Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ronny Setiawan
Abstrak :
Kabupaten Belitung merupakan wilayah yang secara administratif tergabung dalam wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung., Kabupaten ini telah lama dikenal sebagai daerah penghasil timah. Sejarah pengembangan pulau ini tidak lepas dari penambangan timah yang menurut beberapa catatan telah dilakukan sejak lebih dari seratus lima puluh tahun yang lalu (Sujitno, 1996). Penambangan timah di daerah ini telah berhasil meningkatkan perekonomian masyarakat, memberikan kontribusi bagi pengembangan infrastruktur dan pengembangan kota dan berbagai keuntungan lainnya yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Krisis ekonomi yang melanda perekonomian nasional (1998) dan perubahan dalam sistem ketatanegaraan dengan terbitnya UndangUndang Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah memicu terjadinya aktivitas pertambangan timah oleh masyarakat yang dilakukan secara illegal (tanpa izin). Berdasarkan pemberitaan media massa, kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) timah mencapai ribuan jumlahnya di wilayah propinsi Kepulauan Bangka Belitung (Post Belitung, 2001). Kegiatan Pertambangan tanpa izin (PETI) timah memberikan dampak positif dan negatif terhadap lingkungan. Dampak positifnya antara lain: penyediaan alternatif lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat. Sedangkan dampak negatif yang timbul adalah: terjadinya perubahan bentang alam, hilangnya vegetasi dan fauna yang terdapat pada areal PETI, lahan menjadi porak poranda akibat penambangan yang tidak terkendali bahkan pencemaran berupa peningkatan kekeruhan dan sedimentasi terhadap perairan di sekitar areal penambangan. Akibatnya pemerintah harus mengeluarkan dana yang besar untuk kegiatan pemulihan lingkungan Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup maupun Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang besar bagi daerah untuk mengelola sumberdaya alam dan sekaligus memelihara kelestarian fungsi lingkungan. Namun berdasarkan pengamatan peneliti dan pemberitaan media massa, perkembangan PETI dan dampak lingkungannya dari tahun ke tahun semakin meningkat pula. Karenanya peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi terhadap organisasi Pemerintah Kabupaten Belitung yang sesuai tugas pokok fungsinya terkait dalam pengelolaan pertambangan dan lingkungan hidup. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terkini pengelolaan pertambangan timah di Kabupaten Belitung, organisasi yang terkait dalam pengendalian PETI di Kabupaten Belitung, bagaimana hasil yang telah dicapai dalam pengendalian tersebut, dan faktor-faktor yang menghambat pengendalian kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) timah. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui kondisi terkini pertambangan bahan galian timah di Kabupaten Belitung. 2. Mengkaji efektivitas organisasi Pemerintah Kabupaten Belitung dalam pengendalian pertambangan tanpa ijin timah (peti) timah di Kabupaten Belitung. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penghambat bagi organisasi pengelola lingkungan tersebut dalam pengendalian PETI tim a h. Penelitian tergolong penelitian deskriptif, yaitu berusaha untuk mendeskripsikan hal-hal yang saat ini berlaku, untuk selanjutnya didalamnya terdapat upaya untuk mencatat, menganalisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi. Sedangkan metode yang digunakan adalah gabungan metode kualitatif - kuantitatif . Hasil penelitian ini adalah: 1. Pengelolaan pertambangan timah di Kabupaten Belitung diatur melalui Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 4 tahun 2003 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum. Perda ini telah mengakomodir kepentingan masyarakat dalam usaha pertambangan, yaitu dengan adanya ketentuan mengenai izin usaha pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat (SIUPR). Namun persoalannya, hingga saat ini Organisasi Pemerintah Kabupaten Belitung yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan pertambangan belum sepenuhnya dapat mengiplementasikan hal tersebut. Ketiadaan pembinaan dan pengawasan merupakan salah satu contoh ketidak mampuan instansi pemerintah tersebut dalam menerapkan kebijakan pengelolaan pertambangan. Aktivitas pertambangan oleh masyarakat di Kabupaten Belitung pada saat ini, erat kaitannya dengan ketiadaan lapangan kerja, rendahnya skill (kemampuan/keahlian) masyarakat
