Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imam Surdjawo
"Keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian, tidak hanya tanggung jawab Polri, namun juga perlu adanya peran serta masyarakat secara aktif. Dalam menumbuhkan keamanan dan ketertiban masyarakat bersifat swakarsa tersebut diperlukan kehadiran Polri secara aktif ditengah-tengah masyarakat yaitu Bintara Pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (Babinkamtibmas).
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha melihat pola-pola kegiatan yang dilakukan oleh Babinkamtimas dalam membina keamanan dan ketertiban masyarakat bersifat swakarsa di Kelurahan Tangki Kecamatan Taman Sari Jakarta Barat.
Untuk memperoleh data dilapangan, metodologi yang digunakan adalah pendekatan kwalitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui pengamatan terlibat dan wawancara dengan pedoman, serta data sekunder diperoleh melalui penelusuran dokumen.
Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa corak masyarakat Tangki sebagian besar adalah merupakan masyarakat bisnis (masyarakat jasa). Dari corak masyarakat tersebut maka pola-pola kegiatan yang dilaksanakan oleh Babinkamtibmas lebih banyak mengikuti program kegiatan yang dilaksanakan oleh aparat Kelurahan, pengurus RW maupun pengurus RT serta atas penilaian atau inisiatif Babinkamtibmas dilapangan yang didasarkari pada karakteristik masyarakat setempat.
Demikian juga kegiatan mawarakat dalam melakasanakan keamanan dan ketertiban masyarakat swakarsa menggunakan jasa pengamanan Hansip, Satpam dan keamanan tidak resmi seperti dari instansi ABRI secara perorangan maupun dari organisasi kemasyarakatan tertentu. Sedangkan kegiatan kolektif masyarakat dalam pengamanan lingkungan dilaksanakan bilamana masyarakat merasa lingkungannya tidak aman."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soewarso
"Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap gambaran penanganan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di Kelurahan Pondok Pinang, yakni bagaimana seorang Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat melaksanakan tugas dan peranannya dalam suatu lingkungan masyarakat, sebagai kepanjangan tangan Polisi Sektor dan ujung tombak Polri selaku aparat penegak hukum, dalam memberikan pelayanan, perlindungan dan bimbingan masyarakat, mengupayakan tumbuh kembangnya peran dan tanggung jawab masyarakat dalam pembinaan keamanan dan ketertiban lingkungannya ("Community Oriented Policing").
Penelitian ini berawal dari adanya pernyataan bahwa kebijakan pemolisian selaku aparat penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan dan pemeliharaan ketertiban umum ("Law Enforcement To Solve The Crime and To Maintain Public Order"), lebih mengutamakan upaya pencegahan dari pada penindakannya, dan penugasan Babinkamtibmas sebagai ujung tombak Polri untuk memberikan pelayanan, bimbingan dan perlindungan masyarakat di Kelurahan bagi seorang Bintara Polisi merupakan tugas yang berat dan komplek.
Dalam melaksanakan tugas dan peranannya seorang Bintara Pembina keamanan dan Ketertiban Masyarakat, yang digambarkan bagaikan seorang sherif atau ranger(Kunarto,1997), dituntut kemahiran dibidang hukum dan melaksanakan teknik kepolisian yang handal dengan sikap corect tetapi luwes, mewujudkan jati dirinya, berdasarkan pemahaman akan situasi kamtibmas dan lingkungan yang dihadapinya Menentukan pilihan dari altematif upaya-upaya mewujudkan tujuan yang ingin dicapainya.
Hal yang sedemikan itu akan sangat tergantung kepada kemampuannya untuk menafsirkan dan memahami, hakekat ancaman gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat di daerahnya, dan tanggapan masyarakalnya, kemudian berdasarkan pengetahuan dan keyakinannya memilih prioritas upaya-upaya pelayanannya untuk mewujudkan Pola-Pola tindakan untuk bersama-sama memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dan lingkungannya.
Pelayanan yang diberikan untuk membantu masyarakat dalam mengatasi masalah kamtibmas lingkungannya, akan menumbuhkan pengakuan dan penerimaan serta kepercayaan masyarakat terhadapnya, sehingga masyarakat bersedia ikut berperan serta memelihara keamanan dan ketertiban lingkungannya. (Suparlan :1997).
Sesuai dengan hakekat ancaman keamanan dan ketertiban masyarakat, maka masalah kamtibmas sangat kompleks dan tidak pernah berhenti, malahan cenderung terus meningkat seirama dengan pembangunan dan perubahan-perubahan sosial. Keadaan ini membuat Polisi serba berurusan dengan masyarakat. Oleh karena itu kehadiran Polisi ditengah tengah masyarakat dengan sikap dan kemampuan yang handal menjadi kebutuhan mutlak masyarakat. (Mabel Polni,1997).
Dengan demikian wujud daripada sikap dan kemampuannya menangani situasi kamtibmas baik sebagai crime fighter maupun dalam membantu melayani warga masyarakat sebagai pelindung, pengayom, ia berperan sebagai community problem solver, harus mampu bertindak berdasarkan penilaiannya sendiri. Agar masyarakat yang mengharapkan dapat hidup dengan tertib dan tenteram, akan berpaling kepada Polisi.(Mardjono,1998 : 7).
