Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Munqidz Zahrawaani
"Kekerasan yang dilakukan remaja merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius, Lebih dari sepuluh persen pelaku kekerasan remaja menyatakan telah melakukan lebih dari lima puluh persen penyerangan dan kekerasan yang serius. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain studi fenomenologi dimana dilakukan wawancara semiterstruktur pada partisipan yang pernah menjadi pelaku kekerasaan dan sekarang ditahan di LPKA Kelas II Jakarta. Tujuan penelitian: mengeksplorasi motivasi remaja menjadi pelaku kekerasan. Hasil: Penelitian ini mengidentifikasi empat tema besar yaitu 1) kondisi lingkungan yang tiidak aman, 2) pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan 3) trauma masa kecil serta 4) solidaritas antar teman sebaya atau pergaulan. Adanya identifikasi motivasi remaja menjadi pelaku kekerasan diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi perawat di Indonesia untuk ikut berperan aktif dalam menangani anak yang beresiko menjadi pelaku kekerasan atau turut membina pelaku remaja agar tidak meregenerasi lagi pelaku kekerasan dimasa yang akan datang.

Violence committed by adolescents is a serious public health problem. More than ten percent of youth violence has been carried out by more than fifty percent of attacks and serious violence. This research is a qualitative study with a phenomenological study design in which semitructured interviews were conducted on participants who were once challenged by violence and are now kept in LPKA Class II Jakarta. Research purpose: this qualitative study has explore adolescent motivation become violence perpetrator. This study discusses four major themes, namely 1) unsafe environmental conditions, 2) unpleasant past experiences 3) childhood trauma, 4) Peer group solidarity or friendship. Adolescent motivational advice provides protection for students in Indonesia to participate in discussions about children related to challenges or assistance that can be given to adolescents so as not to regenerate again."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarra Dwi Monica
"Kekerasan dalam pacaran merupakan fenomena yang marak terjadi namun seringkali terabaikan. Kekerasan yang terjadi dapat berupa kekerasan psikologis, fisik, dan seksual. Meskipun demikian, tak sedikit pelaku dan korban kekerasan berpikir bahwa hal tersebut merupakan ekspresi kasih sayang serta merasa bahwa hubungannya baik-baik saja.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pelaku dan korban kekerasan dalam pacaran memersepsikan kualitas hubungan romantis serta melihat apakah terdapat perbedaan di antaranya. Kekerasan diukur dengan The Revised Tactics Conflict Scales, sedangkan kualitas hubungan romantis diukur dengan Partner Behaviours as Social Context dan Self Behaviours as Social Context.
Penelitian yang dilakukan kepada 431 dewasa muda menunjukkan tidak adanya perbedaan persepsi kualitas hubungan romantis pada pelaku dan korban kekerasan dalam pacaran secara umum. Namun demikian, apabila kualitas hubungan romantis ditinjau dari persepsi individu terhadap pasangannya, terdapat perbedaan yang signifikan di antara kelompok pelaku dan korban.

Dating violence is a common phenomenon yet often ignored. The violence can manifest in the forms of psychological, physical, and sexual coercion. However, many offenders and victims of dating violence perceive the violence as the expression of affection. They also think that their relationship is not affected in any way because of it.
This research aims to see how the offenders, victims, and victim-offenders of dating violence perceive the quality of romantic relationships and to see if there are differences among them. Dating violence is measured by The Revised Conflict Tactics Scales, while the quality of romantic relationships is measured by Partner Behaviours as Social Context and Self Behaviours as Social Context.
Data from 431 young adults with dating violence shows that there is no difference in the perception of romantic relationships quality between the offenders and victims of dating violence. On the other hand, if the quality of romantic relationships is seen from the individual perception of their partner, there are significant differences between offenders and victims.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Hapsari Santosa
"ABSTRAK
Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, angka kriminalitas yang
dilakukan oleh remaja laki-laki mengalami tren peningkatan. Setengah dari pelaku
kriminalitas tersebut merupakan pelaku kekerasan. Dalam hal ini remaja laki-laki
pelaku kekerasan di dalam Lembaga Pemasyarakatan merupakan kelompok
individu yang paling membutuhkan intervensi. Intervensi berbasis cognitivebehavioral
merupakan salah satu intervensi yang dinilai efektif untuk mengatasi
hal ini. Sejalan dengan perkembangan third-wave-therapies, Young dan rekanrekannya
mengembangkan Terapi Skema. Terapi Skema bertujuan untuk
menurunkan aktivasi skema, meningkatkan kesadaran psikologis, sehingga
partisipan secara sadar melakukan kontrol atas skema tersebut. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana TS efektif untuk menurunkan
sikap terhadap kekerasan pada remaja pelaku kekerasan nonseksual. Metode
Penelitian ini menggunakan one group before-and-after study design dan
accidental sampling di dalam LP Anak Tangerang. Hasil Kedua partisipan
menunjukkan penurunan sikap terhadap kekerasan. Hal ini diketahui dari
perubahan skor Skala Sikap Terhadap Kekerasan dan evaluasi kualitatif.
Kesimpulan Terapi Skema efektif dalam menurunkan sikap terhadap kekerasan
pada remaja pelaku kekerasan nonseksual.

