Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dessy Innawaty
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh durasi penyinaran menggunakan LED dan pemanasan awal menggunakan Micerium ENA Heat terhadap depth of cure resin komposit bulk-fill. Alat dan bahan: Enam puluh spesimen Filtek Bulk-Fill Posterior Restoratives ketebalan 4 mm dan diameter 3 mm; tanpa dan dengan pemanasan awal pada temperatur 39 C dibagi ke dalam 3 kelompok sesuai dengan durasi penyinaran 5 detik, 10 detik, dan 15 detik. Spesimen dipolimerisasi menggunakan LED Curing Unit 3MTM Elipar, 1.200 mW/cm2 dan diuji kekerasan mikro menggunakan Vickers Microhardness Tester Shimadzu, Japan untuk menghitung nilai depth of cure. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik Kruskall-Wallis dan Post-Hoc Mann Whitney-U.
Hasil: Adanya perbedaan yang tidak bermakna p ge;0,05 untuk nilai depth of cure pada keenam kelompok tanpa dan dengan pemanasan awal. Walaupun nilai depth of cure tersebut tidak bermakna namun telah mencapai nilai minimum yaitu ge; 80. Selain itu terdapat perbedaan yang bermakna p.

Aim Evaluate the influence of different exposure time and pre heating on its depth of cure of bulk fill composite. Methods Sixty cylinder shaped specimens of Filtek Bulk Fill Posterior Restoratives 4 mm of thickness x 3 mm of diameter with and without pre heating at 39 C were divided into 3 subgroups according to exposure times 5, 10, and 15. All specimens were polymerized using LED Curing Unit 3MTM Elipar, 1.200 mW cm2 and tested using Vickers Microhardness Tester Shimadzu, Japan to determine its microhardness for calculating its depth of cure. Data were statistically analyzed using Kruskall Wallis and Post Hoc Mann Whitney U test.
Results A no significant differences p ge 0,05 in depth of cure amongst the six groups of non preheated and preheated bulk fill composite. However, all of the groups have reached a minimum value of ge 80 depth of cure. Moreover, there is a significant differences in microhardness in all of the six groups of non preheated and preheated bulk fill composite and between 5 and 15 of exposure times in both groups. Conclusion Exposure times and pre heating at 39 C had an influence on microhardness of bulk fill composite.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyo Setyo Wibowo
"Hampir semua aktifitas industri melibatkan proses pembakaran baik sebagai unit utama maupun sebagai bagian dari unit penyedia energi dalam sistem utilitasnya. Nyala difusi merupakan salah satu proses pembakaran yang memiliki aplikasi sangat luas. Tinggi lifted nyala api difusi sangat menentukan kualitas pembakaran. Laju alir semburan udara mempengaruhi tinggi lifted nyala api difusi. Pada penelitian ini, dilakukan variasi laju alir semburan udara untuk mengetahui tinggi lifted nyala difusi. Pengaruh pemanasan awal bahan bakar LPG pada Bunsen Burner juga diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi laju alir semburan udara awal menyebabkan tinggi liftedftame akan mengalami penurunan akibat fenomena flame approach. Kecepatan pembakaran maksimum berada pada Q udara 0,25 L/s dan Q bahan bakar 0,0455 Us yaitu dengan kecepatan pembakaran turbulen (ST) 19,15 m/s. Pemanasan awal menyebabkan tinggi lifted nyala api difusi mengalami penurunan.

Almost all industrial aclivity use combustion process as their energy system supply for Utilities. Dijfusion flame is one type of combustion widely used in industry. Liftedflame distance is one parameter contributing in combustion quality, influenced by air injection flowrate. This research conduct air injection flowrate effect to lifted flame distance from dijfusion type combustion. Fuel (LPG) treatment was carry out to flnd out heating effect on burning characteristics. This research show thal air injection flowrate cattse liftedflame distance tends to decrease at the early combustion. Maximum burning velocity in the range of Qalr 0.25 L/s and Qfuel 0.0455L/s, with turbulence burning velocity (ST) 19,15 m/s. Fuel pr e heating cause liftedflame of burning dijfusion tends t o decreased."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T25961
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rona Khairol Pratama
"ABSTRAK
Pengelasan baja tahan aus memiliki masalah serius yang harus ditangani,
yaitu terjadinya retak dingin. Sehingga dengan latar belakang tersebut maka
lahirlah skripsi ini yang berisi tentang penelitian pengaruh pemanasan awal dan
perbedaan ketebalan pelat terhadap ketahanan retak dan sifat mekanis baja tahan
aus CREUSABRO® 8000 dengan pengelasan smaw multilayer. Elektroda yang
digunakan adalah elektroda E 7018 dan MG NOX 35. Sampel terdiri dari 8
pasang plat CREUSABRO® 8000 dimana 4 pasang sampel dilas dengan
elektroda E 7018 sebagai root dan MG NOX 35 sebagai cap, dan untuk 4 pasang
sisanya dilakukan sebaliknya. Proses pemanasan awal dilakukan dengan
menggunakan electrical preheater pada 4 hasil sambungan dengan varibel tanpa
pemanasan awal, dan pemanasan awal 2000C. Berdasarkan hasil analisa data,
penerapan pengelasan SMAW multilayer pada perlakuan pemanasan awal 2000C
dan tanpa pemanasan awal tidak mengakibatkan adanya retak dingin pada hasil
lasan. Selain itu, perlakuan pemanasan awal dapat meningkatkan sifat mekanis
pada hasil lasan, lalu logam yang lebih tebal memiliki kekerasan yang lebih
tinggi, dikarenakan laju pendinginannya yang lebih cepat.

