Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lulu Intan Qolbiyah
Abstrak :
Infeksi Virus Human Immunodeficiency mungkin memiliki dampak psikososial pada penderitanya. Penyakit ini menciptakan stigma, yang membuat orang dengan HIV / AIDS (ODHA) cenderung menutupi status HIV mereka di masyarakat. Ketakutan ditolak dan diperlakukan secara berbeda membuat ODHA menyembunyikan perlakuan mereka. Jenis perilaku dapat mengganggu pengobatan mereka, sehingga mereka tidak mendapatkan kepatuhan dengan obat yang seharusnya 95% -100% dari dosis obat yang diberikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengungkapan status HIV dan stigma dengan kepatuhan pengobatan antiretroviral. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional pada 112 Odha di RSKO Jakarta dan Puskesmas Pasar Rebo. Instrumen yang digunakan termasuk Skala Singkat Pengungkapan HIV untuk menilai pengungkapan status HIV, Skala Stigma HIV Berger untuk menilai stigma, dan Skala Kepatuhan Pengobatan Morisky (item MMAS 4) untuk menilai kepatuhan ARV. Hasil penelitian ini dianalisis menggunakan chi-square dan menunjukkan tidak ada hubungan antara pengungkapan status HIV dengan kepatuhan menggunakan ARV, (nilai p = 1.000; α = 0,05) dan tidak ada hubungan antara stigma dan kepatuhan ARV (nilai p = 0,849 ; α = 0,05). Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk layanan perawatan kesehatan agar lebih memperhatikan kepatuhan pengobatan pasien mereka dan memberikan dukungan kepada mereka untuk meningkatkan pengobatan mereka. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan studi orientasi seksual terlebih dahulu. ......Human Immunodeficiency Virus Infection may have a psychosocial impact on the sufferer. This disease creates a stigma, which makes people with HIV / AIDS (PLWHA) tend to cover their HIV status in the community. Fear of being rejected and treated differently makes PLHIV conceal their treatment. This type of behavior can interfere with their treatment, so they do not get compliance with drugs that should be 95% -100% of the drug dose given. This study aims to determine the relationship between disclosure of HIV status and stigma with adherence to antiretroviral treatment. This study used a cross-sectional design for 112 people living with HIV in RSKO Jakarta and Pasar Rebo Health Center. Instruments used included the HIV Disclosure Brief Scale to assess HIV status disclosure, the Berger HIV Stigma Scale to assess stigma, and the Morisky Treatment Compliance Scale (MMAS 4 item) to assess ARV compliance. The results of this study were analyzed using chi-square and showed no relationship between disclosure of HIV status with adherence using ARVs (p value = 1,000; α = 0.05) and no relationship between stigma and ARV compliance (p value = 0.849; α = 0.05). This research is expected to be useful for health care services to pay more attention to the treatment compliance of their patients and provide support to them to improve their treatment. Suggestions for further research is to conduct a sexual orientation study first.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Melinda Kusumawati
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang kcnsep dir Orang dengan HIV/AIDS pada saat sebelum dan sesudah diagnosa HIV/AIDS serta reaksi psikolcgis Odha ketika mengetahul diagnosa HIV/AIDS. Kcnsep diri pada Odha penting daiam memberikan gambaran tentang siapa dirinya. Hal ini tidak hanya meliputi perasaan terhadap diri sendiri, tatanan moral, sikap-sikap dan ide-ide, tetapi juga mencakup nilai-nilai yang mendorong seseorang untuk bertindak (Mappiare, 1992). Konsep diri pada Odha meimpengaruhi kemampuannya dalam membuat keputusan atau rencana hidupnya baik di masa depan, masa kini maupun di masa depan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan observasi. Subyek dalam penelitian ini be.jumlah 3 orang yang diambil secara incidental sampling. Lokasi penelitian dilakukan di Sanggar Kerja Yayasan Pelita llmu, sebagai satu-satunya Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam upaya penganggulangan HIV/AIDS yang memiliki shelter (rumah singgah) bagi Odha. Hasil penelitian menunjukkan, ada perubahan pada 6 dimensi konsep dir Odha. Ke enam dimensi konsep diri tersebut adalah konsep diri fisik, konsep dir etik moral, konsep diri personal, konsep diri keluarga, konsep diri masyarakat (social) dan konsep diri ideal (Pitts, 