Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Petrus C. Kuswoyo W.
Abstrak :
Lingkungan alam, manusia, dan budaya merupakan tiga faktor yang sating berhubungan dan saling mempengaruhi. Lingkungan alam menyediakan berbagai sumber daya bagi manusia untuk dimanfaatkan dalam usahanya melangsungkan kehidupannya dan mengembangkan kebudayaannya. Manusia sebagai mahluk social memiliki kelebihan yang tidak dipunyai oleh mahluk ciptaan Tuhan lainnya. Kelebihan itu adalah manusia memiliki akal budi. Dengan kelebihan yang dimilikinya manusia prasejarah mengembangkan kemampuannya untuk membuat alat-alat, salah satunya adalah alat dari batu untuk berbagai keperluan, seperti memerangi musuh, mencari makan, membuat pakaian, membangun tempat berlindungdan menciptakan seni. (Howell, 1980:109). Alat-slat itu pada dasarnya merupakan hasil bagaimana manusia prasejarah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, terutama diwujudkan dalam bentuk teknologi yang menghasilkan artefak dan ipsefak (Soejono, 1984). A1at-alat yang dibuat saat itu masih sederhana. Yang pertama kali dikenali sebagai alat batu ialah yang sering disebut alat batu kerakal (pebble tools). Nama ini sekarang tidak digunakan lagi. Nama tepatnya ialah alat perimbas atau bale perimbas dengan ukuran kecil dan besar. Kebanyakan dibuat dari batu berhentuk kebulat-bulatan yang dikumpulkan dari dasar sungai dan pantai. Batu ini licin-licin karena gosokan pasir dan air. Batu yang bulat akibat gosokan pasir dan air tak dapat dengan mudah digenggam di tangan tanpa rnenimbulkan sakit pada tangan ketika digunakan. Untuk mengubahnya menjadi alat, dapat dilakukan beberapa pukulan dengan batu lain sampai melepaskan serpihan, sehingga akan menghasilkan semacam tajaman atau mungkin lancipan. Tajaman ini kemudian dapat digunakan sebagai alat sederhana. Alat-alat ini dibuat dari bahan-bahan yang mudah di dapat, seperti kayu, batu, dan tulang belulang. Kemudahan dalam memperoleh bahan, mengakibatkan kalau rusak atau tidak memadai lagi dapat dengan segera diganti. Namun denlikian tidak semua jenis bahan baku yang mudah diperoleh itu dapat langsung dibuat sebagai alat, misalnya batu. Tidak semua batuan dapat dibuat sebagai alat batu. Biasanya batuan yang umurn dibuat nnenjadi alat adalah jenis batuan yang memiliki tingkat kekerasan tertentu sehingga tidak mudah pecah, memiliki sifat belahan yang teratur sehingga memudahkan dalam proses pembentukan dan menghasilkan pecahan untuk dijadikan sebgai tajaman yang baik.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S11598
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Ari Mukhlason
Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011
364.132 3 ARI g (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
PATRA 11 (3-4) 2010 (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Merupakan sajian hasil penelitian satu situs arkeologi sebagai fenomena budaya, sejarah, dan kekayaan alam Nusantara
Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta, {s.a.}
900 BPA
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
PATRA 6(3-4) 2005 (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Heru Sulistyanto
Abstrak :
Produksi lobster dalam 10 tahun terakhir mengalami penurunan akibat tekanan penangkapan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis aspek biologi, menganalisis potensi lestari, menganalisis status keberlanjutan dan menentukan strategi pengelolaan lobster secara berkelanjutan di Kabupaten Pacitan. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2018 di Kabupaten Pacitan. Analisis aspek biologi meliputi jenis, hubungan panjang berat, nisbah kelamin dan tingkat kematangan kelamin. Analisis potensi lestari dengan estimasi prediksi surplus. Analisis status keberlanjutan dengan RAPFISH (The Rapid Appraisal of The Status Of Fisheries), sedangkan penyusunan prioritas strategi pengelolaan dengan Proses Hierarki Analitik (AHP). Nilai b pada hubungan panjang berat Panulirus homarus sebesar 3,019; P. penicillatus 2,990; P. ornatus 3,025. Nisbah kelamin jantan dibanding betina pada P. homarus sebesar 1 :2,02; P. penicillatus 1,13 : 1; P. ornatus 1,3 : 1. Persentase lobster yang matang kelamin lebih banyak ditemukan pada bulan April dibandingkan dengan bulan Maret. MSY lobster di Pacitan sebesar 21.197 kg, Fmsy 4.390. Tingkat keberlanjutan multidimensi perikanan lobster 65,38. Prioritas utama strategi pengelolaan lobster secara berkelanjutan di Kabupaten Pacitan adalah Pengawasan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. ......The production of spiny lobster in least 10 years is decreasing due to overfishing. The purpose of this research is to analyze the biological aspects, the stock, level of sustainability and the strategy of sustainable management of lobster fishery in Pacitan. The research was conducted during March -April 2018 in Pacitan. The biological aspects includes species biodiversity, the length-weight relationship, sex-ratio and sex maturity of lobster. The maximum sustainable yield and the level of sustainability were analyzed with the surplus production model and the RAPFISH application, meanwhile the priority of management strategy was analyzed with the analytical hierarchy process. Results of analysis showed the b value of length-weight relationship of P. homarus, P. penicillatus and P. ornatus are 3,019; 2,990; and 3, 025 respectively. The male to female ratios of P. homarus; P. penicillatus and P. ornatus are 1:2,02; 1,13:1 and 1,3:1 respectively. The sex maturity percentage of lobster in April is higher than in March 2018. The MSY and Fmsy of lobster in Pacitan is 21.197 kg, and 4.390 respectively. The multidimensional level of lobster is 65,38. The most priority of strategy of lobster management in Pacitan are surveillance of management of marine and fisheries resources.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T52132
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Sutikna
Abstrak :
Karakteristik Song Gupuh scbagai situs hunian neolitik, memiliki arti yang sangat penting dalam konteks neolitik di daerah Punung atau wilayah Gunung Sewu secara keseluruhan. Hal itu disebabkan karena informasi atau bukti arkeologis mcngenai situs hunian neolitik di daerah tersebut sangat minim. Selama ini informasi yang diperoleh sebagian besar berasal dari situs-situs perbengkelan neolitik yang banyak ditemukan di daerah Punung dan sekitarnya. Meskipun situs perbengkelan juga merupakan salah satu bagian atau salah satu bahasan dalam studi permukiman, namun informasi yang dapat diperoleh dari situs semacam ini cenderung terbatas mengcnai aspek teknologi ataupun sistem produksi. Apalagi sebagian besar situs perbengkelan neolitik di daerah Punung terletak di bentang alam terbuka (open sites) yang tidak memiliki konteks hunian secara jelas, misalnya sisa-sisa makanan, bekas perapian, ataupun tembikar. Jikapun ditemukan, akan tetapi kualitas maupun kuantitasnya sangat terbatas. Kondisi tersebut menjadi faktor yang menyulitkan ketika melakukan rekonstruksi kehidupan masa lalu dalam konteks neolitik di daerah Punung. Jika Situs Song Gupuh dapat dijadikan sebagai model kehidupan neolitik di daerah Punung, maka gambaran kehidupan neolitik di daerah ini secara umum kemungkinan tidak jauh berbeda dengan yang ditemukan di Situs Song Gupuh. Strategi subsistensi yang diterapkan tampaknya masih' menunjukkan kuatnya aktivitas eksploitasi sumberdaya lingkungan secara angsung, yaitu melalui perburuan dan mengumpulkan bahan makanan. Di sisi lain, strategi subsistensi melalui