Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Bencana tsunami membuka lembaran baru Pangandaran yang kumuh keindahan dan suasana lingkungan pantai yng indah perlu dikembalikan lagi dengan rencanan pengembangan yang lebih baik....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andrian Achmad
"Udang vaname merupakan komoditas unggulan dalam perikanan budidaya yang terus meningkat permintaannya. Budidaya udang vaname di Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran dilakukan dengan teknologi semi-intensif, penerapan teknologi ini tidak berkelanjutan karena kurangnya fasilitas pendukung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek fisik dan kualitas produksi serta status keberlanjutan juga menentukan strategi prioritas pengelolaan budidaya udang vaname yang berkelanjutan. Analisa status keberlanjutan dilakukan dengan survei dan wawancara dengan pembudidaya selanjutnya diolah dengan metode RAPFISH (The Rapid Appraisal of The Status Fisheries), untuk aspek fisik pengukuran kualitas air dilakukan secara in situ dan pengujian di laboratorium dengan parameter yang diukur yaitu suhu, salinitas, DO, pH, nitrit dan amoniak. Sedangkan penyusunan program prioritas diolah dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) menggunakan perangkat lunak Expert Choice. Hasil penelitian nilai parameter kualitas air untuk suhu, salinitas, pH, DO dan nitrit serta kualitas udang sesuai dengan nilai standar, tetapi parameter amoniak jauh dari batas normal. Tingkat keberlanjutan multidimensi pengelolaan budidaya udang vaname di Desa Batukaras memiliki indeks keberkelanjutan sebesar 60,00 yang berarti cukup berkelanjutan. Pilihan program prioritas utama untuk keberlanjutan budidaya udang vaname yaitu program rehabilitasi infrastruktur kawasan tambak dengan nilai rasio kepentingan sebesar 0,29.

Vaname shrimp is a superior commodity in aquaculture which continues to increase in demand. The farming of vaname shrimp in Batukaras Village, Cijulang Subdistrict, Pangandaran Regency is carried out with semi-intensive technology, the application of this technology is not sustainable due to lack of supporting facilities. This study aims to analyze the physical aspects and the quality of production and the sustainability status also determine the priority strategy for sustainable management of vaname shrimp. Analysis of sustainability status is carried out by surveys and interviews with farmers then processed using the RAPFISH method (The Rapid Appraisal of The Status Fisheries), for physical aspects measurement of water quality is carried out in situ and testing in the laboratory with measured parameters, namely temperature, salinity, DO, pH, nitrite and ammonia. While the preparation of priority programs is processed using the AHP (Analytical Hierarchy Process) method using Expert Choice software. The results of the research are water quality parameter values for temperature, salinity, pH, DO and nitrite and the quality of shrimp according to standard values, but ammonia parameters are far from normal limits. The multidimensional sustainability level of vaname shrimp management in Batukaras Village has a sustainability index of 60.00 which means it is quite sustainable. The choice of the main priority program for the sustainability of vaname shrimp cultivation is the rehabilitation program for fishpond infrastructure with a value ratio of 0.29."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T54859
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Wahyuni
"Kabupaten Pangandaran terletak di Provinsi Jawa Barat dan berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah sehingga terdapat percampuran bahasa, yaitu bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Berdasarkan hal itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan variasi bahasa di Kabupaten Pangandaran. Penelitian ini juga menjelaskan batas bahasa dan sentuh bahasa yang terjadi di Kabupaten Pangandaran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Data penelitian ini berupa 317 kata yang terdiri atas kosakata swadesh dan kosakata budaya dasar menurut medan makna yang digunakan di Kabupaten Pangandaran. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan dialektologi dan sosiolinguistik. Hasil penelitian ini meliputi (1) peta bahasa terbanyak ada pada kelompok dua etima yang menunjukkan bahwa di Kabupaten Pangandaran terdapat dua variasi bahasa, yaitu bahasa Sunda dan bahasa Jawa; (2) daerah pakai bahasa Sunda tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten Pangandaran, sedangkan daerah pakai bahasa Jawa hanya tersebar di lima daerah; dan (3) sentuh bahasa yang terjadi di Kabupaten Pangandaran termasuk dalam kategori casual contact. Casual contact itu menyebabkan adanya beberapa bahasa Sunda yang dipinjam oleh bahasa Jawa, begitu pula sebaliknya. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa penutur bahasa Sunda belum tentu dapat berbahasa Jawa, sedangkan penutur bahasa Jawa biasanya dapat berbahasa Sunda.