1971). Pada konsep diri fisik, munculnya pe ubahan fisik yang mulai tampak pada tubuh akibat serangan penyakit infeksi oportunistik merupakan hambatan bagi Odha untuk beraktivitas atau memulai us jha baru. Odha menjadi cepat lelah dan hal ini berpengaruh pada pemilihan jeris kegiatan yang tidak banyak menguras tenaga. Selain itu, munculnya pe ubahan fisik mendorong Odha untuk melakukan berbagai tindakan preventif mcupun kuratif untuk mencegah sedini mungkin serangan penyakit infeksi oportunistik tersebut. Pola hidup sehat dan tetap berpikir positif merupakan kunci uts ma untuk menjaga kondisi tubuh dari serangan penyakit infeksi oportunistik semaksimal mungkin. Sementara itu, tidak ada perubahan dalam persepsi Odha utama untuk menjaga kondisi tubuh dari serangan penyakit infeksi oportunistik semaksimal mungkin. Sementara itu, tidak ada perubahan dalam persepsi Odha tehadap penampilan pada saat sebelum dan sesudah diagnosa HIV/AIDS. Odha tetap menganggap penampilan fisik panting dalam bergaul atau bersosialisasi. Secara etik moral, konsep diri yang dimiliki Odha setelah diagnosa HIV menunjukkan adanya perubahan yang positif. Odha menjadi lebih balk dalam menjalankan kehidupan beragama setelah didiagnosa HIV/AIDS. Odha merasa bahv/a sekaranglah waktunya untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan setelah sebelumnya sempat jauh atau bahkan menyangsikan keberadaan Tuhan. Dalam konsep diri personal, umumnya Odha merasa tidak lagi optimis dan mempunyai semangat dalam memulai suatu usaha/kegiatan dan dalam merencanakan kehidupannya. Odha mempersepsikan bahwa usahanya akan sia-sia saja, mengingat usia mereka yang tidak akan bertahan lama lagi. Sementara Odha yang merasa bahwa mereka lebih optimis dalam melanjutkan kehidupannya mengaku, peranan keluarga sangat besar pengaruhnya dalam merrbangkitkan, mendorong dan memberi dukungan bagi Odha. Odha merasa lebih optimis dalam merencanakan kehidupan selanjutnya. Pada dimensi konsep diri keluarga, menunjukkan bahwa tidak ada perubahan pada gambaran diri Odha terhadap keluarga. Odha menggambarkan keluarga tidak memberikan perlakuan khusus sehingga hal tersebut tidak mempengaruhi gambaran diri mereka dalam keluarga, pada saat sebelum mauDun sesudah diagnosa HIV/AIDS. Namun, Odha yang merasa diperlakukan istimawa oleh keluarga menyatakan tidak nyaman dengan perubahan perlakuan keluarga tersebut. Pada konsep diri masyarakat (sosial), Odha menjadi lebih selektif dan membatasi diri dalam bergaul dengan masyarakat. Hal ini disebabkan karena Odh a masih takut dengan adanya stigma negatif dan tindakan diskriminatif masyarakat terhadap mereka. Odha menjadi sangat menjaga kerahasiaan iden itas diri sebagai Odha. Pada konsep diri ideal, Odha berharap dapat hidup lebih panjang sehingga dapat mendampingi anak-anak hingga dewasa dan dapat men.berdayakan diri lewat kegiatan-kegiatan sosial dalam upaya mencegah penyebaran HIV/AIDS lebih banyak lagi. Sementara respon psikologis Odha terhadap hasil tes diagnosa HIV men-injukkan reaksi yang sama, antara lain: bingung, terkejut, marah, putus asa dan tidak semangat untuk melanjutkan kehidupannya. Konsep diri Odha sebelum diagiosa HIV/AIDS tidak mempengaruhi bentuk respon psikologis yang ditaripilkan. Odha menunjukkan respon psikologis yang sama ketika didiagnosa HIV positif meskipun konsep diri yang dimiliki sebelum diagnosa HIV beragam. Sedangkan Odha mempunyai pikiran yang sama saat dinyatakan positif HIV antara lain akan segera mati, ingin mengakhiri hidup dan berpikir untuk men jiarkan virus pada orang lain. Konselor HIV/AIDS mempunyai peranan penting dalam membantu menyembalikan dan mempertahankan konsep diri yang positif pada Odha, sehii igga Odha dapat membuat rencana atau tindakan bagi kehidupan selanjutnya. Demikian pula, peranan keluarga dan relawan (Ohida) dalam men berikan dukungan dan dampingan bagi Odha berpengaruh pada lamanya waktu yang dibutuhkan Odha untuk dapat menyesuaikan diri dengan statusnya.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S2909
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Alphi Nabila
Abstrak :
ABSTRAK
