Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Kartika Rahayuningtyas
Abstrak :
ABSTRAK
Nama : Dwi Kartika RahayuningtyasProgram Studi : Magister Ilmu KeperawatanJudul : Pengaruh Paket Intervensi Keperawatan terhadap Sesak Napas dan Toleransi Latihan pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis StabilPembimbing : Tuti Herawati, S.Kp.,M.N dan Agung Waluyo, S.Kp.,M.Sc.,Ph.D Sesak menyebabkan pasien penyakit paru obstruktif kronis membatasi aktivitas sehingga terjadi penurunan toleransi latihan. Evaluasi pemberian bronkodilator, minum air hangat, latihan pernapasan diafragma, dan latihan batuk efektif belum dijadikan dalam satu paket intervensi keperawatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh paket intervensi keperawatan terhadap sesak napas dan toleransi latihan pada pasien penyakit paru obstruktif kronis stabil. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain quasi eksperimen dengan pre test and post test nonequivalent control group. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu Jakarta. Teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling dengan 40 responden. Pengukuran menggunakan skala sesak napas modifikasi Borg dan tes 6 menit berjalan. Hasil perhitungan pooled t test menunjukkan ada pengaruh signifikan paket intervensi keperawatan terhadap penurunan skala sesak napas dengan p value 0,019 dan peningkatan toleransi latihan dengan p value 0,026. Penelitian ini merekomendasikan paket intervensi keperawatan sebagai paket intervensi mandiri keperawatan untuk mengurangi sesak napas dan meningkatkan toleransi latihan. Kata kunci :Sesak napas, toleransi latihan, paket intervensi keperawatan, penyakit paru obstruktif kronis.
ABSTRACT
Name Dwi Kartika RahayuningtyasStudy Program Master of Nursing Specialization in Medical Surgical NursingTitle The Effect of Nursing Intervention Package to Breathlessness and Exercise Tolerance on Patient with stable Chronic Obstructive Pulmonary DiseaseCounsellor Tuti Herawati, S.Kp.,M.N and Agung Waluyo, S.Kp.,M.Sc.,Ph.D Breathlessness causes the patients of chronic obstructive pulmonary disease limiting their activity so the exercise tolerance decreasing. Evaluation of bronchodilator administration, warm water drinking, diaphragm breathing exercise, and effective cough exercise, have not made into one nursing intervention package yet. This study aim rsquo s to know the effect of nursing intervention package to breathlessness and exercise tolerance among with stable chronic obstructive pulmonary disease patients. This study used quantitative study method with quasy experiment design with pre test and post test non equivalent control group. This study required 40 respondent using consecutive sampling technique in Pasar Minggu General Hospital, Jakarta. The effectiveness of nursing intervention package was measured by Borg Modification Breathlessness Scale dan 6 minutes walking test. There is significant effect of nursing intervention package to the decreasing of breathlessness scale with p value 0,019 and increasing of exercise tolerance with p value 0,026. This study recommends nursing intervention package as independent nursing intervention. Keywords Breathlessness, exercise tolerance, nursing intervention package, chronic obstructive pulmonary disease.
2018
T50580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Ambarsari
Abstrak :
ABSTRAK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di dunia maupun Indonesia. Pada tahun 2002, PPOK menduduki peringkat ke- 5 sebagai penyebab kematian di dunia, dan diperkirakan pada tahun 2030 PPOK akan menempati peringkat ke-3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian serta faktor risiko kejadian PPOK pada penduduk usia ≥ 30 tahun di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2013. Penelitian ini adalah penelitian sekunder menggunakan data Riskesdas 2013 dengan desain cross sectional. Analisis data menggunakan chi-square. Hasil analisis univariat diperoleh proporsi PPOK berdasarkan gejala pada penduduk usia ≥ 30 tahun di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 50,5 %. Berdasarkan analisis bivariat faktor individu dan lingkungan, yang menjadi faktor risiko seseorang mendapat PPOK adalah kelompok umur produktif (PR= 1,427; 95% CI= 1,243-1,638), berjenis kelamin perempuan (PR=1,093; 95% CI= 0,845-0,990), memiliki riwayat infeksi pernafasan (PR=1,213; 95% CI= 1,058-1,390), menggunakan obat nyamuk bakar (PR= 1,384; 95% CI= 1,258-1,522) dan melakukan penanganan sampah dengan cara dibakar (PR= 1,312; 95% CI= 1,212-1,420).
