Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azhar Satrio Wibisono
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang : Bernapas melalui mulut merupakan upaya adaptasi untuk memenuhi kebutuhan udara. Kebiasaan ini dapat mengubah kondisi biologis di dalam lingkungan rongga mulut serta perkembangan anak-anak. Kondisi tersebut mempengaruhi kebersihan rongga mulut yang dapat menimbulkan bau mulut. Pengukuran kondisi bau mulut dapat diukur menggunakan metode organoleptik dengan indra. Enterococcus faecalis merupakan bakteri transien rongga mulut yang dapat ditemukan terutama pada saluran akar yang mengalami kegagalan perawatan endodontik. Penelitian mengenai keberadaan Enterococus faecalis pada anak-anak belum diketahui. Tujuan : Menganalisis keberadaaan Enteroccocus faecalis pada sampel saliva dan plak gigi anak-anak berdasarkan kelompok skor organoleptik dan OHI-S (Oral Hygiene Index-Simplified). Metode : Sampel saliva dan plak gigi anak usia 8-11 tahun diuji menggunakan metode ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay), kemudian dikelompokkan berdasarkan nilai organoleptik dan OHIS. Pengelolaan data dilakukan dengan membandingkan nilai antar kelompok anak-anak memiliki kecenderungan bernapas melalui mulut dengan tidak melalui mulut (bernafas melalui hidung). Hasil : Sebagian besar tidak ditemukan perbedaan bermakna antara kelompok anak-anak memiliki kecenderungan bernapas melalui mulut dan hidung berdasarkan pembagian nilai organoleptik dan OHI-S. Pada salah satu uji ditemukan terdapat perbedaan bermakna pada kelompok bernapas melalui hidung berdasarkan nilai organoleptik. Terdapat kecenderungan keberadaan antigen Enterococcus faecalis lebih tinggi pada plak gigi daripada saliva. Kesimpulan : Keberadaan antigen Enterococcus faecalis ditemukan lebih tinggi pada plak gigi dan terdapat kecenderungan keberadaan antigen Enteroccocus faecalis meningkat berkaitan dengan kondisi OHI-S.
ABSTRACT Background: Mouth breathing is a type of habitual adaptation of breathing to fulfill the needs of oxygen. This habit could alter the biological oral condition and development of children. The altered condition of the oral environment could affect oral hygiene and cause oral malodor. Organoleptic is using human sense as a measurement to assess severity of oral malodor. Enterococcus faecalis is the transient bacteria of the oral cavity particularly found in the root canal of the failed endodontic treatment teeth. Based on previous studies, Enterococcus faecalis existence in children is unknown. Purpose: To analyze the existence of Enterococcus faecalis antigen in salivary and tooth plaque samples of children based on organoleptic and OHI-S (Oral Hygiene Index-Simplified) score. Methods: Salivary and tooth plaque sample of children age 8-11 were tested with ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) technique and divided into several groups. The grouping was done based on the organoleptic and OHI-S score of subjects. Data analyzed by comparing scores between children who have a tendency toward mouth breathing with those who breathe with nose based on their organoleptic and OHI-S score. Result: Mostly, there is no significant difference between groups who tend mouth breathing with those who breathe with nose based on organoleptic and OHI-S score. However, in one of the tests, there is significant difference within groups who breathe with nose based on organoleptic score. The antigen amount of Enterococcus faecalis was found higher in tooth plaque rather than in saliva. Conclusion: The amount of Enterococcus faecalis antigen is higher in tooth plaque and there is a tendency that the amount of Enterococcus faecalis is influenced by the OHI-S score.