Perilaku berobat dalam penelitian ini ialah perilaku ODHA dalam meminum obat ARV. Penggunaan ARV menuntut ODHA untuk patuh menjalankan pengobatannya. Sedikit pelanggaran dari ketentuan dapat menyebabkan kegagalan proses pengobatan dan memicu munculnya resistensi. Di Indonesia, angka kejadian kegagalan dalam pengobatan ARV masih tinggi. Hingga September 2014, ada 38.399 orang yang berhenti melakukan pengobatan ARV dan tidak ter-followup. Tujuan dari penelitian ini ialah memperoleh gambaran yang mendalam tentang perilaku berobat ODHA Yayasan Kotex Mandiri yang berkaitan dengan pengetahuan, self efficacy, riwayat efek samping obat, akses layanan kesehatan, pengalaman mendapat stigma dan diskriminasi di layanan kesehatan, dukungan tenaga kesehatan, dan dukungan kelompok. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan desain studi kasus. Metode yang digunakan adalah wawancara mendalam dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ODHA Yayasan Kotex Mandiri memiliki pengetahuan yang baik mengenai HIV, memiliki self efficacy yang tinggi, mengalami riwayat efek samping obat namun dapat diatasi dengan baik dan tidak menimbulkan putus obat, mendapat akses layanan kesehatan mudah, tidak mengalami stigma dan diskriminasi di layanan kesehatan, mendapat dukungan dari tenaga kesehatan, dan kelompok (keluarga, teman, dan LSM). Adanya program pendampingan dari Yayasan Kotex Mandiri di layanan kesehatan memberikan dampak seperti peningkatan pengetahuan dan motivasi berobat ODHA.
ABSTRACT
The treatment behavior in this study is the behavior of ODHA in taking ARV drugs, starting from taking ARV in health services to their consumption. The use of antiretrovirals requires ODHA to comply and carry out their treatment regularly. Few violations of the provisions for taking these drugs can cause a failure of the treatment process and trigger resistance. In Indonesia, the incidence of ARV treatment failure is still high due to poor adherence to treatment. Until September 2014, there were 38,399 people who stopped taking ARV treatment and were not followed up. The purpose of this study was to obtain an in-depth picture of the treatment behavior of the ODHA of Kotex Mandiri Foundation relating to knowledge, self efficacy, history of drug side effects, access to health services, experience of getting stigma and discrimination in health services, support of health workers, and group support. This research is a type of qualitative research using case study design. The method used is in-depth interviews and document review. The results showed that most ODHA in Kotex Mandiri Foundation had good knowledge about HIV, modes of transmission, and ARV treatment, had high self efficacy, experienced a history of drug side effects such as nausea, fever, rashes, but could be treated well and does not cause drug breaking behavior, gets access to health services very easily, does not experience stigma and discrimination in health services where he is treated, gets support from health workers, and groups (family, friends and NGOs). The existence of a mentoring program from Kotex Mandiri Foundation in health services has had an impact such as increasing the knowledge and motivation of ODHA treatment.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Nur`aini Nindya
Abstrak :
Pemberian perawatan, dukungan dan pengobatan pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) akan berlangsung seumur hidup dan berisiko terjadinya loss to follow up. Loss to follow up dapat terjadi apabila data ODHA tidak dikumpulkan secara konsisten dan tidak dikelola oleh database yang terstruktur sehingga informasi yang tersedia tidak cukup lengkap dan akurat. Pencatatan data dukungan ODHA yang masih dilakukan secara manual di Sanggar Kerja YPI menyebabkan ketersediaan data dukungan ODHA masih belum optimal. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengembangkan sistem informasi perekaman data dasar dukungan ODHA di internal Sanggar Kerja YPI yang dapat meningkatkan ketersediaan data tersebut. Penelitian rapid application development dengan teknik evolutionary prototype dilakukan untuk mengembangkan prototype dari sistem informasi perekaman data dasar dukungan ODHA. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi masalah, identifikasi kebutuhan sistem dan uji coba prototype untuk memastikan bahwa sistem dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Sebagai kesimpulan, prototype sistem informasi perekaman data dasar dukungan ODHA telah dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sistem dan hanya dapat digunakan di tingkat local host. ......Care giving, supporting, and treatment for People living with HIV/AIDS is a lifetime commitment and have risk on the occurence of loss to follow up. The loss to follow up can occur due to the inconsistency of gathering data of PLWHA and the unstructured database. Therefore, the gathered information is not sufficient and inaccurate. Data recording of PLWHA support in Sanggar Kerja YPI are manually managed which has caused the availability of PLWHA data has not reached the optimum condition. The aim of this research is to develop an information system that records basic data base of PLWHA support in internal Sanggar Kerja YPI that aids to enhance data availability. Rapid application development research using evolutionary prototype technique is done to develop the prototype of information system that records basic data base of PLWHA support. In this research has done problem identification, identification system requirement, and prototype trials in order to make sure the developed system is suitable for its users. In conclusion, the prototype of information system that records basic data base of PLWHA support has been developed according to the system requirements and can be accessed within local host level.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahroh Shaluhiyah
Abstrak :
Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten dengan peningkatan kasus HIV/AIDS cukup tajam dibandingkan kabupaten lain di Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi stigma masyarakat terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan faktor yang memengaruhinya. Penelitian explanatory ini dilakukan melalui pendekatan studi potong lintang dengan sampel berjumlah 300 kepala keluarga yang dipilih menggunakan sampel acak proporsional pada tiga kelurahan dengan kasus HIV tertinggi selama Agustus - September 2014. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara tatap muka menggunakan kuesioner terstruktur. Sedangkan analisis data dilakukan secara univariat, bivariat menggunakan kai kuadrat, dan multivariat menggunakan regresi logistik. Sebagian besar responden adalah laki-laki dengan tingkat pendidikan terbanyak sekolah menengah atas ke bawah. Separuh responden masih memberikan stigma terhadap ODHA. Responden dengan keluarga yang memberikan stigma memiliki kemungkinan memberikan stigma terhadap ODHA empat kali lebih besar dibandingkan responden yang keluarganya tidak memberikan stigma. Demikian juga responden yang berpersepsi negatif terhadap ODHA memiliki kemungkinan memberikan stigma dua kali lebih besar dibandingkan yang berpersepsi positif. Faktor sikap tetangga dan tokoh masyarakat terhadap ODHA juga berhubungan signifikan dengan stigma responden terhadap ODHA. Kesimpulannya adalah sikap keluarga dan persepsi responden terhadap ODHA merupakan faktor yang berpengaruh pada munculnya stigma terhadap ODHA sehingga disarankan adanya pemberian informasi tentang HIV/AIDS yang lengkap kepada keluarga dan masyarakat untuk menurunkan atau menghilangkan stigma.
Grobogan District is a district with a sharp increasing of HIV/AIDS case compared to other districts over Central Java. This study aimed to identify public stigma to people living with HIV/AIDS (PLWHA) and influencing factors. This explanatory study was conducted using cross sectional design worth 300 family head samples selected by using proportional random sampling on three subdistricts with highest HIV case within August - September 2014. Data collecting was conducted through face-to-face interview using structured questionnaire. Meanwhile, data analysis was conducted in univariate, bivariate using chi square and multivariate using logistic regression. Most respondents were men whose education level was mostly high school to the bottom level. Half of respondents were still stigmatizing PLWHA. Respondents whose families stigmatized had possibility of stigmatizing four times bigger than respondents whose families did not. Similarly, respondents holding negative perceptions toward PLWHA had possibility of stigmatizing twice bigger than those holding positive perceptions. Attitude ofneighbors and public figures toward PLWHAalso significantly related to respondent's stigma to PLWHA. To sum up, family attitude and respondent's perception to PLWHA were influencing factors of emerging stigma toward PLWHA. Therefore, it suggested that providing families and public any complete information about HIV/AIDS may decrease or remove the stigma.
