Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 260 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
S6885
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Guilford Press, 2001
371.5 PEE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tabitha Adischa Puti Salma
Abstrak :
Perkembangan teknologi di dunia mendorong globalisasi sehingga masyarakat sangat mudah untuk mengakses informasi dengan menggunakan koneksi internet. Perkembangan teknologi membuat transformasi mendalam dalam sistem pembiayaan di Indonesia. Inovasi teknologi yang semakin meningkat mempengaruhi perkembangan dalam sektor keuangan. Perkembangan dalam sektor keuangan akibat teknologi salah satunya adalah Financial Technology, yaitu sektor keuangan yang menggunakan inovasi teknologi sehingga pelaksanaan transaksi menjadi lebih mudah dan efisien. Fintech meningkatkan aksesibilitas pendanaan, perbaikan taraf hidup masyarakat, dan mendukung inklusi keuangan. Salah satu aktivitas Fintech adalah deposito, pinjaman, dan penambahan modal. Pendekatan yang umum dan populer masyarakat gunakan adalah pinjam-meminjam uang secara daring yaitu Peer to Peer Lending. Fintech P2PLending ialah platform Penyelenggara sebagai perantara yang mempertemuan Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman. Fintech P2P Lending  melibatkan tiga pihak yaitu Penyelenggara Fintech P2P Lending, Pemberi Pinjaman, dan Penerima Pinjaman. Ketiga pihak tersebut terhubung dalam beberapa hubungan hukum yaitu kuasa dan pinjam meminjam. Dalam pelaksanaan pinjam meminjam ada kalanya Penerima Pinjaman tidak mampu membayar pinjaman tersebut. Keadaan tersebut adalah keadaan gagal bayar. Penyelenggara melakukan penagihan sebagai pengingat kepada Pemberi Pinjaman ketika belum terlambat dan sesudah gagal bayar. Penyelenggara dapat mengalihkan tugas penagihan kepada Pihak Ketiga. Tidak ada peraturan yang seccara langsung melarang Pemberi Pinjaman untuk melakukan penagihan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanannya Pemberi Pinjaman seharusnya memiliki kewenangan untuk melakukan penagihan. ......The development of technology in the world encourages globalization so that people find it very easy to access information using an internet connection. Technological developments have deep transformation in the financing system in Indonesia. Increasing technological innovation affects developments in the financial sector. One of the developments in the financial sector due to technology is Financial Technology, which is a financial sector that uses technological innovation to make the implementation of transactions easier and more efficient. Fintech increases funding accessibility, improves people's lives, and supports financial inclusion. One of the activities of Fintech is deposits, loans, and capital increases. A common and popular approach is online money Lending, namely Peer to Peer Lending. Fintech P2P Lending is a platform that acts as an intermediary that brings together lenders and borrowers. Fintech P2P Lending involves three parties, namely the Fintech P2P Lending Organizer, the Lender, and the Borrower. The three parties are connected in several legal relationships, namely power of attorney and Lending-and-borrowing. In the implementation of Lending-and-borrowing, there are times when the Borrower is unable to pay the loan. This situation is a state of default. The Organizer conducts collection as a reminder to the Lender when not yet late and after default. The Organizer may assign the task of collection to a Third Party. There is no regulation that directly prohibits the Lender from collecting. Based on the laws and regulations and the implementing regulations, the Lender should have the authority to collect.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kembaren, Keny Indah Gloria
Abstrak :
Peer to peer lending (P2PL) menghubungkan peminjam dan pemberi dana tanpa lembaga keuangan bank sebagai perantara. Bentuk pengumpulan dana ini memberikan pemberi dana untuk memperoleh kesempatan yang lebih banyak untuk berinvestasi, kendati demikian hal ini juga menimbulkan pendanaan macet dan fraud. Tesis ini membahas mengenai perlindungan pemberi dana dalam P2PL khususnya terkait risiko pendanaan macet dan fraud oleh Penyelenggara LPBBTI berdasarkan POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) serta penerapannya dalam perjanjian pendanaan. Penulis juga melakukan perbandingan hukum di Amerika Serikat dan China. Adapun perbandingan dengan memilih negara Amerika Serikat dan China karena kedua negara tersebut merupakan pangsa pasar P2PL terbesar di dunia. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengajukan rumusan masalah, yaitu: Analisis penyelenggara layanan P2PL menerapkan perlindungan pemberi dana terkait risiko pendanaan macet dan fraud pasca berlakunya POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi; Perbandingan pengaturan perlindungan pemberi dana dalam penyelenggaraan peer to peer lending di Amerika Serikat, China, dan Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Pada akhirnya, penulis memperoleh kesimpulan bahwa Peraturan OJK No. 10/POJK.05/2022 telah cukup komprehensif mengakomodir penyelenggaraan layanan P2PL di Indonesia khususnya terkait dengan perlindungan pemberi dana dari risiko pendanaan macet dan risiko fraud oleh penyelenggara P2PL. Peraturan P2PL yang utama digunakan di Amerika Serikat adalah Securities Exchange Act dan Peraturan P2PL yang utama digunakan di China adalah Interim Measures for the Administration of the Business Activities of Online Lending Information Intermediary Institution. ......Peer to peer lending (P2PL) connects borrowers and lenders without bank financial institutions as intermediaries. This form of crowdfunding brings lenders more investment opportunities, however it can also lead to bad funding and fraud. This thesis discusses the protection of lenders in P2PL, especially related to the risk of bad funding and fraud by P2PL Providers based on POJK Number 10/POJK.05/2022 concerning Information Technology-Based Co-Funding Services and its application in lenders agreements. The author also makes a comparison of laws in the United States and China. The comparison by selecting the United States and China because these two countries are the largest P2PL market share in the world. Based on that problems, the writer tried to describe the main issues, which are: Analysis of P2PL service providers implementing protection for funders regarding the risk of bad funding and fraud after the enactment of POJK Number 10/POJK.05/2022 concerning Information Technology-Based Co-Funding Services; Comparison of lender protection implementing peer to peer lending in the United States, China and Indonesia. The form of research used in this research is normative juridical research. In the end, the writer come to the conclusion that POJK Regulation No. 10/POJK.05/2022 is comprehensive enough to accommodate the implementation of P2PL services in Indonesia, especially related to the protection of lender from the risk of bad funding and the risk of fraud by P2PL providers. The main P2PL regulation used in the United States is the Securities Exchange Act and the main P2PL regulation used in China is Interim Measures for the Administration of the Business Activities of Online Lending Information Intermediary Institution.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arief
Abstrak :
Tesis ini membahas perlindungan hukum bagi penerima pinjaman terhadap pelanggaran mekanisme penagihan dalam peer to peer lending dengan mengkaji peraturan apa saja yang mengatur mengenai peer to peer lending di Indonesia, dan bagaimana perlindungan hukum bagi penerima pinjaman terhadap pelanggaran mekanisme penagihan dalam peer to peer lending. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan teknik pengolahan data secara kualitatif sehingga menghasilkan penelitian dalam bentuk deskriptif analitis. Dalam hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan Pengaturan mengenai peer to peer lending di Indonesia adalah sebagai perlindungan hukum bagi pengguna dan penyelenggara dari jasa P2P Lending tersebut. Hal tersebut diatur secara khusus dalam POJK 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam-Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, POJK 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, SEOJK 18/SEOJK.02/2017 Tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, dan SEOJK 21/SEOJK.02/2019 tentang Regulatory Sandbox. Perlindungan hukum penerima pinjaman P2PLending dalam hal terjadinya pelanggaran saat penagihan dapat dibedakan sebagai berikut: Perlindungan bagi penerima pinjaman pada penyelenggara P2PLending legal, yaitu berdasarkan POJK Nomor 18/POJK.07/2018 tentang layanan Pengaduan Konsumen Sektor Jasa Keuangan maka, penerima pinjaman yang merasa dirugikan disaat penagihan dapat terlebih dahulu mengajukan penyelesaian kepada penyelenggara P2P Lending, apabila tidak mendapat kesepakatan maka penerima pinjaman dapat melakukan upaya hukum melalui litigasi maupun non litigasi dan apabila tidak ada upaya hukum non litigasi dapat melakukan pengaduan ke Otoritas Jasa Keuangan. Perlindungan bagi Penerima pinjaman pada P2P Lending illegal tidak mengikuti aturan yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan, sehingga tidak tersedia lembaga khusus untuk menampung pengaduan penerima pinjaman, maka bentuk perlindungan hukum yang diberikan akan menyesuaikan dengan tindakan pelanggaran petugas penagihan terhadap peraturan perundangan-undangan yang ada. ......This thesis discusses the legal protection for loan recipients against the violations of the peer to peer lending (P2P Lending) billing mechanism by examining the regulations governing the P2P lending in Indonesia, and the legal protection for loan recipients against the violations of billing mechanisms in P2P lending. The method used is a normative juridical literature method with qualitative data processing techniques, resulting in descriptive-analytical research. The result concluded that the regulation regarding peer to peer lending in Indonesia serves as legal protection for users and