ABSTRACT
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) has become an eminent public health problem worldwide including Indonesia. At 2002, COPD become the 5th leading caused of death worlwide, and it?s estimated to be 3rd caused of death in 2030. This study aims to describe and determine risk factors of COPD aged ≥ 30 years in Nusa Tenggara Timur Province in 2013. This study is secondary research using data from Riskesdas 2013 with a cross-sectional design study Data analyzed using chi-square analysis. Result of univariate analysis acquired proportion of COPD symptomaticbased in Nusa Tenggara Timur Province in 2013 amounted 50,5 %. Result of bivariate analysis showed that individual and enviromental factors that become risk factors for someone getting COPD are productive age (PR= 1,427; 95% CI= 1,243-1,638), female (PR=1,093; 95% CI= 0,845-0,990), having history of respiratory infection (PR=1,213; 95% CI= 1,058-1,390), burning mosquito coils (PR= 1,384; 95% CI= 1,258-1,522) and handling rubbish by burning (PR= 1,312; 95% CI= 1,212-1,420).
2016
S63078
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dede Fatimah
Abstrak :
PPOK merupakan penyakit yang bersifat kronis, irreversible, dan progresif lambat semakin lama semakin memburuk. Hal tersebut membuat pasien PPOK mengalami ketergantungan terhadap obat dan orang lain, sehingga rentan mengalami gangguan status emosional. Maka, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan status emosional pada pasien PPOK. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik consecutive sampling. Data diolah menggunakan perangkat lunak dengan menggunakan uji statistik Chi Square. Hasil analisis hubungan antara dukungan sosial dengan status emosional pada pasien PPOK menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan status emosional depresi p=0.921, status emosional kecemasan p=0.184, dan status emosional stress p=0.795. Namun, peneliti menyarankan pada rumah sakit agar melakukan skrinning status emosional pada setiap pasien, khususnya pasien PPOK agar dapat mencegah terjadinya perburukan. ...... COPD is a chronic disease, irreversible, slow progressive disease progressively worsens. This makes the COPD patient dependent on drugs and others, so vulnerable to emotional status disorders. So, researchers interested to know the relationship between social support with emotional status in patients with COPD. The sampling technique used in this research is consecutive sampling technique. Data is processed using software using Chi Square statistical test. The analysis of the relationship between social support and emotional status in COPD patients showed no association between social support with emotional status depression p 0.921, emotional status anxiety p 0.184, and emotional status stress p 0.795 . Horever, investigators suggest that the hospital should screen for the emotional status of each patient, especially in the case of COPD to prevent worsening.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leviani Kristiana
Abstrak :
Latar Belakang: Salah satu polutan indoor yang menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah formaldehid. Pemajanan formaldehid dalam ruang dapat menyebabkan gangguan fungsi paru. Anak-anak dan remaja menghabiskan sebagian besar waktunya di lingkungan indoor terutama di sekolah. Tujuan: Mengetahui hubungan antara konsentrasi formaldehid dalam ruang dengan gangguan fungsi paru obstruktif pada siswa Sekolah Menengah Pertama SMP di Depok tahun 2018. Metode: Studi cross-sectional potong lintang dilakukan di tiga SMP Depok. Sampel penelitian adalah 150 siswa yang diambil dengan multistage sampling. Pengukuran konsentrasi formaldehid menggunakan alat direct reading yaitu FormaldemeterTM htv dan kondisi fungsi paru diperoleh melalui pemeriksaan dengan alat spirometer. Analisis secara bivariat dengan metode chi square. Hasil: Nilai rata-rata konsentrasi formaldehid adalah 0,038 ppm dan fungsi paru FEV1/FVC siswa SMP di Depok yaitu 94,31. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara konsentrasi formaldehid dalam ruang dengan gangguan fungsi paru obstruktif. Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor risiko lain status gizi, aktivitas fisik, perilaku merokok, perokok dalam rumah, dan penggunaan obat nyamuk dengan gangguan fungsi paru obstruktif. Siswa dengan aktivitas fisik yang rendah berisiko 1,253 kali mengalami gangguan fungsi paru obstruktif dibandingkan siswa yang aktivitas fisiknya cukup CI: 0,203-7,725. Siswa yang menggunakan obat nyamuk berisiko 1,898 kali mengalami gangguan fungsi paru obstruktif dibandingkan dengan siswa yang tidak menggunakan obat nyamuk CI: 0,308-11,705. Kesimpulan: Konsentrasi formaldehid pada SMP di Depok masih berada di bawah Nilai Ambang Batas dan tidak ditemukan hubungan yang signifikan dengan gangguan fungsi paru obstruktif. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan gejala kesehatan lain yang disebabkan oleh pajanan formaldehid dan uji fungsi paru jenis lainnya. ...... Background: One of the indoor pollutants that is a public health problem is formaldehyde. Formaldehyde exposure may cause lung function impairment. Children and adolescents spend most of their time in indoor environments, especially in schools. Objective: To examine the association between indoor formaldehyde concentrations with obstructive pulmonary function impairment among Junior High School students in Depok, 2018. Methods: Cross sectional studies were conducted at three SMP in Depok. Sample of research is 150 students taken with multistage sampling. Measurement of formaldehyde concentrations using direct reading tool FormaldemeterTM htv and condition of lung function obtained through inspection with spirometer. Bivariate analysis with chi square method. Results: Mean value of formaldehyde concentration is 0,038 ppm and mean lung function FEV1 FVC of Junior High School students in Depok was 94,31. There was no significant association between indoor formaldehyde concentrations with obstructive pulmonary function impairment. There was no significant association between other risk factors nutritional status, physical activity, smoking behavior, smokers in the house and the use of mosquito repellent with obstructive pulmonary function impairment. Students with low physical activity at risk 1,253 times higher to experience obstructive pulmonary function impairment than students with moderate physical activity CI 0.203 7.725. Students using mosquito repellent at risk 1,898 times higher than did not use mosquito repellent CI 0,308 11,705. Conclusion: The concentration of formaldehyde at SMP in Depok remained below the Threshold Value and no significant association was found with obstructive pulmonary function impairment. It is strongly recommended to do further research with other health symptoms caused by formaldehyde exposure and other types of lung function tests.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Salsabila
Abstrak :
Latar belakang. PM2.5 dikenal sebagai salah satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap beban kematian global. Pabrik dengan bahan baku semen merupakan kontributor utama dalam emisi PM tingkat global. Emisi PM2.5 dapat menurunkan fungsi paru manusia yang mengakibatkan PPOK. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara pajanan PM2.5 dengan risiko PPOK pada pekerja. Metode. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan data primer. Jumlah sampel penelitian sebanyak 84 pekerja, metode pengambilan sampel lingkungan menggunakan metode personal sampling, sedangkan sampel responden diambil menggunakan purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner IPAG untuk skrining PPOK dan Laser Egg untuk mengukur konsentrasi PM2.5. Hasil. Berdasarkan hasil uji Chi-square terdapat hubungan yang signifikan antara konsentrasi PM2.5 OR = 3,627; 95 CI: 1,190-11,055 dan lama kerja OR = 0,352; 95 CI: 0,144-0,858 . Dari hasil uji regresi logistik ditemukan faktor paling dominan terhadap PPOK adalah konsentrasi PM2.5 OR = 4,000 dan lama kerja sebagai variabel protektif OR = 0,323. Simpulan. Konsentrasi PM2.5 merupakan variabel yang berpotensi untuk menyebabkan PPOK, sedangkan lama kerja menjadi variabel protektif terhadap kejadian PPOK.
