Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Emosi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia karena mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial. Pertumbuhannya bervariasi pada semua orang. Emosi dikendalikan oleh proses kematangan dan belajar....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Meidika Dara Rizki
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Pematangan spermatozoa di epididimis terjadi melalui interaksi antara spermatozoa dengan protein yang disekresikan oleh sel epitel yang melapisi duktus epididimis. Sekresi protein tersebut menciptakan microenvironment yang diregulasi oleh gen-gen tertentu. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa gen yang terlibat dalam pematangan spermatozoa pada umumnya terekspresi secara spesifik di epididimis dan dipengaruhi oleh androgen. Spink2 merupakan salah satu gen yang terekspresi di epididimis, namun regulasi ekspresinya masih belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi ekspresi dan regulasi gen Spink2 pada epididimis mencit jantan.Metode: Analisis secara in silico digunakan untuk mengetahui struktur gen dan prediksi sinyal peptida, serta domain fungsional gen Spink2. Quantitative real-time RT-PCR digunakan dalam mengukur ekspresi relatif gen Spink2 pada analisis spesifisitas jaringan, ketergantungan terhadap androgen dan faktor testikuler, serta post-natal development.Hasil: Spink2 termasuk dalam famili serine protease inhibitor yang ditandai dengan adanya domain Kazal type 2. Analisis signal peptide menunjukkan bahwa Spink2 merupakan protein sekretori. Spink2 terekspresi di testis dan epididimis, dengan ekspresi tertinggi berada di kaput epididimis. Ekspresi Spink2 pada mencit yang digonadektomi mengalami peningkatan setelah 6 jam, kemudian menurun mulai dari hari ke-1 hingga hari ke-5. Pemberian testosteron mampu mempertahankan ekspresi Spink2 pada 3 dan 5 hari setelah gonadektomi. Selain itu, pada analisis pengaruh faktor testikuler, ekspresi Spink2 menunjukkan adanya regulasi dari faktor testikuler pada semua kelompok setelah dilakukan efferent duct ligation EDL . Spink2 menujukkan regulasi post-natal yakni mulai terekspresi pada umur mendekati 22 hari.Kesimpulan: SPINK2 merupakan protein sekretori yang terekspresi pada kaput epididimis, serta diregulasi oleh androgen dan faktor testikuler. Spink2 tidak terekspresi secara konstitutif. Berdasarkan data tersebut Spink2 sangat berpotensi terlibat dalam proses pematangan spermatozoa di epididimis. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi potensi tersebut.
ABSTRACT
Background Sperm maturation in the epididymis occurs through interactions between sperm and proteins secreted by epithelium cells lining the epididymal duct. The secretion of these proteins creates a microenvironment that is regulated by certain genes. Previous studies showed that genes which are involved in sperm maturation process are expressed specifically in the epididymis and regulated by androgen. Spink2 is one of the epididymal genes, but the regulation of its expression is still unknown. Therefore, this study was aimed to characterize Spink2 expression and its regulation in the mouse epididymis.Method s In silico analysis was performed to determine the gene structure and identify the signal peptide, as well as the functional domain of Spink2. Quantitative real time RT PCR was performed to measure relative expression of Spink2 in the analyses of the tissue specificity, androgen dependency, testicular factor and post natal development.Result s Spink2 belongs to the serine protease inhibitor family which is characterized by the presence of Kazal type 2 domain. Signal peptide analysis showed that Spink2 amino acid sequence contains a signal peptide, indicating Spink2 is a secretory protein. Spink2 was expressed specifically in the testis and epididymis, with the highest level of its expression was in the epididymal caput. Spink2 expression increased after six hours and started to decrease on day 1 throughout day 5. Interestingly, administration of exogenous testosterone was able to maintain expression at the physiological level. In addition, Spink2 was slightly affected by testicular factors. During post natal development, Spink2 start to be expressed at day 22 before increased dramatically throughout day 60.Conclusion s Spink2 is a secretory protein that is expressed in caput region of the mouse epididymis and regulated by androgen. Spink2 is not constitutively expressed throughout development. Based on our data, may be involved in epididiymal sperm maturation process. Further studies are required to confirm its role.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andika Setyoadi
Abstrak :

