Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haryo Wicaksono
"Latar Belakang: Stenosis Spinal Lumbar (LSS) adalah kondisi yang umum pada populasi lanjut usia, ditandai dengan penyempitan kanal spinal atau foramen intervertebralis, yang mengarah pada kompresi akar saraf. Kondisi ini sering dikaitkan dengan nyeri punggung bawah, penyebab utama kecacatan dan penurunan kualitas hidup. Atrofi otot multifidus sering diamati pada pasien dengan LSS, berkontribusi pada ketidakstabilan dan nyeri di tulang belakang lumbar. Faktor-faktor seperti usia, obesitas, jenis pekerjaan, penggunaan korset, dan durasi penyakit telah dikaitkan dengan pengembangan atrofi otot multifidus.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan di RSUD Pandanarang Boyolali, melibatkan 45 pasien dengan LSS berusia 50-70 tahun. Sampel purposif digunakan untuk memilih peserta berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi tertentu. Variabel seperti usia, pekerjaan, Indeks Massa Tubuh (BMI), penggunaan korset, dan durasi penyakit dianalisis. Studi ini mendapat persetujuan etik dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan RSUD Pandan Arang Boyolali. Analisis statistik dan regresi logistik digunakan untuk menguji pengaruh faktor-faktor ini terhadap atrofi otot multifidus.
Hasil: Studi ini mengidentifikasi obesitas (OR=65.02; p=0.001) dan usia di atas 60 tahun (OR=11.38; p=0.47) sebagai faktor dominan yang berhubungan dengan atrofi otot multifidus pada pasien LSS. Jenis kelamin, pekerjaan, dan durasi penggunaan korset tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan atrofi otot (P> 0.05). Pasien berusia di atas 60 tahun menunjukkan risiko lebih tinggi mengalami atrofi otot multifidus.
Kesimpulan: Temuan ini menekankan pentingnya mengatasi obesitas dan memantau pasien lanjut usia secara dekat untuk tanda-tanda atrofi otot multifidus dalam pengelolaan LSS. Kurangnya hubungan signifikan dengan jenis kelamin, pekerjaan, dan penggunaan korset menunjukkan bahwa intervensi harus terutama berfokus pada manajemen berat badan dan perubahan degeneratif terkait usia. Penelitian lebih lanjut dengan ukuran sampel yang lebih besar direkomendasikan untuk mengevaluasi dampak intervensi yang ditargetkan pada pencegahan atrofi otot multifidus pada populasi pasien ini.

Background : Lumbar Spinal Stenosis (LSS) is a prevalent condition in the elderly population, characterized by the narrowing of the spinal canal or intervertebral foramina, leading to nerve root compression. This condition is often associated with low back pain, a significant cause of disability and reduced quality of life. Multifidus muscle atrophy is frequently observed in patients with LSS, contributing to instability and pain in the lumbar spine. Factors such as age, obesity, occupation type, corset usage, and disease duration have been implicated in the development of multifidus muscle atrophy.
Methods : This cross-sectional study was conducted at RSUD Pandanarang Boyolali, involving 45 patients with LSS aged 50-70 years. Purposive sampling was used to select participants based on specific inclusion and exclusion criteria. Variables such as age, occupation, Body Mass Index (BMI), corset usage, and disease duration were analyzed. The study received ethical approval from the Ethics Committee of the Faculty of Medicine, University of Indonesia, and RSUD Pandan Arang Boyolali. Statistical analysis and logistic regression were employed to examine the influence of these factors on multifidus muscle atrophy.
Results:The study identified obesity (OR=65.02; p=0.001) and age over 60 years (OR=11.38; p=0.47) as dominant factors associated with multifidus muscle atrophy in LSS patients. Gender, occupation, and duration of corset use did not show a significant relationship with muscle atrophy (p>0.05). Patients over 60 years of age exhibited a higher risk of developing multifidus muscle atrophy.
Conclusion: The findings underscore the importance of addressing obesity and monitoring elderly patients closely for signs of multifidus muscle atrophy in the management of LSS. The lack of significant associations with gender, occupation, and corset usage suggests that interventions should primarily focus on weight management and age-related degenerative changes. Further research with larger sample sizes is recommended to evaluate the impact of targeted interventions on preventing multifidus muscle atrophy in this patient population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Kresna
"Latar belakang: CT scan merupakan modalitas yang dapat digunakan untuk menilai otot multifidus pada pasien-pasien NPB terutama pasien yang kontraindikasi terhadap MRI. Ketersediaan CT scan lebih merata, waktu pemeriksaan singkat, memiliki akurasi yang tinggi dan dapat menilai rasio infiltrasi lemak secara kuantitatif terutama dalam evaluasi lemak otot mulfidus pasien NPB pasca terapi sehingga hasil terapi terukur. Belum ada penelitian yang menilai kesesuaian rasio tersebut dengan MRI skala Goutallier. Metode: Penelitian dilaksanakan dengan sampel dari data pasien yang melakukan pemeriksaan MRI lumbal atau whole abdomen dan CT scan whole abdomen/abdomen atas/urografi di Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan interval antara pemeriksaan <12 minggu. Pada awalnya dilakukan penentuan derajat infiltrasi lemak sesuai skala modifikasi Goutallier setinggi level endplate superior L4 kanan kiri pada T2WI aksial, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan infiltrasi lemak pada otot multifidus pada CT scan dengan ketebalan 0,1 cm dan dilanjutkan dengan perhitungan rasio infiltrasi lemak otot multifidus. Sampel yang didapatkan dianalisis menggunakan uji statistik Shapiro Wilk yang dilanjutkan dengan uji statistik ANOVA pada sebaran data yang normal dan Kruskal Wallis pada sebaran data yang tidak normal. Hasil: Rasio infiltrasi lemak otot multifidus pada kelompok skala modifikasi Goutallier ringan lebih rendah daripada kelompok klasifikasi modifikasi sedang, dan kelompok skala modifikasi sedang lebih rendah daripada kelompok skala modifikasi Goutallier berat.

Background: CT scan is a modality that can be used to assess multifidus muscle in NPB patients, especially patients who are contraindicated with MRI. The availability of CT scans is more evenly distributed, the examination time is short, has high accuracy and can assess the ratio of fat infiltration quantitatively especially in the evaluation of mulfidus muscle fat in low LBP patients post-therapy so that the therapeutic outcome is measurable. There are no studies that assess the suitability of the ratio with the Goutallier scale MRI. Methods: This study was conducted using samples from data from patients who performed a lumbar or whole abdominal MRI examination and CT scan of the entire abdomen / upper abdomen / urography in the Radiology Department of Cipto Mangunkusumo General Hospital with intervals between examinations <12 weeks. Initially, the degree of fat infiltration is determined according to the Goutallier modification scale at the level of the left and right superior L4 endplate on axial T2WI, then proceed with the calculation of fat infiltration in multifidus muscle on CT with a thickness of 0.1 cm and followed by calculating the multifidus muscle fat infiltration ratio. Samples obtained were analyzed using the Shapiro Wilk statistical test followed by ANOVA statistical tests on normal data distribution and Kruskal Wallis on abnormal data distribution. Results: The fat infiltration ratio of multifidus muscle in the mild Goutallier modification scale group was lower than the moderate modification scale group, and the moderate modification scale group was lower than the severe Goutallier modification scale group. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library