Abstract
Wear resistance steel on welding have problem is that occurance of cold
cracks. So with this background is made this project which consist of reseach on
effect of preheating and different thickness plate on crack resistance and
mechanical properties of CREUSABRO® 8000 wear resistance steel welded by
multilayer SMAW process. Welding electrodes that be used are E 7018 and MG
NOX 35. All of sample consisted of 8 pieces CREUSABRO® 8000 wear
resistance steel plates, where 4 pieces of plates that be joined with E 7018
electrode as root and MG NOX 35 electrode as cap, and 4 pieces plates other do
otherwise. The process of preheat is done by using electrical preheater with 4
joining for each variable consisting of without preheat and preheat 2000C. Based
on the results of data analysis, cold cracking is not consist to the application of
SMAW multilayer in without preheat and preheat 2000C. Application of preheat
also can improve mechanical properties of weld area, and than metal which more
thickness have more hardness, it?s cause of cooling rate is faster."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43610
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Perdana Rachmansyah
"Kondisi operasi pada tube boiler menimbulkan masalah umum yang dapat terjadi seperti masalah pada ketahanan keausan material, hal ini mengakibatkan menurunnya fungsi dari material tersebut sehingga diperlukan adanya perbaikan ataupun penggantian. Metode High Velocity Oxygen Fuel (HVOF) dianggap sebagai salah satu metode efektif yang dapat meningkatkan ketahanan aus pada material.
Pada penelitian ini spesimen yang digunakan adalah ASTM SA213-T91 sebagai material yang umum digunakan untuk boiler tube dan JIS G 3132 SPHT-2 sebagai material alternatif. Pada tahap awal kedua macam spesimen tersebut diberikan pemanasan permukaan awal dengan variasi suhu 0°C, 50°C, 100°C, dan 150°C. Kemudian material dilakukan proses pelapisan dengan material pelapis Stellite-1. Karakterisasi material yang dilakukan difokuskan pada struktur mikro, tingkat porositas, distribusi kekerasan, dan ketahanan aus material.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pelapisan Stellite-1 sebagai top coat dengan metode HVOF dapat meningkatkan performa material. Kekerasan mikro meningkat dari 220HV menjadi 770HV pada substrat ASTM SA213-T91. Sedangkan pada substrat JIS G 3132 SPHT-2 meningkat dari 120HV menjadi 750HV. Nilai ketahanan aus semakin baik seiring bertambahnya pemanasan awal yang dilakukan. Ketahanan aus material meningkat dari rentang 3.69x10-7 pada pemanasan awal 0°C hingga menjadi 0.89x10-7 pada spesimen dengan pemanasal awal 150°C. Tingkat porositas juga semakin menurun seiring dengan bertambahnya pemanasan awal yang dilakukan.

Tube boiler operating condition initiates common problems that can occur as a problem in the wear resistance material. It leads to a decreased function of the material so that it is necessary to repair or replacement. Methods of High Velocity Oxygen Fuel (HVOF) is regarded as one of the effective methods that can increase the wear resistance of the material.
In this study, the specimen used was ASTM SA213-T91 as a material commonly used for boiler tube and JIS G 3132 SPHT-2 as an alternative material. In the early stages of both kinds of specimens are given initial surface heating with temperature variations 0°C, 50°C, 100°C and 150°C. Then the material is performed coating process with coating material Stellite-1. Material characterization performed focused on the microstructure, porosity, hardness distribution, and wear resistant material.
