Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teeuw, Andries, 1921-
The Hague: Martinus Nijhoff, 1970
915.93 TEE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Prihandoko
Abstrak :
Empat provinsi di Thailand Selatan; Pattani, Yala, Narathiwat, dan Satun, dahulu dikenal sebagai bagian integral dari Kesultanan Patani. Kesultanan Patani atau dikenal juga dengan nama Patani Raya (Greater Patani) mencapai puncak kejayaannya pada permulaan abad ke-17 M, di mana pelabuhan-pelabuhan dagang yang dimilikinya berperan penting dalam hubungan perdagangan internasional yang terjadi di Semenanjung Malaya ketika itu. Selain itu, Patani juga berperan sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Asia Tenggara dan dijuluki sebagai tempat kelahiran Islam di Asia Tenggara_. Masuknya wilayah Patani secara resmi ke dalam teritori politik Kerajaan Siam pada 20 Desember 1902 dan mulai diberlakukannya kebijakan asimilasi Thai di wilayah Patani membuat kecewa masyarakat Melayu-Muslim yang mendiami wilayah itu. Berbagai pemberontakan pun muncul sebagai upaya untuk menentang kebijakan itu. Pemimpin pemberontakan adalah kaum bangsawan dan ulama Patani yang merasa telah kehilangan kekuasaan dan otoritasnya akibat kebijakan tersebut. Namun, pemberontakan yang terjadi ternyata sama sekali tidak memberikan solusi terbaik. Pemberontakan tersebut dengan mudah dapat dipatahkan oleh pemerintah Siam karena lebih bersifat spontan dan lokal. Pada periode 1960-an, bentuk perjuangan masyarakat Melayu-Muslim mulai beralih kepada organisasi-organisasi perjuangan yang muncul ketika itu dan oleh pemerintah Thailand akrab dengan sebutan gerakan separatis_. Organisasi perjuangan tersebut lebih mengarahkan tuntutannya pada pembentukan sebuah pemerintahan yang otonom. Salah satu organisasi perjuangan tersebut adalah Patani United Liberation Organization (PULO) atau Pertubohan Persatuan Pembibasan Patani (PPPP) yang didirikan pada 22 Januari 1968 di Arafah, Mekkah, Arab Saudi. PULO pun berperan besar dalam berbagai gerakan penentangan terhadap kekuasaan pemerintah Thailand di wilayah Thailand Selatan. PULO juga mendapatkan perhatian yang cukup serius dari pemerintah Thailand dan dianggap sebagai gerakan separatis yang paling berbahaya di Thailand Selatan, setidaknya hingga pertengahan 1980-an.
The Four provinces in Southern Thailand; Pattani, Yala, Narathiwat, and Satun, was once known as an integral part of Patani Kingdom (Kesultanan Patani). Patani Kingdom or once known as Patani Raya (Greater Patani) reach its peak at the 17th century where its trading ports plays a significant role in its international trading relation in Malayan Peninsular at that moment. Other than that, Patani played a role as one of the center of Islam expansion in Southeast Asia and also named as the birth place of Islam in Southeast Asia (_tempat kelahiran Islam di Asia Tenggara_). The integration of Patani_s area, which became official in the 20th of December 1902, to the politic territory of Siamese Kingdom and the authorization of Thai assimilation policy in the particular area disappoints the Malayan-Muslims who settled in that area. Various rebellion movements came up as an attempt to fight against the policy. The leaders of the rebellion movements are the aristocrats and Patanis ulama who felt that they have lost power and authority because of the policy. The rebellions that are more spontaneous and local did not give the best solution because the Siamese Government easily dismissed it. In the 1960s, the forms of Malayan-Muslim struggle were shifted to organizations, which appeared at that time and were familiar as separatist movement by the Thailand Government, and those organizations were focusing their demand on forming an autonomous government. One of the organizations was Patani United Liberation Organization (PULO) or Pertubohan Persatuan Pembibasan Patani (PPPP), which was established in January 22nd 1968 in Arafah, Mecca, Saudi Arabia. PULO was playing a big role in various of rebellion movements against the Thailand Government in the southern part of the country, and they also gain some serious attention by the government and was considered the most dangerous separatist movement in Southern Thailand, at least until the mid of 1980s.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S12393
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Lokayanti
Abstrak :
Penelitian ini dibuat untuk melihat perbedaan antara masyarakat Muslim Patani dengan masyarakat Muslim Satun dalam merespon kebijakan asimilasi pemerintah Thailand dan berbagai hal yang melatarbelakangi adanya perbedaan tersebut. Berdasarkan sejarah, setelah Patani dan Satun bergabung ke dalam Thailand, pemerintah kemudian menerapkan kebijakan yang berupaya menanamkan rasa nasionalisme Thai-Buddha dengan menghilangkan budaya lain, khususnya budaya Melayu-Muslim. Menariknya, terdapat perbedaan respon di mana masyarakat Patani menolak kebijakan tersebut sementara masyarakat Satun cenderung menerima tanpa adanya perlawanan seperti di Patani. Asumsi utamanya adalah masyarakat Satun cenderung menerima kebijakan tersebut karena masyarakat Patani memiliki identitas Melayu-Muslim yang lemah, sebaliknya Patani memiliki identitas Melayu-Muslim yang kuat sehingga mereka melakukan perlawanan atas kebijakan pemerintah tersebut. Lebih lanjut, untuk menjelaskan adanya perbedaan respon antara masyarakat Patani dan Satun, penulis menggunakan teori identitas nasional dan teori pilihan rasional. Teori identitas nasional kemudian akan menjelaskan proses terbentuknya suatu identitas di suatu wilayah yang kemudian dapat memengaruhi pilihan rasional masyarakatnya.
