Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Myers, David G.
New York: McGraw-Hill Education, 2017
302 MYE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Novi
Abstrak :
Partisipasi konflik sudah pernah dirasakan Indonesia pada 1980an sampai 1990an ketika berlangsungnya konflik di Afghanistan. Peningkatan partisipasi para militan ini terjadi pada masa Islamic State di tahun 2013. Di negara konflik tersebut, para militan belajar, berinteraksi, serta berbaur dengan ideologi kekerasan. Setelah merasa cukup dengan pengalaman yang mereka dapatkan di Suriah/Iraq, para militan  kembali ke negara asal mereka. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan yang tepat, agar mereka tidak menjadi virus, sumber ketakutan ditengah masyarakat. Untuk mendapatkan penanganan yang tepat, identifikasi motivasi mereka ketika pergi dan pulang adalah hal yang penting dilakukan oleh pemerintah dan lembaga terkait. Analisis konsep damai oleh peacemaking criminology merupakan kerangka untuk membentuk model penanganan alternatif returnis. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini melalui pendekatan fenomenologis interpretatif. Tujuannya untuk menafsirkan dan menguatkan kisah ‘pengalaman yang dialami’ dari narasumber, agar pengalaman mereka bisa logis dalam menginterpretasikan. Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki konsep dan metode yang baku dalam penanganan returnis. Dari data Satuan Tugas FTF tahun 2014 sampai 2019, ada 126 orang yang pulang ke Indonesia dari Suriah, Iraq, dan Filipina. Banyak motivasi para militan yang pulang, mempengaruhi keamanan nasional. Ketika individu atau kelompok pulang ke Indonesia, beberapa dari mereka masih tetap radikal dan juga melakukan reradikalisasi. Pendekatan kekerasan menjadi salah satu cara untuk menangani kejahatan luar biasa ini, tapi para militan semakin kebal, Hal ini akan lebih maksimal jika disandingkan dengan pendekatan lunak yang dipadukan dengan perspektif damai untuk menangani sampai ke akar. Peacemaking criminology direkomendasikan sebagai metode dalam menangani returnis karena pendekatan ini mengedepankan enam konsep utama yakni non-kekerasan, keadilan sosial, inklusi, cara yang benar, kriteria damai yang tepat, dan pengkategorian yang penting. Hasil dari konsepsi ini akan menghasilkan model penanganan alternatif returnis dengan dengan mengedepankan humanisme, hak asasi manusia, mediasi, pengoptimalisasian proses pemahaman, dialog, dan partisipasi yang diharapkan mampu membuat returnis tidak kembali radikal serta melakukan radikalisasi. ......Participation in the conflict was felt by Indonesian in the 1980s to 1990s when the conflict took place in Afghanistan. Increasing of militant participation occurred since Islamic State in 2013. In the conflict state, militants learn, interact, and blend with violent ideology. After they gained experience in Syria/Iraq, the militants returned to their countries. Therefore, proper handling is needed, so they do not become viruses and sources of fear in society. To get the proper handling, identify their motivation when they going and go back to their country by government and non-government is a must. And analysis the concept of peace by peacemaking criminology is a framework for forming an alternative model of handling returnees. Qualitative methods are using in this research through an interpretative phenomenological approach. The aim is to interpret and strengthen the experience from the interviewee, so the stories will be logical in interpretative.  Until now, Indonesia does not have a standard concept and method in handling returnees yet. Based on FTF Task Force's data from 2014 to 2019, there are 126 people were returned to Indonesia from Syria/Iraq/Philippines. Militant motivation to back to Indonesia has affected national security. When individuals or groups return to Indonesia, some of them still radical or will be radicalizing. A hard approach is a way to deal with this extraordinary crime, but the militants are increasingly immune. This will be maximum if juxtaposed with a soft approach that collaborates with a peaceful perspective to deal with the roots. Peacemaking criminology is proposed as a method for handling returnees due to this approach put forward six main concepts, non-violence, social justice, inclusion, correct means, ascertainable criteria, and the categorical imperative. The results of this conception will result in an alternative model of handling returnees by promoting humanism, human rights, mediation, optimizing the processes of understanding, dialogue, and participation which expected to make returnees become a radical and spread the radicalization. 