operators of the P2P Lending service. This is specifically regulated in POJK 77/POJK.01/2016 regarding Information Technology-Based Borrowing and Lending Services, POJK 13/POJK.02/2018 regarding Digital Financial Innovation in the Financial Services Sector, SEOJK18/SEOJK.02/2017 regarding Governance and Information Technology Risk Management in Information Technology-Based Borrowing and Lending Services, and SEOJK 21/ SEOJK.02/2019 regarding Regulatory Sandbox. The legal protection for P2P Lending loan recipients in the event of a violation during the billing process can be distinguished as follows: Protection for loan recipients at legal P2P Lending operators based on POJK Number 18 / POJK.07 / 2018 regarding Consumer Complaint services in the Financial Services Sector. The loan recipients who feel disadvantaged during the billing process can first submit a settlement to the P2P Lending organizer. If there is no agreement, the loan recipient can take legal action through litigation and non-litigation, and if there is no non-litigation legal remedy, he can file a complaint with the Financial Services Authority (Otoritas Jasa Keuangan, OJK). Protection for loan recipients in illegal P2P lending does not follow the rules set by the Financial Services Authority. Therefore, no institution will accommodate complaints from loan recipients. Thus, the form of legal protection provided will be adjusted to the actions conducted by billing officers that violated the existing laws and regulations
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Alexandra
Abstrak :
Kehadiran teknologi finansial memudahkan masyarakat untuk mengakses produk dan jasa keuangan. Salah satu jenis teknologi finansial, yaitu layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI) menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan bagi individu dan pelaku usaha kecil. Dalam LPMUBTI, pemberi pinjaman menghadapi berbagai macam risiko. Penelitian ini membahas dua permasalahan. Pertama, membahas bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI dan peraturan terkait lainnya. Kedua, membahas bagaimana implementasi perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman dan bagaimana tanggung jawab penyelenggara LPMUBTI terhadap pemberi pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian yang didapatkan adalah, berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016, Penyelenggara LPMUBTI wajib melakukan perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif dan represif tersebut mampu memberikan perlindungan secara komprehensif bagi pemberi pinjaman dari risiko gagal bayar dan memberikan perlindungan secara mendasar bagi pemberi pinjaman dari risiko kebocoran data. Dalam prakteknya, Penyelenggara juga menyediakan opsi asuransi untuk melindungi Pemberi Pinjaman dari gagal bayar. Penelitian ini memberikan dua saran untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman. Pertama, menyarankan agar dibentuk suatu badan pusat data yang mengelola dan melindungi data pribadi dan data transaksi para pengguna LPMUBTI. Kedua, menyarankan agar dibuat pengaturan hukum yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi untuk lebih melindungi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI. ......Emergence of financial technology democratizes access to financial products and services. Peer to peer lending (P2P Lending), an application of financial technology, becomes an accessible alternative for individuals and small businesses in Indonesia to obtain financing. In P2P Lending, lenders may face various risks. This research examines two problems. First, it examines the legal protection for lenders in P2P Lending based on Financial Services Authority’s Regulation (POJK) no. 77/POJK.01/2016 on P2P Lending Services and other related regulations is examined. Second, it examines the implementation of legal protection for lenders and the responsibilites of P2P Lending companies to lenders. The method used in this research is juridical-normative with descriptive-analytical typology. On the regulatory problem, this research shows that, according to POJK no. 77/POJK.01/2016 and other related regulations, P2P Lending companies must implement preventive and repressive measures. These preventive and repressive measures comprehensively cover default risk and rudimentarily cover data breach risk. On the implementation problem, P2P companies have been offering insurance and provision fund to minimize lenders’ risk of loss. This research provides two suggestions to improve legal protection for lenders. First, creation of an institution that manages and protects P2P Lending participants’ personal and transactional data. Second, creation of regulations to comprehensively cover the issues of data privacy to improve the protection of lenders in P2P Lending
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mian Ulisakti
Abstrak :