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Uiniversitas Indonesia, 2006
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yola Orsellya Ardhini
Abstrak :
Permasalahan stunting di Kabupaten Magetan saat ini menjadi program prioritas bagi Pemerintah Kabupaten Magetan. Hal tersebut didasari karena stunting berpengaruh langsung terhadap kondisi daya saing di tingkat lokal, nasional, bahkan dunia. Tingginya prevalensi stunting menempatkan Kabupaten Magetan sebagai salah satu Kabupaten/Kota Prioritas Penanganan Stunting di Indonesia. Ada tiga masalah utama penyebab tingginya angka stunting di Kabupaten Magetan, yaitu pertama, kondisi ekonomi atau tingkat kemiskinan, kedua, pola asuh balita yang tidak tepat dan dibarengi dengan kurangnya kesadaran masyarakat, serta yang ketiga masih terdapat beberapa desa lokus stunting dengan prevalensi tinggi. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis strategi Pemerintah Kabupaten Magetan dalam mengatasi masalah stunting. Teori utama dalam penelitian ini adalah teori strategi dan manajemen strategi yang mencakup tipe-tipe strategi serta analisis SWOT. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Magetan telah melaksanakan strategi untuk mengatasi masalah stunting, meskipun pada pelaksanaan program di lapangan sempat mengalami beberapa hambatan, salah satunya pandemi Covid-19. Strategi penanganan stunting di Kabupaten Magetan juga telah didasarkan pada empat tipe strategi yaitu strategi organisasi, strategi program, strategi pendukung sumber daya, dan strategi kelembagaan. Berdasarkan tipe-tipe strategi tersebut, selanjutnya dapat diketahui analisis SWOT yang meliputi aspek kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman dari strategi yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Magetan dalam mengatasi stunting. ......The problem or issue of stunting in Magetan Regency is currently a priority program for the Magetan Regency Government. This is because stunting directly affects competitiveness at local, national, and even global levels. The high prevalence of stunting places Magetan Regency as one of the Priority Regencies/Cities for Stunting Management in Indonesia. There are three main issues causing the high rate of stunting in Magetan Regency: first, economic conditions or poverty levels, second, improper parenting of toddlers coupled with a lack of community awareness, and third, there are still several villages that are stunting loci with high prevalence. This research aims to analyze the Magetan Regency Government's strategy in addressing the stunting problem. The main theory in this research is strategy and strategic management theory, which includes types of strategies and SWOT analysis. This thesis uses a qualitative method with a descriptive research type. Data collection in this research was carried out through in-depth interviews and literature studies. The results of the research show that the Magetan Regency Government has implemented strategies to address the stunting issue, although there were some obstacles in the implementation of the program in the field, one of which was the Covid-19 pandemic. The stunting management strategy in Magetan Regency is also based on four types of strategies: organizational strategy, program strategy, resource support strategy, and institutional strategy. Based on these types of strategies, further SWOT analysis can be conducted, including aspects of strengths, weaknesses, opportunities, and threats of the strategies implemented by the Magetan Regency Government in addressing stunting.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farid Abdul Rozaq
Abstrak :