Universitas Diponegoro, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Program Studi Magister Promosi Kesehatan, 2015
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwiek Natalya
Abstrak :
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang bertujuan untuk menggali pengalaman mekanisme dan strategi koping pada orang dengan HIV/AIDS ( ODHA ) dalam mengahadapi stres akibat penyakitnya di Yogyakarta. Populasi penelitian ini adalah ODHA yang tercatat dalam Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Yogyakarta. Jumlah sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 22 partisipan, yang terbagi dalam wawancara mendalam 9 orang dan focus group discussion 13 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan mengalami stres saat pertama kali mengetahui diagnosis penyakitnya. Sebagian besar dari mereka tidak mempercayai status penyakitnya saat itu. Sumber stres terbesar pada ODHA adalah kematian, efek samping obat, diskriminasi, ditinggal oleh orang yang disayang dan diketahuinya status HIV/AIDS oleh orang-orang terdekat atau yang disayangi. Mekanisme koping yang digunakan adalah reaksi yang berorientasi pada ego, sebagian besar partisipan melakukan denial, projeksi, dispacement, isolasi dan menyembunyikan status. Reaksi yang berorientasi pada verbal yang banyak dilakukan adalah meremas dan diam, sedangkan reaksi yang berorientasi pada masalah partisipan lebih banyak mencari tahu tentang HIV/AIDS dengan membaca buku atau menanyakan pada orang yang lebih tabu tentang HIVIAIDS. Kesimpulan penelitian ini adalah pengalaman mekanisme dan strategi koping pada ODHA berbeda-beda, ada yang adaptif dan maladaptif. Hal ini dapat terjadi karena faktor penghambat dan pendukung koping dari masing-masing partisipan berbeda. Untuk itu diperlukan upaya mengarahkan mekanisme koping dan strategi koping yang tidak merugikan din sendiri maupun orang lain. Penggunaan konsep model Betty Neuman dalam asuhan keperawatan komunitas terhadap ODHA dapat membantu pembentukan strategi koping yang adaptif.
This research is a qualitative research with phenomenology approach that has intention to dig experience of the coping strategy to Man with HIV/AIDS (MWHA) in facing stress as a consequence of the illness in Yogyakarta. This research population is the MWHA who is registered in the Commission of AIDS Tackling in Yogyakarta. The number of the whole samples in this research is 22 participants, which is divided into deep interview 9 people and focus group discussion 13 people. The data analysis used is constant comparative method. The result of the research showed that the participants get stress at the first time they knew the illness diagnosis. Most of them did not believe their illness statues at the time. The biggest stress sources towards the MWHA are discrimination, death, medicine side effect, left by close friend, and people know about the statues of HIV/AIDS. Coping mechanism used, is reaction oriented to egoistic, most of the participants make a denial, projection, displacement, isolation, impulsive and hiding their statues. Coping strategy used by MWHA comprise strategy focused on problems and strategy focused on emotion. Strategy focused on problems includes carefulness for instance looking for information from media, instrumental action for example looking for self medicinal treatment a negotiation. While strategy focused on emotion includes self resignation such as praying, reinterpretation as a colleague of MWHA and social support for example family. The conclusion of the research is the experience of the coping strategy to each MWHA is different; one of the possibility reasons is stigmatization and discrimination to HIV/AIDS. Therefore, efforts are needed to direct the coping mechanism and coping strategy that do not give any harm to us and others. The use of concept of Betty Neuman's model in upbringing of community care to MWHA is need to be considered to be more examined, especially in forming a good coping strategy to MWHA.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
T17473
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Wibowo
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi psikopatologi pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di YPI Kampung Bali, Pokdisus AIDS dan Poli Khusus RS Dharmais. Penelitian ini merupakan studi cross sectional pada seratus ODHA di tiga tempat penelitian pada periode waktu September 2003 - Pebruari 2004 menggunakan kuesioner dan instrumen MINI ICD-10. Terdapat beberapa jenis psikopatologi pada ODHA berdasarkan instrumen MINI ICD-10, yaitu Gangguan Mood (68%), Gangguan Berkait Zat Psikoaktif (63%), Gangguan Anksietas Menyeluruh (41%), Ketergantungan Alkohol (17%), Gangguan Panik (7%), Gangguan Psikotik Tunggal (6%), Sosial Fobia (2%), Gangguan Psikotik Berulang (2%), dan Gangguan Stres Pasca Trauma (1%). Dilakukan analisis statistik antara beberapa faktor determinan dengan empat jenis psikopatologi terbanyak.Dilakukan uji Kai kuadrat dan Fisher Exact pada analisis bivariat, serta regresi logistik pada analisis multivariat. Pada uji kemaknaan, terdapat hubungan bermakna antara stadium AIDS (p= 0,035) dan tingkat pengetahuan tentang HIV (p=0,046) dengan Gangguan Anksietas. Didapatkan pula hubungan bermakna antara faktor usia responden (p=0,004), jenis kelamin (p=0,002) dan pendidikan rendah (p=0,087) dengan Gangguan Berkait Zat Psikoaktif. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor-faktor determinan dengan Gangguan Mood. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan faktor risiko dengan Ketergantungan Alkohol. Disarankan agar program KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) harus Iebih intensif dilakukan kepada mereka yang berisiko tinggi maupun mereka yang sudah terinfeksi HIV/AIDS. Perlu penanganan yang khusus ditujukan bagi kelompok usia muda serta peningkatan kesadaran umum untuk melakukan skrining (voluntary counseling and testing). Disarankan pula adanya pelatihan mengenai kesehatan jiwa dan gangguan jiwa bagi para konselor yang menangani ODHA.
This research aims at finding out frequency of psychopathology among People Living with HIV/AIDS (PLWHA) at Pelita Ilmu Clinic, Cipto Mangunkusumo Hospital (Working Group on AIDS) and Dharmais National Cancer Hospital. This research is a cross-sectional study conducted to 100 PLWHA in the three sites during September 2003-February 2004, utilizing questioners and MINI ICD-10 instrument. Based on MINI ICD-10 instrument, there are several kinds of psychopathology among PLWHA that includes Depressive Episode and Dysthymia (68%), Psychoactive Substance Related Disorders (63%), Generalized Anxiety Disorder (41%), Alcohol Related Disorders (17%), Panic Disorder (7%), Single Psychotic Episode (6%), Social Phobia (2%), Recurrent Psychotic Episode (2%), and Post Traumatic Stress Disorder (1%). Statistical analysis was done on several determinant factors focused on the four most frequently occurred psychopathology. Chi square and Fisher Exact were conducted in bivariate analysis and logistic regression in multivariate analysis. At the significance test, there is a significant relationship between the stage of AIDS (p= 0.035) and the level of knowledge about HIV (p={0.046) with Generalized Anxiety Disorder. There is also significant relationship between factors such as age of respondents (p=0.004), sex (p=0.002) and low level of education (p=0.087) with Psychoactive Substance Related Disorders. No significant relationship either between determinant factors and Depressive Episode and Dysthymia or between sex and risk factors with Alcohol Related Disorders. Therefore, it is necessary to intensify program on Communication, Information and Education, especially to the high-risk group or those who are already infected by HIV/AIDS. Also it is urgent to give special advocacy to young generation and raise the public's awareness of the importance of Voluntary Counseling and Testing. Likewise, counselors need to join in psychiatric training in a bid to give better service to PLWHA.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T21439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Erwan
Abstrak :
Berdasarkan data Pusdatin Kementerian Kesehatan tahun 2019, jumlah penderita baru HIV/AIDS di Indonesia yaitu sebanyak 50.282 kasus. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2019 merupakan tahun tertinggi kasus HIV di Indonesia dibandingkan dengan tahun 2015 sebanyak 30.935 kasus, tahun 2016 sebanyak 41.250 kasus, tahun 2017 sebanyak 48.3000 kasus, tahun 2018 sebanyak 46.650 kasus. Banyaknya jumlah orang yang positif HIV/AIDS tersebut diperlukan upaya rehabilitasi sosial bagi para penderita HIV/AIDS. Upaya rehabilitasi sosial tersebut dilakukan melalui program rehabilitasi sosial bagi Orang Dengan HIV/AIDS. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi program rehabilitasi sosial Orang Dengan HIV/AIDS dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pencapaian hasil (outcome) program tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahap bimbingan (terapi kesehatan) belum berhasil mengubah mindset klien YD. Klien YD masih memiliki kecenderungan melakukan hubungan seksual beresiko. Tahap bimbingan (terapi sosial) belum berhasil mengubah mindset klien YD. Klien YD belum mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Tahap bimbingan (terapi fisik) sudah berhasil mengubah mindset klien EPK. Klien EPK sudah melakukan pola hidup sehat yang ditunjukkan dengan makan makanan dengan gizi seimbang dan menerapkan pola hidup yang teratur. Tahap bimbingan (terapi sosial) sudah berhasil mengubah mindset klien IS dan ST. Hal tersebut ditunjukkan dengan klien IS dan ST yang sudah patuh/adherence dalam minum obat. Tahap bimbingan (terapi kesehatan) belum berhasil mengubah mindset klien IS. Hal tersebut ditunjukkan dengan klien IS yang belum berkomitmen untuk menjalani pola hidup sehat dengan masih melakukan aktivitas merokok. Faktor pendukung pencapaian hasil (outcome) dalam Program Rehabilitasi Sosial Orang Dengan HIV/AIDS yaitu motivasi yang ditunjukkan dengan adanya kesadaran klien untuk menambah pengetahuan tentang HIV/AIDS dan menambah keterampilan. Kemudian, dukungan keluarga juga sudah ditunjukkan dengan kunjungan orang tua klien ke loka dan faktor lingkungan ditunjukkan dengan lokasi tempat tinggal klien yang aman dari pergaulan bebas. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu kualitas sumber daya pendamping. Hal tersebut ditunjukkan dengan terbatasnya pegawai yang mengurusi administrasi sehingga para pekerja sosial harus menjalankan fungsi administrasi loka. Selain itu, para pekerja sosial belum bersertifikat pekerja sosial. Faktor penghambat lainnya yaitu kualitas bimbingan. Hal tersebut ditunjukkan dengan waktu layanan yang terbatas sehingga bimbingan tidak berjalan maksimal. ......According to the data of Ministry of Health’s Information and Data Centre of 2019, the number of new people with HIV/AIDS in Indonesia is 50.282 cases. That data shows that 2019 is the peak year of HIV case in Indonesia compared to 2015 which is 30.935 cases, in 2016 is 41.250 cases, in 2017 is 48.300 cases, in 2018 is 46.650 cases. The large number of people who are positive for HIV/AIDS needs an effort for social rehabilitation for those infected HIV/AIDS. That social rehabilitation treatment is conducted through social rehabilitation program for people with HIV/AIDS. The objective of this research is to evaluate the social rehabilitation program of People with HIV/AIDS and to identify the supporting and obstacle factors in achieving the outcome of the program. The result of the research shows that the counselling stage (health therapy) has not been successful to change the mindset of client YD. Client YD still has a trend to commit a risky sexual intercourse. The counselling stage (social therapy) has not been successful to change the mindset of client YD. Client YD has not been able to adapt with his environment. The counselling stage (physical therapy) has been successful to change the mindset of client EPK. Client EPK has conducted a healthy lifestyle which is indicated by consuming balanced nutrition foods and applying a healthy lifestyle. The counselling stage (social therapy) has been successful to change the mindset of client IS and ST. That matter is shown by the client IS and ST who have been obedient/adherence in taking the medicines. The counselling stage (health therapy) has not been successful to change the mindset. That matter is shown by client IS who has not been committed to conduct a healthy lifestyle by still smoking. The supporting factor of the successful achievement (outcome) in the Social Rehabilitation Program of People with HIV/AIDS that is motivation which is shown by the existance of the client's awareness to add their knowledge about HIV/AIDS and to add their skills. Further, the family support has also been shown by the client's parents visitation to the location and the environmental factor which is shown with a safe location for the client from promiscuity. Meanwhile the obstacle factor is the human resource quality of the assistant. That factor is shown by the limited number of employees who take care of the administration so that the social workers should do the institution’s administration function. Besides, the social workers have not been certified for their intended position. That is shown by limited time of service so that the counselling does not run maximally.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Nyoman Ardi Supartha
Abstrak :
Setiap individu tidak terkecuali ODHA memiliki kebutuhan dasar yang salah satunya adalah kebutuhan fisiologis seksual. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan pengalaman ODHA dalam pemenuhan kebutuhan seksual dan respon pasangan mereka terhadap pemenuhan kebutuhan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologi deskriptif dengan wawancara mendalam terhadap empat belas orang yang terdiagnosa HIV/AIDS di Yayasan Spirit Paramacitta, Denpasar. Melalui analisis tematik dengan prosedur Colaizzi ditemukan lima tema yang menggambarkan pengalaman seksual ODHA. Tema-tema tersebut yaitu lain 1 Pemenuhan kebutuhan seksual ODHA, 2 Peran pasangan dalam kehidupan ODHA, 3 Berbagai rangsangan yang dipersepsikan dapat meningkatkan keinginan seksual, 4 Faktor-faktor yang dipersepsikan dapat menurunkan kemampuan dan kualitas seksual, 5 Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas seksual. Berdasarkan hasil penelitian disarankan bagi perawat untuk menyusun program penyuluhan terkait hubungan seksual dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan kepuasan seksual pada ODHA. Selanjutnya direkomendasikan bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan kurikulum mata ajar keperawatan medikal bedah terkait konseling hubungan seksual pada ODHA.