Depok: Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifki Priohutomo Susetioputro
Abstrak :
Pembahasan mengenai konflik dalam suatu negara menjadi sering menjadi perhatian banyak pihak, karena dalam konflik yang terjadi selalu berkaitan dengan dua atau beberapa kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat yang melatarbelakangi konflik saat ini bisa berbentuk suku bangsa, agama atau kelas sosial dalam masyarakat. Bahkan isu konflik antar agama saat ini merebak di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia yang diketahui memiliki pluralisme tinggi. Tulisan ini berusaha mencari dan menggambarkan kronologi terjadinya konflik antar agama di Indonesia. Contoh kasus yang menjadi pengamatan adalah konflik di Karubaga Tolikara, Papua. Yang menjadi fokus perhatian pada tulisaini tidak hanya kronologi terjadinya konflik, melainkan penanganan dan penyelesaian konflik yang berakhir damai. Penulisan ini merupakan tulisan dengan pendekatan kualitatif dengan menganalisis data sekunder yang berasal dari data pihak berwenang dan kutipan pemberitaan pada media massa. Tulisan ini menggunakan Teori Peacemaking criminology sebagai panduan analisis data. Hasil dari analisis yang dilakukan terhadap data menunjukan bahwa konflik Tolikara diawali dengan diskriminasi kebijakan pemerintah daerah atas kebebasan beragama, hal ini diperparah dengan adanya provokasi pihak tertentu yang semakin memanaskan suasana, sehingga terjadi gesekan antara agama pada saat datangnya hari besar agama secara bersamaan. Penanganan yang dilakukan secara peacemaking menunjukan bahwa penciptaan perdamaian merupakan tanggung jawab semua elemen yang terkait dengan konflik yang terjadi, hal ini meliputi menumbuhkan toleransi pada masing-masing pribadi, pembuatan aturan yang jelas dari pemerintah yang menjaga kebebasan beragama dan bagaimana aparat keamanan bertindak cepat dan tepat saat adanya indikasi gesekan yang berpotensi konflik. ......The discussion about conflict inside a country often become attention, it always linked with two or more "society". The ?society‟ could be in the form of etnics, religion, or social class. Even conflict issue between religions is spreading in many countries, including Indonesia, which known to have a very high pluralism. This writings try to look and describe the chronology of inter-religion conflict in Indonesia. The observed case was Karubaga Tolikara`s conflict (Papua). Main focus is not only the chronology but also the handling and the peaceful ending solution. It used qualitative approach with analyzing secondary data from authorities and news citation. It also used Peacemaking Kriminalogy Theory as a guide data analysis. The results showed the Karubaga Tolikara`s conflict begun with discrimination from local government on liberty to have religion, exacerbated with provocation from certain people, complication came up on Holy Day which simultaneously with other religion. The peacemaking handling showed that creating tranquil situation is the responsible from every person that connected to the conflict, this includes making tolerance, making clear rule from local government to keep the freedom of religion and fast and effective response when the conflict or issue emerge.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Akbar
Abstrak :
ABSTRAK<>br> Perseteruan antar kelompok suporter sepak bola seringkali terjadi di dunia nyata bahkan dengan adanya kemajuan teknologi komunikasi sudah mulai merambah ke media sosial. Cara-cara kekerasan yang ditempuh dalam mengatasi perseteruan ini mengakibatkan bergesernya perseteruan dari kekerasan fisik yang terjadi di dunia nyata menjadi kekerasan verbal dan ujaran kebencian yang marak di media sosial. Namun, pemanfaatan media sosial dapat diibaratkan seperti dua buah mata pisau, yaitu dapat berbentuk positif maupun negatif. Dengan memanfaatkan media sosial secara positif, penulis beranggapan bahwa perdamaian antar kelompok suporter sepak bola dapat diciptakan. Karakteristik media sosial, yang mampu menyebarkan infomasi secara luas dan cepat, dapat menjadi alternatif untuk mengatasi terjadinya perseteruan antar kelompok suporter sepak bola. Penelitian-penelitian terdahulu menjelaskan bahwa penggunaan peacemaking criminology identik dengan sistem peradilan pidana. Selain itu, penggunaan peacemaking criminology dapat berpengaruh pada penyelesaian konflik. Lebih spesifik, penulis akan menggabungkan pemanfaatan media sosial secara positif dengan peacemaking pyramid paradigm yang dicetuskan oleh John Fuller.