Background. PM2.5 is known as one of the most influential environmental agent to the global death burden. Cement plants are major contributors to global level PM emissions. PM2.5 emissions can decrease human lung function resulting in COPD. Therefore, this study was conducted to see the relationship between PM2.5 exposure and the risk of COPD on workers. Methods. Cross sectional study using primary data with personal sampling method for the environmental agent. Subjects in this study are 84 workers taken using purposive sampling. Instrument used was Laser Egg to measure PM2.5 concentration and IPAG questionnaire for COPD screening. Results. Bivariate analysis shows PM2.5 concentration OR 3,627 95 CI 1,190 11,055 and years of working OR 0,352 95 CI 0,144 0,858 as variables that significantly related with COPD. The result from logistic regression test found the most dominant factor for COPD is the concentration of PM2.5 OR 4 and years of working as a protective variable OR 0,323. Conclusion. PM2.5 concentration is a potential variable to cause COPD whereas the years of working comes protective variable against COPD occurence.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Oktavia
Abstrak :
Latar belakang: Disfungsi ventrikel kanan merupakan salah satu komplikasi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Penilaian fungsi ventrikel kanan penting, karena berkaitan dengan keterbatasan kemampuan kerja pasien serta prognosis yang buruk. Tujuan: Untuk mengetahui proporsi disfungsi sistolik dan diastolik ventrikel kanan pada PPOK stabil, serta untuk mengetahui korelasi forced expiratory volume in one second (FEV1) % prediksi dengan nilai Tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE) dan nilai titik potong kedua variabel tersebut. Metode: Dilakukan pemeriksaan spirometri terhadap 30 pasien PPOK stabil (rerata usia: 65 ± 6 tahun). Kemudian semua pasien menjalani pemeriksaan ekokardiografi standar, TAPSE, mengukuran dimensi ruang jantung kanan dan inflow trikuspid. Hasil: Rerata nilai rerata FEV1 28 ± 8% prediksi. Tidak terdapat pasien dengan derajat obstruksi yang ringan, 57% subjek mengalami derajat obstruksi yang sangat berat. Semua pasien menunjukan pola spirometri campuran obstruktif dan restriktif. Rerata dimensi ruang jantung kanan pasien dalam batas normal. Terdapat 40% pasien yang mengalami disfungsi diastolik. Rerata nilai TAPSE 16, 96 ± 96 mm. Terdapat 60% pasien yang mengalami penurunan nilai TAPSE. Tidak terdapat beda rerata nilai TAPSE antara kelompok dengan derajat obstruksi sedang-berat dengan derajat obstruksi sangat berat. Tidak terdapat korelasi yang signifikan antara FEV1 % prediksi dengan TAPSE, sehingga titik potong kedua variabel tidak dapat ditentukan. Simpulan: Proporsi disfungsi sistolik ventrikel kanan 60% dan disfungsi diastolik 40%. Tidak terdapat korelasi nilai FEV1 % prediksi dengan nilai TAPSE, sehingga nilai titik potong kedua variabel tidak dapat ditentukan pada PPOK stabil.
