Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kandita Iman Khairina
"ABSTRAK
Perubahan pertumbuhan penduduk Indonesia ke arah usia yang lebih tua. Seiring bertambahnya usia, tubuh manusia mengalami perubahan salah satunya adalah perubahan jaringan tulang. Salah satu tulang yang terlibat dalam kedokteran gigi adalah tulang mandibula. Gambaran radiogoraf panoramik dapat melihat tinggi tulang mandibula secara radiografis. Tujuan: Mengetahui nilai rata-rata tinggi tulang mandibula pasien rentang usia 45-75 tahun secara radiografis. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengukuran tinggi tulang mandibula pada tiga titik referensi spesifik pada 136 radiograf panoramik digital pasien usia 45-75 tahun menggunakan software Digora for Windows 2.5 R1 Tuusula Finland. Tiga titik referensi tersebut yaitu A, C, dan F. Tinggi A merupakan tinggi mandibula pada daerah sudut dalam mandibula, Tinggi F merupakan tinggi pada daerah foramen mental, dan C merupakan tinggi di antara tinggi A dan F. Hasil: Nilai rata-rata tinggi tulang mandibula pasien rentang usia 45-75 tahun yang diperoleh 32.27 mm dengan nilai rata-rata tertinggi pada titik referensi F. Nilai rata-rata tinggi tulang mandibula tertinggi terdapat pada kelompok usia 45-55 tahun, sedangkan terendah pada kelompok usia 66-75 tahun. Kesimpulan: Nilai rata-rata tinggi tulang mandibula menurun pada kelompok usia 66-75 tahun. Usia bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi tinggi tulang mandibula.

ABSTRACT
Indonesia rsquo s population growth is increasing in older group. As the age is increasing, human body undergoes some changes. One of the changes that happens is osseous tissues changes. One of bones in human body that is involved in dentistry is mandible. Dental panoramic radiograph can be used to see the heigh of mandible bone radiographically. Objective To obtain the average value of mandibular height in 45 75 year old patiesnts in digital panoramic radiograph. Method This study is a descriptive cross sectional study.Mandibular height at three specific references in 136 digital panoramic radiograph of 45 75 year old patients were measured using Digora for Windows 2.5 R1 Tuusula Finland software. The three specific references are, mandibular height A which is the height of mandible in inner angle of mandible region, F is the height of mandible in foramen mental region, and C is the height of mandible between them. Results The average value of mandibular height in 45 75 year old patients that has been obtained is 32.272 mm with the highest average value at specific reference F. The age group with the highest average value is 45 55 age group, while the lowest is 66 75 age group. Conclusion The average value of mandibular height is lower in 66 75 age group. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fawnia Raissa Azzahra
"Latar belakang: Terdapat banyak tindakan Kedokteran Gigi yang dilakukan di daerah foramen mental serta adanya risiko komplikasi cedera neurovaskular. Foramen mental memiliki letak bervariasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ras dan jenis kelamin. Mengetahui normal range letak foramen mental merupakan hal yang penting diketahui klinisi untuk mengurangi resiko cedera saat perawatan. Tujuan: Mengetahui nilai rata-rata dan membandingkan jarak foramen mental terhadap puncak tulang alveolar pada kelompok laki-laki dan perempuan berusia 20-40 tahun di RSKGM FKG UI. Metode: Dilakukan pengukuran nilai jarak dengan membuat garis tegak lurus antara garis singgung pada batas superior foramen mental dan garis singgung pada puncak tulang alveolar, di mana garis-garis singgung tersebut sejajar dengan batas bawah mandibula pada 140 radiograf panoramik digital yang dibagi menjadi kelompok laki-laki dan perempuan berusia 20-40 di RSKGM FKG UI menggunakan software viewer Microdicom. Kemudian dilakukan uji reliabilitas intraobsever dan interobserver dengan uji ICC dan uji komparatif dengan uji T-test Independen. Hasil: Berdasarkan pengukuran diperoleh rata-rata dan standar deviasi pada kelompok laki-laki berusia 20-40 tahun adalah 15.60 ± 1.73 mm dan pada kelompok perempuan berusia 20-40 tahun adalah 15.12 ± 1.97 mm. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara nilai rata-rata jarak foramen mental terhadap puncak tulang alveolar pada kelompok laki-laki berusia 20-40 tahun dan kelompok perempuan berusia 20-40 tahun di RSKGM FKG UI.

