Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pamerdi Giri Wiloso
Abstrak :
Pendahuluan Permasalahan dan Konsep-konsep yang Dipergunakan

Dalam bukunya yang berjudul Kebudayaan Jawa, Koentjaraningrat menegaskan bahwa sejak dahulu selalu ada orang-orang Kejawen atau Agami Jawi (Kejawen: suatu kompleks keyakinan dan konsep-konsep Hindu-Budha serta Islam [sic:] yang cenderung ke arah mistik yang tercampur dan menjadi satu dan diaku sebagai agama Islam) yang merasa bahwa kehidupan beragama yang hanya berpusat kepada serangkaian upacara slametan, memberikan sajian pada waktu-waktu tertentu dan tempat-tempat tertentu, serta berziarah ke makam-makam, sebagai tidak berarti, tidak memuaskan dan dangkal.

Oleh karena itu mereka mencari penghayatan mengenai inti hidup dan kehidupan spiritual manusia. Istilah kebatinan menandakan bahwa di dalam semua gerakan itu para anggotanya mencari kebenaran dalam batin sendiri. Suatu hal yang menyolok adalah bahwa dalam jangka waktu 25 tahun terakhir ini jumlah gerakan kebatinan telah meningkat dengan pesat ( Koentjaraningrat, 1984: 399 ).

James L. Peacock berpandangan bahwa bagi orang Jawa dewasa ini., sebenarnya mistik dan praktek-praktek magismistis senantiasa merupakan arus bawah yang amat kuat kalau bukan malah merupakan esensi dari kebudayaan mereka. Islam yang datang ke Jawa adalah Islam Sufi yang dengan mudah diterima serta diserap ke dalam sinkretisme Jawa (Peacock, 1973:23-28, dikutip dari Mulder, 1903:1).

Berdasarkan data organisasi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1988/1989 yang dikeluarkan oleh Bidang Musjarahkala Kanwil Depdikbud Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diperoleh keterangan bahwa di daerah Kotamadya Yogyakarta terdapat 23 organisasi kepercayaan dengan jumlah anggota 12.916 orang. Di daerah Kabupaten Kulon Progo terdapat 14 organisasi kepercayaan dengan jumlah anggota sekitar 5.138 orang. Di daerah Kabupaten Gunung Kidul terdapat 4 organisasi kepercayaan dengan jumlah anggota sekitar 229 orang. Di daerah Kabupaten Bantul terdapat 7 organisasi kepercayaan dengan jumlah anggota sekitar 3.589 orang. Di daerah Kabupaten Sleman terdapat 10 organisasi kepercayaan dengan jumlah anggota sekitar 872 orang.

Dalam tulisannya tentang Aliran Pedukinan dan "Kepercayaan di Yogyakarta" yang dimuat dalam majalah kedokteran Profit. Syaraf Jiwa 4 ( 1972/22 ), Sumarno W.S. dan kawan-kawan menyusun penggolongan aliran kebatinan sebagai berikut:

1. Golongan kepercayaan perorangan, yakni kelompok yang terdiri dari beberapa orang, yang melakukan kepercayaan untuk kepentingan diri mereka masing-masing, tanpa aria usaha perluasan pada orang lain. Sebagai contoh misalnya orang-orang yang melakukan puasa, bertapa, samaddhi dan lain-lainnya.
2. Golongan perguruan kepercayaan, yakni aliran yang menerima murid dan mempropagandakan ajarannya.
3. Golongan pedukunan, yaitu aliran yang mempraktekkan ilmu pedukunan dan pengobatan asli bagi masyarakat yang memerlukannya ( Sumarno W.S., 1972: 1-23, dikutip dari Adimassana, 1986: 21 ).

Menurut Adimassana, semua aliran kebatinan mempunyai sifat atau unsur mistik, etis, theosofis, serta mengandalkan adanya kepercayaan kepada daya gaib (okultis). Unsur okultis merupakan hasrat untuk mengutamakan daya-daya gaib untuk memenuhi dan melayani berbagai keperluan manusia (Adimassana, 1986: 20-21 ).

Sebagai salah satu organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang terdapat di Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, aliran budaya spiritual Sumarah Purbo di samping memiliki keempat unsur seperti tersebut di atas, juga melakukan kegiatan yang bersifat sosial, yaitu berupa kegiatan membantu orang sakit agar dapat memperoleh kesembuhan. Dari hasil wawancara dengan salah seorang tokoh dalam organisasi tersebut, diperoleh keterangan bahwa, walau pun kegiatan pengobatan bukan merupakan tujuan utama bagi dibentuknya organisasi penghayat, namun sebagai kegiatan sosial, pengobatan yang dilakukan oleh aliran?