Pangandaran Regency is located in West Java Province and borders Central Java Province so that there is a mixture of languages, Sundanese and Javanese. Based on that, this study aims to explain language variation in Pangandaran Regency. This research also explains the language boundaries and language contact that occur in Pangandaran Regency. The methods used in this research are qualitative and quantitative methods. The data of this study are 317 vocabularies consisting of swadesh vocabulary and basic cultural vocabulary according to the meaning field used in Pangandaran Regency. The approaches used in this research are dialectology and sociolinguistic approaches. The results of this study include (1) the largest language map is in the two etymes group which shows that in Pangandaran Regency there are two language variations, Sundanese and Javanese; (2) Sundanese is spoken in almost all areas of Pangandaran Regency, while Javanese is only spoken in five areas; and (3) language contact that occurs in Pangandaran Regency is included in the casual contact category. Casual contact causes some Sundanese to be borrowed by Javanese, and vice versa. The findings in the field show that Sundanese speakers are not necessarily able to speak Javanese, while Javanese speakers can usually speak Sundanese."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Alif Abhinaya
"Kabupaten Pangandaran merupakan satu dari 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Potensi terbesar pariwisata yang dimiliki Kabupaten Pangandaran adalah wisata alam baik objek wisata pantai maupun sungai. Objek wisata di Kabupaten Pangandaran yang bervariasi memicu terbentuknya pola pergerakan wisatawan. Namun, dari banyaknya objek wisata yang ada di Kabupaten Pangandaran, kunjungan wisatawan hanya terkonsentrasi di beberapa wisata saja. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pola pergerakan wisatawan dan hubungannya dengan faktor pengaruhnya yaitu motivasi wisatawan, pengalaman berkunjung, aksesibilitas, dan daya tarik wisata. Analisis yang digunakan adalah analisis keruangan dan analisis statistik menggunakan metode crosstab. Hasil didapatkan bahwa di Kabupaten Pangandaran terbentuk empat jenis pola pergerakan wisatawan yaitu single point, base site, stopover, dan chaining loop. Pola pergerakan chaining loop merupakan yang paling banyak terbentuk sedangkan pola pergerakan single point yang paling sedikit. Dari hasil pengolahan dan analisis data, motivasi wisatawan, pengalaman berkunjung, aksesibilitas, dan daya tarik wisata memiliki hubungan dengan pola pergerakan wisatawan yang terbentuk di Kabupaten Pangandaran.

Pangandaran Regency is one of the 88 National Strategic Tourism Areas (KSPN) located in West Java Province. The greatest tourism potential of Pangandaran Regency lies in it’s natural attractions, including both beach and river tourism destinations. The diverse range of tourist attractions in Pangandaran Regency has led to the formation of various tourist movement patterns. However, despite the numerous tourist attractions available in Pangandaran Regency, tourist visits are only concentrated in a few specific destinations. This research aims to examine the patterns of tourist movement and their relationship with influencing factors, namely tourist motivation, visiting experience, accessibility, and tourist attractions. The analysis employed spatial analysis and statistical analysis using the crosstab method. The results revealed that four types of tourist movement patterns were formed in Pangandaran Regency: single point, base site, stopover, and chaining loop. The chaining loop movement pattern was the most commonly observed, while the single point pattern was the least frequent. From the data processing and analysis, it was found that tourist motivation, visiting experience, accessibility, and tourist attractions are related to the formation of tourist movement patterns in Pangandaran Regency."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sudibjo
"ABSTRAK
Hal yang mendasari penelitian ini bahwa secara holistik, pertambahan penduduk dan aktivitas manusia telah mendorong menurunnya kualitas lingkungan. Laju pertambahan penduduk merupakan masalah pokok dalam perkembangan permukiman yang menuntut peningkatan kebutuhan akan tersedianya air bersih sebagai sumber kehidupan. Sedangkan perumahan ataupun bangunan sebagai sarana untuk berlindung atau melakukan kegiatan lain. Di samping itu perilaku masyarakat juga ikut menentukan terhadap kualitas lingkungan.