The results showed that the coating Stellite-1 as a top coat with HVOF method can improve the performance of the material. Micro hardness increases from 220HV to 770HV on ASTM SA213-T91. While on the substrate JIS G 3132 SPHT-2 increased from 120HV to 750HV. Better wear resistance with increasing preheating is achieved. Material wear resistance increased from the range of 3.69x10-7 at 0°C preheating up to be 0.89x10-7 on a specimen with initial surface heating 150°C. Porosity also decreases with increasing preheating is performed.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65564
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nofri Hasanudin
"Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan pertumbuhan butir austenit awal pada proses pemanasan awal (reheating) di bawah pengaruh laju pemanasan (heating rate) dan waktu tahan austenisasi pada baja HSLA-Nb 0.183%. Parameter penelitian yang dipakai dalam penelitian ini berupa tiga laju pemanasan yang berbeda (10°C/menit, 15°C/menit, 20°C/menit) dan tiga waktu tahan austenisasi yang berbeda (20 menit, 50 menit, 80 menit).
Dari hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa semakin besar laju pemanasan (cepat) maka akan dihasilkan butir austenit awal yang lebih besar dibandingkan dengan laju pemanasan yang rendah (lambat). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat kenaikan pertumbuhan butir meningkat sebesar 45.14% dari laju pemanasan 10°C/menit ke 15°C/menit dan meningkat sebesar 200.98% dari laju pemanasan 15°C/menit ke 20°C/menit pada penahanan austenisasi 50 menit. Didapat persamaan empiris perhitungan besar butir austenit awal sebagai fungsi dari laju pemanasan dan waktu tahan austenisasi.

This research investigated the prior austenite grain growth at reheating process under the influence of heating rate and soaking time on HSLA-Nb steel 0.183 (wt%). The parameter that have been used in this research are three different heating rate (10°C/minutes, 15°C/minute, 20°C/minutes) and three different soaking time (20 minutes, 50 minutes, 80 minutes).
The results of this research shows that the higher heating rate (slow). The result of this research also showsthat the growth of grain increasing by 45.14% from heating rate 10°C/minutes to 15°C/minutes and increasing by 200.98% from heating rate 15°C/minutes to 20°C/minutes at 50 minutes of soaking time. Calculation empirical equation of prior austenite grain size is obtained as a function of heating rate and soaking time.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42943
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Heri Multi Juliandi
"ABSTRAK
Retak dingin merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada
pengelasan baja tahan aus. Skripsi ini berisi tentang penelitian pengaruh
pemanasan awal dan perbedaan ketebalan pelat Creusabro® 4800 dengan
menggunakan pengelasan Shielded Metal Arc Welding (SMAW) Multilayer.
Elektroda yang digunakan adalah elektroda E 7018 dan MG NOX 35. Sampel
yang digunakan terdiri dari delapan buah sambungan pelat baja CREUSABRO®
4800 dengan ketebalan 12 mm dan 16 mm yang dilas dengan variasi elektroda E
7018 dan MG NOX 35 sebagai root atau cap dengan sistem silang . Dua buah
sampel ketebalan 12 mm dan dua buah sampel ketebalan 16 mm diberikan proses
pemanasan awal yang dilakukan dengan menggunakan pemanas listrik dengan
temperatur pemanasan awal 2000C. Kemudian, dua buah sampel ketebalan 12
mm dan dua buah sampel ketebalan 16 mm tidak diberikan perlakuan pemansan
awal. Berdasarkan hasil analisa data, retak dingin tidak muncul pada sampel yang
dilas dengan pengelasan multilayer dengan perlakuan pemanasan awal dan tanpa
perlakuan pemanasan awal. Perlakuan pengelasan multilayer dengan variasi root
elektroda E 7018 dan MG NOX 35 memberikan sifat mekanis yang berbeda .
Pemanasan awal memberikan efek menurunkan kekerasan tetapi menambahkan
keuletan material. Laju keausan ditetukan oleh jenis elektroda yang digunakan.
Dalam hal ini laju keausan elektroda E7018 lebih rendah. Karakteristik HAZ yang
terbentuk oleh pengelasan multilayer ini sangat berbeda, dimana luas HAZ yang
terbentuk ketika pengelasan root lebih luas daripada ketika pengelasan cap. Fasa
yang terbentuk sepanjang daerah HAZ adalah fasa martensit. Begitu juga dengan
inti las elektroda E 7018 dan MG NOX 35 yang terbentuk setelah pengelasan
sangat berbeda ketika pengelasan root dan cap. Hal ini jugalah, yang berpengaruh
terhadap sifat mekanis material hasil lasan.