Depok: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Aimee Suhardi
Abstrak :
Pendahuluan: Pada anak-anak prevalensi bernapas mulut mencapai 55% dan 85% diantaranya merupakan suatu kebiasaan yang terjadi tanpa disadari. Bernapas melalui mulut adalah suatu kebiasan buruk yang dapat menyebabkan penurunan laju alir saliva. Penurunan laju alir saliva ini dapat menyebabkan perubahan protein dalam rongga mulut, sehingga fungsi proteksi protein dari saliva yang akan menurun dan mikoorganisme di dalam rongga mulut akan meningkat. Hal ini menunjukan bahwa keadaan homeostasis di dalam rongga mulut dapat terganggu karena kebiasaan bernapas melalui mulut. Kondisi mikroorganisme yang semakin banyak akan meningkatkan aktivitas proteolitik sehingga protein akan terdegradasi menjadi gas-gas Volatile Sulfur Compound dan menyebabkan terjadinya bau mulut. Kondisi bau mulut dapat diuji secara klinis dengan uji organoleptik. Tujuan: menganalisis total protein dan deteksi profil protein saliva terhadap skor organoleptik serta kondisi bernapas melalui mulut dan bernapas normal. Metode: Sumber sampel dari tongue biofilm, saliva, dental biofilm, serta mukosa bukal anak yang bernapas normal dan melalui mulut. Kemudian dilakukan uji Bradford untuk mengetahui total protein dan uji SDS-PAGE untuk mengetahui profil protein pada saliva. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna kondisi bernapas mulut dan normal terhadap skor organoleptik dan total protein dari keempat sumber sampel. Korelasi total protein tongue biofilm dengan skor organoleptik pada anak bernapas mulut dan normal negatif sangat lemah tidak signifikan, sedangkan pada saliva positif lemah tidak signifikan. Korelasi total protein dental biofilm dengan skor organoleptik pada anak bernapas normal negatif sangat lemah tidak signifikan dan pada anak bernapas melalui mulut positif sangat lemah tidak signifikan. Akan tetapi, hasil korelasi total protein mukosa bukal berkebalikan dengan hasil korelasi dental biofilm baik pada kelompok bernapas normal dan mulut. Protein Amilase, MUC7, dan Cystatin yang terdeteksi pada saliva sampel lebih banyak terdapat pada anak bernapas normal. Protein MUC7dan Cystatin banyak terdapat pada anak dengan skor organoleptik rendah. Kesimpulan: Hasil analisis total protein menunjukan tidak ada perbedaan total protein terhadap kelompok bernapas mulut dan kelompok bernapas melalui hidung. Korelasi total protein dengan skor organoleptik yang menunjukkan hubungan yang berbeda-beda pada setiap sumber sampel baik pada kelompok bernapas mulut dan kelompok bernapas melalui hidung. Protein MUC7 dan Cystatin pada saliva dapat menjadi indikator kondisi bernapas melalui mulut dan skor organoleptik.
Background: In children, the prevalence of mouth breathing reaches 55% and 85% of them are habits that occur unwittingly . Mouth breathing is one of the bad habit that can reduce salivary flow rate. Decreased salivary flow rate can affect condition of protein in oral cavity, so that the protective function of saliva will decrease and microorganism in oral cavity will increase. This shows that the state of homeostasis in the oral cavity can be disrupted due to the habit of mouth breathing. The increasing number of microorganisms will increase proteolytic activity so that the protein will be degraded into Volatile Sulfur Compound gases and cause bad breath. The condition of bad breath can be clinically tested with organoleptic tests. Objective: to analyse total protein and detection of salivary protein against organoleptic score in mouth breathing children. Methods : Sample sources of tongue biofilms, saliva, dental biofilms, and buccal mucosa of children mouth breathers and nasal breathers. Then, the Bradford Assay was performed to determine the total protein and SDS-PAGE test to determine the protein profile in saliva. Result : there is no significant difference between mouth breathing and nose breathing against organoleptic score and total protein. The correlation of total tongue biofilm protein and organoleptic score in mouth breathing and nasal breathing children was negative very weak and not significant, while positive weak relationship was found in the correlation of total salivary protein and organoleptic score in mouth breathing and nasal breathing children. The correlation of total dental biofilm protein with organoleptic score in nasal breathers was negative very weak not significant, although in mouth breathers was found positive very weak not significant. However, the relationship between total buccal mucosa protein and score organoleptic was the opposite of the result of dental biofilm correlation. Amylase, MUC7, and Cystatin were found more in nasal breathers. MUC7 and Cystatin were found more in low organoleptic score. Conclusion : The result of total protein analysis show that there is no significant difference data in mouth breathers and nasal breathers children also there are variant correlation between total protein and organoleptic score. MUC7 and Cystatin protein in saliva can be indicators of mouth breathing condition and organoleptic score.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Fauzi Putra