Perkembangan permukiman menunjukkan bahwa antara luasan bangunan dan liputan bangunan (building coverage) sebagai permukiman tidak sebanding dengan kemampuan ketersediaan air bersih dalam mensuplai akan kebutuhan yang diperlukan.
Sejauh ini kawasan pariwisata pantai Pangandaran dalam perkembangannya mempunyai potensi untuk dapat menarik wisatawan dan pertambahan penduduk. Daya tarik lingkungan pantai kawasan pariwisata ini cenderung dieksploitasi secara berlebihan (over exploited) bila tidak dikendalikan secara terencana dan hati-hati. Indikasi adanya eksploitasi lingkungan secara tidak terencana terlihat dengan banyaknya pembangunan sarana akomodasi pariwisata. Implikasi dari kenyataan tersebut merupakan perlakuan terhadap keseimbangan ekologis tata air menjadi tidak terkontrol.
Oleh karena itu, perkembangan permukiman daerah Pangandaran merupakan konsekuensi logis dari pembangunan. Perkembangan permukiman kawasan Pangandaran akan cenderung mengarah kepada skala kota sebagai tantangan dan permasalahan pembangunan.
Dari uraian tersebut timbul suatu permasalahan, khususnya berkaitan dengan informasi tentang daya dukung air tanah serta penataan permukiman di samping kondisi perilaku masyarakatnya. Oleh karena itu diperlukan suatu penilaian terhadap kuantitas dan kualitas air tanah. Selanjutnya mengkonversikan ' kuantitas air tanah terhadap kebutuhan ruang dari jumlah penduduk, dan bagaimana hubungannya kondisi air tanah dengan perilaku masyarakat.
Tujuan penelitian adalah: 1) untuk mengetahui daya dukung dalam hal kuantitas dan kualitas air tanah; 2) untuk mengukur kebutuhan ruang, dalam hal ini jumlah luas bangunan berdasarkan kuantitas air tanah; 3) untuk mengidentifikasi perilaku masyarakat dalam pelestarian lingkungan air tanah.
Jenis data yang diperlukan adalah data fisik dan data sosial. Data fisik untuk kuantitas air tanah dilakukan dengan uji pemompaan atau pemulihan Theis (Theis Recovery) dengan menggunakan alat Automatic Water Level Recorded (AWLR) dan pengeboran dengan Auger Hole. vntuk kualitas air tanah dilakukan analisis laboratorium. Data sosial dilakukan dengan random sampling. Besarnya sampel adalah sebesar 225 responden. Adapun populasi diambil dari proporsi 3 (tiga) registrasi desa yang merupakan kawasan pariwisata yaitu Desa Pangandaran, Desa Pananjung, dan Desa Babakan. Dalam analisis data sosial, untuk melihat adanya korelasi antara kondisi air tanah dengan perilaku masyarakat digunakan metode regresi berganda.
Kesimpulan umum hasil penelitian ini adalah; kawasan pariwisata Pangandaran saat ini masih terjaga kondisi lingkungan air tanahnya, walaupun tingkat kesadaran masyarakatnya terhadap lingkungan relatif masih rendah. Namun demikian pada tahun mendatang ± 2018 perlu diantisipasi kondisi air tanahnya, dengan memperhatikan tingkat kedatangan wisatawan dan pertumbuhan penduduk yang mungkin terjadi.