Teknologi finansial sedang berkembang beberapa tahun belakangan, termasuk di Indonesia, yang juga telah meregulasi sektor jasa keuangan ini. Salah satu jenis teknologi finansial tersebut adalah layanan ­peer-to-peer lending, yakni skema pemberian pinjaman yang  menggantikan peran bank konvensional sebagai lembaga perantara. Kendati demikian, jasa keuangan ini memiliki risiko seperti gagal bayar dan berhentinya kegiatan usaha penyelenggara. Meskipun angka non-performing loan peer-to-peer lending di Indonesia masih terbilang kecil, namun tetap menunjukkan peningkatan. Skripsi ini merupakan penelitian untuk meninjau dan memperbandingkan pengaturan tanggung jawab penyelenggara peer-to-peer lending di Indonesia dengan Inggris dan India dalam hal penerima pinjaman wanprestasi, dan dalam hal penyelenggara berhenti melakukan kegiatan usaha. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif studi perbandingan hukum, dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder dengan didukung hasil wawancara dengan narasumber. Hasil penelitian menunjukkan ketiga negara tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dalam mengatur tanggung jawab penyelenggara. Terdapat perbedaan, yakni dalam mengatur dasar tindakan penagihan utang, keterbukaan informasi, jaminan, tanggung jawab dalam hal penerima pinjaman wanprestasi, dan prosedur dalam hal kegiatan usaha berhenti. Setelah melakukan perbandingan, ditemukan bahwa pemerintah Indonesia harus mengadakan perubahan terhadap peraturan yang ada saat ini untuk memberikan ketentuan yang lebih spesifik mengenai tanggung jawab penyelenggara dalam hal penerima pinjaman wanprestasi maupun dalam hal penyelenggara berhenti beroperasi.


Financial Technology is emerging in the past several years, including in Indonesia, which also has regulated this financial service sector. One of the financial technology is peer-to-peer lending, a lending scheme which replace the role of coventional bank as an intermediary. However, this financial service has potential risk such as default or the closure of business operation. Although the number of non-performing loan is relatively small, it increases. This thesis is a study to review and compare peer-to-peer lending’s platform liability in Indonesia against those in UK and India in case of borrowers’ default and in case of platfom ceases to do its business activity. The method used in this thesis is juridical normatif comparative analysis, by conducting research to library materials or secondary data, and supported by interview with informants. The research result indicates the three countries have similarities and differences in regulating platform’s liability. There are differences in the provisions regarding debt collection, information disclosure, mortgage, platform’s liability India in case of borrowers’ default, and procedure in case of platfom ceases to do its business activity. After makung the relevant comparison, it is found that Indonesian government needs to ammend current regulation to provide provision on platform’s liability, both ex-ante and ex-post, in case of borrowers’ default and in case of platform ceases to operate.

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Aurelia Ayu Damayanti
Abstrak :
Layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah (P2P Financing) merupakan salah satu bentuk pemanfaatan kemudahan yang diberikan oleh kemajuan teknologi untuk menyalurkan pembiayaan dengan memperhatikan prinsip-prinsip syariah. Berbeda dengan penyelenggaraan layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi konvensional, maka penyelenggaraan P2P financing lebih rentan terhadap risiko, mengingat penyelenggaraan P2P financing juga harus patuh terhadap prinsip-prinsip syariah. Untuk itu, skripsi ini akan menganalisis mengenai bagaimana pengaturan dan kegiatan pengawasan dalam penyelenggaraan P2P financing di Indonesia. Lebih dalam, penulis menganalisis kepatuhan PT. Dana Syariah Indonesia sebagai salah satu penyelenggara P2P financing terhadap hukum yang berlaku, pedoman perilaku asosiasi, maupun Fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional. Bentuk penelitian yang digunakan oleh penulis adalah yuridis normatif, sehingga penulis melakukan penelitian terhadap hukum positif baik tertulis maupun tidak tertulis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu bahan pustaka, didukung dengan data yang penulis dapatkan melalui wawancara yang dilakukan dengan staff analis grup Inovasi Keuangan Digital pada Otoritas Jasa Keuangan dan staff divisi legal PT. Dana Syariah Indonesia. Hasil penelitian menyarankan agar OJK dan AFPI dapat melakukan sosialisasi serta edukasi kepada para penyelenggara P2P financing mengenai ketentuan tambahan penyelenggaraan prinsip syariah. Selain itu penulis menyarankan kepada para penyelenggara P2P financing agar patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan maupun prinsip syariah dengan melakukan kegiatan pengawasan yang komprehensif. ......Information technology-based financing services based on sharia principles (P2P financing) are a form of utilizing the convenience provided by technological advances to channel financing with due observance of sharia principles. Unlike the operation of lending and borrowing