Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad S. Hanifa
"Selama berabad-abad, Kota Yerusalem menjadi ajang pertikaian yang seakan tiada akhirnya. Berbagai bangsa telah datang silih berganti menguasai kota tersebut. Hingga kini, Kota Yerusalem masih tetap menjadi ajang persengketaan antara Palestina dan Israel, dimana kedua negara sama-sama bermaksud menjadikan Kota Yerusalem sebagai ibukota masing-masing negara. Konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel bersumber pada dorongan nasionalisme. Semangat nasionalisme Bangsa Palestina dan Bangsa Yahudi mengalami benturan yang kemudian berkembang menjadi sualu konflik terbuka, dimana keduanya bercita-cita untuk mendirikan negara dan ibukota di atas wilayah yang sama. Hingga kini, telah dilakukan berbagai upaya penyelesaian yang melibatkan mediasi pihak ketiga untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Tujuan penelitian ini ialah untuk mempelajari latar belakang sejarah konflik antara Palestina dan Israel dalam persengketaan memperebutkan Kota Yerusalem, mengetahui kepentingan Palestina dan Israel terhadap Kota Yerusalem, serta mencoba memberikan solusi penyelesaian status Kota Yerusalem. Maka, dari permasalahan yang ada, pertanyaan penelitian ini ialah: Apa arti Kota Yerusalem bagi Palestina dan Israel?
Dari hasil penelitian yang diperoleh, kepentingan Palestina dan Israel terhadap Kota Yerusalem bukan semata hanya menyakut aspek politik, latar belakang sejarah, dan demografi, namun juga melibatkan aspek religius terhadap tempat-tempat suci yang ada di Kota tersebut. Solusi yang kiranya dapat diterapkan ialah dengan kembali merujuk pada Resolusi Majelis Umum PBB No. 181 tangga] 29 November 1947, mengenai status khusus bagi Kota Yerusalem (corpus separatum) di bawah pengawasan pemerintahan internasional. Palestina dan Israel diikutsertakan dalam status sebagi pengontrol, serta komposisi yang terdapat dalam pemerintahan internasional tersebut benar-benar dapat mewakili kepentingan dari kedua pihak yang bersengeketa.
Namun apabila dilihat pada kenyataannya, terdapat aksi klaim sepihak oleh Bangsa Yahudi atas wilayah Palestina dan Kota Yerusalem. Apapun bentuk dan alasannya, tindakan pengambilalihan serta pendudukan suata wilayah suatu bangsa secara paksa tidaklah dapat dibenarkan. Tindakan tersebut jelas melanggar prinsi-prinsip kemanusiaan serta melecehkan harkat dan martabat bangsa yang mendiami wilayah tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T2469
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Nabila
"This study discusses the jurisdiction of International Criminal Court, as the permanent criminal court whose jurisdiction covers international criminal acts, with regard to the conflict between Palestine and Israel in Gaza Strip. Palestine and Israel are often involved in a conflict in Gaza Strip, most notably in 2009 and 2012. The aftermath of the two conflicts suggested several indications of internatioanl criminal acts conducted by two States, however no measures have been taken thus far in response to such indications. On 1 April 2015, Palestine has officialy become the State Party of International Criminal Court. This raises the question of the possibility of International Criminal Court?s jurisdict ion over the two notable conflicts in Gaza Strip. The author concluded that International Criminal Court does not have jurisdiction over the conflict between Palestine and Israel in Gaza Strip.