Penelitian dilakukan dengan metode etnografr ayau metode kwalitatif, menggambarkan sesuatu gejala dalam perspektip gejala-gejala yang ada dalam konteksnya, sebagai kesatuan yang bulat dan menyeluruh. Yakni pola-pola tindakan dan perilaku seorang Bintara pembina kamtibmas, Serma Pol Soemardi, menangani Kamtibmas, di Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama, Kotamadya Jakarta Selatan yang merupakan wilayah administrasi Daerah Khusus Ibukota Jakatra Raya Metropolitan.
Wilayah tersebut merupakan suatu wilayah yang unik, karena sifat wilayahnya terbuka, sebagai daerah lintasan hubungan lalulintas dengan akses jalan kesegala jurusan. Penghuninya beragam diantaranya warga negara asing/ anggota perwakilan negara asing, pejabat-pejabat tinggi dan para pengusaha besar. Sebagian termasuk orang-orang penting, sehingga memerlukan pelayanan khusus dari segi pengamanannya. Mereka ini menghuni di daerah pemukiman baru Pondok Indah. Sebagian lagi terdiri atas warga masyarakat golongan menengah kebawah. Mereka ini menghuni di daerah pemukiman yang dikenal sebelumnya sebagai 'desa' Pondok Pinang.
Tesis ini ingin menggambarkan bagaimana hubungan Serma Pol Soemardi selaku petugas Babinkamtibmas, mewujudkan tugas dan peranannya, bersama sama dengan masyarakat lingkungan Kelurahan Pondok Pinang. Penelitian dengan pendekatan kwalitatif, menggunakan teknik pengamatan terlibat serta wawancara kepada tokoh masyarakat, baik formal maupun informal guna memperoleh informasi yang khusus sesuai kedudukannya dalam masyarakat, untuk memperoleh gambaran yang lebih luas dan menyeluruh serta mendalam."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Megawati
"Pembahasan mengenai keteraturan yang tidak terlihat menggali cara tunanetra memaknai suatu keteraturan dalam rumah tinggalnya dengan keterbatasan visualnya. Keteraturan yang dibentuk dalam arsitektur mengarah kepada pencapaian estetika visual yang hanya dapat dinikmati oleh pengguna yang dapat melihat. Dominasi penciptaan keteraturan ke arah pencapaian estetika visual tidak mendukung pengguna yang memiliki keterbatasan visual dalam mengalami keteraturan ruang. Keteraturan ruang yang dialami secara non visual oleh tunanetra dipahami lebih dalam melalui dua studi kasus yang dilakukan pada penghuni tunanetra dalam rumah tinggalnya. Kebiasaan, kebutuhan, dan pengalaman ruang yang berbeda antara penghuni yang dapat melihat dan penghuni tunanetra menimbulkan konflik keteraturan. Konflik yang muncul merepresentasikan pola pemaknaan keteraturan yang berbeda antara kedua penghuni. Pemaknaan keteraturan ruang yang dialami tunanetra menggambarkan pentingnya keteraturan ruang untuk kemudahan tunanetra dalam mobilitas, orientasi, dan berinteraksi dengan lingkungan. Kehadiran unsur-unsur yang selama ini tidak tampak bagi pengguna yang dapat melihat dalam memaknai keteraturan ruang, menjadi berarti bagi tunanetra. Tingkat familiaritas, tingkat kenyamanan, kesesuaian besaran ruang dengan besaran perabot, kemudahan, peletakan sesuai ingatan tunanetra, dan pengaturan ruang yang tidak berliku menjadi bagian dalam pembentukan keteraturan ruang bagi tunanetra. Pengetahuan mengenai pemaknaan keteraturan ruang secara non visual, diharapkan dapat memberi sumbangan untuk mengangkat peranan indera non visual dalam penciptaan arsitektur bagi tunanetra maupun arsitektur secara umum.

The studys' of invisible orderliness explores the way blind people create meanings of a spatial orderliness in their dwellings with their visual impairments. Orderliness which is formed in architecture refers to the attainment of visual aesthetics that can only be enjoyed by sighted people. Domination in visual aesthetics of creating orderliness does not support blind people in experiencing spatial orderliness. Spatial orderliness that is experienced non visually by blind people are understood deeper through two case studies of blind people in their dwellings. The difference of habits, needs, and spatial experiences between sighted and blind occupants can cause conflicts of orderliness. That conflicts represent different patterns in creating meaning of orderliness between both occupants. The meaning of spatial orderliness which is experienced by blind people describes the important of spatial orderliness for giving ease to blind people in mobility, orientation, and interaction with environment. The presence of elements which are invisible for sighted people in creating meaning of spatial orderliness, becoming meaningful for blind people. Familiarity, comfort, the balance of spatial size and furniture size, ease, placement according to blind memory, and ordering space which is not complicated, become part of shaping spatial orderliness for the blind. The knowledge of the meaning of non visual spatial orderliness, hopefully can give contribution to raise the role of non visual senses in the creation of architecture for the blind and also architecture in general."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51606
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library