services based on conventional technology, the implementation of P2P financing is more prone to risk, considering that the implementation of P2P financing must also comply with the principles of sharia. Therefore, this thesis discusses about the regulations and supervisory activities that apply on P2P financing in Indonesia. In this thesis, the writer also analyses the compliance of PT. Dana Syariah Indonesia against the applicable laws, association behaviour guidelines, and Fatwas issued by the National Sharia Council. The form of research used by the author in this thesis is juridical normative, so that the author conducts research on positive law both written and unwritten. The type of data used in this study is secondary data, namely library materials, supported by data that obtained through interviews conducted with staff of the Digital Financial Innovation group analyst at the Financial Services Authority and staff of legal division at PT. Dana Syariah Indonesia. The results of the study suggest that OJK and AFPI can conduct socialization and education to P2P financing operators regarding additional provisions for implementing sharia principles. In addition, the authors advise P2P financing operators to comply with statutory provisions and sharia principles by carrying out comprehensive monitoring activities.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Indra Pramadhana
Abstrak :
Saat ini, video call sudah tidak asing lagi digunakan dalam sehari-hari. Layanan video call tersebut diberikan oleh banyak layanan aplikasi OTT seperti WhatsApp, Line dan aplikasi berbasi client-server lainnya. Jumlah layanan video call berbasis end-to-end atau peer-to-peer seperti VoIP jauh lebih sedikit daripada layanan video call berbasis client-server. Hal tersebut dikarenakan adanya limitasi yang dirasakan baik oleh developer maupun user. Developer harus mengeluarkan biaya besar untuk membangun sistem VoIP, sedangkan user harus mempunyai perangkat khusus untuk bisa menggunakan layanan VoIP. Limitasi ini mampu ditangani oleh standar baru yaitu WebRTC yang menggabungkan teknologi web dengan VoIP, sehingga menghasilkan teknologi komunikasi baru yaitu komunikasi peer-to-peer berbasis web yang dapat dibangun dengan biaya yang jauh lebih rendah dan tidak membutuhkan perangkat khusus dalam penggunaannya. ......Nowadays, video call are commonly used in daily life. The video call service is provided by many OTT application services such as WhatsApp, Line, and other client server based applications.The number of end to end or peer to peer video call service like VoIP are lesser in number than client server based video call service, due to the limitation felt by both developer and user. Developer have spend a large sum of money to build VoIP system, while user must have a special equipment to be able using VoIP service. The new standard WebRTC could overcome this limitation by incorporating web techologies with VoIP, which create new communications technology that is web based peer to peer communications that can be built with cheaper cost and does not require a special equipment to be used.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68893
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inas Syadzwina
Abstrak :
Kemajuan teknologi telah mengarah pada pembentukan konsep peer-to-peer lending, yang memberikan pinjaman untuk usaha mikro, kecil dan menengah UMKM di internet tanpa lembaga keuangan seperti bank. Namun, karena ini adalah metode pembiayaan baru, kepercayaan perlu dibina untuk mempengaruhi pemberi pinjaman untuk dipinjamkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepercayaan pada peminjam, kepercayaan pada perantara dan manfaat yang dirasakan pada intensi untuk memberikan pinjaman kepada UMKM di Indonesia dalam pinjaman peer-to-peer. Hasil penelitian mencatat bahwa intensi untuk meminjamkan dalam platform pinjaman peer-to-peer secara signifikan dipengaruhi oleh manfaat yang dirasakan dari transaksi, sementara kepercayaan baik peminjam dan kepercayaan dalam peer-to-peer lending intermediary tidak memainkan keharusan faktor untuk mempengaruhi kemauan pemberi pinjaman untuk meminjamkan.
Recent technological advancements have led to the establishment of online peer to peer lending concept, which allows lending for small and medium enterprises in the internet without the inclusion of financial institutions such as banks. However, since this is a new financing method, trust needs to be cultivated to influence lenders to lend. This research aims to analyze the effect of trust in borrower, trust in intermediary and perceived benefit on the intention to lend to small and medium enterprises in Indonesia in peer to peer lending. The results of the research notes that willingness to lend in peer to peer lending platform is significantly influenced by the perceived benefit of the transaction, while trust in both borrower and trust in the peer to peer lending intermediary do not play an imperative factor to affect lenders willingness to lend.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>