Skripsi ini membahas mengenai yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional, sebagai pengadilan pidana permanen yang memiliki yurisdiksi terhadap tindak pidana internasional, atas konflik antara Palestina dan Israel di Jalur Gaza. Palestina dan Israel kerap terlibat dalam konflik bersenjata dalam wilayah Jalur Gaza, diantaranya pada tahun 2009 serta 2012. Dalam kedua periode konflik tersebut terdapat beberapa indikasi adanya tindak pidana internasional yang dilakukan oleh kedua negara, namun belum terdapat proses pengadilan apaun terkait dengan indikasi tersebut. Pada 1 April 2015, Palestina secara resmi telah menjadi negara anggota dari Mahkamah Pidana Internasional. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional terkait dengan konflik di Jalur Gaza yang melibatkan salah satu negara anggotanya tersebut. Penulis menyimpulkan bahwa hingga saat ini, Mahkamah Pidana Internasional belum memiliki yurisdiksi atas konflik antara Palestina dan Israel di Jalur Gaza."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S60570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalu Suryade
"Kunjungan Ariel Sharon ke Masjid Al Aqsa di Yerusalem pada 28 September 2000 menimbulkan gelombang kekerasan Israel-Palestina. Peristiwa tersebut mendorong munculnya gerakan perlawanan Intifadah II yang lebih dikenal dengan sebutan "Intifadah Al-Aqsa". Meskipun terjadi gelombang kekerasan dan memunculkan gerakan Intifadah Al Aqsa, Sharon justru mencapai puncak karirnya dengan menjadi perdana menteri setelah memenangkan pemilu 6 Pebruari 2001.
Selama masa pemerintahannya, Sharon tidak melanjutkan proses perundingan damai dengan Palestina, sebagaimana yang pernah diupayakan perdana menteri sebelumnya, sejak Yitzhak Rabin hingga Ehud Barak. Kebijakan politik luar negerinya dalam menghadapi Palestina bersifat unilateral dan menggunakan kekerasan militer (use of force). Tetapi, dalam pemilu yang dipercepat pada 28 Januari 2003, Sharon kembali mengalahkan kandidat Partai Buruh dalam perebutan jabatan perdana menteri.
Kebijakan unilateral dan penggunaan kekerasan militer yang dilakukan PM Ariel Sharon didukung setidaknya oleh lima faktor, yaitu: pertama, ideologi Zionisme yang mematok target mendapatkan "Eretz Yisrael" dengan Yerusalem sebagai ibukota abadi dan tak terbagi. Kedua, adanya tekanan politik domestik dengan kecendrungan menguatnya kelompok kanan dan bangkitnya fundamentalisme Zionis Yahudi yang tidak menghendaki pemberian konsesi apapun bagi Palestina, termasuk tanah yang diduduki pada perang 1967. Ketiga, adalah efek kampanye "Global War against Terrorism". Kampanye yang dikumandangkan oleh Presiden AS, George W. Bush menjadi legitimasi dan pembenaran yang lebih kuat bagi Israel untuk melakukan tindakan unilateral dan "use of force". Keempat, merupakan faktor politik strategis Israel untuk meningkatkan bargaining politik, dan melemahkan posisi politik Palestina. Dan, faktor kelima adalah adanya hambatan psikologis antara Ariel Sharon dengan Yasser Arafat yang sejak lama terlibat dalam permusuhan politik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mufti Wardani
"Perseteruan Palestina-Israel sudah berlangsung demikian lama. Sejak awal konflik, masing-masing pihak, baik Palestina dan Israel, merasa berhak atas wilayah yang dipersengketakan dan berusaha menguasai serta mengembangkan kehidupan nasionalnya secara mutlak tanpa melakukan power sharing. Pihak Israel berusaha bersikeras mempertahankan wilayah yang telah didudukinya dengan alasan: ruang hidup (lebensraum), keamanan (buffer zone), strategis, ikatan emosional, dan masalah sumber daya. Sedangkan pihak Palestina berupaya keras pula untuk memperjuangkan kemerdekaan wilayah yang diduduki Israel dengan alasan sebagai tanah leluhur mereka.
Sikap yang keras dari kedua belah pihak ini juga telah menyebabkan berbagai perundingan yang pernah diadakan selama ini berakhir tanpa menghasilkan kesepakatan yang berarti bagi perdamaian kedua belah pihak. Kini Peta Jalan Perdamaian kembali disodorkan yang didukung oleh kelompok Kuartet (AS, PBB, UE, dan Rusia) sebagai sebuah upaya untuk memecahkan kebuntuan masalah konflik Palestina-Israel.