Latar Belakang: Beberapa gen yang terekspresi spesfik di epididimis diduga
terlibat dalam proses pematangan sperma. Karakteristik gen yang terlibat dalam
pematangan sperma selain ekspresinya spesifik di epididimis juga dipengaruhi
oleh androgen, faktor testikuler, dan terekspresi pada saat masa pubertas. Salah
satu famili gen yang cukup banyak ditemukan terekspresi di epididimis adalah
Beta Defensin. Gen Beta Defensin diketahui memiliki peran sebagai pertahanan
terhadap mikroba, namun diduga memiliki keterlibatan dalam proses pematangan
sperma karena ekspresinya banyak ditemukan di epididimis. Oleh karena itu,
penelitian pada gen Beta Defensin terhadap perannya dalam proses pematangan
sperma perlu dilakukan. Berdasarkan studi sebelumnya diketahui bahwa salah
satu gen Beta Defensin yang terekspresi di epididimis yaitu Beta Defensin 2
(Defb2), namun karakterisasi terhadap gen ini belum dilakukan. Dengan
demikian, pada penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi gen Defb2 terkait
dengan perannya pada proses pematangan sperma.

Metode: Analisis bioinformatika digunakan untuk mendapatkan informasi
mengenai struktur gen, signal peptide, dan domain fungsional pada gen Defb2.
Analisis qRT-PCR untuk mengetahui ekspresi relatif gen Defb2 pada berbagai
jaringan, regulasinya oleh androgen, pengaruh dari faktor testikular dan
ekspresinya pada perkembangan postnatal.

Hasil: Defb2 merupakan protein sekretori karena memiliki signal peptide. Defb2
memiliki domain fungsional berupa N-myristoylation dan protein kinase-C. Gen
Defb2 terekspresi spesifik di epididimis khususnya pada bagian caput epididimis.
Defb2 ekspresinya dipengaruhi oleh androgen terbukti setelah perlakuan
gonadektomi, ekspresi Defb2 menjadi menurun dan kembali mengalami kenaikan
ketika diberikan testosteron eksogen. Defb2 juga ekspresinya dipengaruhi oleh
faktor testikuler terbukti setelah diberi perlakuan
Efferent Duct Ligation (EDL)
maka ekspresi Defb2 langsung menurun bahkan terjadi apoptosis sel sehingga
pola ekspresi gen Defb2 sudah tidak bisa diamati. Begitu juga pada analisis
postnatal development terlihat ekspresi gen Defb2 mulai terdeteksi jelas pada hari
ke-15 yang merupakan masa pubertas mencit jantan.

Kesimpulan: Defb2 merupakan gen yang terlibat dalam proses pematangan
sperma di epididimis yang dibuktikan dengan ekspresi spesifik di epididimis,
diregulasi oleh androgen dan faktor testikuler, serta mulai terekspresi pada masa
pubertas.


Background: Some of the specific genes expression in the epididymis are
suspected to be involved in the process of sperm maturation. Characteristics of the
genes involved in sperm maturation in the epididymis-specific expression in
addition also influenced by androgens, testicular factors, and expressed at the time
of puberty. One of a family of genes that is pretty much found expressed in the
epididymis is a Beta Defensins. Beta Defensin genes known to have a role as a
defence against microbes, but suspected to have involvement in the process of
sperm maturation because the expression is found in the epididymis. Therefore,
research on Beta Defensin genes against its role in sperm maturation process
needs to be done. Based on previous studies it is known that one of the Beta
Defensin genes which expressed in the epididymis that is Beta Defensins 2
(Defb2), but the characterization of this gene has not been made against. Thus,
this research aims to characterize genes associated with the Defb2 role in the
process of sperm maturation.

Methods: Bioinformatics analysis was used to obtain information about the
structure of genes, signal peptides, and functional domains of the Defb2 gene.
qRT-PCR analysis to find out the relative gene expression of Defb2 on various
tissue, regulation by androgens, the effect of testicular factors and its expression
in postnatal development.

Results: Defb2 is a secreted protein because it has signal peptides. Defb2 has a
functional domain in the form of N-myristoylation and kinase-C protein. Specific
genes expression of Defb2 in the epididymis is especially in the caput epididymis.
Defb2 expression influenced by androgens is proven after the gonadectomy, the
expression of Defb2 to be decreased and start increase again when exogenous
testosterone is given. Defb2 also its expression influenced by testicular factors
that proven after being given the treatment by Efferent Duct Ligation (EDL), then
the Defb2 expressions directly decreased and the cell apoptosis occurs even so
that the pattern of gene expression Defb2 already could not be observed. So also
on analysis of postnatal development seen gene expression Defb2 begins to be
detected clearly at day 15 which is a male mice puberty.

Conclusions: Defb2 is a gene which is involved in the process of maturation of
sperm in the epididymis that is evidenced by specific expression in the
epididymis, be regulated by androgens and testicular factors, and as well as start
expressed at puberty.