Permasalahan stunting di Kabupaten Kebumen merupakan isu yang saat ini menjadi program prioritas bagi Pemerintah Kabupaten Kebumen. Tingginya prevalensi stunting di Kabupaten Kebumen menjadikan Kabupaten Kebumen sebagai salah satu dari 100 Kabupaten/Kota Prioritas Penanganan Stunting di Indonesia. Terdapat empat permasalahan yang menjadi penyebab tingginya stunting di Kabupaten Kebumen, yaitu: terdapat beberapa desa lokus dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi, tingkat kemiskinan Kabupaten Kebumen yang tinggi, cakupan pelayanan air minum layak belum optimal, dan rendahnya kesadaran masyarakat akan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan kecukupan gizi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi Pemerintah Kabupaten Kebumen dalam menangani masalah stunting tahun 2020. Teori utama yang digunakan adalah teori strategi dan manajemen strategis. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Kebumen sudah menerapkan strategi dalam menangani masalah stunting tahun 2020 walaupun dalam pelaksanaan program di lapangan terdapat hambatan yaitu dengan adanya COVID-19. Strategi penanganan stunting di Kabupaten Kebumen didasarkan pada 4 tipe strategi yaitu corporate strategy, program strategy, resource support strategy, dan institutional strategy ......The problem of stunting in Kebumen Regency is an issue that is currently a priority program for the Kebumen Regency Government. The high prevalence of stunting in Kebumen Regency makes Kebumen Regency one of the 100 Priority Regencies/Cities for Handling Stunting in Indonesia. There are four problems that cause high stunting in Kebumen Regency, namely: there are several loci villages with a fairly high prevalence of stunting, high poverty rates in Kebumen Regency, inadequate drinking water service coverage, and low public awareness of Clean and Healthy Life Behavior (PHBS) and nutritional adequacy. This study aims to analyze the strategy of the Kebumen Regency Government in dealing with the stunting problem in 2020. The main theories used are strategy theory and strategic management. This thesis uses a qualitative method, with the type of descriptive research. Data was collected by means of in-depth interviews and literature study. The results of the study show that the Kebumen Regency Government has implemented a strategy in dealing with the stunting problem in 2020 even though in the implementation of the program in the field there are obstacles, namely the presence of COVID-19. The stunting management strategy in Kebumen Regency is based on 4 types of strategies, namely corporate strategy, program strategy, resource support strategy, and institutional strategy.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supit, Deivy Donna Ingrid
Abstrak :
[ABSTRAK
Salah satu isu krusial dalam pembangunan pendidikan di Indonesia adalah kesenjangan akses pendidikan antar kabupaten/kota. Pelaksanaan desentralisasi yang bertujuan mendekatkan pelayanan publik ke masyarakat diharapkan membuat akses pendidikan tingkat kabupaten/kota menjadi lebih baik. Penelitian ini membahas pengaruh alokasi anggaran pemerintah terhadap perbaikan akses pendidikan menengah kabupaten/kota di Sulawesi Utara, diukur dengan angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM). Analisis ekonometrika data panel 15 kabupaten/kota di Sulawesi Utara, periode 2010- 2012, menunjukkan beberapa hal. Pertama, anggaran pemerintah melalui anggaran fungsi pendidikan berpengaruh signifikan dan positif terhadap peningkatan APK dan APM. Kedua, dana transfer berupa DAU hanya berpengaruh meningkatakan akses pendidikan melalui APK, tidak pada APM. Ketiga, kemandirian fiskal kabupaten/kota tidak berpengaruh dalam meningkatkan akses pendidikan menengah daerahnya. PDRB per kapita sebagai cerminan kapasitas ekonomi masyarakat menunjukkan berpengaruh signifikan dan positif terhadap peningkatan APK dan APM. Namun demikian pengaruh variabelvariabel yang signifikan terhadap perbaikan akses pendidikan menengah sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa dampak alokasi anggaran pemerintah maupun pertumbuhan ekonomi, terhadap perbaikan akses pendidikan menengah kabupaten/kota relatif kecil.