1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1995
959.82 MOZ
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anderson, Benedict Richard O`Gorman, 1936-2015
Jogyakarta: Bentang Budaya, 2003
291.1 AND mt (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S7457
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noriah Mohamed
Abstrak :
Criticism and interpretation of Serat Jayengbaya, a Javanese poem by Raden Ngabei Ranggawarsita, 1802-1874
Malaysia: Universiti Kebangsaan Malaysia, 1944
899.222 NOR j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Evania Handayani Rahayu
Abstrak :
Lakon wayang yang bermotifkan kematian seringkali menyuguhkan pesan moral yang mendalam. Sebab-sebab kematian perlu diungkapkan untuk mendapatkan jawaban mengapa seorang tokoh mati dengan cara tertentu. Lakon ranjaban adalah salah satu motif kematian yang perlu dikaji bagaimana seorang tokoh mati dengan cara di ranjab. Abimanyu ranjab menyuguhkan permasalahan antara darma dan karma manusia sebagai implementasi dari peristiwa silam dan kini. Darma merupakan kewajiban manusia sebagai bakti kepada Tuhan untuk menjaga kedamaian dunia. Hasil dari usaha yang dilakukan menuju kedamaian dunia sering disertai pengurbanan (karma). Karma memayungi segala perbuatan serta sikap baik dan buruk setiap manusia. Pesan moral yang disuguhkan melalui lakon ini mengisyaratkan bahwa manusia seyogyanya berlaku jujur dan terbuka. Kebohongan dan ketertutupan terhadap sesuatu yang sakral dapat mengakibatkan penderitaan dan kematian. Pembahasan lakon Abimanyu Ranjab menggunakan pendekatan objektif, metode deskriptif kualitatif yang ditopang dengan studi kepustakaan dan kerangka konseptual teoritis etika Jawa dari Franz Magnis Suseno. Hasil pembahasan ini menunjukkan bahwa antara darma dan karma saling kait mengait satu dengan yang lain. Sumpah seseorang yang bersifat sakral dapat mengenai diri sendiri. Kebohongan dan ketertutupan terhadap urusan relasi pria dan wanita dalam menjalin rumah tangga mengakibatkan penderitaan dan kematian. ...... Wayang Show that use mortality as a theme usually gives a deep moral values. Causes of death should be explained to make audience understand the reason of a character's death. In Ranjaban Story, there is one cause of death that needs to be studied. It is about how a character died because of ranjab. Abimanyu Ranjab Story presents conflict between Darma and Karma of human as an implementation of present and past incident. Darma is human's responsibility from God to keep peace in the world. In order to reach the goal of keeping peace in the world, there must be sacrifices (karma) that followed. Karma is on top of everyone's good and bad deed. The moral value from this story implies that human should be truthful and open. Untruthfulness about sacred thing may cause sorrow and death. The study of Abimanyu Ranjab Story used an objective approach, descriptive qualitative method which supported by literature study and Javanese ethics theoretical conceptual framework from Franz Magnis Suseno. The result of this study showed that there are connection between Darma and Karma. Someone's sacred oath might be a boomerang to his/herself. Untruthfulness in a marriage life between man and woman might cause sorrow and death.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Tulisan ini ingin menjelaskan tentang keberadaan orang Jawa di rantau Minangkabau, tepatnya di Pasaman Propinsi Sumatera Barat. Kehadiran mereka di daerah tersebut tidak terlepas dari proses migrasi mereka ke luar Pulau Jawa, termasuk ke daerah Pasaman....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Isdar Andre Marwan
Abstrak :

ABSTRAK
Kebahagiaan adalah sesuatu yang didambakan manusia sejak zaman dahulu kala. Banyak cabang ilmu yang mempelajari kebahagiaan, salah satunya adalah psikologi. Para ahli psikologi lalu menggunakan konstruk kesejahteraan subyektif (subjective well-being), karena istilah kebahagiaan memiliki makna yang rancu.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku asertif, pengaruh perbedaan budaya, penghasilan, dukungan sosial, tujuan pribadi, aktivitas, kepribadian, kognisi, dan kejadian-kejadian yang dialami seorang dalam hidup dengan kesejahteraan subyektif (Diener, 1996; Alberti & Emmons, 1995; Zika & Chamberlain, 1987). Pengaruh perbedaan budaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah idiosentrisme, karena obyek penelitian ini adalah individu. Perilaku asertif membuat seseorang mampu mengekspresikan diri sekaligus menghormati hak-hak orang lain. Hal ini meningkatkan kualitas hubungan dengan orang lain, meningkatkan self-esteem, mengurangi kecemasan dan mengurangi tingkat depresi. Idiosentrisme berhubungan dengan kesejahteraan subyektif karena orang yang idiosentris punya kebebasan untuk menetapkan tujuan dan tingkah lakunya sendiri. Idiosentrisme juga berhubungan dengan self-esteem yang berkaitan erat dengan kesejahteraan subyektif.