Background: Right ventricular dysfunction is one of the common complication of chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Right ventricular assessment is importance, since it related with exercise intolerance and poor prognosis. Objective: To determine the proportion of systolic and diastolic dysfunction of right ventricle in stable COPD patients and to determine the correlation between forced expiratory volume in one second (FEV1) % prediction and Tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE) and also to determine the cut-off value between the two variables. Methods: Thirty stable COPD men (mean age: 65 ± 6 yr) underwent spirometry. In addition to conventional echocardiographic parameters, TAPSE, right heart chambers, and trans tricuspid inflow were determined. Results: The mean value of FEV1 was 28 ± 8% of the predicted value. There was no subject with mild airflow limitation, 57% subjects were with very severe airflow obstruction. All of pulmonary function test showed mixed restrictive-obstructive pattern. Mean of right chamber was in normal limit. Forty percent of the patients suffered right ventricular diastolic dysfunction. Means of TAPSE was 16.96 ± 96 mm. Sixty percent of the patients suffered right ventricular systolic dysfunction. There was no significant difference in TAPSE between groups with moderate-severe flow obstruction and very severe airflow obstruction. There was no significant correlation between FEV1 % prediction and TAPSE, so the cut-off value between the two variables cannot be determined. Conclusions: The proportion of right ventricular systolic dysfunction was 60% and diastolic dysfunction was 40%. There was no correlation between FEV1 % prediction and TAPSE. The cut-off value between the two variable in stable COPD patients cannot be determined.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Surya Anisa
Abstrak :
Pada tahun 2015 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) menyebabkan kematian rata-rata sekitar 5% di dunia dan jumlah kejadian PPOK di Indonesia rata-rata sebesar 3,7%. Salah satu komplikasi yang dapat dialami oleh pasien PPOK adalah nocturnal hypoxemia yaitu kurangnya asupan oksigen pada waktu malam hari. Keadaan ini akan semakin diperberat jika pasien PPOK juga menderita gangguan tidur berupa Obstructive Sleep Apnea (OSA). OSA adalah gangguan tidur yang disebabkan oleh saluran napas yang tersumbat dan menyebabkan jeda sementara saat napas minimal 10 detik. Ketika PPOK dan OSA terjadi disaat yang bersamaan dapat menyebabkan dua kali lipat kondisi tidak nyaman saat bernapas. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan model prediksi risiko terjadinya Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada pasien PPOK berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi risiko terjadinya OSA pada pasien PPOK. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer pasien PPOK yang telah terdiagnosis oleh dokter di RSCM dengan mewawancarai menggunakan kuesioner Berlin dan pemeriksaan fisik seperti mengukur lingkar leher dan lingkar pinggang. Sampel yang dipilih menggunakan non-probability sampling dengan metode purposive sampling. Sampel pada penelitian ini adalah pasien PPOK sebanyak 111 pasien. Metode yang digunakan adalah regresi logistik biner untuk memprediksi model risiko terjadinya OSA pada pasien PPOK. Hasil yang didapatkan untuk faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap risiko terjadinya OSA pada pasien PPOK adalah lingkar pinggang dan Kuesioner CAT 2 (PPOK derajat berat) yang berarti pasien PPOK dengan derajat berat. Pasien PPOK berderajat berat lebih berisiko terkena OSA sebesar 4,39 kali lebih besar dibandingkan pasien PPOK berderajat ringan hingga sedang dan setiap kenaikan 1 cm lingkar pinggang pada pasien berisiko terjadinya OSA. Hasilnya menunjukan bahwa pasien PPOK derajat berat lebih berisiko terjadinya OSA dibandingkan yang tidak. Keakuratan model tersebut dihitung menggunakan tabel klasifikasi pada cut point 0,5, diperoleh tingkat ketepatan klasifikasi sebesar 73,9%.