Abstract
Cold cracking is one of the problems that often occur in the welding of wear
resistant steel. This thesis contains a study about the influence of preheating and
the difference in thickness of the plate Creusabro ® 4800 using the Shielded
Metal Arc Welding welding (SMAW) Multilayer. The electrodes used were
electrode E 7018 and NOX MG 35. The sample used consisted of eight pieces of
steel plate joint CREUSABRO ® 4800 with the thickness 12 mm and 16 mm are
welded to the variation of the electrode E 7018 and NOX MG 35 as a root or a
cap with cross-system. Two samples of thickness 12 mm and two samples of
thickness 16 mm given preheating is performed using an electric heater with
preheating temperature of 200 oC. Then, two samples of thickness 12 mm and
two samples of 16 mm thickness are not given preheating treatment. Based on the
results of data analysis, cold cracks do not appear on the welded samples with
multilayer welding with preheating treatment and without pre-heating treatment.
Treatment with a variety of root multilayer welding electrodes E 7018 MG NOX
35 provide different mechanical properties. Preheating gives effect to reduce the
hardness but adds ductility of the material. Wear rate is influenced by the type of
electrodes used. In this case the E7018 electrode wear rate is lower.
Characteristics of the HAZ is formed by a multilayer welding is very different,
where the wide HAZ is formed when welding root wider than cap. Phase formed
along the HAZ was martensitic phase. Core welding electrodes E 7018 and NOX
MG 35 is formed after the welding is very different when weld root and cap. It is
also likely, which affects the mechanical properties of the weld material."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43575
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syarief Alfiantoni
"Dalam proses pembakaran pada alat Fluidized Bed Combustion, distributor merupakan salah satu komponen yang paling penting. Distributor berpengaruh pada fenomena fluidisasi yang berdampak pada proses perpindahan panas yang terjadi pada bed material. Dengan di modifikasinya distibutor tersebut, fenomena fluidisasi yang terjadi menjadi lebih baik dibandingkan sebelumya, dan hal tersebut dibuktikan pada proses pemanasan awal yang dilakukan tanpa menggunakan bahan bakar dan bed materialnya dapat mencapai kestabilan temperatur pada 145oC. Selain itu, kerusakan yang terjadi pada sistem pipa pembuangan menjadi salah satu faktor penghambat dalam melakukan proses penelitian. Oleh karena itu, dibuat perancangan dan perhitungan head loss terhadap sistem pembuangan pada fluidized bed combustion. Head loss yang terjadi pada desain tersebut sebesar 1,759 m."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S56863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didi Rooscote
"Kondisi operasi serta masalah umum yang dihadapi pada material cetakan penempaan dan ekstrusi seperti keausan, korosi, oksidasi temperatur tinggi dan kelelahan fatik berakibat pada penurunan produktifitas akibat kegagalan dari alat kerja sehingga perlu adanya perbaikan maupun penggantian. Semprot logam nyala api oksi-asetilen dianggap sebagai cara yang efektif dalam menurunkan laju keausan permukaan material. Pada penelitian ini, baja perkakas H13 dilakukan pemanasan awal dengan variasi suhu 200°C, 300°C dan 400°C. Lalu material dilakukan dua proses pelapisan yang berbeda yaitu pelapisan WC dan pelapisan WC didahului dengan nikel bond coat. Karakterisasi permukaan baja difokuskan pada struktur mikro, distribusi kekerasan, keausan permukaan, tingkat porositas dan kekasaran lapisan.
Hasil ditemukan bahwa pelapisan WC sebagai lapisan atas dengan metode semprot logam nyala api oksi-asetilen dapat meningkatkan kekerasan mikro permukaan baja H13 dari 500 HV hingga mencapai kekerasan 1717 HV. Selain itu nilai laju keausan menurun dari 0,455 mm3/min menjadi 0,070 mm3/min. Pelapisan nikel sebagai bond coat dapat menurunkan sensitivitas kerentanan terhadap pembentukan retak mikro pada daerah antar muka antara lapisan dengan substrat. Peningkatan suhu pemanasan awal pada substrat baja H13 dapat menurunkan tingkat persentase porositas pada lapisan semprot logam nyala api dan meningkatkan nilai kekasaran permukaan Ra pada hasil proses pelapisan.

Operating conditions and problems that commonly occur in forging and extrusion mold material such as wear, corrosion, high temperature oxidation and thermal fatigue resulting in a decrease of productivity due to the failure, so it is necessary to repair or replacement. Oxy-acetylene thermal spray is considered as an effective way to reduce wear rate of the surface material. In this study, substrate was subjected to preheating variation of 200°C, 300°C and 400°C. Subsequently the material was conducted in 2 different coating processes: WC coating and WC+Ni coating where nickel as a bond coat. The characterization focused on the microstructure, hardness distribution, wear rate, porosity and roughness of the coating.