Secara parsial dapat disimpulkan bahwa: 1) Kawasan pariwisata pantai Pangandaran menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe A. Dengan kata lain, daerah penelitian tidak pernah terjadi periode bulan kering; 2) Klasifikasi nilai infiltrasi 80,4 mm/jam, menurut Richard dan Cossens > 53 mm/jam (tingkat infiltrasi sangat tinggi) daerah penelitian merupakan daerah umpan (recharge area) yang sangat baik; 3) Umpan air tanah yang berasal dari air hujan sebesar 4.304.995 m3/tahun. Selain dari air hujan, air tanah daerah penelitian berasal dari daerah di atasnya; 4) Pengukuran air tanah dengan metode pemulihan Theis (Theis Recovery Method) dan metode lobang pengeboran (Auger Hole Method) menghasilkan debit air tanah maksimum sebesar 57.693,40 m3/hari, sedangkan debit optimum sebesar 40.385,38 m3/hari. Adapun setiap Ha adalah sebesar 32,7 m3/hari; 5) Debit air tanah selama' kurun waktu 12 tahun terjadi penurunan setiap Ha sebesar 0,13 m3/hari; 6) Mengambil sampel wawancara dari penduduk sebesar 225 orang dapat dihasilkan pemakaian air per orang sebesar 115,65 1/hari. Adapun terhadap pengunjung dengan sampel sejumlah 25 orang atau 20% dari pengunjung rata-rata yang menginap per hari adalah sebesar 109,57 1/hari; 7) Berdasarkan debit air tanah optimal dan pemakaian air orang per hari dapat dihasilkan pengguna air tanah pada lokasi penelitian sebesar 349.112 orang; 8) Kualitas air tanah secara umum memenuhi syarat sebagai air minum. Masuknya air laut ke daratan (water intrusion) pada daerah penelitian dengan menggunakan metode Ghyben-Herzberg sampai saat ini belum terjadi. Semakin jauh dari pantai, semakin dalam posisi garis singgung antara air tanah tawar dengan air tanah asin (interface). Pada jarak 500 m dari pantai kedalaman interface berkisar 10 m, sehingga dapat dipastikan untuk tidak mengambil air tanah melebihi kedalaman 10 m pada jarak tersebut; 9) Dengan pengguna air tanah pada lokasi penelitian sejumlah 349.112 orang, dibutuhkan ruang untuk bangunan maksimum sebesar 29.674.520 m2. Sedang dengan liputan bangunan {Building Coverage) sebesar 40% di dapat jumlah lantai sejumlah 4 (empat) lantai dengan koefisien lantai bangunan (Floor Area Ratio/ FAR) sebesar 0,4 untuk bangunan perumahan permukiman dan 0,63 untuk bangunan hotel; 10) Perilaku masyarakat kawasan pariwisata Pangandaran dapat memperburuk kuantitas dan kualitas air tanah, dengan kata lain perkembangan permukiman di kawasan tersebut mampu mempengaruhi air tanah; 11) Sebagian besar kepedulian masyarakat di kawasan pariwisata Pangandaran terhadap lingkungan "relatif rendah". Hal ini terbukti bahwa hanya sebanyak 38% yang membuang sampah ditempat sampah sedang sisanya dengan cara lain. Adapun untuk limbah cair hanya 30% yang membuat septic tank dengan peresapan sedang sisanya dengan cara lain.

ABSTRACT
The basis of this research is that holistically the population increase and human activities have caused deterioration of the environment quality. The rate of population increase is a major problem in settlement development, which demand an increase in water availability as a means for protection and performing other activities. Besides, the community behavior also determines the environment quality.
The settlement development indicates that it is not balanced between building area and building coverage with ability to provide to clean water in order to supply the needs.
So, far, the tourism area of Pangandaran beach in its development has a potential to attract tourists and population increase. The tourism beach area attractiveness tend to be overexploited if it' is not controlled with a well planned and coutious activities. The indication that there is environment exploitation can be seen in various tourism accommodation facilities development.
The implication of the fact is a treatment of water system ecological equilibrium which is not control.
Therefore, the settlement development in Pangandaran area is a logical consequence of the development. The Pangandaran area settlement development tends toward a city scale as a challenge and development problem.
From the above description there is one problem, especially those related with information regarding the ground water support capability and settlement arrangement, beside the community behavior condition. Therefore, an appraisal of quality and quantity of ground water is needed. Then how to convert the ground water quality to demand for space due to population increase, what is the relationship between ground water condition and the community behavior.
The purpose of the research is 1) to recognize the support capability in terms of quantity and quality of, ground water; 2) to measure the demand for space, in this case the building area based on the ground water; 3) to identify the community behavior in conservation of the ground water environment. The type of data needed is physical data and social data. In order to obtain the physical data for the ground water quantity, a Theis Recovery pumping test is performed by using AWLR (Automatic Water Level Recorder) and boring with Auger Hole. In order to obtain the ground water quality a laboratories analysis is performed. 'The social data is obtained by random sampling. The number of sample is estimated around 225 respondents. While the population is taken proportionately from 3 registration villages which include in the tourism area that is Pangandaran, Pananjung and Babakan. In analysis of the social data in order to see the corelationship between the ground water condition and the community behavior we use a multiple regression method.