ABSTRACT<>br> The clash between football team supporters happens in the real situation. Moreover, with the development of communication technology, the clash starts to happen on the social media. Supporters often express their loyalty by doing violence to other team supporters, especially physical violence. Nowadays, the physical violence in the real situation has turned into verbal violence and hate speech through social media. Those are the negative side of using social media for football team supporters. On the other hand, social media could give positive benefit as well, by taking advantage of its role in facilitating peace. Disseminating informations quickly and broadly is the character of social media that could be an alternative option of solution to the clash between football team supporters. Former researchers have explained that benefiting peacemaking criminology could possibly affect the resolution of the conflict in the clash. More Specifically, author would combine the advantage of benefiting both social media positively and peacemaking pyramid paradigm which thought by John Fuller.
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Azlin Tauchid
Abstrak :
Penggusuran merupakan fenomena di perkotaan terkait pembangunan dalam upaya peningkatan kualitas kotadanmanusia. Didalam praktik penggusuran yang terjadi, seringkali penggusuran yang dilakukan berujung pada konflik dan luka sosial sehingga menimbulkan reaksi dari korban yang tergusur. CAP 16 Kampung merupakan salah satu bentuk reaksi dari korban penggusuran yang dilakukan dengan membangun koalisi diantara masyarakat dan menuntut agar diikut sertakannya masyarakat didalam penataan kota. Proses CAP 16 Kampung yang mengedepankan dialog dan partisipatif sejalan dengan penyelesaian dalam perspektif kritis, salah satunya Peacemaking Criminology. Dalam pendekatan perspektif Peacemaking Criminology, proses CAP 16 Kampung yang dilakukan pada kampung yang telah tergusur berjalan dengan lebih baik karena sudah terbangun empati di masyarakat karena adanya empati yang lahir dari proses menderita secara bersama-sama dan adanya afirmasi dari korban penggusuran atas nasib mereka. Pada kampung Muara Baru yang sekedar diwacanakan untuk digusur, proses CAP 16 Kampung belum berjalan dengan baik karena tidak adanya ancaman penggusuran yang nyata dan belum adanya afirmasi dari kampung tersebut karena belum terbentuk empati. ......Eviction is phenomenon that happens in city livelihood related to city and human life development. In practice, eviction could lead to conflicts and social injury in which it causes reactions from the victims. CAP 16 Kampung is one of the reactions, in which the victims started a coalition to demand their participation in city development. CAP 16 Kampung process that involves dialogs and participatory actions are in line with Peacemaking Criminology perspective. From Peacemaking Criminology approach, CAP 16 Kampung in the evicted Kampung Akuarium fares much better due the already existing empathy and their affirmation actions about their shared fate as evicted victims. The other kampung, Kampung Muara Baru that yet tobe evicted doesnt have thesame degree of success because they didnt share the same threat as Akuarium did and there is no solid affirmation from them due the lacks of empathy being built.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T54601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riefky Bagas Prastowo
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai peran Pesantren Ali Maksum dalam upaya melawan ideologi jihad radikal yang disebarluaskan oleh kelompok terorisme. Skripsi ini melihat peran pesantren sebagai sebuah reaksi sosial masyarakat terhadap kejahatan. Landasan teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah peacemaking criminology dan pendekatan secara soft-approach dalam penanggulangan terorisme. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian lapangan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan observasi, wawancara, dan penelusuran data sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian ini menemukan bentuk-bentuk dari peran pesantren dalam melawan ideologi jihad radikal. Bentuk-bentuk tersebut berupa pelibatan masyarakat dalam kegiatan yang diselenggarakan pesantren dan adanya wacana pengganti sebagai sebuah cara untuk melawan ideologi jihad radikal. Namun demikian, penelitian ini tidak bisa digeneralisasi terhadap pesantren yang lain. Selain itu penelitian ini hanya mendeskripsikan peran pesantren dan tidak melihat efektifitas keberhasilan dari program mereka.
