Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siswati Setiasih
Abstrak :
Onggok merupakan limbah padat tapioka yang masih mengandung kadar pati tinggi sehingga berpotensi sebagai pakan. Namun alternatif tersebut mempunyai kendala karena onggok roempunyai kandungan protein rendah, dan serat kasarnya tinggi serta adanya sianida yang dapat menyebabkan keracunan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan perbaikan, misalnya melalui proses fermentasi menggunakan kapang Aspergillus niger UICC 159 yang mampu memecah pati menjadi glukosa sebagai sumber karbonnya. Sedangkan sebagai sumber nitrogennya digunakan campuran ammonium sulfat dengan urea. Pencapaian produk fermentasi (biomassa) dcngan kadar protein tinggi diperoleh dengan memvariasi ketebalan media (1,2, dan 3 cm), kadar air (30, 40, dan 50%), serta perbandingan antara ammonium sulfat dengan urea (1:4, 2:3,3:2, dan 4:1). Kondisi optimum diperoleh pada ketebalan media 2 cm, kadar air 30% dan perbandingan ammonium sulfat dan urea 1 : 4. Biomassa yang dihasilkan memiliki kandungan protein 10,05%, lemak kasar 3,60%, serat kasar 19,00%, dan energi mctabolis kimiawi 2806,10 kkal/kg serta energi metabolis biologi 3140,00 kkal/kg.
A fermentation of tapioca solid waste (onggok) by Aspergillus niger UICC 159 to enrich protein content was explored. The growth condition of fungi was carried out for six days incubation at room temperature with the addition of inorganic nitrogen compound such urea and ammonium sulphate in varying ratio from 1:4 to 4:1. The water content was varied from 30% to 50% with substrate thickness from 1 cm to 3 cm. The optimum condition was found in the ratio of urea and ammonium sulphate of 1:4; water content of 30% and substrate thickness of 2 cm. The crude protein and glucose content of onggok increased from 0,14% to 10,05% and 0,00% to 8,10%, respectively. Whereas, the fermented onggok had chemical energy metabolism of 2806,10 kcal/kg and biological energy metabolism of 3130,00 kcal/kg.
[Place of publication not identified]: Sains Indonesia, 2004
SAIN-9-2-2004-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Rabriella
Abstrak :
Kopolimerisasi onggok-polivinil alkohol (PVA)-akrilamida (AAm) dibuat dengan teknik iradiasi sinar gamma. Campuran bahan-bahan tersebut dibuat menjadi suatu kopolimer yang ramah lingkungan bersifat biodegradable sehingga dapat diaplikasikan dalam bidang pertanian sebagai bahan untuk modifikasi pupuk fosfat yang memiliki sifat pelepasan lambat. Kopolimer dibuat dengan jumlah onggok tetap, serta volume PVA 10% w/v dan akrilamida 3% w/v divariasikan. Selain itu, variasi dosis iradiasi (5, 10, 15, dan 20 kGy) dilakukan pada pembuatan kopolimer. Pada penelitian ini diperoleh kopolimer yang paling baik untuk digunakan sebagai bahan modifikasi pupuk fosfat adalah sampel (I). Sampel (I) merupakan kopolimer onggok-polivinil alkohol-akrilamida dengan komposisi 3 gram onggok, 45 mL PVA 10% w/v, dan 105 mL Akrilamida 3% w/v. Terjadinya kopolimerisasi onggok-PVA-akrilamida pada sampel (I) ditunjukan oleh hasil karakterisasi FTIR. Pengaruh penambahan onggok terhadap kestabilan termal dan terbentuknya pori pada kopolimer sampel (I) di tunjukan oleh hasil karakterisasi TGA dan SEM. Pengamatan dan pengujian terhadap nilai persen fraksi gel, rasio swelling, dan persen pelepasan fosfat pada kopolimer sampel (I) diperoleh hasil sebesar 48.71%, 321.63 %, 18.13%. Pengukuran sifat pelepasan lambat dilakukan dengan metode absorbsi-desorbsi. Dalam penelitian ini terlihat bahwa sifat kopolimer dipengaruhi oleh komposisi PVA dan akrilamida dan dosis iradiasi.