Every single person including people living with HIV AIDS PLWHA has basic needs that one of them is sexual physiological needs. The purpose of this study is to explore PLWHA rsquo s experience in fulfilling their sexual needs and partner rsquo s respond toward this fulfillment. The method of this study is qualitative descriptive phenomenology, which colleting data through depth interviews from fourteen PLWHA in Paramacitta Spirit Foundation, Denpasar. Through thematic analysis procedures, we found five themes that describe sexual experiences of PLWHA. These themes namely 1 Sexual fulfillment of PLWHA, 2 Partner rsquo s role in PLWHA rsquo s life, 3 Various stimuli that are perceived can increase sexual desire, 4 Factors that are perceived can decrease ability and sexual satisfaction, 5 Efforts that are perceived can improve ability and sexual satisfaction. As a conclusion, nurses have to prepare programs regarding sexual education and intervention to improve the ability and sexual satisfaction of people living with HIV. Further recommendation for educational need is to develop a curriculum for teaching medical surgical nursing related sexual needs.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T47525
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fallon Victoryna
Abstrak :
Kualitas hidup merupakan indikator penting bagi kesehatan dan banyak aspek kehidupan ODHA LSL. Kualitas hidup dapat terganggu karena berbagai kondisi stres yang dialami ODHA LSL. Stres pada ODHA LSL terjadi karena masalah yang terkait dengan penyakit dan status orientasi seksual. Kondisi stres yang terus menerus terjadi, dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup. Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan antara tingkat stres dengan kualitas hidup ODHA LSL di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan metode purposive sampling, jumlah sampel penelitian 176 responden. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner Perceived Stress Scale dan WHOQOL-HIV BREF. Rata-rata responden berusia dewasa awal 18-40 tahun, berpendidikan menengah SMP-SMA, sebagian besar bekerja, terbanyak sebagai karyawan swasta, dan rata-rata terdiagnosis HIV selama 12 bulan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat stres dengan kualitas hidup ODHA LSL p=0,021. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya memperhatikan aspek psikososial ODHA LSL, mengembangkan intervensi yang berkontribusi lebih positif dalam menurunkan stres serta mengidentifikasi faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup ODHA LSL. ......Quality of life is an important indicator for health and many aspects of MSM living. Quality of life can be disrupted due to various stress conditions experienced by PLWHA MSM. Stress on MSM is due to problems related to disease and sexual orientation status. Stressful conditions that occur continuously can have an impact on the decline in quality of life. The purpose of this study was to see the relationship between stress level and quality of life of PLWHA in Medan City. This research uses cros sectional design with purposive sampling method, the number of research sample is 176 respondents. The instruments used are the Perceived Stress Scale questionnaire and WHOQOL HIV BREF. The average early adult respondents 18 40 years old, middle schooled SMP SMA, mostly worked, most were private employees, and were on average diagnosed with HIV for 12 months. The result of this research that there is a correlation between stress level and quality of life of PLWHA p 0,021. This study recommends the importance of taking into account the psychosocial aspects of PLWHA MSM, developing interventions that are more positive in reducing stress and identifying other factors that affect the quality of life of PLWHA.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library