Kehadiran Peta Jalan Damai ini diharapkan menjadi obat bagi konflik Palestina-Israel yang telah memakan banyak korban warga sipil yang tidak berdosa akibat kekerasan yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Dalam mewujudkan harapan ini, maka Peta Jalan Damai menawarkan beberapa tuntutan kepada kedua belah pihak untuk memberikan kebijakan atau tindakan yang dapat membantu dalam proses perdamaian. Efektivitas Peta Jalan Damai ini akan diuji dan dianalisa dari perspektif Resolusi Konflik dengan harapan dapat menemukan faktor-faktor yang akan menjadi pendukung dan penghambat bagi terlaksananya Peta Jalan Damai ini dalam memberikan solusi bagi konflik Palestina-Israel dengan tanpa meninggalkan pengalaman-pengalaman sejarah perdamaian yang pernah dilakukan sebagai cerminan dan pelajaran bagi upaya pencarian problem solving, walaupun kegagalan demi kegagalan adalah selalu menjadi jawaban atas semua upaya perdamaian yang telah dan pernah dilakukan oleh Palestina dan Israel.

The war of Palestina-Israel has been happened for a long time. Since the first conflict, both Palestine and Israel claimed that they had the right for the conflict district without doing a power sharing. The Israel tried very hard to depend the land that they had took control for some reasons: for the life, safety, strategic zone, emotional link, and natural resources. Palestine also tried very hard to struggle the - freedom of their district that have been holded by the Israel with the reason that the land was their ancestor land.
The persistent of the both side also caused all the negotiation that were helded by UN, US, Rusia, UE ended without having a good deal for the peace of the both side. Recently, the peace road map have offered again which was supported by US , Rusia, UE, and UN as the problem solving for breaking the conflict of Palestine-Israel. The present of this peace road map was expected by the world to be the problem solving of Palestine and Israel conflict, which had many victims from the civilian because of the both side war.
For getting this goal, the Peace Road Map offered some solutions for the both side to do the wisdom or the action that could help in peace processing. The effectiveness of the Peace Road Map will be exercised and analyzed by the perspective of conflict resolution to find some factors which can support or hamper for the Peace Road Map to give a solution for the conflict Palestine-Israel without leaving the peace history experiences which have been done as a reflection and a lesson for getting a problem solving. Even though, unsuccessful is always be the answer for the peace effort that have been done by Palestine and Israel.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11987
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Karina Nathania
"Hollywood, sebagai pusat industri film yang terkenal, telah memainkan peran penting dalam membentuk opini publik. Terutama dalam konteks hubungannya dengan Negara Israel, Hollywood menjadi alat utama dalam mempengaruhi pandangan masyarakat. Selama bertahun-tahun, Hollywood menampilkan narasi yang menguntungkan pihak Israel dalam meruntuhkan citra Bangsa Palestina. Tidak jarang propaganda ini mengikutsertakan selebriti yang dianggap memiliki pengaruh besar terhadap audiensnya. Munculnya suara baru yang menentang narasi tersebut datang dari beberapa aktivis dan selebriti seperti Susan Sarandon. Kendati demikian, pidato sang aktris dalam demonstrasi 17 November 2023 diputar balikkan oleh media Barat yang mengakibatkan publik dan industri “membalikkan punggung” mereka dari sang aktris. Susan dipecat oleh agensi yang telah menaunginya selama 10 tahun akibat tuduhan anti semitism yang dilekatkan padanya. Respon media Barat dan industri terhadap keterlibatan sang aktris akan ditinjau melalui teori Manufacturing Consent dan dianalisis melalui media framing. Penulis menggunakan metode penulisan kualitatif dan pengumpulan data secara studi literatur dari buku, jurnal, artikel, dan berita internet dari sumber terpercaya. Penelitian ini mengungkapkan bahwa kuasa media oleh elit dan korporat tetap kuat, bahkan di era media sosial. Namun, masyarakat terus berupaya membangun solidaritas untuk mendukung isu-isu yang mengancam kehidupan di Palestina. Dengan mengecam ketidakadilan yang diterima aktivis dan figur publik yang menunjukkan advokasi #FreePalestine seperti Susan Sarandon, hingga upaya untuk melawan balik sistem yang membatasi ruang kebebasan berbicara seperti akan memberikan kontribusi bagi keberhasilan gerakan media sosial.