budidaya tanaman tampaknya tetap belum dapat digambarkan secara jelas, meskipun basil penclitian di Telaga Guyang Warak menunjukkan adanya indikasi pembukaan lahan, tetapi belum dapat dibuktikan secara arkeologis bahwa aktivitas tersebut berkaitan dengan aktivitas budidaya tanaman. Jika dilihat dari banyaknya situs perbengkelan neolitik di daerah Punung, yang sebagian besar menghasilkan produk berupa calon beliung, maka jelas bahwa produk tersebut sudah jauh melebihi kebutuhan lokal. Sehingga dapat memberikan gambaran bahwa calon beliung yang diproduksi dalam skala besar pada situs-situs perbengkelan, kemungkinan merupakan komoditi alat tukar dengan komoditi lain yang berasal dari luar daerah Punung. Komoditi dari luar tersebut kemungkinan berupa wadah, terutama tembikar dan benda-benda dari logam. Jika demikian, maka aktivitas pembuatan beliung dalam skala besar tersebut cenderung bersifat ekonomis daripada praktis (dalam arti hanya dipergunakan untuk keperluan sendiri). Berdasarkan basil pertanggalan C 14, kehidupan neolitik Situs Song Gupuh telah berlangsung sejak 3.300 ± 100 BP. Sementara situs-situs perbengkelan neolitik di daerah Punung antara lain memiliki pertanggalan 1.100 ± 120 BP untuk Situs Padangan dan 2.100 ± 220 BP untuk Situs Ngrijangan. Korclasi antara pertanggalan dari situs habitasi (ceruk atau gua) dan situs perbengkelan, memberikan gambaran bahwa kehidupan awal neolitik di daerah Punting tampaknya masih mcmanfaatkan ceruk atau gua scbagai tempat tinggal, kemudian area aktivitas secara bertahap beralih ke bentang alam terbuka. Rentang waktu kehidupan neolitik tersebut torus berlangsung hingga budaya logam masuk di daerah Punting, bahkan hingga jauh memasuki jaman sejarah.
2001
T11829
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Mardiani
Abstrak :

ABSTRAK
Artefak batu banyak ditemukan dalam situs-situs prasejarah di Indonesia. Artefak ini terdiri dari berbagai jenis dalam kategori alat masif dan alat serpih-bilah. Pada penelitian ini, kategori artefak batu difokuskan pada alat serpih-bilah yang ditemukan dari hasil ekskavasi oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) di situs gua Song Keplek di daerah Punung, Pacitan, Jawa Timur.

Alat serpih-bilah umumnya memiliki teknologi yang hampir sama dengan alat batu masif. Perbedaannya adalah pada teknologinya, yaitu teknik pemangkasan pada alat batu masif dan teknik penyerpihan pada alat serpih-bilah. Tahapan teknologi alat batu terdiri dari perolehan bahan (dengan cara penyiapan dan pengolahan bahan), pembentukan bahan, dan penyempurnaan atau penghalusan alat.

Teknologi yang diuraikan merupakan teknologi umum yang berkembang untuk serpih-bilah. Teknologi ini tentunya berkembang pada pembuatan alat yang dapat menjadi suatu kegiatan penghasil alat, yaitu indusrtri alat batu. Berkaitan dengan perolehan bahan, suatu industri alat batu memerlukan keberadaan sumberdaya batuan. Sumberdaya batuan itu terdapat di lingkungan, dan untuk mendapatkannya, manusia memiliki pengetahuan dalam memilih bahan batuan yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini memicu munculnya permasalahan pemanfaatan sumberdaya batuan sebagai alat batu di situs ini dengan tujuan untuk mengetahui kaitan antara teknologi dengan sumber bahan agar dapat menjawab perilaku manusia di situs dalam memanfaatkan lingkungan alam, khususnya sumberdaya batuan.

Tujuan penelitian di atas dicoba dicapai dengan menganalisis khusus (specific analysis) terhadap temuan serpih-bilah di Situs Song Keplek, termasuk dengan pengujian petrografi dari serpih yang ditemukan. Analisis kontekstual (contextual analysis) dilakukan terhadap lingkungan situs yang diduga sebagai sumber bahan. Pada penelitian ini juga dilakukan survei pemukaan terhadap beberapa situs sumber.