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) has caused death of around 5% in the world and 3.7% in Indonesia. One of the complications that can be experienced by patients with COPD is nocturnal hypoxemia, which is the lack of oxygen intake at night. This situation will be more aggravated if patients with COPD also suffer from sleep disorder which is called Obstructive Sleep Apnea (OSA). OSA is a sleep disorder caused by a blocked airway and led to a temporary pause while breathing for at least 10 seconds. When COPD and OSA occur at the same time, it can create double discomfort while breathing. The purpose of this research is to determine prediction model occurrence OSA risk in COPD patient based on factor affecting the risk of OSA occurring in COPD patients. Data used in this research is primary data from COPD patients who is diagnosed by doctor at RSCM by interviewing them using Berlin questionnaire and physical examination such as measuring the circumference of neck and waist. This study uses non-probability sampling i.e. purposive sampling method. Sample of this research is 111 patients with COPD. This research uses binary logistic regression to predict model occurrence of OSA risk in COPD patients. This study shows that waist circumference and COPD Assessment Test (CAT) 2 questionnaire (COPD patients with severe degree) are significant factor of OSA on COPD patient. In addition, COPD patients with severe degree are 4.39 times greater risk suffer from OSA than mild to moderate COPD patients and each centimetre increase of waist circumference has higher risk of OSA. Accuracy of our model is estimated using classification table with cut point at 0.5 and its accuracy is 73,9%.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Rahmanuri Pudjihapsari
Abstrak :
Merokok merupakan salah satu mekanisme koping yang dilakukan mahasiswa untuk mengurangi stresor. Walaupun mahasiswa sebagai individu dengan pendidikan tinggi yang dapat diasumsikan memiliki pengetahuan baik terkait penyakit akibat merokok seperti kanker paru dan PPOK, masih ditemukan mahasiswa yang menjadi perokok aktif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan tentang kanker paru dan PPOK dengan sikap terhadap rokok pada mahasiswa perokok aktif. Penelitian ini merupakan studi deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah 129 mahasiswa perokok aktif tingkat sarjana di Universitas Indonesia. Pengetahuan kanker paru diukur menggunakan instrumen Lung Cancer Awareness Measure (Lung CAM), pengetahuan PPOK diukur menggunakan Bristol COPD Knowledge Questionnaire (BCKQ), dan instrumen Global Youth Tobacco Survey (GYTS) digunakan untuk mengukur sikap terhadap rokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40,3% responden berpengetahuan baik tentang kanker paru. 49,6% responden berpengetahuan baik tentang PPOK, dan 42,6% responden memiliki sikap negatif terhadap rokok. Tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan tentang kanker paru dengan sikap terhadap rokok (p=0,093; α=0,05). Begitu juga antara tingkat pengetahuan tentang PPOK dengan sikap terhadap rokok (p=0,222; α=0,05). Penelitian lebih lanjut disarankan untuk melihat faktor lain selain pengetahuan yang dapat memengaruhi sikap terhadap rokok.
Smoking is one of the coping mechanisms that students use to reduce stressors. Even though students as individuals with higher education can be assumed to have a good knowledge regarding smoking-related diseases such as lung cancer and COPD, there are still students who are active smokers. The purpose of this study was to identify the relationship between the level of knowledge about lung cancer and COPD with attitudes towards smoking among active smoking students. This research is a descriptive correlation study with a cross-sectional approach. The sample of this study was 129 undergraduate students of active smokers at the University of Indonesia. Lung cancer knowledge was measured using the Lung Cancer Awareness Measure (Lung CAM) instrument, COPD knowledge was measured using the Bristol COPD Knowledge Questionnaire (BCKQ), and the Global Youth Tobacco Survey (GYTS) instrument was used to measure attitudes towards smoking. The results showed that 40.3% of respondents had good knowledge about lung cancer. 49.6% of respondents have good knowledge about COPD, and 42.6% of respondents have negative attitudes towards smoking. There was no significant relationship between the level of knowledge about lung cancer and attitudes towards smoking (p = 0.093; α = 0.05). Likewise, the level of knowledge about COPD with attitudes towards smoking (p = 0.222; α = 0.05). Further research is suggested to look at other factors besides the knowledge that can influence attitudes towards smoking.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhela Amelia Nugroho