Copolymerization of tapioca waste-polyvinyl alcohol (PVA)-acrylamide was made with gamma irradiation techniques. Mixtures of these materials made into an copolymer that have environmentally-friendly with biodegradable properties so that it can be applied in agriculture as a material for the modification of phosphate fertilizers that have slow release properties. Copolymer was made with fixed amount of tapioca waste and the volume of PVA 10% w/v and acrylamide 3% w/v was varied. In addition, the variation of irradiation dose (5, 10, 15, and 20 kGy) was done on making of the copolymer. In this study was obtained the best copolymer to be used as material for the modification of phosphate fertilizers was sample (I). Sample (I) was the copolymer of tapioca waste-polyvinyl alcohol-acrylamide with 3 gram tapioca waste, 45 mL PVA 10% w/v, and 105 mL acrylamide 3% w/v as the composition. The occurrence of copolymerization tapioca waste-PVA-acrylamide on sample (I) was shown by the results of FTIR characterization. Effect of tapioca waste on the thermal stability and the formation of pores in the copolymer sample (I) was shown by the results of TGA and SEM characterization. Observation and testing the yield of percent gel fraction, swelling ratio, and percent release of phosphate in the copolymer sample (I) was obtained respectively 48.71%, 321.63 %, 18:13%. Measurement of slow release properties was done by absorption-desorption methode. In this study shows that the properties of copolymer is influenced by the composition of the PVA and acrylamide and irradiation dose.
2016
S62126
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ladiya Puspita Ningrum
Abstrak :
ABSTRAK
Pada negara yang mayoritas memiliki lahan pertanian seperti Indonesia, pupuk berperan penting dalam meningkatkan kualitas produksi tanaman. Untuk efisiensi pemberian pupuk, dikembangkan kopolimer untuk memodifikasi pupuk agar memiliki sifat pelepasan lambat. Pada penelitian ini dilakukan sintesis kopolimer dari onggok-kitosan-akrilamida AAm dengan teknik iradiasi sinar gamma yang bertujuan untuk memanfaatkan limbah, penekanan biaya produksi, serta menciptakan kopolimer yang biodegradable. Kopolimer dibuat dengan komposisi onggok 2 -kitosan 2 w/v dan akrilamida yang divariasikan. Selain itu, dilakukan variasi dosis iradiasi sinar gamma 5, 10, 15, dan 20 kGy . Hasil yang diperoleh kopolimer optimum dengan AAm 7 dosis iradiasi 15 kGy sebagai bahan modifikasi pupuk fosfat dengan hasil pengujian dari fraksi gel, pengembangan larutan pupuk, dan pelepasan lambat pupuk fosfat masing-masing 79,13 ; 619,59 ; 11,51 . kopolimer optimum dikarakterisasi dengan FTIR, DSC, dan SEM. Pengukuran sifat pelepasan lambat dilakukan dengan metode absorbsi-desorbsi. Kinetika reaksi pelepasan pupuk dari kopolimer diperoleh mengikuti orde pertama. Energi aktivasi dapat diperoleh dengan menghubungkan konstanta laju dan temperatur, yaitu sebesar 38024,08 J/mol. Kualitas dari kopolimer dipengaruhi oleh komposisi kitosan dan akrilamida serta dosis iradiasi, sedangkan absorbsi-desorbsi pupuk dipengaruhi oleh waktu perendaman, pH, dan temperatur.
ABSTRACT
In a country with majority of the land is dominated with agriculture like Indonesia, fertilizer plays an important role for increasing the quality of plants production. To ensure the efficiency of fertilizer application, copolymer is developed to modify the fertilizer in order to has slow release properties. This research shows how copolymer was synthesized from tapioca waste chitosan acrylamide with gamma ray irradiation method. The objective is to utilize waste, cost efficiency, and to create biodegradable copolymers. copolymers are made with composition of tapioca waste 2 w v chitosan 2 w v and varied acrylamide. Moreover, dose variation of gamma ray irradiation is also conducted 5, 10, 15, and 20 kGy . The result shows the optimum copolymers with AAm 7 and dose irradiation 15 kGy appropriate as good material for phosphate release fertilizer modification based on gel fraction testing, swelling fertilizer solution, and slow release phosphate fertilizer 79,13 619,59 11,51 respectively. Optimum copoolymer product is characterized with FTIR, DSC, SEM. Slow release properties is measured through absorption desorption method. The kinetics of fertilizer release from copolymer is achieved in first order. Activation energy is achieved through connecting the rate constant and temperature, which is 38024,08 J mol. In conclusion, quality of copolymers is affected by chitosan and acrylamide also irradiation dosen, while absorption desorption id affected by immersion time, pH, and temperature.