Abstrak :
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan komoditas holtikultura yang memiliki umur simpan pendek dan produk pasca panennya rentan mengalami kerusakan. Salah satu upaya untuk memperpanjang masa simpan cabai rawit yang singkat adalah dengan perlakuan ozonasi. Penggunaan air terozonasi dalam pengawetan makanan dapat menjadi disinfektan yang aman untuk dikontakkan dengan bahan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh konsentrasi ozon terlarut dan suhu penyimpanan untuk mempertahankan kualitas cabai rawit menggunakan larutan NaCl terozonasi. Parameter kualitas cabai rawit yang dievaluasi berupa nilai Total Bakteri Mesofil Aerobik (TBMA), kandungan kapsaisin, kandungan vitamin C, perubahan massa, dan uji organoleptik. Cabai rawit dicuci selama 20 menit dengan variasi konsentrasi ozon terlarut 0,1; 0,2; dan 0,3 ppm dengan variasi suhu penyimpanan 10oC, 16oC, dan 25oC. Sampel disimpan selama 15 hari untuk melihat perkembangan karakteristiknya. Pencucian dengan konsentrasi 0,3 ppm bisa mereduksi TBMA hingga 87% dan di hari ke-15 memiliki kandungan TBMA lebih rendah hingga 81,5%. Penyimpanan pada suhu 10oC bisa menjaga kandungan vitamin C sampai hari ke-15 dibandingkan peyimpanan suhu ruang hingga 11 mg/100g. Penyimpanan pada suhu rendah 10oC juga dapat mempertahankan nilai kapsaisin hingga hari ke-10 sebesar 0,15 (%w/w) atau 24000 SHU. ......Cayenne pepper (Capsicum frutescens L.) is a horticultural commodity that has a short shelf life and its post-harvest products are prone to damage. One of the efforts to extend the short shelf life of cayenne pepper is by ozonation treatment. The use of ozonated water in food preservation can be used as a safe disinfectant for food contact. This study aims to evaluate the effect of dissolved ozone concentration and storage temperature to maintain the quality of cayenne pepper using ozonated salt solution. The cayenne pepper quality parameters evaluated were the Total Mesophyll Aerobic Bacteria (TBMA) value, capsaicin content, vitamin C content, mass change, and organoleptic tests. Cayenne pepper was washed for 20 minutes with various concentrations of dissolved ozone 0.1; 0.2; and 0.3 ppm with variations in storage temperature of 10oC, 16oC and 25oC. Samples were stored for 15 days to see the development of its characteristics. Washing with a concentration of 0.3 ppm can reduce TBMA up to 87% and on day 15 has a lower TBMA content of up to 81.5%. Storage at 10oC can maintain vitamin C content on day 15 compared to room temperature storage up to 11 mg/100g. Storage at a low temperature of 10oC can also maintain capsaicin values up to the 10th day of 0.15 (%w/w) or 24000 SHU.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Putri Septiyani
Abstrak :
Keterbatasan lahan dan kualitas panen menjadi masalah yang dihadapi oleh pembudidaya selada merah (Lactuca sativa var. crispa L.). Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan sistem hidroponik Nutrient Film Technique (NFT) dan penggunaan elisitor berupa asam salisilat. Asam salisilat berpotensi digunakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas dari tanaman selada merah yang ditumbuhkan pada sistem hidroponik NFT. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian asam salisilat terhadap pertumbuhan dan organoleptik selada merah. Perlakuan asam salisilat (0, 50 dan 100 ppm) diberikan dengan cara disemprotkan pada tiga plot tanaman dengan sembilan ulangan. Penyemprotan dilakukan selama tiga periode (31, 32 dan 37 Hari Setelah Tanam). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada jumlah daun, kandungan klorofil relatif, berat segar dan berat kering dari selada merah. Akan tetapi, terdapat perbedaan signifikan pada perlakuan asam salisilat 100 ppm terhadap tinggi tanaman. Berdasarkan uji organoleptik, selada merah yang diberi perlakuan elisitor asam salisilat 100 ppm memiliki skor penampilan, rasa dan tekstur yang lebih baik. Terdapat indikasi pemberian asam salisilat kurang optimal terhadap pertumbuhan selada merah karena nilai kelembapan udara saat penelitian lebih rendah dibandingkan dengan nilai POD (Point of Deliquescence) dari asam salisilat yang dilarutkan. Selain itu, diduga asam salisilat tidak optimal diserap oleh daun karena berkaitan dengan umur fisiologis daun. ......Land limitation and harvest quality are problems faced by red lettuce (Lactuca sativa var. crispa L.) farmers. Nutrient Film Technique (NFT) hydroponic system and the use of salicylic acid as an elicitor are alternatives to solve the problems. The use of salicylic acid has the potential to increase the quantity and quality of red lettuce. This study aimed to examine the effect of salicylic acid on the growth and organoleptic of red lettuce. Three concentrations (0, 50, and 100 ppm) of salicylic acid were applied to three plots of plants with nine replications. Salicylic acid spraying was carried out at three time periods (31, 32, and 37 Days After Planting). The results showed that there was no significant difference in the number of leaves, total chlorophyll content, fresh and dry weight of red lettuce. However, there was a significant difference in plant’s height after foliar application with 100 ppm of salicylic acid. Organoleptic test showed the application of 100 ppm salicylic acid elicitor gave a higher score for the appearance, taste, and texture. There were indications that the effects of foliar application of salicylic acid was less than optimal for the growth of red lettuce because the humidity value was lower compared to the POD (Point of Deliquescence) value of the salicylic acid. In addition, there is a possibility that salicylic acid is not optimally absorbed by the leaves because it is related to the physiological age of the leaves.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dela Vikantika Ponglabba
Abstrak :
Bubur daging buah merah (Pandanus conoideus Lamk) diperoleh tanpa didahului proses ekstraksi minyak dan ditambahkan pengemulsi, penstabil dan bahan lainnya seperti garam, gula dan asam sitrat. Bubur daging buah merah merupakan bahan baku yang dapat digunakan untuk pembuatan selai, dodol dan kue. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sifat fisik dan organoleptik beberapa formula bubur daging buah merah. Bubur daging buah merah dibuat dengan perlakuan jenis pengemulsi dan penstabil yaitu F0 (kontrol), F1 (Tween 80 2% dan CMC 1%), F2 (gelatin 2%), dan F3 (Tween 80 0,5% dan gelatin 1%). Sifat fisik dari keempat formulasi bubur daging buah merah adalah berwarna merah hingga merah oranye, beraroma khas buah merah, pH 6,64, viskositas 108-150 dPa.s, total padatan terlarut 8,4 - 8,5 oBrix, dengan kestabilan emulsi 2 sampai 7 hari. Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, formula bubur daging buah merah yang paling disukai panelis adalah F3 dengan komposisi daging buah merah 95,1%, Tween 80 0,5%, gelatin 1%, garam 0,3%, gula 3% dan asam sitrat 0,1%, dengan tingkat penerimaan warna dengan skor 5,8 (agak suka sampai suka), aroma 4,9 (netral sampai agak suka), rasa 5,0 (agak suka), dan tampilan produk secara keseluruhan 5,0 (agak suka).
Bogor: Balai Besar Industri Agro, 2020
338.1 WIHP 37:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Novia
Abstrak :
Penelitian bertujuan untuk menghasilkan produk yogurt nabati hasil fermentasi susu kacang merah menggunakan kultur backslop. Kultur backslop yang digunakan sebanyak 15% (v/v) berasal dari produk BioYogurt, inkubasi dilakukan selama 48 jam pada suhu 38° C. Analisis produk fermentasi meliputi perhitungan jumlah bakteri asam laktat, kadar protein, total asam, pH dan uji organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada akhir fermentasi jumlah bakteri asam laktat adalah 7,64 log CFU/ml, kadar protein adalah 14,89 mg/ml, kadar total asam adalah 1,6%, pH adalah 4,00 dan tingkat kesukaan panelis terhadap produk adalah moderate. ......The research aims to produce natural yogurt products of the fermented red bean milk by backsloping. Backslop culture from BioYogurt used as much as 15% (v/v), incubation performed for 48 hours at temperature of 38° C. Analysis fermentation products included the calculation of the lactic acid bacteria amount, protein content, total acid, pH and levels of panelist?s delight. The results showed that at the end of fermentation were, the number of lactic acid bacteria 7,64 log CFU/ml, protein content 14,89 mg/ml, total acid 1,6%, pH amount 4,00 and the degree of panelist?s delight against the product moderate.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1249
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizki Ramadhan
Abstrak :
ABSTRACT