ABSTRACT
One of the crucial issues in the development of education in Indonesia is education access gap between kabupaten/kota. The implementation of decentralization which aims to bring the public service to the community is expected to make access to education at the kabupaten/kota for the better. This study discusses the effect of government budget allocation towards improving access secondary education kabupaten/kota in North Sulawesi, measured by the gross enrollment rate (GER) and net enrollment ratio (NER). Econometric analysis of panel data of 15 kabupaten/kota in North Sulawesi, 2010-2012 show several things. First, the government budget through the budget of the education functions show significant and positive impact on the improvement of GER and NER. Second, the transfer of funds in the form of DAU affects only increase the access to education through the GER, not to NER. Third, fiscal independency of kabupaten/kota have no effect in improving access to secondary education in those area. GDP per capita as a reflection of the economic capacity of the community showed significant and positive impact on the improvement of GER and NER. However, the variables which significantly effect the improvement of access to secondary education is very small. This shows that the impact of government budget allocation and economic growth, improved access to secondary education kabupaten/kota is relatively small.;One of the crucial issues in the development of education in Indonesia is education access gap between kabupaten/kota. The implementation of decentralization which aims to bring the public service to the community is expected to make access to education at the kabupaten/kota for the better. This study discusses the effect of government budget allocation towards improving access secondary education kabupaten/kota in North Sulawesi, measured by the gross enrollment rate (GER) and net enrollment ratio (NER). Econometric analysis of panel data of 15 kabupaten/kota in North Sulawesi, 2010-2012 show several things. First, the government budget through the budget of the education functions show significant and positive impact on the improvement of GER and NER. Second, the transfer of funds in the form of DAU affects only increase the access to education through the GER, not to NER. Third, fiscal independency of kabupaten/kota have no effect in improving access to secondary education in those area. GDP per capita as a reflection of the economic capacity of the community showed significant and positive impact on the improvement of GER and NER. However, the variables which significantly effect the improvement of access to secondary education is very small. This shows that the impact of government budget allocation and economic growth, improved access to secondary education kabupaten/kota is relatively small., One of the crucial issues in the development of education in Indonesia is education access gap between kabupaten/kota. The implementation of decentralization which aims to bring the public service to the community is expected to make access to education at the kabupaten/kota for the better. This study discusses the effect of government budget allocation towards improving access secondary education kabupaten/kota in North Sulawesi, measured by the gross enrollment rate (GER) and net enrollment ratio (NER). Econometric analysis of panel data of 15 kabupaten/kota in North Sulawesi, 2010-2012 show several things. First, the government budget through the budget of the education functions show significant and positive impact on the improvement of GER and NER. Second, the transfer of funds in the form of DAU affects only increase the access to education through the GER, not to NER. Third, fiscal independency of kabupaten/kota have no effect in improving access to secondary education in those area. GDP per capita as a reflection of the economic capacity of the community showed significant and positive impact on the improvement of GER and NER. However, the variables which significantly effect the improvement of access to secondary education is very small. This shows that the impact of government budget allocation and economic growth, improved access to secondary education kabupaten/kota is relatively small.]
2015
T43663
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Risyad Fadli
Abstrak :