ABSTRACT
This minithesis discussed about the role of pesantren in efforts against ideology jihad radical being disseminated by a group of terrorism. This minithesis looked at the role of boarding school as a social community reaction to the crime. The theory and concept that used in this research is peacemaking criminology and soft approach on counter-terrorism. This research used the qualitative approach with field research methods. The technique of collecting data is by using observation, interview and tracing data secondary pertaining to issues discussed in this research. The result of this research found the forms of the role of pesantren in counter-ideologi of Radical Jihadi. These forms of involvement of the community in the activities held there and the presence of substitute discourse as a way to counter-ideology of radical jihadi. However, these studies cannot be generalized to other pesantren. In addition this study only describes the role of pesantren and not see effectiveness the success of their programs.
2014
S54506
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lamriana Vianti Yunilda
Abstrak :
ABSTRAK Penulisan ini dibuat untuk menjelaskan pentingnya dekriminalisasi terhadap anak yang hidup di jalanan dengan penyalahgunaan narkotika. Anak yang hidup di jalanan dengan penyalahgunaan narkotika adalah korban berbagai bentuk kekerasan, dimulai dari kekerasan di dalam rumah dan kemiskinan anak. Ketika anak hidup di jalanan maka anak-anak tersebut akan rentan terhadap bentukbentuk kekerasan di jalanan, terutama dilibatkan dalam penyalahgunaan narkotika. Anak yang hidup di jalanan dengan penyalahgunaan narkotika juga akan rentan untuk dikriminalisasi sehingga dalam hal ini dekriminalisasi menjadi penting untuk dilaksanakan. Dekriminalisasi dilakukan menggunakan pendekatan costitutive criminology dan peacemaking criminology. Perubahan kebijakan dan program-program menggunakan pendekatan sosiologis diperlukan untuk mencegah anak yang hidup di jalanan dengan penyalahgunaan narkotika sebagai pelaku kejahatan.
ABSTRACT This thesis explains the importance of decriminalization on street children with drug abuse. Street children are victims of various forms of violence, from domestic violence and poverty. When the children live on the street, they are vulnerable from various forms of violence especially, one of which is being involved in drug abuse. They also will be vulnerable to be criminalized. Therefore, it will be important to decriminalize them. It is done using constitutive criminology and peacemaking criminology approach. The change of policies and programs using sociological approach is needed to prevent those children to be defined as offenders.
2015
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harvin Adadio
Abstrak :
ABSTRAK
Penulisan ini akan menganalisis penanganan mahasiswa penyalahguna narkotika oleh pihak kampus menggunakan paradigma peacemaking criminology. Kampus sebagai institusi pendidikan seharusnya paham bahwa penyalahgunaan narkotika merupakan penyimpangan dan mereka adalah korban yang seharusnya mendapatkan perawatan. Namun, penanganan dari pihak kampus bertolak belakang. Hal ini juga diperkuat oleh beberapa pernyataan beberapa pihak kampus. Salah satu penanganan tersebut adalah melakukan pengeluaran terhadap mahasiswa yang terbukti menyalahgunakan narkotika. Uniknya, pengeluaran dinyatakan sebagai keberhasilan, dan dilakukan untuk kepentingan mereka guna melakukan rehabilitasi. Pengeluaran yang mengatasnamakan rehabilitasi merupakan suatu kekeliruan. Bagaimana bisa dilakukan rehabilitasi sosial, ketika pelaku penyimpangan tersebut telah diekslusikan?Di Indonesia, terlihat bahwa penanganan mahasiswa penyalahguna narkotika oleh kampus lebih mengarah shaming yang identik dengan stigma/label. Menurut teori Reintegrative Shaming, pengeluaran merupakan shaming yang dibebankan kepada mahasiswa penyalahguna narkotika, hingga status ldquo;penyalahguna narkotika rdquo; menjadi master status mereka. Shaming tipe ini akan membuat tingkat penyalahgunaan narkotika menjadi tinggi.
