Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Patricia Dian Ferissa
"Tesis ini membahas latar belakang Notaris tidak membayarkan uang yang dititipkan pembeli dan tanggung jawab Notaris mengenai janji lisan jika di kemudian hari timbul permasalahan di antara para pihak untuk. Untuk menjawab permasalahan dilakukan penelitian deskriptif analitis dan pengolahan data secara kualitatif serta kesimpulan secara induktif. Tindakan Notaris yang tidak membayarkan uang tersebut merupakan tindakan yang mewujudkan sikap netral dan melindungi kepentingan para pihak. Tanggung jawab Notaris mengenai janji lisan yang di kemudian hari menimbulkan masalah, maka sesuai ketentuan UUJN pasal 59 ayat (1) Notaris membukukan surat di bawah tangan sehingga Notaris bukan pihak dalam Akta dan dibebaskan dari segala tuntutan penjual.

This thesis discusses about Notary who defaulted the payment deposited by the buyer on an agreement. The agreement regulates the responsibilities regarding oral agreement between the parties in the future if problems arise between the parties. This thesis will discuss mainly about the consequences of an oral agreement. This thesis use research analytical descriptive method and qualitative data processing as well as inductive inference. The Notary who defaulted the payment is an action that embodies an attitude of neutrality and protect the interests of the parties. Notary responsibilities regarding oral agreement that in the future pose a problem, then appropriate Indonesian Regulation Regarding to Notary provisions of Article 59 paragraph (1) Notary is just a writer of an agreement thus made the Notary is not a party to the deed and of all charges sellers."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ramadhana Rahman
"Penelitian ini menganalisis bagaimana kekuatan hukum perjanjian pengikatan jual beli yang dilakukan secara lisan terhadap tanah yang masih dibebankan hak tanggungan sampai akhirnya calon penjual meninggal dunia dan belum dilaksanakannya jual beli di hadapan PPAT. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Perjanjian pengikatan jual beli secara lisan dilakukan dihadapan Turut Tergugat I, Turut Tergugat II dan Suami Penggugat. Pengadilan Negeri Maumere Nomor 39/Pdt.G/2021/PN Mme, memutuskan untuk tetap menyatakan mengikat perjanjian pengikatan jual beli dan harus dilaksanakan pembuatan jual beli di hadapan PPAT bagi ahli waris dari calon penjual. Perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat secara lisan dari keabsahannya telah memenuhi syarat sah perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata. Kekuatan pembuktian akan lebih kuat apabila dilakukan atau mendapatkan suatu pengakuan dari para pihak. Perjanjian yang dibuat secara tertulis dan dibuat dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini Notaris/PPAT dalam bentuk akta autentik akan memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap para pihak.

This study analyzes how the legal force of a oral sale and purchase agreement is for land that is still burdened with mortgage rights until the prospective seller dies and the sale and purchase has not been carried out before the PPAT. This study uses a doctrinal research method. The oral sale and purchase agreement was made before Co-Defendant I, Co-Defendant II and the Plaintiff's Husband. The Maumere District Court Number 39/Pdt.G/2021/PN Mme, decided to continue to declare the sale and purchase agreement binding and the sale and purchase must be carried out before the PPAT for the heirs of the prospective seller. The oral sale and purchase agreement from its validity has met the requirements for a valid agreement based on Article 1320 of the Civil Code. The power of proof will be stronger if it is carried out or gets an acknowledgement from the parties. An agreement made in writing and made before an authorized official in this case a Notary/PPAT in the form of an authentic deed will provide certainty and legal protection for the parties."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurvannisa Fajrimustika
"Sifat hak milik yang terkuat dan terpenuh menjadikan tanah yang berstatus hak milik dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, salah satunya hak sewa untuk bangunan. Hak sewa untuk bangunan di atas hak milik artinya pemilik hak atas tanah menyewakan tanahnya dalam keadaan kosong dengan tujuan seseorang yang akan menyewa tanah tersebut dapat mendirikan bangunan di atasnya, bangunan yang didirikan itu adalah milik si penyewa. Permasalahan yang muncul di dalam Putusan Nomor 107/PDT /2021/PT BDG adalah ketika sebuah perjanjian dibuat dalam bentuk lisan sehingga tidak ada kepastian dan keadilan hukum bagi para pihak. Hubungan hukum dalam perjanjian sewa untuk bangunan merupakan hubungan hukum yang rumit. Adanya asas pemisahan horizontal dimana masing-masing objek yang dimiliki para pihak saling tumpang tindih, membutuhkan kepastian hukum bagi para pihak. Penelitian ini menganalisis kekuatan hukum perjanjian sewa tanah untuk bangunan di atas tanah hak milik yang dilakukan secara lisan dan tanpa batas waktu dan kedudukan hak sewa untuk bangunan di atas tanah hak milik yang didasarkan pada asas pemisahan horizontal dalam Putusan Nomor 107/PDT /2021/PT BDG. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dengan tipe penelitian deksriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekuatan hukum perjanjian sewa tanah untuk bangunan di atas tanah hak milik yang dilakukan secara lisan dan tanpa batas waktu antara Tn. MLB (pemilik bangunan rumah) dan Tn. YS (pemilik tanah) tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dikarenakan Tn. MLB tidak bisa membuktikan kepemilikannya atas bangunan rumah di atas tanah milik Tn. YS secara de jure. Oleh karena status kepemilikan bangunan rumah tidak bisa dibuktikan secara de jure maka kedudukan hak sewa untuk bangunan di atas tanah hak milik yang didasarkan pada asas pemisahan horizontal dalam Putusan Nomor 107/PDT /2021/PT BDG, adalah hak sewa untuk bangunan berada di bawah hak milik.

The strongest and fullest nature of property rights can make land with ownership status a parent to other land rights, one of which is the leasehold right for a building. Leasehold for a building on owned land means the owner of the land leases it in its vacant state with the purpose that the tenant can erect a building on it, and the building erected becomes the property of the tenant. The issue that arises in Decision Number 107/PDT/2021/PT BDG is when an agreement is made verbally, resulting in uncertainty and legal fairness for the parties involved. The legal relationship in a lease agreement for a building is a complex legal relationship. The presence of the horizontal separation principle where each object owned by the parties overlaps requires legal certainty for the parties involved. This research analyzes the legal strength of a verbal and indefinite lease agreement for building land on owned land and the position of the leasehold right for a building on owned land based on the horizontal separation principle in Decision Number 107/PDT/2021/PT BDG. This study uses a doctrinal method with a descriptive research type. The results of this study indicate that the legal strength of a verbal and indefinite lease agreement for building land on owned land between Mr. MLB (owner of the house) and Mr. YS (landowner) is not legally binding because Mr. MLB cannot prove ownership of the house on Mr. YS's land de jure. Since the ownership status of the house cannot be proven de jure, the position of the leasehold right for a building on owned land based on the horizontal separation principle in Decision Number 107/PDT/2021/PT BDG is that the leasehold right for the building is subordinate to the ownership right."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library