Background: There are a lot of dental treatments involving mental foramen and a risk of neurovascular injuries as the complication from the treatments. Mental foramen varies in position based on several factors including race and gender. Knowing the position range of mental foramen is essential to prevent injuries during dental treatment. Objective: To elicit and compare the mean distance of mental foramen to alveolar crest in male and female aged 20-40 years old at RSKGM FKG UI. Method: This study is utilizing 140 digital panoramic radiographs divided into male group and female group aged 20-40 years old in RSKGM FKG UI. Samples were measured by making a perpendicular line to tangent line of mental foramen’s superior border and tangent line of alveolar crest which both tangent lines are parallel to inferior border of the mandible. Samples were measured directly on the digital panoramic viewer software (Microdicom). Then, carry on with the reliability test for both intraobserver and interobserver with ICC test and comparative test with Independent T-test. Results: Average and standard deviation for mean distance of mental foramen to alveolar crest in male group aged 20-40 years is 15.60 ± 1.73 mm and in female group aged 20-40 years is 15.12 ± 1.97 mm. Conclusion: There is no significant difference between the mean distance of mental foramen to alveolar crest in male aged 20-40 years and in female aged 20-40 years at RSKGM FKG UI"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mela Ayumeylinda
"Radiografi panoramik merupakan alat diagnostik yang sangat penting dalam kedokteran gigi namun memiliki kekurangan seperti distorsi geometris, sehingga hasil gambaran cenderung tidak sesuai dengan ukuran struktur anatomi yang sesungguhnya pada pasien.
Tujuan : Mengetahui perbedaan hasil pengukuran horizontal dan vertikal pada cranium dibandingkan dengan pengukuran pada radiograf panoramik, serta untuk mengetahui seberapa besar distorsi pengukuran horizontal dan vertikal pada radiograf panoramik.
Metode : Sampel penelitian berupa 7 cranium yang diberi marker gutta percha dengan panjang 2 mm kemudian dilakukan pembuatan radiograf panoramik sebanyak 4 kali. Pengukuran pada radiograf panoramik menggunakan software Digora for Windows 2.5 R1 Tuusula Finland.
Hasil : Pada pengukuran horizontal bukal/labial HB terdapat perbedaan bermakna.

Panoramic radiography is a very important diagnostic tool in dentistry but the panoramic radiograph also has some disadvantages related to its geometric distortion, the images of anatomical structures on panoramic radiograph are not according to their actual dimension in the patients.
Objective: To determine the amount of horizontal and vertical distortion of panoramic radiograph, by comparing the horizontal and vertical measurements on panoramic radiographs with those on the real object, which was the cranium.
Methods: The samples of this study were 7 cranium with a length of 2 mm gutta percha as markers, panoramic radiograph was taken from each sample 4 times. Measurements on a panoramic radiograph using Digora for Windows 2.1 R1 Tuusula Finland software.
Results: The horizontal buccal labial HB measurements shows that there were significant differences p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Syafina Fithri Fakhirah
"Latar Belakang: Berkurangnya kepadatan tulang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia dan jenis kelamin dan memiliki pengaruh terhadap perawatan kedokteran gigi. Radiograf panoramik digital dapat menjadi salah satu cara untuk memperkirakan penurunan densitas radiografik tulang.
Tujuan: Memperoleh nilai rerata densitas radiografik tulang kortikal tepi bawah mandibula pada individu pria dan wanita yang berusia 20 – 60 tahun di RSKGM FKG UI dari radiograf panoramik digital.
Metode: Menggunakan studi potong lintang dengan 300 sampel radiograf panoramik digital yang terbagi menjadi 150 sampel wanita dan 150 sampel pria dan dikategorikan berdasarkan kelompok usia berjumlah 75 sampel untuk setiap kelompok usia. Rerata densitas radiografik diperoleh di region of interest tulang kortikal tepi bawah mandibula menggunakan software I-Dixel Morita.
Hasil: Hasil analisis statistik menunjukkan nilai rerata densitas radiografik tulang pada kelompok wanita sebesar 92,80 sedangkan pada kelompok pria sebesar 97,46. Berdasarkan kelompok usia, kelompok usia 31- 40 memiliki rerata densitas radiografik paling besar yaitu 101,99 sedangkan nilai terendah pada kelompok usia 51-60 sebesar 86,43.