Perubahan gaya hidup yang tidak sehat dapat menjadi faktor pemicu meningkatnya kadar kolesterol, hipertensi, dan obesitas hingga beresiko terbentuknya aterosklerosis. Aterosklerosis adalah pengerasan dan penyempitan arteri sehingga mengakibatkan peredaran darah menjadi terhambat. Salah satu herbal yang berpotensi untuk mengatasi penyakit tersebut adalah jamu anti-aterosklerosis yang terdiri dari daun tanjung, daun belimbing manis, dan temulawak. Hasil penelitian Tristantini et al. 2015 membuktikan bahwa daun tanjung mempunyai keaktifan sebagai antioksidan, anti kolesterol, dan anti platelet, serta daun belimbing sebagai antihiperglikemik. Bentuk sediaan jamu adalah serbuk simplisia yang diseduh dengan air panas. Sebelum dipasarkan, produk perlu melalui berbagai uji agar dapat dikatakan layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Pencantuman informasi umur simpan sangat penting terkait dengan keamanan produk pangan dan untuk memberikan jaminan mutu pada konsumen. Pendugaan umur simpan jamu anti-aterosklerosis dilakukan dengan metode Accelerated Shelf Life Test ASLT melalui pendekatan kadar air kritis dan permodelan sorpsi isotermis. Dalam penelitian, dilakukan pula uji organoleptik dan uji Angka Kapang Khamir AKK untuk menentukan kondisi kritis. Permeabilitas kemasan merupakan parameter yang terdapat dalam persamaan umur simpan Labuza, 1982 dan diukur dengan metode gravimetri. Berdasarkan hasil penelitian, umur simpan jamu anti-aterosklerosis adalah 233 hari pada kemasan kantong saring dan alumunium foil; 94 hari pada kemasan kantong saring dan plastik PE ; serta 65 hari pada kemasan plastik PE apabila disimpan pada suhu 30?C dan kelembaban relatif RH 75.
ABSTRACT
Unhealthy lifestyle could trigger increased levels of cholesterol, hypertension, and obesity, even atherosclerosis. Atherosclerosis is hardening and tightening of the arteries that cause blocking of blood circulation. One of the herbs that have the potential to overcome the disease is anti atherosclerosis herbs consisting of Tanjung leaf, starfruit leaf, and curcuma. The results of Tristantini et al. 2015 proved that Tanjung leaf has a antioxidant activity, anti cholesterol, and anti platelets, as well as starfruit leaf as anti hyperglycemia. The herbs appear in simplicia powder brewed with hot water. Before being marketed, products need to be tested in order to be considered feasible for public consumption. Inclusion of shelf life information is very important regarding to food product safety and to provide quality assurance to consumers. Shelf life of anti atherosclerosis herbs was estimated by Accelerated Shelf Life Test ASLT method based on critical water content approach and sorption isotherms model. In the study, organoleptic test and mold test were carried out as well to determine critical condition. Packaging permeability was a parameter in shelf life equation Labuza, 1982 and was measured by gravimetric method. The results of this study, shelf life of anti atherosclerosis herbs was predicted to be 233 days in filter bag alumunium foil packaging 94 days in filter bag plastic PE packaging and 65 days in plastic PE packaging when it stored at temperature of 30 C and relative humidity RH of 75.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Winanda Miriyanti
Abstrak :
ABSTRAK
Ikan merupakan bahan pangan yang cepat mengalami pembusukan (perishable food) sehingga perlu penanganan yang baik dari penanganan di atas kapal, distribusi, pengumpul, pemasaran sampai dengan pengolahan untuk mengetahui kaitan konsumsi ikan dengan kesehatan masyarakat. Spesies ini adalah salah satu tangkapan dominan yang di daratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu dan mengevaluasi kesesuaian penanganan ikan tongkol abu-abu (Thunnus tonggol) terhadap persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. Metode diperoleh dari penilaian mutu organoleptik selama proses pembongkaran. Analisa organoleptik dilakukan dengan metode sesuai dengan SNI 2346 : 2011, penentuan kesesuaian standar menggunakan gap analisis sedangkan perumusan strategi menggunakan Analisa SWOT. Kesenjangan dinilai dengan membandingkan proses aktual dengan peraturan pemerintah (KEPMEN KP No.52A/KEPMENKP/2013). Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai organoleptik adalah 7 dengan batasan nilai 7,32 ≤ µ ≤ 8,1. Terdapat kesenjangan sebesar 1,79 dengan tingkat kesesuaian sebesar 64,30 %. Diperoleh enam strategi pemenuhan persyaratan dengan tujuan utama yaitu ikan bermutu baik. Adapun langkah jangka pendek yang harus dilakukan untuk pencapaian strategi antara lain melakukan pembersihan lingkungan TPI higenis beserta perlengkapan & peralatan pendukungnya, menambah poster peringatan di area Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan tentang pentingnya penanganan ikan yang baik, serta sosialisasi & pendampingan penggunaan teknologi informasi yang baru pada proses pelayanan perijinan.