Hollywood, as the center of the famous film industry, has played an important role in shaping public opinion. Including in the context of the State of Israel, Hollywood is the main tool in influencing people's views. Over the years, Hollywood has performed narratives that benefit the Israelis in undermining the image of the Palestinians. It is not uncommon for this propaganda to include celebrities who are considered to have a great influence on their audiences. The emergence of a new voice against the narrative came from several activists and celebrities such as Susan Sarandon. However, the actress's speech in the November 17, 2023 demonstration was reversed by Western media which resulted in the public and industry "turning" their backs from the actress. Susan was fired by the agency that had been watching her for 10 years due to allegations of antisemitism attached to her. The response of Western media and industry to the actress's involvement will be reviewed through the Manufacturing Consent theory and analyzed through media framing. Authors use qualitative writing and data collection methods to study literature from books, journals, articles, and internet news from reliable sources. This research reveals that media power by elites and corporations remains strong, even in the era of social media. However, the community continues to strive to build solidarity to support issues that threaten life in Palestine. By condemning the injustices received by activists and public figures who demonstrate #FreePalestine advocacy such as Susan Sarandon, and efforts to fight back against systems that limit the space for free speech, such as will contribute to the success of the social media movement.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saud P. Krisnawan
"Hamas yang merupakan singkatan dari Harakah al-Mugawwamah al-Islamiyah adalah suatu kelompok perlawanan terhadap pendudukan Israel di tanah PaIestina. Dalam melakukan perlawanannya tersebut, kelompok yang muncul dan berkembang di Jalur Gaza (Gaza Strip) sejak 1988 ini selalu menggunakan cara kekerasan dan aksi terornya.
Sebagaimana diketahui Israel telah melakukan aneksasi terhadap tanah bangsa Palestina dan untuk itu mereka juga melakukan aktivitas teror terhadap warga Palestina. Sehubungan dengan hal tersebut Harnas merasa perlu untuk melakukan perjuangan dengan cara kekerasan dan aktivitas terornya yang merupakan suatu bentuk pembalasan terhadap apa yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap warga sipil Palestina.
Kelompok Hamas memainkan peranan penting dalam proses perdamaian PaIestina - Israel. Hal ini terutama disebabkan setiap kali Hamas melakukan serangan terhadap warga Israel, kejadian tersebut langsung menjadi pembenaran {justifikasi} bagi Pemerintah Israel untuk tidak mematuhi hasil perjanjian damai yang telah disepakatinya bersama PLO. Selanjutnya Hamas mempunyai kebijakan untuk terus mengadakan perlawanan dengan cara kekerasan disebabkan oleh karena pihaknya tidak pernah diikutkan dalam proses perundingan damai, sehingga Hamas tidak pernah merasa terikat dengan hasil kesepakatan damai yang telah dicapai oleh PLO dan Israel.
Dalam menyikapi permasalahan Palestina - Israel, kedua belah pihak dengan mediator utama Amerika Serikat telah berulang kali mengupayakan perundingan damai. Sehubungan dengan hal tersebut, periodisasi 1993 - 1998, dalam thesis ini, merupakan analisis sejak dicapainya Kesepakatan Oslo I hingga Kesepakatan Wye Plantation.
Penelitian ini bersifat eksplanatif research yang didukung oleh berbagai sumber data primer, sekunder, dan penelitian kepustakaan (library research). Pembahasan mengindikasikan bahwa selama periode 1993 - 1998, kelompok Hamas telah memainkan peran yang signifikan dalam proses perdamaian antara Palestina - Israel.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3485
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfan Avias
"Sejak negara Israel berdiri pada tahun 1948, bangsa Palestina hidup dalam penjajahan dan penindasan. Karena terns mengalami penindasan, maka rakyat Palestina pun bangkit melawan. Mereka kemudian mendirikan organisasi-organisasi perlawanan guna melawan penjajahan yang di lakukan oleh Israel. Perlawanan tersebut pada awalnya dilandasi oleh semangat kebangsaan (Nasionalisme) dan paham-paham seperti sosialis-marxis, yang sekuler. Tahun 1960-an tercatat munculnya organisasi-organisasi seperti Arab Nationalist Movement (ANM) yang di pimpin oleh George Habbash, dan Palestine Liberation Organization (PLO) pads tahun 1964 yang dipimpin oleh Ahmad Syuqairi.