The general conclusion of the research is that : the ground water environment condition of Pangandaran tourism area currently is still well maintained, even though the community awareness toward the environment is still relatively low. However, in the next 2018 the ground water condition should be anticipated, by considering the tourists flow and the possible population increase.
Partially it can be concluded that: 1) The Tourism area of Pangandaran beach according to Schmidt and Ferguson includes in type A area. In other words, in the research area never happened a dry month period; 2) The infiltration value classification is 80.4 mm/hour, according to Richard and Cossens > 53 mm/hour (the infiltration rate is very high). The researched area is a very good recharge area. 3)' The recharge area which results from rainfall which is 4,304,995 m3/year. Beside the rainfall, the ground water of the researched area results from the above area; 4) The ground water measurement with Theis Recovery Method and Auger Hole Method produce the ground water discharge of maximum 57,693.40 m3/day, and so the optimum water discharge is 40,385.38 m3/day. While each hectare of the maximum water discharge is 32.7 m3/day; 5) The ground water discharge during the 12 years period decrease 0.13 m3/day for each Ha; 6) Having taken interview samples from 225 population the water consumption is 115.65 1/day. While sampling on 25 visitors or 20% of the average visitors that stay overnight, the water consumption is 109.57 1/day; 7) Based on optimum the ground water discharge and individual daily water consumption, the supporting capability is 349,112 people; 8) The ground water quality in general satisfies as drink water. The water intrusion from the sea in the researched area by using the Ghyben-Herzberg method until now has not occurred. The farther from the coast area, the deeper the position of the tangential point between the fresh ground water and the salt ground water (interface). At a distance of 500 m from the coast area, the interface is about 10 in, that it can be certain that it is not allowed to take the ground water at a distance greater than 10m; 9) With the supporting capability of 349,112 people, the space building needed is 29,674,520 m2. With Building Coverage 40% we found out the stories is 4 with Floor Area Ratio of 0.4 for housing building and 0.63 for hotel building; 10) The behavior of the community in the Pangandaran tourism area can deteriorate the quantity and quality of the ground water; 11) The concern of the people in the Pangandaran tourism area toward the environment is "relatively low". This turns out that only 38% of the people that pitch the garbage in its place while the rest pitch in other place. While for liquid waste is only 30% which make the septic tank including infiltration while the rest pitch in other ways.
Pages : xxiii Introduction, 141 Contents, 29 Tables, 9 Figures, 56 Appendics.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrias Steward Samusamu
"ABSTRAK
Penangkapan lobster di Pangandaran sudah berlangsung sejak tahun 1990-an. Perkembangan produksi lobster selama satu dasawarsa terakhir menunjukan kecenderung penurunan. Penurunan produksi lobster ini dapat dipengaruhi atau sebaliknya mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat dan kelembagaan pengelolaan lobster di wilayah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi sumber daya lobster di Pangandaran dan melihat hubungan antara kriteria pada masing-masing domain EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management), serta menganalisis solusi ideal sebagai alternatif pengelolaan sumber daya lobster di Pangandaran. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, dengan metode campuran kuantitatif dan kualitatif, serta analisis MSY (Maximum Sustainable Yield), AHP (Analytic Hierarchi Process) dan TOPSIS (Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution). Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai upaya penangkapan lobster di wilayah Pangandaran selama tahun 2008-2017 telah melebihi fMSY kurang lebih sebesar 67,94% sedangkan nilai rata-rata produksi lobster di wilayah ini hanya sebesar 9.031 kg atau kurang lebih 43,59% di bawah nilai MSY dengan nilai CPUE yang mengalami penurunan sebesar 31,75% antara tahun 2016 dan 2017 sehingga status potensi lobster di wilayah Pangandaran telah mengalami overfishing. Hubungan antara kriteria pada masing-masing domaian EAFM berdasarkan hasil pembobotan setiap kriteria menunjukan bahwa kriteria luas tutupan karang (C6) pada domain habitat dan ekosistem menempati urutan tertinggi (0,13239), setelah itu diikuti oleh kriteria JTB lobster (C1) pada domain sumber daya (0,09639) dan kriteria ukuran lobster (C3) pada domain sumber daya merupakan kriteria yang menempati urutan ketiga (0,09566). Sedangkan, hasil analisis yang terkait dengan solusi ideal untuk pengelolaan lobster di Pangandaran adalah sesuai dengan alternatif dioptimalkan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sumber daya lobster di Pangandaran telah mencapai overfishing sebagai akibat dari jumlah upaya penangkapan yang tinggi. Penurunan produksi ini turut dipengaruhi oleh penurunan luas tutupan karang yang adalah habitat lobster sehingga hal ini perlu mendapat perhatian atau, dengan kata lain perlu diprioritaskan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan sumber daya lobster di Pangandaran. Solusi ideal bagi pengelolaan lobster yang berkelanjutan di Pangandaran adalah pengelolaan lobster berdasarkan alternatif dioptimalkan.

