untuk mencapai target ini, eksplorasi energi panas bumi perlu digencarkan. Dalam eksplorasi panas bumi, metode yang sering digunakan adalah metode magnetotellurik. Dalam melakukan survei magnetotellurik terdapat banyak hal yang perlu dipertimbangkan untuk membuat suatu desain survei. Salah satu parameter penting dalam proses akuisisi data adalah mengetahui jumlah dan jarak antar stasiun yang tepat untuk memberikan gambaran bawah permukaan terbaik. Jarak antar stasiun sebaiknya tidak terlalu besar, dikhawatirkan apabila terlalu besar resolusi yang didapatkan terlalu rendah dan juga terjadi ekstraplorasi pada saat pengolahan data. Namun, apabila membuat jarak terlalu rapat itu juga akan menguras biaya dan waktu selama pengukuran. Terutama dalam survei magnetotellurik, untuk mendapatkan data yang dalam diperlukan waktu pengukuran yang semakin lama. Biasanya dalam eksplorasi panas bumi, pengukuran data magnetotellurik dapat dilakukan hinnga 24 jam. Sehingga apabila semakin banyak titik yang diukur semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk mengukur. Pada saat ini, belum ada penelitian yang membahas berapa jarak optimum dalam akuisisi data magnetotelurik untuk eksplorasi panas bumi. Penggunaan jarak antar stasiun pada penelitian-penelitian sebelumnya sangatlah bervariatif. Hal ini tentunya berpengaruh pada gambaran sistem panas bumi hasil pengolahan data magnetotelurik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak antar stasiun yang paling optimum untuk eksplorasi pada lapangan panas bumi. Dimana penelitian ini akan dilakukan dengan melakukan pemodelan kedepan (forward modelling) dan pemodelan inversi (inverse modelling). Dengan membuat beberapa model dan melakukan variasi jarak stasiun, jarak antar stasiun yang optimal dapat disimpulkan. Berdasarkan studi yang dilakukan diketahui bahwa dengan jarak 500-1000 meter untuk daerah interest sudah mampu menggambarkan batasan clay cap dengan baik sehingga jarak ini sudah optimum. Sementara itu, diluar daerah interest diperlukan beberapa stasiun pengikat dengan jarak 1000 meter. Dibandingkan dengan inversi 2D, inversi 3D mampu menggambarkan sistem dengan lebih baik.

Currently Indonesia is trying to meet energy needs for national energy security goals. One of the energies being consideredis new and renewable energy, one of which is geothermalenergy. To meet this goal, exploration for geothermalenergy need to be intensified. The geophysics method which usually used for geothermal energy exploration is the magnetotelluric method. One of the important parameters in the data acquisition is decidingthe number and spacing for eachstation to provide the best sub-surfaceimage. The distance between stations should not be too large, that caused the resolution obtained will betoo low and extrapolation also occurs when the data processing obtained. However, if the distance too denseit will also drain the cost and time during the measurement. Especially in magnetotelluric surveys, to obtain deep depthrequires a longer measurement time. Usually in geothermalexploration, measurement of magnetotelluric data can be done up to 24 hours. Thus, whenmore points are measured the longer the time needed to measure. At present, there is no research that discusses the optimum distance in magnetoteluric data acquisition for geothermal exploration. The use of distance between stations in previous studies ishighly varied. This certainly affects the imaging of the geothermal system resulting from the processing of the magnetoteluric data. This study aims to determine the most optimum distance between stations for exploration on geothermal fields. Where this research will be carried out by doing forward modeling and inverse modelling. By building several models and varied the station spacing, optimum spacing in geotermalarea could be concluded. The study result shown that the optimum spacing is 500-1000 meters for the interest zone, it is capable to delineate the Top of Resevoar. Moreover, outside the interest zone several stasion should be put with the station spacing for about 1000 meters. 3D inversion shown better result in the ability on mapping the system compared with 2D inversion."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library