Tulisan ini menyajikan penelitian secara doktrinal terhadap pengelolaan dana desa yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah sebagaimana dana Desa Adat Baduy Kanekes. Persoalan yang muncul berupa ketika Desa Adat Baduy Kanekes menolak pemberian dana desa oleh pemerintah pusat, sehingga dana yang sudah diberikan mengendap dalam Rekening Kas Daerah Kabupaten Lebak yang kemudian dimanfaatkan untuk dikelola. Pengelolaan tersebut merupakan kewenangan pemerintah daerah berdasarkan otonomi daerah, dimana desa merupakan satuan pemerintahan di bawah daerah. Namun sejatinya desa pun memiliki otonominya sendiri yang berdasarkan hak asal usul dan istiadatnya terlebih lagi desa adat. Oleh karenanya, desa mempunyai kewenangan atas pengelolaan keuangannya termasuk dana desa, sehingga pola pertanggungjawaban atas keuangan desa berbeda dengan keuangan daerah secara yuridis maupun administratif. Kendati pun belum ada aspek yuridis untuk memayungi pengelolaan dana desa yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Meskipun demikian, aspek pengelolaan dana desa harus dipertanggungjawabkan berdasarkan tindakan yang diambil oleh pemerintah daerah agar tidak terjadi penyimpangan terhadap keuangan negara dengan mempertimbangkan kewenangan pemerintah itu sendiri. Langkah yang ditempuh dalam pengelolaan tersebut dapat diwadahi diskresi dalam administrasi pemerintahan ataupun beranggapan bahwa pemerintahan desa masih sebagai sub pemerintahan daerah selama belum ada pengakuan secara administratif dari pemerintah pusat. ......This paper presents doctrinal research on the management of village funds carried out by regional governments such as the Baduy Kanekes Traditional Village funds. The problem that arose was when the Baduy Kanekes Traditional Village refused to provide village funds from the central government, so that the funds that have been given are deposited in the Lebak Regency Regional Cash Account which is then used to be managed. This management is the authority of the regional government based on regional autonomy, where the village is a government unit under the region. However, in reality villages also have their own autonomy based on their rights of origin and tribes, especially traditional villages. Therefore, villages have authority over the management of their finances, including village funds, so that the pattern of accountability for village finances is different from regional finances, both juridically and administratively. Although there is no juridical aspect to cover the management of village funds carried out by the regional government. However, aspects of village fund management must be accounted for based on actions taken by the regional government so that there are no irregularities in state finances by considering the authority of the government itself. The steps taken in management can be accommodated by discretion in government administration or assume that the village government is still a regional sub-government as long as there is no administrative recognition from the central government.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pramudya Ajeng Safitri
Abstrak :
Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah anak terbesar, tingkat kemiskinan tinggi dan alokasi anggaran pengentasan kemiskinan tinggi, memerlukan pengukuran dan analisa kemiskinan anak yang lebih komprehensif. Ini akan membantu pembuat kebijakan memastikan bahwa anak miskin mendapatkan manfaat dari anggaran yang diberikan. Tujuan penelitian adalah menghitung dan menganalisis indeks kemiskinan multidimensi anak di kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat dan menguji apakah belanja pemerintah daerah di bidang pendidikan, kesehatan dan pekerjaan umum berpengaruh terhadap penurunan indeks kemiskinan multidimensi anak. Perhitungan kemiskinan multidimensi anak dengan Multidimensional Poverty Indeks (MPI) metode Alkire Foster dengan unit analisis individu anak. Alat analisis yang digunakan adalah regresi data panel antara MPI dengan alokasi anggaran belanja pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MPI anak semakin menurun dari 2012 ke 2014, dengan pola semakin tinggi ke Jawa Barat bagian selatan, indeks tertinggi di Kabupaten Tasikmalaya, Garut dan Cianjur. Belanja kesehatan dan pekerjaan umum berpengaruh signifikan terhadap indeks kemiskinan multidimensi anak. ......West Java with the largest number of children high poverty rates and high budget allocation for poverty reduction requires more comprehensive measurement and analysis of child poverty This will help policy makers ensure that poor children take a benefit from the given budget. The research objective is to calculate and analyze the child multidimensional poverty index of the district city of West Java and tested whether local government spending on education health and infrastructure affect the decline of child multidimensional poverty index. Using the Multidimensional Poverty Index MPI Alkire Foster method and child as unit analysis regression panel data between MPI with government budget allocation used as analysis tool. The results showed that child MPI decreased from 2012 to 2014 with higher index to the south of West Java Tasikmalaya Garut and Cianjur district are the highest Health and infrastructure budgets significantly decrease the child MPI.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T45452