Kesimpulan: Rerata densitas radiografik tulang kortikal tepi bawah mandibula pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita serta terus mengalami peningkatan dari usia 20 tahun dan mulai mengalami penurunan di usia lebih dari 40 tahun.

Background: Reduced bone density can be influenced by several factors such as age and gender and has an influence on dental treatment. Digital panoramic radiographs can be used to estimate decreased bone density.
Objective: To obtain the radiographic mean density of cortical bone at the inferior border of the mandible in male and female aged 20-60 years at RSKGM FKG UI using digital panoramic radiographs.
Methods: A cross-sectional study with 300 digital panoramic radiograph samples divided into 150 female and 150 male samples and categorized by age group into 75 samples for each age group. The mean radiographic density was obtained in the region of interest of the cortical bone at the inferior border of the mandible using the I-Dixel Morita software.
Results: the results of statistical analysis showed that the mean radiographic bone density in the female group is 92.80 while in the male group it is 97.46. Based on the age group, the 31-40 age group had the highest mean radiographic density which is 101.99, while the lowest value was in the 51-60 age group which is 86.43.
Conclusion: The mean radiographic density of cortical bone at the inferior border of the mandible in men is higher than in women and continues to increase from the age of 20 and begins to decrease at the age of more than 40 years.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Nandita Dewana
"Latar Belakang : Anomali gigi dapat menyebabkan berbagai masalah fungsional seperti, maloklusi, meningkatkan resiko karies, dan mengganggu estetika. Tingkat kejadian anomali gigi di Indonesia, masih belum banyak diteliti. Berdasarkan hal tersebut, maka penting untuk melakukan identifikasi untuk memperoleh data frekuensi distribusi anomali gigi pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Tujuan : Mendapatkan data frekuensi distribusi anomali gigi berdasarkan usia dan jenis kelamin pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Metode : Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan total sampel 367 radiograf panoramik. Radiograf dievaluasi dan diinterpretasi oleh dua orang observer untuk mengidentifikasi anomali gigi sesuai klasifikasi berdasarkan anomali jumlah (gigi supernumerari), ukuran (makrodonsia dan mikrodonsia), erupsi (transposisi), serta morfologi (fusi, concrescence, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, dan congenital sifilis). Data usia, jenis kelamin, dan hasil interpretasi radiograf panoramik dicatat. Selanjutnya, dilakukan uji reliabilitas menggunakan uji Kappa untuk data kategorik dan uji ICC untuk data numerik. Hasil : Dari total sampel 367 radiograf pada rentang usia 6-79 tahun ditemukan 133 (36,2%) radiograf panoramik dengan anomali gigi, sebanyak 1-4 kasus pada setiap radiograf. Jumlah seluruh anomali gigi yang ditemukan adalah 395 kasus. Anomali gigi terbanyak ditemukan pada rentang usia 16-25 tahun. Berdasarkan klasifikasi, frekuensi distribusi anomali gigi yang ditemukan, secara berurutan yaitu anomali morfologi (63,15%), ukuran (32,33%), jumlah (18,05%), dan erupsi (7,52%). Jenis anomali morfologi gigi yang paling banyak ditemukan adalah dilaserasi (33,83%), anomali ukuran adalah mikrodonsia (32,05%), dan anomali jumlah adalah gigi supernumerari (23,64%). Berdasarkan jenis kelamin, frekuensi distribusi anomali gigi ditemukan lebih banyak pada laki-laki (45,83%) dibanding perempuan (31,87%). Anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada laki-laki adalah gigi supernumerari, concrescence, dens invaginatus dan enamel pearl. Sedangkan, anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada perempuan adalah makrodonsia, mikrodonsia, transposisi, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), dan talon cusp. Kesimpulan : Prevalensi anomali gigi pada radiograf panoramik yang ditemukan pada penelitian ini cukup tinggi. Proporsi anomali gigi lebih tinggi ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Background : Dental anomalies can affect various functional problems such as, malocclusion, increase the risk of caries, and aesthetics problem. Incidence rate of dental anomalies in Indonesia has not yet been widely studied. Based on this, it is important to identification to get data frequency distribution of dental anomalies on panoramic radiographs at RSKGM FKG UI. Objective : To get data frequency distribution of dental