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ari Pujianto
Abstrak :
Antibodi antisperma adalah salah satu penyebab infertilitas pada manusia. Antibodi ini berikatan dengan protein pada permukaan sperma dan dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sperma yang menghambat proses fertilisasi secara langsung maupun tak langsung. Identifikasi antigen sperma diharapkan akan menjelaskan mekanisme terjadinya infertilitas autoimun. Selain itu, apabila antigen tersebut berhubungan langsung dengan proses fertilisasi, studi ini dapat pula memperjelas mekanisme fertilisasi pada tingkat molekul. Tesis ini melaporkan basil penelitian awal dari sebuah penelitian besar yang mempelajari tentang mekanisme infertilitas imunologis. Penelitian awal ini mencakup identifikasi antigen sperrna dengan menggunakan sera pasien infertil dan isolasi klon cDNA yang menyandi salah satu antigen tersebut. Identifikasi antigen dilakukan dengan Western immunoblotting menggunakan 13 sera yang berasal dari individu fertil sebagai kontrol (kode EIC) dan 37 sera dari pasien infertil (kode EIS). Serum pasien yang memberikan reaksi kuat dan konsisten kemudian digunakan untuk mengisolasi klon cDNA dari pustaka cDNA testis manusia. Hasil Western immunoblotting menunjukkan bahwa EIS mengenali satu atau beberapa protein sperma dengan berat molekul yang bervariasi mulai dari 34 hingga 105 kDa. Sebagian besar EIC (11 dari 13) juga berikatan dengan beberapa protein sperma namun intensitasnya lebih lemah dibanding EIS. Serum dengan kode EIS07 memperlihatkan reaksi yang kuat dan spesifik dengan protein berukuran 66 kDa clan 88 kDa. Serum ini kemudian digunakan sebagai pelacak pada skrining pustaka cDNA testis manusia. Dari skrining tersebut berhasil diisolasi sebuah klon positif dari kurang lebih 225.000 klon. Klon ini membawa potongan cDNA berukuran kurang lebih 2.3 kpb yang selanjutnya disebut cDNA AIR (Autoimmune Infertility Related). cDNA AIR selanjutnya disubklon ice dalam vektor plasmid pGEX-4T2. Plasmid rekombinan ini kemudian dipotong dengan berbagai enzim restriksi untuk membuat peta restriksi pada fragmen eDNA AIR tersebut. Hasil pemetaan menunjukkan adanya situs restriksi untuk enzim Pstl, ApaI, HindIII, KpnI, SacI, dan Xbal.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Permintaan pasar terhadap ikan lele dumbo (clarias sp) semakin bertambah dari tahun ke tahun, sehingga produksinya terus ditingkatkan. Ketersediaan benih yang berkualitas dalam jumlah cukup dan berlanjut menjadi suatu keharusan bagi pembudidaya untuk menunjang peningkatan produksi. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi adalah dengan peningkatan frekuensi pemijahan, diantaranya melalui proses percepatan kematangan gonad. Pada penelitian ini dilakukan proses pemacuan kematangan gonad ikan lele baik di musim pemijahan maupun diluar musim pemijahan dengan menggunakan hormom PMSG mix dan penambahan spirulina pada pakan.
577 LIMNO 19:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Silvani Permatasari
Abstrak :
[ABSTRAK
Latar belakang: Proses pematangan sperma terjadi melalui interaksi spermatozoa dengan protein yang disekresikan ke lumen oleh sel epitel epididimis. Sekresi protein pada epididimis ditentukan oleh gen-gen yang terekspresi spesifik di epididimis. Ekspresi gen di epididimis dapat dipengaruhi oleh androgen atau faktor testikular. CD52 telah diketahui terekspresi di epididimis, namun regulasi yang mempengaruhi ekspresi gen CD52 di epididimis belum diketahui. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ekspresi dan regulasi gen CD52 agar dapat memprediksi perannya di epididimis mencit. Metode: Analisis bioinformatika dilakukan untuk memprediksi sinyal peptida dan domain fungsional dari CD52. Quantitative real time RT-PCR digunakan untuk mengukur ekspresi relatif gen CD52 pada analisis spesifisitas jaringan, ketergantungan terhadap androgen dan faktor testikular, serta postnatal development. Hasil: CD52 memiliki sinyal peptida yang menunjukkan ciri protein sekretori dan terekspresi secara spesifik di epididimis. Ekspresi CD52 yang tertinggi terdapat di bagian cauda. Ekspresi CD52 pada mencit diregulasi oleh androgen yang ditandai dengan penurunan pada hari pertama dan ketiga setelah digonadektomi dan pemberian testosteron eksogen setelah gonadektomi dapat menjaga ekspresi CD52 50% dari kadar normalnya. Eksperimen dengan memberikan reseptor androgen antagonis (flutamide) juga mendukung bahwa ekspresi CD52 sangat tergantung terhadap androgen. Ekspresi CD52 menurun sangat bermakna hingga mencapai 93% dibandingkan dengan kontrol. Selain androgen, ekspresi CD52 juga dipengaruhi oleh faktor testikular. Ekspresi CD52 mengalami penurunan bermakna dari hari pertama hingga kelima setelah perlakuan efferent duct ligation (EDL) hingga mencapai 75% dari kontrol. Selain itu ekspresi CD52 juga dipengaruhi oleh perkembangan pasca lahir. Ekspresi CD52 meningkat di hari ke-15 hingga hari ke-60 pasca lahir. Kesimpulan: CD52 merupakan gen penyandi protein sekretori yang terekspresi spesifik di epididimis pada region cauda dan regulasinya dipengaruhi oleh androgen, faktor testikular, dan perkembangan pasca lahir.