ABSTRACT
This paper will analyze the handling of student drug abusers by the campus using the paradigm of peacemaking criminology. Campus as an educational institution should understand that drug abuse is a social deviance, and they are victims who should get treatment. However, the handling of the campus opposite. This is also reinforced by some of the statements from the campus. One such treatment is the expenditures on students proved as drug abuser. Uniquely, outcasting college student by campus declared as a success, and performed on their behalf in order to carry out rehabilitation. Outcasting college student on behalf of rehabilitation is a mistake. How can it be done for social rehabilitation, when the deviant person have been exlude by his her society In Indonesia, it appears that the handling of drug abuse by college students is more directed shaming is synonymous with stigma label. According to the theory Reintegrative shaming, shaming by outcasting is heavily charged to student drug abusers, to the status of drug abuser become masters of their status. Shaming of this type would create a drug abuse rate is high.
2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Anindya Putri Andiyana
Abstrak :
ABSTRAK
Artikel ini menjelaskan fenomena hukuman mati yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2015. Pemerintah Indonesia memvonis mati 55 orang di tahun 2015 karena kejahatan narkotika. Di tahun yang sama, pemerintah Indonesia melaksanakan eksekusi mati kepada 14 terpidana. Ke-14 terpidana mati divonis mati karena kejahatan narkotika. Artikel ini ditulis untuk membahas hukuman mati yang dilakukan di Indonesia pada tahun 2015 dilihat dari sudut pandang kriminologi kritis. Penulis menggunakan peacemaking criminology dan teori utilitarianisme dalam membahas pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dalam pelaksanaan hukuman mati di Indonesia. Penulisan ini menggunakan metode penelitian data sekunder melalui kajian literatur. Perbedaan penulisan ini dengan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya adalah tulisan ini membahas kaitan hukuman mati dengan kejahatan negara dengan menganalisa pelanggaran berbagai perjanjian dan hukum internasional yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Hasil analisa dari tulisan ini adalah pemerintah Indonesia telah melakukan kejahatan negara karena penolakan grasi dan permohonan pengurangan hukuman yang dilakukan oleh para terpidana mati. Pemerintah Indonesia juga melakukan kejahatan negara karena telah melanggar berbagai hukum dan perjanjian internasional yang berlaku. Dengan melaksanakan hukuman mati, pemerintah Indonesia telah melanggar hak asasi manusia, dan kejahatan narkotika juga tidak termasuk dalam kejahatan paling serius. Selain itu, hukuman mati yang dilakukan terhadap para pelaku kejahatan narkotika juga terbukti tidak efektif.
ABSTRACT
This article explains the phenomena of death penalty that were done by the Indonesian government in 2015. Indonesian government sentenced 55 people in 2015 because of drug related crimes. In the same year, the Indonesian government executed 14 people. All of the 14 people were executed for drug related crimes. This article is written to discuss death penalty that were done in Indonesia in 2015 from the critical criminology point of view. The writer uses peacemaking criminology and utilitarianism theory in discussing the human rights violation that happened in the execution of death penalty in Indonesia. This writing uses research methode of secondary data by reviewing literatures. The difference of this writing and previous researches is that this writing is discussing the connection of death penalty with state crime by analizing the violations of international law and treaties that were done by the Indonesian government. The result of the analysis is that the Indonesian government were doing state crime because of the rejection of clemency and the petition of sentence reduction that were applied by the convicts. The Indonesian governemnt also did state crime because of the violation of various international law and treaties. By executing, Indonesian government also violates the human rights, and drug related crimes are not considered as one of the most serious crimes. Besides that, death penalty that were done to convicts of drug related crimes are also proven not effective.
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
It is argued that third world countries are not yet completely free from dangers of colonialism, a 19th century-old ideology that uprooted locals from their freedom...
DIPLU 6:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>