Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ryan Armandha Andri Anwar
"Film dokumenter merupakan jenis film yang berisi fakta untuk menceritakan peristiwa dan tokoh yang nyata untuk berbagai kepentingan, seperti pendidikan dan penelitian. Sebagai produk yang bersifat informatif dan kreatif, film dokumenter ini merupakan objek yang dilindungi oleh hukum hak cipta. Namun, film dokumenter juga dapat menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta karena sering menggunakan cuplikan milik orang lain yang dilindungi oleh hak cipta, seperti video, potret, karya fotografi, dan objek lainnya. Penggunaan cuplikan tersebut berpotensi melanggar hak cipta milik orang lain apabila terdapat unsur komersialisasi dan merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta. Meskipun demikian, terdapat doktrin pembatasan atau pengecualian yang dikenal dengan doktrin fair use dalam hukum hak cipta. Fair use merupakan doktrin yang membatasi pelindungan hak cipta sehingga seseorang dapat melaksanakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta tanpa izin. Doktrin yang berasal dari Amerika Serikat ini berpotensi menjadi mekanisme pelindungan bagi pembuat film dokumenter karena memiliki pengaturan yang cukup memadai dan fleksibel. Fleksibilitas ini menjadi titik pembeda dalam pengaturan fair use pada hukum hak cipta di Amerika Serikat, jika dibandingan dengan hukum hak cipta di Indonesia. Maka dari itu, tulisan ini akan membahas mengenai pengaturan dan penerapan doktrin fair use di antara kedua negara tersebut. Permasalahan tersebut ditinjau dengan menggunakan metode yuridis normatif dengan melihat pengaturan dan doktrin-doktrin hukum yang berkaitan dengan topik tulisan ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan fair use di Amerika Serikat cenderung menguntungkan film dokumenter karena menekankan pada unsur transformatif daripada unsur komersial yang mana hal ini terbalik dengan pengaturan mengenai pembatasan hak cipta di Indonesia.

A documentary film is a type of movie that contains facts to portray real events and characters for various purposes, such as education and research. As an informative and creative product, the documentary film is an object protected by copyright law. However, documentary films can also cause problems related to copyright infringement because they often use copyrighted footage, such as videos, portraits, photographic works, and other objects. The use of such footage could potentially infringe on the others’ copyrights if there is an element of commercialization and harm to the reasonable interests of the author. However, there is a doctrine of limitations or exceptions known as the doctrine of fair use in copyright law. Fair use is a doctrine that limits copyright protection so that a person can exercise the exclusive rights of the creator or copyright holder without permission. This doctrine originating from the United States has the potential to be a protection mechanism for documentary filmmakers for using copyrighted footage because it has adequate and flexible provisions. This flexibility is a point of difference in the regulation of fair use in US copyright law, if compared to Indonesian copyright law. Therefore, this paper will discuss the regulation and its implementation of the fair use doctrine between the two countries. The problem is reviewed using the normative juridical method by looking at laws, regulations, and doctrines related to the topic of this paper. The results of this study indicate that the regulation of fair use in the United States tends to favor documentary films because it emphasizes the transformative use element rather than the commercial element which is contrary to provisions on copyright limitations in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giraldin Sarah Margaretha
"ABSTRAK
Salah satu upaya Indonesia untuk mencapai konsep negara kesejahteraan seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah untuk melaksanakan sosial kesejahteraan, salah satunya ditujukan untuk para penyandang cacat penglihatan. Itu pemerintah berkewajiban untuk memastikan ketersediaan informasi yang dapat diakses sebagai satu tentang hak untuk mengekspresikan, mengomunikasikan dan memperoleh informasi untuk orang-orang dengan visual penurunan nilai. Itu sesuai dengan ketentuan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan UNCRPD. Perjanjian Marrakesh memfasilitasi kontraknya pihak untuk memenuhi kewajiban mereka dalam mengimplementasikan ketentuan UNCRPD oleh mengatur bahwa menyalin, mendistribusikan dan membuat karya tersedia untuk umum di format yang dapat diakses dikecualikan dari pelanggaran hak cipta. Indonesia telah menjadi menandatangani Perjanjian Marrakesh sejak 24 September 2013. Itikad baik sebagai a konsekuensi dari negara penandatangan dimanifestasikan dengan mengadopsi Marrakesh Ketentuan perjanjian untuk Pasal 44 ayat (2) UU Hak Cipta dan PP 27/2019. PP 27/2019 menetapkan beberapa ketentuan sehingga fasilitasi akses tidak melanggar hak cipta.

ABSTRACT
One of Indonesias efforts to achieve the concept of a welfare state as mandated by the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is to implement social welfare, one of which is aimed at people with visual impairments. The government is obliged to ensure the availability of accessible information as one about the right to express, communicate and obtain information for people with visual impairment. That is in accordance with the provisions of the Universal Declaration Human Rights and UNCRPD. The Marrakesh Agreement facilitates parties contracts to fulfill their obligations in implementing UNCRPD provisions by regulating that copying, distributing and making publicly available works in an accessible format excluded from copyright infringement. Indonesia has been signed to the Marrakesh Agreement since 24 September 2013. Good faith as a the consequences of the signatory state are manifested by adopting Marrakesh Conditions of agreement for Article 44 paragraph (2) of the Copyright Act and PP 27/2019. PP 27/2019 stipulates several provisions so that facilitation of access does not violate copyrights."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library