Dengan meredupnya popularitas PLO sebagai sebuah organisasi terbesar di Palestina, muncullah Hamas sebagai rival utama PLO. Hamas kemudian kian popular di mata rakyat Palestina. Masa depan bangsa Palestina yang tidak menentu, pemerintahan PLO yang korup, membuat rakyat palestina kemudian bersimpati dengan apa yang diperjuangkan oleh Mamas. Maka puncak dari itu semua adalah sebuah hal yang tidak di duga-duga khususnya oleh dunia Internasional,-dimana ketika itu Hamas memenangkan secara mutlak pemilu yang diadakan secara demokratis pads tanggal 25 Januari tahun 2006, dimana llamas mengalahkan Fatah secara telak.
Kemenangan Hamas ini kemudian direspon dengan negatif terutama oleh Israel, Amerika Serikat (AS), Inggris dan Uni Eropa (UE). Hal ini disebabkan Hamas selama ini telah di bed citra yang buruk sebagai sebuah organisasi teroris. Ditolakya perjanjian Oslo 1993 (Declaration of Principles) oleh Hamas, dilakukannya berbagai aksi born jihad yang inenewaskan banyak warga Israel oleh Hamas, menyebabkan Israel dengan keras menolak dan menentang kemenangan pemilu llamas walaupun terbukti demokratis. Bagi Israel, Hamas adalah teroris, garis keras, fundamentalis, ekstrim, dan radikal. Karenanya, Hamas hares dihancurkan. Disamping itu Hamas juga mempunyai agenda untuk mernusnahkan Israel. Hamas juga tidak mau mengakui Israel sebagai sebuah negara.
Oleh karena pets konflik yang kian merumit, maka pasca kemenangan gerakan Hamas pada pemilu tahun 2006, perdamaian di Palestina menjadi semakin jauh dad harapan. Bukan di sebabkan oleh Mamas yang keras kepala tidak mau berdarnai, tapi karena Israel juga tidak pemah mau berubah. Seandainya PLO yang memenangkan pemilu pada saat itupun perdamaian hakiki belum tentu akan terwujud. Hamas siap berdamai dan meletakkan senjata, asalkan keadilan ditegakkan. Perdamaian yang halaki adalah apabila penyelesaian atas konflik yang berlarut-larut itu dapat diiakukan secara adil dan komprehensif, sehingga dapat di terima oleh semua pihak. Bukan sebalikaya, hanya menguntungkan satu pihak saja.

Since the state of Israel was created in 1948, the Palestinians have been living under colonization and oppression. This condition makes them rise and fight against the colonizers and oppressors. They, then founded organizations in opposition to the Israel. The opposition was in the beginning based on the spirit of nationalism and other isms like socialism, marxism; the secularism. In 1960s rose the opposing organizations like the Arab Nationalist Movement (ANM) led by George Habbash, and in 1964 the Palestine Liberation Organization (PLO) led by Ahmad Syuqairi.
By the weakening popularity of the PLO as the biggest organization in the Palestine, rose Hamas as the first competitor against the PLO. Hamas gains more and more popularity from the Palestinians. The uncertainty of the Palestinian future, corruption in the government of PLO, turn the Palestinians to the Hamas. As the result of their support for the Hamas was the unpredictable event when llamas became the absolute winner against al-Fatah in the general election held democratically on January 25, 2006. This Hamas big victory was internationally unpredicted.
The Hamas victory, how ever, was responded negatively mostly by the Israel, the U.S.A., the British, and the United Europe (UE). To them the Hamas is no other than a bad organization; as a terrorist organization. The Hanias's rejection upon the Oslo Agreement 1993 (The Declaration Of Principles), the suicide bombings that killed many Israelis, cause the Israel reject strongly the victory of the llamas in the election, though democratically held. For the Israel, the llamas is terrorist, extreme loyalist, fundamentalist, and radicalist Therefore it must be crushed-up. On the other hand the llamas also has the agenda to terminate the Israel. The Hamas, similary never acknowledge the Israel as a state.