This research will look at the differences between the Muslim society of Patani and the Muslim society of Satun in responding to Thai government`s assimilation policy and the backgrounds that affect the differences. Historically, after Patani and Satun merged into Thailand, the government then implemented various policies which aimed to instilling a sense of Thai-Buddhist nationalism by erasing other cultures, especially the Malay-Muslim cultures. Interestingly, there were differences response in which the Patanis reject the policies while people in Satun tended to accept without any resistance as in Patani. The main assumption is the people of Satun tend to accept the policy because they have a weak Malay-Muslim identity, while Patanis have a strong Malay-Muslim identity so they fight against the government`s policies. Furthermore, to explain the differences in responses between the Patani and Satun societies, the author use the theory of national identity and rational choice theory. The theory of national identity will explain the process of establishing an identity in an area that can affect the rational choice of society.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rayhan
Abstrak :
Penulis dalam jurnal ini ingin membahas mengenai sejarah dinamika minoritas Muslim Patani di Muangthai. Minoritas Muslim Patani merupakan golongan minoritas keagamaan dan etnik yang terletak di Muangtahai Selatan, Thailand. Mereka merupakan golongan etnik minoritas yang telah lama mengalami diskriminasi oleh pemerintahan Thailand karena adanya perbedaan agama, bahasa, dan budaya yang mengakibatkan terisolasi dari birokrasi pemerintah Thailand. Hal-hal yang ingin penulis bahas dalam jurnal ini yaitu sejarah kaum Muslim di Muangthai Selatan, awal mula Islam di Patani, pemberontakan kaum Muslim Patani, perjuangan Muslim Patani untuk mendapatkan Kemerdekaan, peran kaum ulama Muangthai, Patani dibawah kekuasaan monarki absolut, haji Sulong 'Bapak Gerakan Kemerdekaan Patani'. Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk menjelaskan dan menguraikan mengenai proses perjuangan kaum Muslim untuk mempetahakan kelangsungan hidup mereka setelah secara resmi dimasukan kedalam negara Thailand sebagai pembaharuan administratif pada tahun 1902. Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah metode penulisan kualitatif melalui studi pustaka. ...... The authors in this journal want to discuss the history of Patani Muslim minority in Muangthai. The Muslim Patani minority is a religious and ethnic minority group located in South Muangthai, Thailand. They are minority ethnic group that has long been disciminated againts by the Thailand government due to religious, linguistic, and cultural differences that have resulted in isolation from the Thailand government bureaucracy. Things that the authors want to discuss in this journal is Muslim history in South Thailand, the beginning of Islam in Patani, Patani Muslim rebellion, Patani Muslim struggle for independence, the role of the Muangthai clerics, Patani under absolute monarchy, and Haji Sulong 'The Father of the Patani Independence Movement'. The purpose of this journal is to explain and describe the process of the Muslim struggle to know their survival after officially incorporated into the Thailand state as an administrative reform in the 1902. The method used the writing in this journal is the method of qualitative writing through literature study.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Steinhauer, Hein
Abstrak :
"Urak Lawoi" yang berarti "orang laut" adalah nama suku nelayan pengembara laut yang tersebar di Pulau Phuket (Thailand) dan Kepulauan Adang di sebelah selatannya. Bahasa mereka yang juga dikenal dengan nama Urak Lawoi? merupakan sebuah varietas Melayu yang khas. Dari pemeriannya yang ada tampaklah bahwa bahasa itu menyimpang dari varietas Melayu di daratan Thailand Selatan dan di semenanjung Malaysia. Dalam artikel ini direkonstruksikan perubahan bunyi dalam urutannya yang diakronis, yang telah memberikan wujud khas pada kata-kata leksikal Urak Lawoi? itu. Yang menonjol dalam hal itu adalah dua perubahan bunyi yang mengingatkan bahasabahasa di Kalimantan Barat dan Serawak, yaitu hilangnya letupan bersuara setelah konsonan nasal di dalam morfem (*-mb- > -m-, dan seterusnya), dan penggantian nasal pada akhir kata oleh konsonan tak bersuara yang homorgan (*-m > -p, dan seterusnya).
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library