ABSTRACT
As a perishable food, fishes required a proper handling from onboarding, unloading, marketing and processing. This handling closely related to the effect of fish product consumption to public health. This species is one of the dominant catch that landed at the Pekalongan Archipelagic Fishing Port (AFP). This research aims to evaluate Longtail tuna handling to ensure the standard of quality insurance and safety of fisheries product. Data was collected by organoleptic assessment of fish quality during unloading process. Organoleptic analysis was carried out using a method in accordance with SNI 2346 : 2011, determining the suitability of the standard using gap analysis while the formulation of strategies using SWOT analysis. The gap will assess by comparing the actual process and the goverment regulation (KEPMEN KP No. 52A/ KEPMENKP/2013). The result showed that the quality of longtail tuna landed in Pekalongan AFP was quite acceptable by 7 with range 7,32 ≤ µ ≤ 8,1 and total average 7,85. The suitability with the handling standard was poor by 64,30% with the gap at 1,79. There are six strategies to ensure the standard of quality and safety insurance system standards fisheries product with the main goal of good quality fish. The short-term step that must be taken to achieve the standard fulfillment strategy is to clean the hygienic fishing port environment along with its supporting equipment, adding warning posters in the Pekalongan AFP area about the importance of good fish handling, as well as socialization & mentoring for the use of new information technology in each process of licensing services.
2018
T51921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shamira Ausvy Maliha
Abstrak :
Jamu Turun Tegang Saraf merupakan produk jamu cair siap minum berbahan dasar cengkih, jahe merah, dan pala yang berkhasiat menurunkan ketegangan saraf. Jamu ini merupakan jamu baru yang masih memerlukan pengembangan produk salah satunya dengan menduga umur simpannya untuk memberikan jaminan keamanan mutu serta informasi keamanan konsumsi bagi konsumen. Dalam penelitian ini, mutu dan keamanan produk diamati berdasarkan variasi jumlah penambahan pengawet natrium benzoat (0; 1000; dan 2000 mg/kg) serta suhu penyimpanan (30℃; 40℃; dan 50℃). Penelitian dilakukan untuk memperoleh jumlah penambahan pengawet yang memberikan umur simpan jamu paling lama dengan mengamati parameter penurunan kandungan senyawa fenolik dan nilai organoleptik (warna, bentuk, aroma, dan rasa) jamu selama penyimpanan. Pendugaaan umur simpan dilakukan menggunakan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) dengan pendekatan model persamaan Arrhenius. Diamati pertumbuhan mikroba selama penyimpanan menggunakan metode Angka Lempeng Total (ALT) guna memberikan jaminan keamanan konsumsi bagi konsumen. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa pendugaan umur simpan dilakukan berdasarkan parameter kritis kandungan senyawa fenolik dimana umur simpan Jamu Turun Tegang Saraf tanpa penambahan pengawet dengan suhu penyimpanan 30℃; 40℃; dan 50 adalah 3; 4; dan 5 hari; Jamu Turun Tegang Saraf dengan penambahan pengawet 1000 mg/kg suhu penyimpanan 30; 40ƒ; dan 50 adalah 5; 6; dan 8 hari; dan umur simpan Jamu Turun Tegang Saraf dengan penambahan pengawet 2000 mg/kg suhu penyimpanan 30; 40;  dan 50℃ adalah 6; 7; dan 9 hari. Jamu Turun Tegang Saraf dengan penambahan pengawet 2000 mg/kg suhu penyimpanan 30℃; 40℃; dan 50℃ aman dikonsumsi hingga hari ke-16 penyimpanan. Jamu Turun Tegang Saraf dengan pengawet 1000 mg/kg suhu penyimpanan 40℃; dan 50℃ aman dikonsumsi hingga hari ke-16 penyimpanan, sedangkan Jamu Turun Tegang Saraf tanpa pengawet suhu penyimpanan suhu 40oC dan 50oC aman dikonsumsi hingga hari ke-13 dan hari hari ke-16 penyimpanan.  ......Neuropathic Pain Reducer Herbal is a ready-to-drink liquid herbal medicine made from cloves, red ginger, and nutmeg which has the effect of reducing nervous tension. This product is a new herbal medicine that still that still needs some product developments, including product shelf life to provide quality assurance and consumption safety information for consumers. In this study, product quality and safety were observed based on variations in the amount of added sodium benzoate (0; 1000; and 2000 mg/kg) and storage temperature (30℃; 40℃; and 50℃). The study was conducted to obtain the amount of added preservatives that provide the longest shelf life of herbal medicine by observe the decrease in quality parameters of the phenolic compounds content and organoleptic values ​​(color, shape, aroma, and taste) of herbal medicine during storage. Shelf life estimation was carried out using the Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) method with the Arrhenius equation model approach. Microbial growth was observed during storage using the Total Plate Count (TPC) method in order to guarantee consumption safety for consumers. The content of eugenol compounds which act as natural preservatives in herbal medicine were identified and their decrease was observed. The results of this study showed that the estimation of shelf life was carried out based on critical parameters of the content of phenolic compounds where the shelf life of Neuropathic Pain Reducer Herbal without the addition of preservatives with a storage temperature of 30; 40; and 50 is 3; 4; and 5 days; Neuropathic Pain Reducer Herbal with added sodium benzoate 1000 mg/kg storage temperature 30℃; 40℃; and 50 is 5; 6; and 8 days; and the shelf life of Neuropathic Pain Reducer Herbal with added sodium benzoate 2000 mg/kg storage temperature 30℃; 40; and 50℃ is 6; 7; and 9 days. Neuropathic Pain Reducer Herbal with added sodium benzoate 2000 mg/kg and storage temperature 30℃; 40℃; and 50℃ safe for consumption until the 16th day of storage. Neuropathic Pain Reducer Herbal with added sodium benzoate 1000 mg/kg storage temperature 40; and 50℃ are safe for consumption up to the 16th day of storage, while Neuropathic Pain Reducer Herbal without added sodium benzoate at storage temperatures of 40℃ and 50℃ are safe for consumption until the 13th day and 16th day of storage. Eugenol compounds were proven to exist by HPLC testing and it was found that the greater the amount of addition of sodium benzoate affects the degradation of eugenol compounds.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Permatasari
Abstrak :
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pada bulan Januari hingga Juni 2016 mengenai analisis proksimat, uji organoleptik, dan uji fisik pakan ikan hias yang memanfaatkan tepung bintang laut mahkota duri (Acanthaster planci) sebagai substitusi protein tepung ikan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui dan membuat formulasi pakan ikan hias dengan substitusi tepung A. planci yang memiliki kualitas terbaik berdasarkan analisis proksimat, uji organoleptik, dan uji fisik serta untuk mengetahui kandungan gizi dari pakan ikan hias dengan substitusi tepung A. planci tersebut. Pakan yang dibuat yaitu pakan yang mengandung protein sebesar 37%, 27%, dan 17% dimana sumber protein yang digunakan berasal dari dedak dan tepung ikan yang sebagian disubstitusi dengan tepung A. planci. Pakan sampel dianalisis proksimat (kadar air, protein, lemak, serat kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen, kadar abu), uji organoleptik (tekstur, aroma, warna, rasa), dan uji fisik (tingkat kekerasan, kecepatan pecah, kecepatan tenggelam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan dengan kandungan protein sebesar 27% merupakan pakan dengan formulasi terbaik karena memiliki kandungan gizi, kriteria organoleptik, dan kriteria fisik yang terbaik
ABSTRACT
A research about proximate analysis, organoleptic and physical test of fish meal contained crown of thorns starfish (Acanthaster planci) powder as a fish powder protein substitution has been conducted on January until June 2016. The research aims to produce the best quality fish meal formulation with A. planci powder substitute based on data of proximate analysis, organoleptic and physical test as well as knowing the nutrient content of that fish meal. The meal contain protein of 37%, 27%, and 17% made of brans and fish powder that substituted with A. planci powder. Each fish meal types were subjected to proximate analysis (water content, protein, lipid, fiber, extract materials without nitrogen, ash content), organoleptic test (texture, flavor, color, taste), and physical test (hardness level, cracking speed, sinking speed). The results showed that fish meal of 27% protein was the best meal formulation because it?s nutrient content, organoleptic and physical criteria was better than others.
2016
S64906
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library