In the post general election 2006 in which the llamas got its absolute victory peace will fall short of expectations due to aggravating conflicts. It is not only because of the stubborn llamas who are not willing to negociate but also the Israel who will never change their position. Even if the PLO had won the general election 2006 the real peace might not be achieved. The Hamas are ready to negociate and to cease fire on condition that justice is in store. The real peace will be achieved if the peace making process is held comprehensively and justily and be agreed by all parties.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Thahirin Noer
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perjuangan Palestina. baik yang dilakukan oleh PLO (Nasionalis), Hamas dan Jihad Islam (Islamis) serta masyarakat Palestina dalam perjuangannya mencari negara dan bentuk negara. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh pencerahan bagamana bentuk dan tahapan-tahapan perjuangan serta mengapa sampai tahun 2006 ini belum berhasil membentuk negara, serta jauh mana faktor-faktor intern dan ekstern yang mempengaruhinya.
Adapun metode yang dipergunakan adalah Case Study dengan tehnik pengumpulan data dokumen, diawali dengan menghimpun, menelaah, mengamati dan menganalisa data yang terkumpul secara sistematis, intensif dan mendalam terhadap data-data sekunder yang menjadi konsentrasi dan titik sentral kajian.
Dari hasil pengumpulan data diperoleh temuan bahwa ideologi negara sebagai bentuk negara, baik itu Islam maupun Nasionalis, mana yang akan dipilih pada masa depan bangsa Palestina juga masih dalam tahapan perjuangan masing-masing pihak, baik kubu Hamas maupun kubu Fatah. Walau sekarang dapat dilihat bahwa Islamlah yang menjadi pilihan rakyat. Namun bila dilihat fragmen-fragmen di kancah Palestina masih di mungkinkan akan berubah. Apalagi bila Hamas tetap pada pendirian akan terus berjuang dengan senjata dan menolak eksistensi Israel.
Kesimpulannya adalah bahwa perjuangan membentuk negara dan mencari bentuk negara sampai

The background of this research the struggle of Palestine, either conducted by PLO (Nationalist), Hamas and Jihad Islam (Islamic) and Palestine people in the struggle to end the state and type of state. The objective of this research is to fin I d the brightening of how the form and stages of struggle and why up to 2006 has not succeeded to establish the state, and so far the internal and external factors influenced their struggle.
The method applied is Case Study by collecting the data of documents started by collecting, reviewed, observed and analyzed the collected data systematically, intensively and deeply to the secondary data which become the concentration and centralization point of this research.
From the result of collecting data found that state ideology's the type of state, as well as Islam or National is t -Secular, which one to be chose for the future of Palestine Nation still in the stage of struggle of the parties, Hamas or Fatah. Although at present we can see that Islamism is the choice of the people. But when we see the fragments in Palestine it may be changed. Moreover when lamas still keep at their opinion and they will continue to fight with weapon and refuse the existence of Israel.
The conclusion is the struggle to establish the state and to find the type of state at pres between facts and ambition."
2006
T18135
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosi Aprianti Gasong
"Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana peran serta pengaruh dari religiusitas, consumer animosity dan consumer ethnocentrism terhadap penilaian produk Starbucks Indonesia yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen setelah konflik Israel-Palestina kembali pecah di akhir tahun 2023. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan objek penelitian untuk pengumpulan data adalah pelanggan-pelanggan Starbucks Indonesia yang disebarkan melalui kuisioner online. Sampel pada penelitian ini adalah konsumen Muslim Indonesia yang berusia minimal 17 tahun dan pernah melakukan pembelian produk Starbucks Indonesia dalam enam hingga satu tahun terakhir. Data hasil penelitian diolah menggunakan metode Structural Equation Modelling dengan menggunakan SmartPLS 4.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Consumer Animosity dan Consumer Ethnocentrism berpengaruh negative terhadap pembelian produk Starbucks Indonesia, akan tetapi Religiosity tidak ditemukan memiliki pengaruh negative terhadap pembelian produk Starbucks Indonesia. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa Religiosity juga tidak memiliki pengaruh terhadap product judgement Starbucks Indonesia di mata konsumen Muslim Indonesia. Ditemukan adanya pengaruh positif antara Religiosity terhadap Consumer Ethnocentrism dan Consumer Animosity dan juga sebaliknya