Penelitian-penelitian mengenai hubungan antara perilaku asertif dan kesejahteraan subyektif masih sangat jarang dilakukan, demikian pula dengan idiosentrisme. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara perilaku asertif dan idiosentrisme dengan kesejahteraan subyektif. Apalagi penelitian-penelitian yang selama ini dilakukan lebih banyak dilakukan dalam budaya yang individualis, masih sangat jarang dilakukan di Indonesia yang memiliki budaya yang kolektif dan kekhasan tersendiri.

Budaya Indonesia terlalu luas untuk dibicarakan, maka peneliti memilih budaya Jawa dan budaya Batak sebagai kelompok budaya yang menjadi obyek penelitian ini. Kedua kelompok budaya ini djpilih karena hasil penelitian Najelaa (1996) menunjukkan budaya Batak dipersepsikan sebagai budaya yang paling asertif sedangkan budaya Jawa sebagai budaya yang paling tidak asertif.

Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perilaku asertif dan idiosentrisme dengan kesejahteraan subyektif pada orang Jawa dan orang Batak. Penelitian ini bertujuan pula untuk melihat sumbangan perilaku asertif dan idiosentrisme terhadap kesejahteraan subyektif orang Jawa dan orang Barak.

Berkaitan denga tujuan di atas, maka penelitian ini melibatkan 277 mahasiswa dari perguruan tinggi dan swasta yang ada di Jabotabek. Kepada mereka diberikan beberapa alat ukur, yang masing-masing mengukur : kepuasan hidup, afek menyenangkan dan afek tidak menyenangkan, perilaku asertif dan idiosentrisme. Hubungan antara perilaku asertif dan idiosentrisme secara bersama-sama terhadap kesejahteraan subyektif orang Jawa dan orang Batak diukur dengan mengontrol variabel-variabel yang mungkin berpengaruh dengan kontrol statistik. Sumbangan masing-masing faktor tersebut terhadap kesejahteraan subyektif diperoleh dengan menggunakan analisis regresi majemuk.

Penelitian ini membuktikan adanya hubungan antara perilaku asertif dan idiosentrisme secara bersama-sama terhadap kesejahteraan subyektif baik pada orang Jawa maupun orang Batak. Perilaku asertif memiliki sumbangan positif yang bermakna tarhadap kesejahteraan subyektif baik pada orang Jawa maupun orang Batak. Variabel idiosentrisme memiliki sumbangan negatif yang bermakna terhadap kesejahteraan subyektif orang Batak, sedangkan pada orang Jawa, sumbangan variabel ini tidak bermakna. Variabel pengeluaran setiap bulan memberikan sumbangan positif yang bermakna terhadap kesejahteraan subyektif orang Batak. Temuan ini sejalan dengan sumbangan negatif yang bermakna dari variabel jumlah saudara terhadap kesejahteraan subyektif orang Batak.

Hasil tambahan dari penelitian ini menunjukkan bahwa orang Batak lebih asertif dibandingkan orang Jawa. Hasil lain adalah budaya Jawa lebih cenderung mengarah ke arah kolektivisme vertikal dibanding budaya Batak. Didapati pula hasil yang menunjukkan bahwa perilaku asertif dihambat oleh budaya yang mengarah pada kolektivisme vertikal dan cenderung muncul dalam budaya yang individualisme horizontal.

Penelitian Ianjutan kiranya dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang lebih baik untuk masing-masing variabel penelitian ini. Topiknya dapat diperluas dengan hal-hal Iain seperti dukungan sosial dan self-esteem, yang diharapkan dapat lebih menjelaskan perbedaan budaya individualis dan budaya kolektif. Sampelnya pun dapat diperluas, bukan hanya usia dewasa muda dan bukan hanya mahasiswa yang tinggal di Jakarta. Dengan demikian dapat diperoleh masukan yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan subyektif masyarakat Indonesia.
1997
S2553
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Budhi Santosa
Yogyakarta: DIPTA, 2013
199.598 2 IMA k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>