ABSTRACT
Background. Epididymal sperm maturation is occurs via interactions between sperm and proteins secreted by epididymal epithelium. These proteins are encoded by genes that are specifically expressed in a region-specific manner. Previous studies have demonstrated that epididymal genes are regulated by androgen and testicular factors. CD52 is an epididymal gene putatively involved in sperm maturation. However, the regulation of its expression in the epididymis has not been fully understood and little is known about its role during sperm maturation process. Therefore, this study was aimed to analyze the expression and regulation of CD52 in the mouse epididymis. Method. Bioinfomatic analyses were perfomed to predict signal peptides and functional domains of CD52. Quantitative real-time RT-PCR was used to analyze tissue distribution, androgen, testicular factors dependency and postnatal development. Results. CD52 amino acid sequence contains a signal peptide, indicating it is a secretory protein. CD52 exhibited region-spesific expression in the epididymis with the highest level was in cauda. Mice CD52 expression was regulated by androgen indicated by a decrease started at day 1 following a gonadectomy. Interestingly, testosterone replacement therapy was able to maintain the expression at 50% of normal level. Experiment by given androgen receptor antagonist, flutamide showed decrease of CD52 expression about 93% than control. It?s confirming that CD52 expression depend on androgen. Moreover, testicular factors also influenced CD52 expression. This was revealed by efferent duct ligation in which CD52 expression was reduced at day 1 to day 5 following the ligation. Finally, CD52 expression was developmentally regulated, this was indicated by increase in the level of expression start at day 15 postnatally. Conclusion: CD52 is a secretory protein and exhibited region-spesific expression in the cauda epididymis. It is regulated by androgen, testicular factors, and also affected by development stage. , Background. Epididymal sperm maturation is occurs via interactions between sperm and proteins secreted by epididymal epithelium. These proteins are encoded by genes that are specifically expressed in a region-specific manner. Previous studies have demonstrated that epididymal genes are regulated by androgen and testicular factors. CD52 is an epididymal gene putatively involved in sperm maturation. However, the regulation of its expression in the epididymis has not been fully understood and little is known about its role during sperm maturation process. Therefore, this study was aimed to analyze the expression and regulation of CD52 in the mouse epididymis. Method. Bioinfomatic analyses were perfomed to predict signal peptides and functional domains of CD52. Quantitative real-time RT-PCR was used to analyze tissue distribution, androgen, testicular factors dependency and postnatal development. Results. CD52 amino acid sequence contains a signal peptide, indicating it is a secretory protein. CD52 exhibited region-spesific expression in the epididymis with the highest level was in cauda. Mice CD52 expression was regulated by androgen indicated by a decrease started at day 1 following a gonadectomy. Interestingly, testosterone replacement therapy was able to maintain the expression at 50% of normal level. Experiment by given androgen receptor antagonist, flutamide showed decrease of CD52 expression about 93% than control. It’s confirming that CD52 expression depend on androgen. Moreover, testicular factors also influenced CD52 expression. This was revealed by efferent duct ligation in which CD52 expression was reduced at day 1 to day 5 following the ligation. Finally, CD52 expression was developmentally regulated, this was indicated by increase in the level of expression start at day 15 postnatally. Conclusion: CD52 is a secretory protein and exhibited region-spesific expression in the cauda epididymis. It is regulated by androgen, testicular factors, and also affected by development stage. ]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhriti Chandru Bhavnani
Abstrak :