Abstrak :
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru-paru kronis progresif yang menyebabkan sesak napas dan mengancam nyawa. PPOK tidak dapat diobati, namun gejalanya dapat ditangani dan mengurangi risiko kematian. PPOK merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia, yang menyebabkan sebanyak 3,17 juta kematian secara global pada tahun 2015 dan diestimasikan akan menjadi penyakit tiga teratas yang menyebabkan kematian di seluruh dunia pada tahun 2030. PPOK juga merupakan salah satu penyebab kematian utama semua kelompok usia di Indonesia pada tahun 2014 dengan persentase sebesar 4,9%. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko, salah satunya adalah pencemaran udara partikulat. DKI Jakarta merupakan salah satu wilayah dengan udara tercemar di Indonesia dengan Jakarta Pusat sebagai kota yang memiliki jumlah parameter kritikal PM2.5 dan PM10 terbanyak dibandingkan dengan kota Jakarta lainnya. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas udara ambien (PM2.5 dan PM10), Faktor Individu, dan Faktor Meteorologi dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) di Jakarta Pusat tahun 2018-2020. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi berdasarkan waktu (time trend). Hasil studi menunjukkan adanya korelasi yang lemah dengan pola positif antara konsentrasi PM2.5, PM10, dan suhu udara dengan kejadian PPOK di Jakarta Pusat tahun 2018-2020 (r= 0,172, r= 0,056, r= 0,147). Hubungan korelasi yang lemah dengan pola negatif antara kelembaban udara dengan kejadian PPOK di Jakarta Pusat tahun 2018-2020 (r= - 0,248). Hubungan korelasi yang kuat dengan pola positif antara usia ≤ 44 tahun dan jenis kelamin perempuan dengan kejadian PPOK di Jakarta Pusat tahun 2018-2020 (r= 0,534, r= 0,738). Hubungan korelasi yang kuat atau sempurna dengan pola positif antara usia 45-59 tahun, usia > 59 tahun, dan jenis kelamin laki-laki dengan kejadian PPOK di Jakarta Pusat tahun 2018-2020 (r= 0,882, r= 0,958, r= 0,897). Pada penelitian ini hanya ditemukan hubungan yang signifikan antara usia ≤ 44 tahun (p= 0,001), usia 45-59 tahun (p= 0,000), usia >59 tahun (p= 0,000), jenis kelamin laki-laki (p= 0,000), dan jenis kelamin perempuan (p= 0,000) dengan kejadian PPOK di Jakarta Pusat tahun 2018-2020. ......Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a progressive chronic lung disease that causes shortness of breath and is life threatening. COPD cannot be treated, but symptoms can be managed and reduce the risk of death. COPD is one of the leading causes of death worldwide, causing 3.17 million deaths globally in 2015 and it is estimated that it will become the top three disease causing death worldwide by 2030. COPD is also one of the leading causes of death for all age group in Indonesia in 2014 with a percentage of 4.9%. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) can be influenced by various risk factors, one of which is particulate matter. DKI Jakarta is one of the areas with air pollution in Indonesia with Central Jakarta as the city that has the highest PM2.5 and PM10 pollution compared to other Jakarta administrative cities. In general, this study aims to determine the correlation between ambient air quality (PM2.5 and PM10), Individual Factors, and Meteorological Factors with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) in Central Jakarta in 2018-2020. This research uses an ecological study design based on time (time trend). The results of the study show a weak correlation with a positive pattern between concentrations of PM2.5, PM10, and air temperature with the incidence of COPD in Central Jakarta in 2018-2020 (r= 0.172, r= 0.056, r= 0.147). Weak correlation with a negative pattern between relative humidity and the incidence of COPD in Central Jakarta in 2018-2020 (r= - 0.248). a strong correlation with a positive pattern between the age of ≤ 44 years and female with the incidence of COPD in Central Jakarta in 2018-2020 (r = 0.534, r = 0.738). a strong or perfect correlation with a positive pattern between the age of 45-59 years, age > 59 years, and male with the incidence of COPD in Central Jakarta in 2018-2020 (r = 0.882, r = 0.958, r = 0.897). In this study age ≤ 44 years (p = 0.001), age 45-59 years (p = 0.000), age >59 years (p = 0.000), male (p = 0.000), and female (p= 0.000) were significantly correlated with the incidence of COPD in Central Jakarta in 2018-2020.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>