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anugerah Yuka Asmara
Abstrak :
ABSTRAK
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menjadi kabupaten paling inovatif di Indonesia, khususnya dalam hal inovasi pelayanan kesehatan (IPK). Sama halnya dengan inovasi di pemerintah daerah lainnya, praktik IPK di Kabupaten Banyuwangi juga tidak terlepas dari tingginya peran kepala daerah. Artinya, keberlanjutan IPK di Kabupaten Banyuwangi akan dipertanyakan jika Bupati Banyuwangi saat ini tidak menjabat lagi. Studi ini merupakan pendekatan post-positivistik dengan jenis penelitian kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan kesiapan Pemkab Banyuwangi dalam menjaga keberlanjutan inovasi melalui Sistem Inovasi Total (SIT) Ato- F. Teknik pengumpulan data dilakukan secara mixed method baik melalui kuesioner dan wawancara mendalam serta dokumentasi. Penelitian yang dilakukan sejak 1 Oktober 2018 hingga 30 Mei 2019, menghasilkan 2 (dua) temuan penelitian. Temuan pertama, kesiapan Pemkab Banyuwangi dalam berubah dapat dikatakan siap, namun kesiapan tersebut belum disertai dengan adanya kesiapan sistem inovasi yang terlembaga di dalam organisasi tersebut. Kasus IPK di Kabupaten Banyuwangi, keempat elemen SIT A-to-F tidak hadir secara utuh. Di elemen proses inovasi, Bupati Banyuwangi memainkan peran mulai dari A-to-F, namun bagaimana teknik inovasi, anggaran, waktu yang dialokasikan masih belum terdokumentasi dengan baik. Begitu pula budaya kreatif yang saat ini mulai terbentuk karena tingginya peran Bupati Banyuwangi dalam menginisiasi hal tersebut. Sementara itu, 2 (dua) elemen lainnya yaitu perencanaan strategis inovasi dan metrikinsentif inovasi masih belum ada di Pemkab Banyuwangi. Temuan kedua, untuk menjaga keberlanjutan inovasi melalui SIT A-to-F, ada faktor-faktor yang menjadi pendorong dan juga penghambat. Ada lima faktor pendorong yaitu adanya regulasi, adanya kompetisi inovasi, perekrutan sumber daya manusia unggul, keterlibatan organisasi non pemerintah, dan komitmen pimpinan organisasi. Sementara itu lima faktor penghambat yaitu belum ada program inovasi secara khusus, belum ada peraturan daerah terkait inovasi, belum ada studi-studi kebijakan terkait inovasi pelayanan publik, belum ada mekanisme insentif khusus bagi inovator, dan tingginya intervensi Bupati Banyuwangi.
ABSTRACT
Regency of Banyuwangi is the leader of all regencies in term of public health service innovation (IPK). In line with innovation practices of local governments at general, IPK practices cannot be removed from high role of a local leader of Banyuwangi. It means that sustainable IPK practice will be questioned if the recent Regent of Banyuwangi will be substituted in next period. The approach used in this study is the post-positivism with type of qualitative research to yield descriptive data, aiming to describe readiness of Regency of Banyuwangi in maintaining sustainable innovation through Total Innovation System (TIS) of A-to-F model. Data collection technique were derived by means of mixed method through questionare, depth interview and documentation as well. The duration of research time which was started from October 1st 2018 up to May 30th, 2019, yielding two study findings. First finding, readiness of Regency of Banyuwangi in context of organizational change is ready, but this readiness has not been accompanied by the readiness of an institutionalized innovation system within the organization. Case of IPK in Banyuwangi Regency, those elements of TIS A-to-F are not present completely. At innovation process element, the Regent of Banyuwangi plays role starting from A-to-F functions, but how innovation technique, fund resouces, and time are not well documented. At creative culture element, role of Regent of Banyuwangi is central in creating this culture. While, two elemens both strategic innovation planning and metricincentive of innovation are not appearing in Regency of Banyuwangi. Second finding, to maintain sustainable innovation through TIS of A-to-F model, there are supporting and hindering factors. The supporting factors are existence of regulation, existence of innovation competition, excellent human resources recruitment, involvement of nongovernment organizations, and leadership commitment. Whereas, the hindering factors are absence of special innovation program, absence of local government regulation of innovation, absence of policy and innovation studies, absence of special incentive mechanism for innovators, and high intervention of Regent of Banyuwangi.
2019
T53761
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library