anomalies based on age and gender in panoramic radiograph at RSKGM FKG UI. Method : This study is a cross-sectional study with total sample 367 panoramic radiographs. Radiographs were evaluated and interpreted by two observers to identify dental anomalies according to classification anomaly by number (supernumerary teeth), size (macrodontia and microdontia), eruption (transposition), and morphology (fusion, concrescence, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, and congenital syphilis). Data on age, gender, and interpretation of panoramic radiographs result were recorded. Reliability test were performed using Kappa test for categoric data and ICC test for numeric data. Result : From a total sample of 367 radiographs in the age range 6-79 years, 133 (36.2%) panoramic radiographs with dental anomalies were found, 1-4 cases in each radiograph. The total of all dental anomalies in were 395 cases. Based on classification, frequency distribution of dental anomalies found, respectively, are anomaly of morphology (63,15%), size (32,33%), number (18,05%), and eruption (7,52%). The most common type of anomaly of morphology was dilaceration (33,83%), anomaly of number was microdontia (32,05%), and anomaly of number was supernumerary tooth (23,64%). Based on gender, frequency distribution of dental anomalies were found higher 45,83% in male than 31,87% in female. The most common dental anomalies found in men are supernumerary tooth, concrescence, dens invaginatus and enamel pearl. Meanwhile, the most common dental anomalies found in women are macrodontia, microdontia, transposition, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), and talon cusp. Conclusions : The prevalence of dental anomalies on panoramic radiographs found in this study is quite high. A higher proportion of dental anomalies was found in men than women."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Gina Andriana
"Latar belakang: Prevalensi penyakit osteoporosis di Indonesia tergolong cukup tinggi seiring bertambahnya usia. Berdasarkan hasil Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (InfoDATIN 2015) mengenai penyakit osteoporosis di Indonesia, tertera bahwa proporsi penderita osteoporosis berusia lebih dari 50 tahun pada wanita mencapai 32,3% dan 28,8% pada pria. Usia lanjut sangat jelas dapat dijadikan sebagai faktor risiko terhadap terjadinya osteoporosis. Didukung pula dengan minimnya pola hidup sehat baik itu olahraga maupun asupan nutrisi tulang dari konsumsi susu masyarakat Indonesia. Hal ini memicu terjadinya porositas bahkan hingga fraktur dini terhadap tulang yang dapat dicegah salah satunya melalui metode deteksi dini Panoramic Mandibular Index (PMI).
Tujuan: Memperoleh data rerata rasio ketebalan tulang kortikal pada subjek wanita usia 31-75 tahun secara radiografis pada panoramik berdasarkan metode PMI.
Metode: Pengukuran PMI menggunakan sampel radiograf panoramik wanita sebanyak 225. Dibagi menjadi tiga kategori dengan interval 15 tahun, yaitu kategori 1 dengan rentang usia 31-45 tahun, kategori 2 yaitu 46-60 tahun, dan kategori 3 yaitu 61-75 tahun. PMI diukur berdasarkan rasio ketebalan kortikal mandibula terhadap jarak antara margin superior atau inferior foramen mental dan margin inferior dari korteks mandibula.
Hasil: Diperoleh rerata dan standar deviasi pada kategori 1 sebesar 0,30±0,032, kategori 2 sebesar 0,28±0,042, dan kategori 3 sebesar 0,24±0,063. Berdasarkan hasil analisis Uji ANOVA, didapatkan perbedaan signifikan antar kategori (p<0,05). Selain itu, berdasarkan hasil pengukuran yang didapatkan, secara statistik pengukuran PMI menunjukkan penurunan seiring dengan pertambahan usia dalam interval usia 15 tahun.
Kesimpulan: Nilai PMI menurun seiring dengan pertambahan usia dan secara statistik terdapat perbedaan bermakna diantara kategori usia.

Background: Prevalence of osteoporosis in Indonesia is quite high with age. Based on the results of Information from Ministry of Health of the Republic of Indonesia (InfoDATIN 2015) regarding the conditions of osteoporosis in Indonesia, it was stated that the proportion of osteoporosis patients aged more than 50 years in women reached 32.3% and 28.8% in men. Old age can clearly be used as a risk factor for osteoporosis. Also supported by the lack of a healthy lifestyle such as physical exercise and bone nutrition intake from milk consumption of Indonesian people. This certainly will trigger the occurrence of porosity even to the early fracture of bone, which one of them can be prevented through the early detection method of the Panoramic Mandibular Index (PMI).
