Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Keron A. Petrus
Abstrak :
ABSTRAK
Konflik penguasaan dan pemanfaatan kawasan hutan antara masyarakat yang bermukim di dalam dan sekitar hutan dengan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap keberadaan suatu kawasan hutan masih terus berlangsung sebagai akibat dari implementasi berbagai kebijakan pengelolaan hutan nasional yang cenderung meminggirkan keberadaan dan peran masyarakat di dalam dan sekitar hutan.

Dalam tulisan ini konflik dapat diartikan sebagai suatu keadaan/sítuasi yang dapat ditanggapi sebagai tidak adanya suatu kerja sama antara berbagai pihak untuk mempertahankan suatu sumber daya tertentu. Pihak-pihak yang dimaksud adalah masyarakat dan pemerintah (eq. aparat instansi kehutanan), sedangkan sumber daya yang dimaksud adalab sumber daya hutan Gn. Betung. Ketidaksepakatan di antara para pihak ini sebagai konsekuensi berbagai kebijakan pengelolaan hutan yang berimplïkasi path ketidakpastian akses masyarakat ke dalam hutan. Mekanisme penanggulanganlpenyelesaian konflik dapat ditanggapi sebagal prosedur-prosedur, langkah-langkah, strategi-strategi yang dilakukanldikembangkan oleh berbagai pihak yang terlibat konflik atau pihak-pihak atau lembaga/forum lain sebagal upaya menyelesaikan sebuah konflik.

Secara keseluruhan kasus-kasus yang memicu terjadinya konflik dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok besar, yakni konflik penguasaan dan konflik pemanfaatan kawasan hutan. Konflik penguasaan terdiri dari penyerobotan lahan, pergeseran batas kebun/lahan paroh lahan, dan konflik warisan. Konflik pemanfaatan kawasan hutan terdiri dari pembukaan hutan sekunder (primer), perawatan bekas kebun/ladang (belukar), berladang, penebangan kayu, pengambilan basil kebun, pencurian hasil kebun, pemungutan komisi penjualan basil kebun, perantingan tanaman sonokeling, pencurian bibit/anakan dan konflik pakan temak (ramban).

Konflik-konflik yang terjadi antar warga masyarakat setempat dengan pemerintah (aparat instansi kehutanan) lebih disebabkan adanya pelarangan akses dan tindakan represif aparat terhadap warga, sedangkan konflik antar sesama warga masyarakat perkampungan Talang Mulya lebih dipicu oleh tindakan pelecehan terhadap hak-hak penguasaan (lahan) dan pemanfaatan hasil kebun yang dilakukan oleh warga setempat terhadap warga lain, demikian juga konflik warga masyarakat perkampungan Talang Mulya dengan warga masyarakat yang berasal dari luar lebih dipicu oleh tindakan pelecehan hak pemanfaatan hasil kebun milik warga masyarakat Setempat oleh warga yang berasal dari luar (kampung/desa tetangga).

Kajian ini menunjukkan bahwa jumlah jenis konflik, frekwensi dan intensitas konflik berbeda dari suatu periode ke periode lain Penode 1940-an s/d 1982, jumlah jenis konflik, frekwensi dan intensitas konflik masih bertangsung dalam jumlab jenis konflik, frekwensi dan intensitas yang relatif rendah karena ada beberapa kebijakan pengelolaan hutan yang ditanggapi sebagai kebijakan yang memberikan akses kepada masyarakat untuk memanfaatkan kawasan hutan. Penode 1983 s/d Juni 1998 jumlah jenis konflik, frewnesi dan intensitas konflik memngkat tajam sebab adanya kebijakan-kebijakan pengelolaan hutan yang berimplikasi pada ketidakpastian akses. Untuk periode JuIl 1998 s/d Mel 2000, jumlah jenis konflik, frekwensi dan intensitas konflik mulai menurun. Mulai terlihat adanya ketaatan warga masyarakat setempat terhadap aturan-aturan bersama yang membawa pengaruh pada ketenangan dan kepastian akses terhadap lahan garapan masing-masing.

Dalam upaya penanganan/penyelesaian konflik yang melibatkan warga masyarakat perkampungan Talang Mulya berkembang beberapa mekanisme penanganan/penyelesaian antara lain dengan cara membiarkan saja dan mengelak, cara paksaan, perundingan di antara para pihak yang berkonflik, dim dengan cara mediasi melalui aparat pemerintahan kampung, instansi kehutanan, Kelompok Pengelola dan Pelestarian Hutan (KPPH), Gabungan KPHH dan Forum Musyawarah Kelompok (FMK). Secam keselurtthan dalam upaya penanggulangan/penyelesaian konflik penguasaan dan pemanfaatan kawasan hutan masyarakat setempat tidak mengacu pada aturan atau hukum nasional. Karena hukum nasional (terutama di bidang kehutanan) sudah jelas melarang akses masyarakat untuk memanfaatkan kawasan hutan Gn. Betting. Masyarakat cenderung meuggunakan aturan (hukum) yang dibuat dan disepakati sendiri oleh masyarakat.

Hasil kajian ¡ni menunjukkan bahwa melalui organisasi dan pranata pengelolaan hutan yang dibangun sendiri masyarakat berhasil menyelesaikan dan sekaligus menekan tezjadinya konflik penguasaan dan pemanfaatan kawasan hutan di tingkat masyarakat. Fenomena ini mengindikasikan bahwa penanganan konflik konflik penguasaan cian pemanfaatan kawasan hutan diperlukan adanya kelembagaan secara organisatoris yang dibangun oleh komunitas hutan yang bersangkutan. Sebab dalam situasi sosial yang syarat dengan persaingan, tanpa kerjasama di antara semua pihak pengelolaan huían secam bertanggung jawab mustahil dicapai, karena itu situasi ¡ni perlu dipulihkan dengan memberi peluang agar dapat berkembangnya suasana kebersamaan untuk melihat secam kolektif bahwa persoalan huían bukan hanya menjadi persoalan pemerintah tetapi menjadi persoajan semua pihak
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T5460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library