The main objective of this study is to examine how the role and influence of religiosity, consumer animosity and consumer ethnocentrism on Starbucks Indonesia's product valuation affect consumer purchasing behavior after the Israeli-Palestinian conflict breaks out again at the end of 2023. This study uses a quantitative approach and the research object for data collection is Starbucks Indonesia customers who are distributed through online questionnaires. The sample in this study were Indonesian Muslim consumers who were at least 17 years old and had purchased Starbucks Indonesia products in the last six to one year. The research data were processed using the Structural Equation Modeling method using SmartPLS 4.0. The results showed that Consumer Animosity and Consumer Ethnocentrism had a negative effect on purchasing Starbucks Indonesia products, but Religiosity was not found to have a negative effect on purchasing Starbucks Indonesia products. This study also found that Religiosity also has no influence on Starbucks Indonesia product judgment in the eyes of Indonesian Muslim consumers. There is a positive influence between Religiosity on Ethnocentrism and Animosity and vice versa."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Jayadiputra
"Permasalahan proses perdamaian antara Palestina-Israel pada masa pemerintahan PM. Benjamin Netanyahu juga masih merupakan persoalan yang kompleks untuk dicarikan upaya-upaya untuk menghidupkan perundingannya. Kemacetan proses perundingan tersebut disebabkan oleh adanya kekakuan sikap Israel di bawah kepemimpinan PM. Benjamin Netanyahu serta sikap keras partai pendukungnya dari kelompok radikal/ultra nasionalis yang tidak pernah mau berkompromi dengan adanya semboyan ?Keamanan untuk Perdamaian? dengan menerapkan kebijakan tiga tidaknya, yaitu: tidak akan ada negara Palestina merdeka; tidak akan ada perundingan mengenai status kota Jerusalem; dan tidak akan mengembalikan Dataran Tinggi Golan kepada Suriah serta mengadakan pernbangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur milik Arab. Namun adanya tekanan dan ancaman dari pihak domestik yaitu dari kelompok garis keras yang berkoalisi dengannya di kabinet dan kelompok garis moderat membuat Benjamin Netanyahu berada dipersimpangan jalan. Di lain pihak pengaruh asing juga sangat mempengaruhi kebijakan luar negeri Israel di bawah pemerintahan Netanyahu, sehingga dengan banyaknya desakan-desakan baik dari pihak domestik serta asing tersebut, akhirnya PM, Benjamin Netanyahu mau juga untuk menandatangani perjanjian Wye River. Namun demikian akibat dari penandatangan perjanjian tersebut kalangan garis keras di dalam negeri menggulirkan mosi tidak percaya serta ingin mempercepat pemilu, karena Netanyahu dianggap telah berkhianat dengan memberi konsensi pengembalian wilayah pendudukan kepada Palestina melalui perjanjian Wye River. Di lain pihak kelompok moderat yang diwakili oleh partai Buruh, bersikeras bahwa Netanyahu harus sungguh-sunguh di dalam melaksanakan isi perjanjian Wye River dan menekan Netanyahu dengan mengakui hak rakyat Palestina untuk memiliki negara merdeka. Indikasi lain dari jatuhnya pemerintahan Benjamin Netanyahu di dalam pelaksanaan politik luar negeri Israel terhadap perjanjian Wye River adalah adanya ancaman dari pihak asing yaitu dari Amerika Serikat, Uni Eropa serta dari negara-negara Arab. Kejatuhan serta kekalahan pemerintahan Benjamin Netanyahu dalam pemilu yang dipercepat dapat dilihat dari perolehan suara yang dimenangkan oleh partai Buruh serta merupakan cermin penolakan rakyat Israel terhadap koalisi sayap kanan yang selama tiga tahun berkuasa lebih banyak mengharnbat proses perdamaian dengan Palestina yang menyebabkan hubungan Israel dengan Amerika Serikat, Uni Eropa dan negara-negara Arab menjadi tegang. Di kalangan rakyat Israel sendiri, sikap keras Benjamin Netanyahu telah mempertajam perpecahan antara kelompok Yahudi sekuler dengan kelompok keagamaan konservatif."
2000
T3312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>