Latar Belakang: Kasus infeksi HIV-1 terus meningkat di dunia dan di Indonesia setiap tahunnya. Diperkirakan 5,8 juta orang hidup dengan HIV dan 640.000 di antaranya tinggal di Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir, HIV telah dikendalikan karena terapi antiretroviral (ART) seumur hidup yang efektif. Oleh karena itu, ada peningkatan dalam keinginan untuk memiliki anak kandung terutama pada pasien yang berada pada usia reproduksi yang prima. HIV-1 dan ART telah dikaitkan dengan infertilitas terutama akibat stress oksidatif yang dapat menganggu pematangan kromatin sperma. Pematangan kromatin sperma merupakan proses penting dimana protein histon yang berkaitan dengan DNA sperma digantikan oleh protamin dan membuatnya jauh lebih padat dibandingkan sel somatik, untuk memastikan bahwa informasi genetik ayah diturunkan dengan aman dari generasi ke generasi. Abnormalitas dalam proses ini telah dikaitkan dengan infertilitas, aborsi berulang, peningkatan risiko kelainan kongenital, perkembangan dan pembentukan embrio yang buruk serta kelahiran anak yang tidak sehat. Oleh karena itu, pematangan kromatin sperma dapat digunakan sebagai parameter untuk menilai infertilitas pada laki-laki. Penggunaan pematangan kromatin sperma untuk mempredisi hasil fertilitas pada laki-laki HIV-1 positif di Indonesia masih kurang, meskipun dapat menjadi alat diagnostic yang baik untuk menilai kesuburan dan memberikan informasi yang tidak dapat diperoleh dengan analisis sperma sederhana (konsentrasi, motilitas dan morfologi). Metode: Sampel sperma akan diperoleh dari 36 subjek, dengan 18 subjek positif HIV dan 18 subjek kontrol dengan HIV seronegative. Sampel kemudian diapuskan pada kaca objek dan dilakukan pewarnaan sesuai petunjuk dari SpermFunc® Histone kit for determination of the maturity of spermatozoan nucleoprotein (Aniline Blue Staining Method). Slide kemudian akan diamati di bawah mikroskop cahaya dan jumlah inti sperma yang diwarnai biru (belum matang) dan diwarnai merah-ungu (matang) akan dihitung dalam 100 sperma. Hasil: Terdapat perbedaan statistik yang signifikan antara kelompok HIV dan Non-HIV (p<0,05). Kelompok subjek HIV memiliki proporsi/persentase pematangan sperma yang tergolong buruk (AB<87%) lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Kesimpulan: Terjadi penurunan pematangan kromatin sperma pada kelompok subjek HIV dibandingkan dengan kontrol yang mungkin disebabkan oleh stres oksidatif, hal ini dapat mempengaruhi kesuburan pada laki-laki HIV-1 positif. ......Introduction: HIV-1 infection cases continue to rise globally and in Indonesia each year. It is estimated that 5.8 million people are living with HIV and of those, 640,000 are living in Indonesia. However, HIV have been declared manageable in the past few decades due to the effective lifelong highly active antiretroviral therapy (HAART). Hence, there is an increased desire to have biological children especially in patients who are at a prime reproductive age. HIV-1 and the use of antiretroviral therapy have been linked to infertility mainly as a result of oxidative stress which can disrupt sperm chromatin maturation. Sperm chromatin maturation is a process wherein histone proteins which coils with sperm DNA are replaced by protamine and make it much more compact than somatic cells to ensure that paternal genetic information is safely transferred through generations. Abnormality in this process have been linked to infertility, recurrent abortion, increased risk for congenital abnormalities, poor development and sustenance of embryo as well as the birth of an unhealthy offspring. Hence, sperm chromatin maturation can be used as a parameter to asses male infertility. The use of sperm chromatin maturation to predict fertility outcomes in HIV-1 positive men in Indonesia have been lacking, even though it can be an imperative tool to assess fertility and sperm viability which cannot be obtained from a simple semen analysis (concentration, motility and morphology). Method: Semen samples were taken from 36 subjects, with 18 subjects positive for HIV and 18 subjects as control with seronegative HIV. These samples are then smeared on object glass and stained according to the instructions of the SpermFunc® Histone kit for determination of the maturity of spermatozoan nucleoprotein (Aniline Blue Staining Method). These stained slides will then be observed under the light microscope and number of red-purple stained (mature) and dark blue stained (immature) sperm nuclei will be calculated from 100 sperm. Results: There was a significant statistical difference between HIV and Non-HIV/control group (p<0.05). HIV subject group had a higher proportion of sperm maturation percentage which was classified as poor (AB<87%) in comparison to control group. Conclusion: There is a decreased sperm chromatin maturation in HIV subject group in comparison to control which may be caused by oxidative stress and this may affect fertility in HIV-1 positive men.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library