ABSTRACT
Background In recent years, crime committed by teenage boys showed an
increasing trend. Half of the crime perpetrators are violent offenders. In this case
teenage boys violent offenders in prison is a group of individuals who are most in
need of intervention. Interventions based on cognitive-behavioral therapy is one
that is considered effective to overcome this problem. In line with the
development of third-wave-therapies, Young and his colleagues developed
Schema Therapy. Schema Therapy aims to reduce the activation of schemas,
increasing psychological awareness, so that participants consciously exert control
over the schema. The purpose of this study was to determine the extent to which
Schema Therapy is effective to reduce attitude towards violence in juvenile
nonsexual offenders. Methods This study used a one-group before-and-after study
design and accidental sampling in the LP Anak Pria Tangerang. Results Both
participants showed a decrease in attitudes towards violence. It is known from the
Attitudes Toward Violence Scale scores and qualitative evaluation. Conclusions
Schema Therapy is effective in reducing attitude towards violence in juvenile
nonsexual offenders."
2014
T42047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akisa Gestantya
"Latar Belakang: Ekspresi emosi marah yang tidak dapat diregulasi dengan baik dapat menimbulkan berbagai dampak negatif khususnya pada remaja, termasuk juga terlibat dalam tindak kriminal kekerasan. Intervensi manajemen marah kelompok akan bermanfaat bagi remaja untuk menurunkan emosi marah.
Metode: Penelitian dilakukan secara quasi experimental. Tujuh remaja laki-laki berusia 17-19 tahun yang memiliki tingkat emosi marah dan perilaku kekerasan tinggi berdasarkan alat ukur Sikap Terhadap Kekerasan dan Buss-Perry Aggression Questionnaire subskala anger dan telah melakukan tindak kriminal kekerasan menjadi partisipan dalam penelitian ini. Mereka diberikan intervensi manajemen marah yang terdiri dari 5 sesi utama, dimana setiap pertemuan berkisar antara 60 hingga 90 menit yang dilakukan dengan jeda 3 sampai 7 hari setiap sesinya. Pada sesi terakhir dilakukan pengukuran post-test dan satu bulan kemudian dilakukan follow-up dengan menggunakan alat ukur yang sama.
Hasil: Berdasarkan pengukuran kuantitatif didapatkan hasil yang inkonklusif. Melalui hasil pengukuran kualitatif diketahui bahwa seluruh partisipan mengalami penurunan emosi marah.
Kesimpulan: Berdasarkan hasil pengukuran kualitatif, penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi manajemen marah kelompok berhasil mengatasi emosi marah pada remaja pelaku kekerasan di Lapas Anak Pria Tangerang.

Background: Anger that are failed to be expressed and regulated in a healthy way can often bring various negative consequences, including involvement in violent crime in adolescents. Group anger management is argued able to bring favorable outcomes, especially in reducing anger.
Methods: This study is a quasi experiment. Seven adolescents aged 17 to 19 years old who have committed serious violent crimes and now serving prison-time at Lapas Anak Pria Tangerang participated in this study. All of them scored high in Attitude Towards Violence and high in anger from the measures of Buss-Perry Aggression Questionnaire anger subscale. They were all given a 5-session group anger management program, with each session lasting for 60 to 90 minutes. Each session also has a 3 to 7 days interval. Post-test were given in the last session and also a follow-up test 1 month after the last session, using measurements that were used in the pre-test.
Result: The results from the quantitative measures are deemed to be inconclusive. However, qualitative measures showed that group anger management was effective in reducing anger for all participants.
Conclusion: According to the qualitative results, this study showed that group anger management is effective in reducing anger in juvenile delinquents serving prison-time at Lapas Anak Pria Tangerang.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T42240
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwin Amarullah Gumelar
"Penelitian ini berfokus kepada seseorang yang memiliki pengalaman sebagai korban kekerasan seksual yang berproses menjadi pelaku kekerasan seksual. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab bagaimana seseorang dapat melakukan kekerasan seksual dengan melihat pengalaman-pengalaman yang dialami pelaku sebagai faktor pendorong. Penelitian ini menggunakan dua informan yang memiliki pengalaman kekerasan seksual, sebagai korban dan pelaku, dan sedang menjalani proses hukum di Kota Sukabumi. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah life course theory. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam kepada dua informan yang memiliki pengalaman kekerasan seksual dan narasumber lain yang berinteraksi langsung dengan informan, yaitu PPA Polres Sukabumi, guru-guru, orangtua, keluarga dan psikolog.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa korban kekerasan seksual tidak hanya menjadi pelaku karena pengalamannya sebagai korban, melainkan terdapat faktor utama berdasarkan pengalaman pelaku, yakni kekerasan rumah tangga sebagai pendorong perilakunya. Selain itu, kondisi sosial juga merupakan faktor lainnya. Intervensi dan penanganan sangat penting dilakukan bagi korban kekerasan seksual dengan tujuan untuk mencegah agar korban kekerasan seksual tidak berproses menjadi pelaku. Intervensi dapat dilakukan lewat dukungan pemerintah dengan menyiapkan sistem perlindungan bagi anak yang mengalami kekerasan seksual.Kata kunci: kekerasan seksual terhadap anak, korban kekerasan seksual, pelaku kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga.