It was found that WC coating as a top coat gives higher surface hardness from 500 HV up to 1717 HV. Moreover, the value of the wear rate decreased from 0.455 mm3/min into 0.070 mm3/min. Nickel as a bond coat reduce susceptibility to micro cracks formation in the area of the interface between the coating and substrate. Preheat on H13 steel substrate can reduce the percentage level of porosity in thermal spray coating and increase surface coating roughness (Ra)
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T45789
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhli Rizqi
"Lembaga pendidikan tinggi dituntut untuk mengikuti perkembangan global yang terjadi. Oleh karena itu, lembaga pendidikan tinggi harus memiliki laboratorium yang dapat diberdayakan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu pemberdayaan di Departemen Metalurgi Dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia adalah pengaktifan mesin uji Melt Flow Indexer pada Laboratorium Polimer dengan meneliti pengaruh waktu pemanasan awal dan massa sampel terhadap hasil uji MFI Polietilena Densitas Rendah Linier
3120.
Proses pengujian indeks alir lelehan dimulai dari pemasangan bagian-bagian peralatan pada mesin uji, pemasukan data parameter pengujian, pemanasan awal barel, pemasukan sampel dan penekanannya, pemanasan awal sampel, pemotongan ekstrudat, dan penimbangan ekstrudat.
Dalam penelitian ini digunakan 3 variasi waktu pemanasan awal sampel dan 4 variasi massa sampel. Waktu pemanasan awal yang digunakan adalah 4, 5, dan 6 menit, sedangkan massa sampel yang digunakan adalah 2.75, 2.85, 3, dan 4 gram. Pengambilan variasi-variasi tersebut berdasarkan ASTM D1238.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin lama waktu pemanasan awal, maka nilai indeks alir lelehan semakin tinggi karena semakin lama polimer terkena panas, semakin turun nilai viskositasnya. Sedangkan massa sample tidak memiliki pengaruh pada hasil indeks alir lelehan, tetapi mempengaruhi keberhasilan pengujian, karena massa sampel yang masuk ke barel mempengaruhi jumlah gelembung udara pada ekstrudat di samping penekanan sampel.
Waktu pemanasan awal sampel yang optimal dari hasil pengujian adalah 4 menit untuk sampel Polietilena Densitas Rendah Linier 3120 dengan hasil 1.0407 g/10 menit yang paling mendekati nilai MFI spesifikasi material yaitu 1 g/10 menit sesuai dengan literatur, sedangkan massa sampel optimal adalah 3 gram. Massa sampel tidak boleh kurang dari 3 gram agar pengujian memiliki massa tambahan untuk membawa gelembung udara keluar, dan tidak boleh melebihi batas itu agar tidak diperlukan penekanan manual pada piston untuk sampai ke piston support sebelum waktu pemanasan awal berakhir.

Higher educational institution are demanded to follow the nowadays global development. In order to obtain this purpose, they must have functionalized laboratories to increase the educational quality. One of the functionalization in the Department of Metallurgy and Material Faculty of Engineering-University of Indonesia is the activation of Melt Flow Index testing machine in Laboratory of Polymer by investigating the effects of pre-heating time and sample mass to the melt flow index testing result of Linear Low Density Polyethylene 3120.
The melt flow index testing process starts with the attachment of parts to the machine, entering testing parameters, pre-heating barrel, sample feeding, preheating sample, extrudates cutting-off, and extrudates weighing. In this research project, three variables of pre-heating time and four variables of sample mass are investigated. The pre-heat times used are 4, 5, and 6 minutes, and sample masses used are 2.75, 2.85, 3, and 4 grams. These variables are designed based on ASTM D1238.
The testing results show that the higher the pre-heat time, the higher the melt flow index value will be. This is because the longer the polymer is exposed to heat, the lower the viscosity. Meanwhile, the sample mass has no effects to melt flow index value, but it affects the testing process itself. That is because the sample mass fed to the barrel affects the number of bubbles in the extrudates in addition to the sample pressing.
On the basis of the testing results, it is known that the optimal pre-heating time is 4 minutes for Linear Low Density Polyethylene 3120, as it results in the closest value of 1.0407 g/10 mins to the specification of the material which is 1 g/10 mins based on the literature. The optimal sample mass is 3 grams, since it is sufficient to provide the excess polymer to repel bubbles out and to enable the the piston to reach to the piston support in the range of pre-heating time without manual pressing."
2008
S41785
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library