ABSTRACT
The arrest of lobsters in Pangandaran has been going on since the 1990s. The development of lobster production over the past decade has shown a downward trend. This decrease in lobster production may be affected or otherwise affect the socio-economic life of the community and the institutional management of lobsters in the region. The purpose of this study was to analyze the potential of lobster resources in Pangandaran and to see the relationship between the criteria in each EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management) domain, and to analyze the ideal solution as an alternative to the management of lobster resources in Pangandaran. The approach used in this research is quantitative, with the method of quantitative and qualitative mix, and analysis of MSY (Maximum Sustainable Yield), AHP (Analytic Hierarchi Process) and TOPSIS (Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution). The results showed that the value of lobster catch effort in Pangandaran area during 2008-2017 has exceeded fMSY approximately 67.94% while the average value of lobster production in this region is only 9,031 kg or less 43,59% below value MSY with CPUE value decreasing 31,75% between 2016 and 2017 so that potency status of lobsters in Pangandaran area has been overfishing. The relationship between the criteria in each EAFM domain based on the weighting result of each criterion indicates that the criteria for coral cover (C6) extent in the highest domain and ecosystem habitats (0.13239), followed by JTB lobster (C1) criteria on resource domain (0.09639) and lobster size criterion (C3) on resource domain existing (0.09566). Meanwhile, the analysis results related to the ideal solution for lobster management in Pangandaran is in accordance with the optimized alternatives. The conclusion of this research is that the lobster resources in Pangandaran have reached overfishing as a result of the high number of fishing effort. The decline in production is done by coral habitats that are habitat for habitat lobsters that need attention or, in other words, need to be prioritized as resources in the management of lobster resources in Pangandaran. The ideal solution for existing lobster management in Pangandaran is optimized alternative lobster management."
2018
T50995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Ashuri
"Pantai Pangandaran yang berlokasi di Kabupaten Pangandaran merupakan salah satu destinasi wisata yang terkenal di Provinsi Jawa Barat dan destinasi wisata strategis nasional. Peningkatan jumlah wisatawan di Pantai Pangandaran belum disertai dengan pengelolaan persampahan yang baik menyebabkan penumpukan sampah pada saat musim puncak liburan sehingga terjadi penurunan estetika, ketidaknyamanan pengunjung, serta pencemaran lingkungan. Untuk itu perlu dikembangkan suatu sistem pengelolaan sampah untuk sampah wisata dan bawaan laut yang dihasilkan di Pantai Pangandaran. Dalam penelitian ini dilakukan suatu studi mengenai timbulan dan komposisi sampah wisata dan bawaan laut dimana hasilnya diharapkan dapat dijadikan dasar oleh stakeholder terkait dalam menentukan sistem pengelolaan maupun teknologi pengolahan sampah yang tepat untuk diterapkan di Pantai Pangandaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa timbulan sampah dari hotel di Pantai Pangandaran cenderung tinggi, salah satunya disebabkan oleh penggunaan kamar yang melebihi kapasitas. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sampah wisata banyak didominasi oleh sampah dapur dan sisa makanan (44,68%) serta sampah daun (13,48%). Kedua jenis sampah ini dapat diolah dengan baik dengan pengomposan maupun biodigester. Sementara sampah bawaan laut didominasi oleh sampah plastik (28,32%), batang kayu (25,15%), dan batok kelapa (27,33%). Reduksi sampah bawaan laut dapat dilakukan dengan cara menjual kembali sampah kepada bandar sampah. Selain itu, pengelolaan sampah bawaan laut tidak terlepas dari pengelolaan sampah daerah aliran sungai yang bermuara di pantai karena sampah bawaan laut banyak berasal dari darat."
Bandung: Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020
728 JUPKIM 15:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library