This study focuses on someone who has the experience as a victim of sexual violence and turned to be the perpetrator of sexual violence. The objective of this research is to answer how someone could become the perpetrator of sexual violence by looking at the experiences as a driver. This study uses two informants who have experienced sexual violance, both as the victims and the perpetrators, and are now undergoing legal process in Sukabumi City. The main theory used in this study is the life course theory. Qualitative approach is used in this study by conducting in depth interviews with two informants with sexual violence experiences and other interviewees who have interacted directly with the two informants, namely PPA Sukabumi Police Officers, teachers, parents, family, and psychologist.
The result of this study indicates that victims of sexual violance can be the perpetrators, not only because of their experiences as the victims, but the major factor here is based on their experiences with domestic violence as a driver of their behaviour. In addition, their social condition could be another factor. Intervention and treatment are very important for the victims of sexual violence with the aim to prevent the victims to become the perpetrators. This intervention can be conducted with support from the government by preparing a system of protection for children who have sexual violence experiences.Keywords sexual violance towards children, victims of sexual violance, sexual violence abusers, domestic violance.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S69718
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aurelia Tamirin
"Meskipun pelaku kekerasan seksual di kampus kini ditindak semakin tegas, masih terdapat sejumlah isu yang memerlukan tinjauan mendalam, salah satunya terkait keputusan organisasi mahasiswa untuk memublikasikan putusan bersalah pelaku di media sosial. Penelitian ilmiah yang menyatakan manfaat dari publikasi semacam ini, baik kepada korban/penyintas, pelaku, maupun publik secara umum masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dampak dari publikasi putusan bersalah pelaku terhadap dua perempuan korban/penyintas kekerasan seksual di lingkungan Universitas Indonesia. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam serta dianalisis dengan pendekatan naratif feminis dan perspektif feminis posmodern. Analisis mengungkap bahwa dampak publikasi bervariasi antar individu, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Temuan keseluruhan menunjukkan bahwa publikasi tidak secara signifikan membantu proses pemulihan. Meskipun publikasi dapat membawa validasi, dukungan, dan emosi positif bagi korban/penyintas, manfaat tersebut hanya bersifat sesaat. Di sisi lain, publikasi justru membawa berbagai risiko reviktimisasi, seperti penyebaran identitas, intimidasi, hingga ancaman. Temuan ini menegaskan pentingnya pertimbangan matang atas seluruh risiko sebelum memutuskan publikasi. Hal ini dibutuhkan guna memastikan implementasi prinsip-prinsip penanganan kekerasan seksual yang ideal.

Even though perpetrators of sexual violence on campus are now dealt with more firmly, there are still several issues that require in-depth review, one of which is related to the student organization's decision to publish the perpetrator's guilty verdict on social media. Scientific research stating the benefits of this kind of publication, both for victims/survivors, perpetrators, and the general public is still minimal. This research aims to explore the impact of the publication of the perpetrator's guilty verdict on two female victims/survivors of sexual violence within the Universitas Indonesia. Data were generated from in-depth interviews and analyzed using a feminist narrative approach and a postmodern feminist perspective. Analysis reveals that the impact of publications varies across individuals and is influenced by various factors. Overall findings suggest that publication does not significantly aid the recovery process. Although publications can bring validation, support, and positive emotions to victims/survivors, these benefits are only felt momentarily. On the other hand, publication carries various risks of revictimization, such as spreading identity, intimidation, and threats. These findings emphasize the importance of careful consideration of all risks before deciding on publication. This is needed to ensure the implementation of the principles of ideal handling of sexual violence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library