Objective: To obtain data on mean cortical bone thickness ratio in female subjects aged 31-75 years radiographically on panoramic based on the PMI method.
Method: A total of 225 female panoramic radiograph samples were selected and divided into three categories with 15-year intervals, namely category 1 with an age range of 31-45 years, category 2 is 46-60 years, and category 3 is 61-75 years. PMI is measured based on the ratio of the mandibular cortical thickness to the distance between the superior or inferior margins of the mental foramen and the inferior margins of the mandibular cortex.
Results: The mean and standard deviation obtained in category 1 was 0.30±0.032, category 2 was 0.28±0.042, and category 3 was 0.24±0.063. Based on the one-way ANOVA analysis test result, there were significant differences between categories p<0.05. In addition, based on the results of measurements obtained, statistically PMI measurements show a decrease with age in the 15 year age interval.
Conclusion: PMI values ​​decrease with age and statistically there are significant differences between age categories."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devia Tasya Rachmadiani
"Latar Belakang: Tulang mandibula merupakan tulang terkuat pada tengkorak yang mengalami perubahan sesuai usia. Pengukuran mandibula banyak dijadikan parameter terkait tumbuh kembang yang bermanfaat untuk berbagai bidang ilmu kedokteran gigi termasuk ortodonsi dan forensik.
Tujuan: Mengetahui nilai pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik sebagai data dasar untuk estimasi usia rentang 14-35 tahun dan 50-70 tahun.
Metode: Pengukuran parameter mandibula pada 200 sampel radiograf panoramik digital usia 14-35 tahun dan 50-70 tahun.
Hasil: Pengukuran parameter mandibula terhadap usia tidak berbeda bermakna secara statistik, namun cenderung mengalami peningkatan atau penurunan sesuai perubahan usia.
Kesimpulan: Pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik usia 14-35 tahun dan 50-70 belum dapat digunakan sebagai data dasar untuk estimasi usia.

Background: Mandible is the strongest bone in skull and experience change with age. Mandibular parameters measurements are often used in relation with growth and development that are useful in dentistry including in orthodontics and forensic dentistry.
Objective: To obtain the mandibular parameters value through panoramic radiograph as basic data in age estimation of 14 35 and 50 70 years old subjects.
Method: Measurement of mandibular parameters on digital panoramic radiograph of 200 subjects at age 14 35 years and 50 70 years old.
Results: The measurement of mandibular parameters are not statistically significant but tend to change according to age.
Conclusion: Measurement of mandibular parameters in panoramic radiograph cannot be used as basic data for age estimation in 14 35 years old and 50 70 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki
"ABSTRAK
Mandibula merupakan salah satu tulang yang penting dalam Forensik Odontologi untuk estimasi jenis kelamin. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbedaan sudut gonion, jarak inferior foramen mentalis, dan tinggi ramus mandibula pada pria dan wanita. Metode penelitian dilakukan analisis radiomorfometri pada 200 radiograf panoramik. Hasil penelitian menunjukkan besar sudut gonion pria 121.8 , wanita 125.5 , jarak inferior foramen mentalis pria 14.73 mm, wanita 13.35 mm, tinggi ramus mandibular pria 56.82 mm, wanita 51.37 mm. Tingkat akurasi persamaan regresi ketiga variabel sebesar 83.5 . Kesimpulan, adanya perbedaan signifikan besar sudut gonion, foramen mentalis, dan tinggi ramus mandibular pada pria dan wanita
ABSTRACT
Mandibular bone has important role for sex determination in Odontology Forensic investigations. The aim of this research is to analyze gonial angle, mental foramen, and mandibular ramus height. Radiomorphometric analysis was performed in this research on 200 panoramic radiographs. Result of this research demonstrate gonion angle in men are 121.8 whereas 125.5 in women, inferior distance of mental foramen in men are 14.73 mm and 13.35 mm in women, mandibular ramus height in men are 56.82 mm and women are 51.37 mm. Regression equation of three variables has 83.5 accuracy. Conclusion, there is significant difference between male and female for gonial angle, mental foramen, and mandibular ramus height. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Ariefah Santri
"Latar Belakang: Estimasi usia secara radiografis merupakan prosedur yang penting
dan bersifat noninvasif untuk mengidentifikasi individu pada bencana massal maupun