Tujuan penelitian ini dapat dicapai dan kesimpulan yang dapat diambil adalah: (1) tahap pengerjaan alat batu Situs Song Keplek telah mencapai tahap penyempurnaan alat, (2) Sumber bahan batuan terdapat di lingkungan sekitar situs, dengan 3 kelompok radius daerah perolehan sumber, semakin dekat jarak sumber ke situs, maka semakin besar kemungkinannya sumber itu dimanfaatkan, dan sebaliknya (3) Proses perjalanan alat batu dari bahan hingga alat adalah merupakan hasil seleksi terhadap bahan di dalam teknologi pembuatannya.
1998
S11564
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andari Ayu
Abstrak :
Pesisir selatan Kabupaten Pacitan merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan memiliki sebuah teluk bernama Teluk Pacitan. Proses erosi dan sedimentasi perlu diketahui untuk melihat kondisi fisik pantai. Ukuran dan diameter butir sedimen merupakan bagian dari sifat-sifat sedimen yang dapat memberikan informasi tentang proses transport sedimen. Distribusi sedimen memberikan gambaran mengenai asal sedimen, sejarah transportasi, dan kondisi pengendapannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lingkungan sedimentasi dan menganalisis variabel yang paling berpengaruh terhadap diameter butir sedimen. Metode pengambilan sampel daerah acak berstrata pada setiap segmen sepanjang 150x150 meter untuk pengumpulan sampel sedimen dan data kemiringan gisik pantai. Pengelompokkan sedimen dari hasil pengayakan yang dilakukan di laboratorium P2O LIPI berdasarkan skala Wentworth dan dilakukan uji granulometri. Arus pantai dan energi geombang diperoleh dari sumber data BMKG Ocean Forecast System. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sedimen dengan jenis pasir mendominasi di semua pantai. Nilai mean pada pantai hadapan samudera berkisar antara -0.18 ndash; 2.43, sorting adalah well sorted hingga poorly sorted, skewness adalah very fine skewed hingga very coarse skewed, dan kurtosis adalah very leptokurtic dan extremely leptokurtic. Pantai hadapan teluk, nilai mean 2.20 ndash; 4.49 dari sisi barat hingga timur, sorting adalah very well sorted hingga moderately sorted, skewness adalah very fine skewed hingga coarse skewed, dan kurtosis adalah very leptokurtic dan extremely leptokurtic. Hasil uji statistik dengan Analisis Regresi Linier Berganda diperoleh hasil arus pantai, energi gelombang, dan keimiringan gisik pantai berpengaruh secara simultan terhadap diameter butir sedimen. ...... The southern coast of Pacitan regency is one of the areas directly adjacent to the Indian Ocean and has a bay called Pacitan Bay. The process of erosion and sedimentation should be known to see the physical condition of the beach. The size and diameter of the sediment grains are part of the sedimentary properties that can provide information about the sediment transport process. Sediment distribution provides an overview of the origin of sediments, transportation history, and deposition conditions. This study aims to analyze the sedimentation environment and analyze the variables that have the most influence on the diameter of the sediment grains. Methods of sampling stratified random areas on each segment along 150x150 meters for collection of sediment samples and slope data of coastal gradients. The grouping of sediments from the sieving result conducted in LIPI P2O laboratory based on Wentworth scale and granulometry test. Coastal currents and wave energy are obtained from BMKG Ocean Forecast System data source. The results showed that sediment with sand types dominates on all beaches. Mean values on oceanfront beaches range from 0.18 2.43, sorting is well sorted to poorly sorted, skewness is very fine skewed to very coarse skewed, and kurtosis is very leptokurtic and extremely leptokurtic. Beachfront bay, mean value 2.20 4.49 from west to east side, sorting is very well sorted to moderately sorted, skewness is very fine skewed to coarse skewed, and kurtosis is very leptokurtic and extremely leptokurtic. The result of statistical test with Multiple Linear Regression Analysis showed that coastal currents, wave energy, and the slope of the coastal gradient influence simultaneously to the diameter of the sediment grains.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>