kondisi yang membutuhkan pembuktian hukum. Metode atlas dan metode skoring
adalah metode estimasi usia secara radiografis yang dapat digunakan pada rentang usia
5-17 tahun. Atlas Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Populasi Indonesia merupakan
metode atlas yang baru dikembangkan di Indonesia. Sedangkan metode Nolla
merupakan metode skoring yang umum digunakan secara global. Tujuan: Untuk
mengetahui perbandingan estimasi usia 5-17 tahun antara Atlas Pertumbuhan
Perkembangan Gigi Populasi Indonesia dan Metode Nolla pada radiograf panoramik.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional (potong lintang) yang
didahului uji reliabilitas oleh 2 orang. Penelitian ini membandingkan hasil estimasi usia
antara Atlas Pertumbuhan dan Perkembangan Populasi Indonesia dan metode Nolla
menggunakan 97 sampel radiograf panoramik digital dari rekam medik pasien berusia
5-17 tahun di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut FKG UI. Hasil: Hasil uji komparatif
Wilcoxon menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik (nilai p = 0,192)
antara usia kronologis dan estimasi usia menggunakan Atlas Pertumbuhan dan
Perkembangan Gigi Populasi Indonesia, sedangkan pada estimasi usia menggunakan
metode Nolla terdapat perbedaan bermakna secara statistik (nilai p = 0,000). Secara
berurutan mean 95% CI usia kronologis 10,48 (9,78 - 11,19), estimasi usia menggunakan
Atlas Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Populasi Indonesia 10,40 (9,70 - 11,10),
dan estimasi usia menggunakan metode Nolla 9,64 (9,01 - 10,27). Selisih estimasi usia
Atlas Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Populasi Indonesia terhadap usia
kronologis adalah 0,08 - 0,09 tahun lebih rendah. Sedangkan selisih metode Nolla
terhadap usia kronologis 5-17 tahun adalah 0,77 - 0,92 tahun lebih rendah. Kesimpulan:
Penggunaan Atlas Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Populasi Indonesia lebih
disarankan karena menggunakan tahapan yang lebih sederhana dan selisihnya terhadap
usia kronologis lebih kecil dibandingkan dengan metode Nolla.

Background: Age estimation using radiograph is an important and non-invasive way to
identify a person in mass disasters or legal procedures. The radiographic methods that
can be used at age 5-17 years are atlas method and scoring method. The Atlas of Dental
Development in the Indonesian Population is a newly developed atlas method in
Indonesia. While the Nolla method is a globally used scoring method. Objective: To
compare the estimated age of 5-17 years between the Atlas of Dental Development in
the Indonesian Population and Nolla Method on panoramic radiographs. Methods: This
study is a cross-sectional study that is preceded by reliability test between two
observers. It compares estimated age between the Atlas of Dental Development in the
Indonesian Population and Nolla method using 97 samples of digital panoramic
radiographs from medical records of patients aged 5-17 years at Rumah Sakit Gigi dan
Mulut FKG UI. Results: Wilcoxon comparative test showed no statistically significant
difference (p-value = 0.192) between chronological age and estimated age using the
Atlas of Dental Development in the Indonesian Population, while in Nolla method there
is a statistically significant difference (p-value = 0.000). Mean 95% CI in chronological
age, estimated age of Atlas of Dental Development in the Indonesian Population, and
estimated age of Nolla method are [9,78 - 11,19], [9,70 - 11,10], and [9,01 - 10,27]
respectively. The difference between the estimated age of the Atlas of Dental
Development in the Indonesian Population and chronological age is 0.08 - 0.09 years
lower. Meanwhile, the difference between the Nolla method and the chronological age
is 0.77 - 0.92 years lower. Conclusion: The use of the Atlas of Dental Development in
the Indonesian Population is recommended because it allows more accurate age
estimates than Nolla's method
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Winaya
"Latar Belakang: Kondisi edentulus umumnya menjadi dominan pada usia ≥65 tahun. Prevalensi edentulus parsial sendiri di Indonesia mencapai 79,8%. Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya temuan radiografik yang cukup tinggi pada radiograf panoramik pasien edentulus yang sehat. Temuan-temuan tersebut berdampak penting pada rencana perawatan prostodontik, terutama perawatan implant-supported prosthesis. Salah satu penyakit yang dijumpai pada usia pengguna gigi tiruan adalah osteoporosis. Hal tersebut menjadi perhatian khusus karena osteoporosis merupakan faktor risiko yang mempercepat penurunan residual ridge. Berdasarkan hal tersebut dan dengan sedikitnya penelitian yang menggunakan sampel edentulus parsial, maka diperlukan data untuk mengetahui frekuensi distribusi temuan insidental pada radiograf panoramik pasien edentulus parsial. Tujuan: Mengetahui frekuensi distribusi temuan insidental pada radiograf panoramik pasien edentulus parsial. Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan menggunakan 385 sampel radiograf panoramik pasien edentulus parsial di RSKGM FKG UI. Radiograf dievaluasi dan diinterpretasi menggunakan i-Dixel Morita dan viewer box untuk mengetahui adanya temuan insidental, seperti gigi impaksi, sisa akar gigi, foreign bodies, lesi radiolusen/mixed/radiopak, atrofi maksila, dan lebar korteks tepi bawah mandibula (<3,0 mm). Data usia, jenis kelamin, dan hasil interpretasi radiograf panoramik dicatat dalam Microsoft Excel. Uji reliabilitas dilakukan menggunakan uji Gwet AC1, Kappa, dan ICC. Hasil: Prevalensi adanya minimal satu temuan insidental pada radiograf panoramik pasien edentulus parsial yang tidak memiliki keluhan/memiliki keluhan di luar temuan insidental, yakni 71,95% (277 radiograf). Total seluruh temuan insidental pada 277 radiograf adalah 549. Secara temuan insidental, urutan temuan insidental dari yang paling banyak hingga paling sedikit, yaitu lebar korteks tepi bawah mandibula (<3,0 mm), lesi radiolusen/mixed/radiopak, atrofi maksila, gigi impaksi, sisa akar gigi, dan foreign bodies. Rata-rata lebar korteks tepi bawah mandibula menurun seiring dengan bertambahnya usia dan lebih rendah pada perempuan, dengan rata-rata total lebar korteks tepi bawah mandibula adalah 3,12 mm. Kesimpulan: Prevalensi adanya minimal satu temuan insidental pada radiograf panoramik pasien edentulus parsial yang tidak memiliki keluhan/memiliki keluhan di luar temuan insidental cukup tinggi. Hal tersebut dapat menjadi peringatan bagi klinisi untuk dapat lebih lengkap dan berhati-hati dalam melakukan pemeriksaan, khususnya pada pasien edentulus parsial.

Background: The edentulous condition generally becomes dominant at the age of ≥65 years. The prevalence of partial edentulous in Indonesia reaches 79.8%. Several studies have demonstrated high radiographic findings on panoramic radiographs of healthy edentulous patients. These findings have an important impact on prosthodontic treatment planning, especially the treatment of implant-supported prostheses. One of the diseases found at the age of denture wearers is osteoporosis. This is of particular concern because osteoporosis is a risk factor that accelerates the reduction of the residual ridge. Based on these and with the small number of studies using partial edentulous samples, data is needed to determine the frequency distribution of incidental findings on panoramic radiographs of partial edentulous patients. Objective: To determine the frequency distribution of incidental findings on panoramic radiographs of partial edentulous patients. Method: This study is a cross-sectional study using 385 panoramic radiographs of partial edentulous patients at RSKGM FKG UI. Radiographs were evaluated and interpreted using the i-Dixel Morita and viewer box for any incidental findings, such as impacted teeth, retained root teeth, foreign bodies, radiolucent/mixed/radiopaque lesions, maxillary atrophy, and mandibular cortical width (<3,0 mm). Data on age, sex, and interpretation of panoramic radiographs were recorded in Microsoft Excel. The reliability test was carried out using the Gwet AC1, Kappa, and ICC tests. Result: The prevalence of having at least one incidental finding on panoramic radiographs of partial edentulous patients who had no complaints/had complaints other than incidental findings is 71.95% (277 radiographs). The total of all incidental findings on 277 radiographs is 549. In terms of incidental findings, the order of incidental findings from most to least, namely mandibular cortical width (<3,0 mm), radiolucent/mixed/radiopaque lesions, maxillary atrophy, impacted teeth, retained root teeth, and foreign bodies. The mean mandibular cortical width decreased with age and is lower in females, with the average total of mandibular cortical width is 3.12 mm. Conclusion: The prevalence of at least one incidental finding on panoramic radiographs of partial edentulous patients who have no complaints/have complaints other than incidental findings is quite high. This can be a warning for clinicians to be more complete and careful in conducting examinations, especially in partial edentulous patients."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>