2017
S67606
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fhani Meliana
Abstrak :
Penyakit jantung koroner merupakan masalah yang cukup banyak ditemukan di beberapa negara pada usia 25-60 tahun. Berbagai pengobatan medis telah dikembangkan untuk mencegah dan menanggulangi penyakit jantung koroner. Pengobatan oral medis yang telah umum dilakukan adalah pengobatan menggunakan nitrogylcerin, isosorbide, beta blocker, namun kebanyakan memiliki efek cepat namun dalam jangka waktu yang pendek sehingga tidak dapat digunakan sebagai pengobatan berkelanjutan. Akar Salvia milthiorrhiza mengandung asam przewalskinik A yaitu molekul kecil asam fenolik yang dapat diperoleh dengan metode maserasi. Asam fenolik ini menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat dan memiliki efek potensial dalam melindungi otak dan jantung yang disebabkan oleh ischemia reperfusion. Asam przewalskinik A merupakan senyawa yang langka namun dapat diproduksi melalui biotransformasi senyawa asam salvianolik B oleh crude enzim Aspergillus oryzae. Asam salvianolik B diperoleh dengan teknik esktraksi metanol. Asam salvianolik B setelah direaksikan dengan crude enzim menghasilkan kenaikan aktivitas antioksidan sebanyak 20,2% untuk variasi waktu inkubasi Aspergillus oryzae dan 15,8% untuk variasi konsentrasi ampas tahu sebagai sumber nitrogen. Aktivitas spesifik enzim yang dihasilkan pada variasi waktu inkubasi sebesar 0,0068 U/mg. Sedangkan, aktivitas spesifik yang dihasilkan pada variasi konsentrasi ampas tahu yaitu 0,0059 U/mg. ......The numbers of coronary heart disease patient were excessive and spread in many countries, even in developed countries especially in 25-60 ages. Many of medical treatment were developed in order to prevent and to cope with coronary heart disease. Common oral medical treatments for sufferer are using nitroglycerin, isosorbide, and beta-blocker, but they have fast effects but just in short term, so it cannot use for sustainable medications. Salvia milthiorrhiza root contains przewalskinik acid A which is small molecules of phenolic acid. This phenolic acid shows strong antioxidants activities and gives potential effects in protecting brain and heart damage which caused by ischemia reperfusion. Przewalskinik acid A is rare compound but it can be produced from biotransformation of salvianolic acid B using crude enzyme from Aspergillus oryzae. After reacted by crude enzyme, salvianolic acid B shows increase of antioxidant activity 20,2% in incubation time variation of Aspergillus oryzae and 15,8% in variation of tofu waste concentration as nitrogen source. Specific activity of enzyme in variation of incubation time is 0,0068 U/mg. Whereas, specific activity of enzyme in tofu waste concentration as nitrogen source is 0,0059 U/mg.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64120
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardita Rizky Putri Arcanggi
Abstrak :
Lemak tak jenuh adalah salah satu asupan nutrisi perkembangan otak dan kesehatan tubuh. Akan tetapi, tubuh memiliki keterbatasan dalam mensintesis asam lemak tak jenuh seperti AA EPA. Oleh karena itu, kedua asam lemak ini menjadi esensial bagi tubuh. Selama ini, asam lemak tak jenuh dipenuhi oleh nutrisi dari minyak ikan. Namun, ketersediaan minyak ikan saat ini memiliki keterbatasan, yaitu pencemaran logam berat, penyediaan sumber daya ikan, dan harga komoditas. Oleh karena itu, penelitian ini menggagas upaya pengadaan asam lemak tak jenuh dari mikroorganisme yang mampu mengonversi asam lemak tak jenuh dengan biaya yang murah dan menghasilkan asam lemak tak jenuh dengan persentase yang tinggi. Penelitian ini menggunakan Aspergillus oryzae dengan medium kultivasi onggok tapioka dan ampas tahu sebagai usaha penekanan biaya produksi. Disamping itu, Penelitian ini memvariasikan komposisi karbon dan menganalisis kurva hubungan konsentrasi karbon terhadap produksi lipid maksimum dari Aspergillus oryzae serta menentukan laju agitasi optimum terhadap produksi lipid dari Aspergillus oryzae. Hasil penelitian menunjukkan perolehan komposisi AA, DHA, EPA optimum berada pada konsentrasi karbon 9 w/w dan laju agitasi 120 RPM, sebesar 0,18 w/w , 0,33 w/w , dan 2,96 w/w.
Unsaturated fatty acids are one of the most nutrient intake for brain development and health. However, the body has limited synthesize unsaturated fatty acids such as AA, DHA, EPA. Therefore, both these fatty acids are essential for the body. During this time, an unsaturated fatty acid filled with nutrients from fish oil. However, the availability of fish oil currently has limitations, namely the heavy metal pollution, provision of fish resources, and commodity prices. Therefore, this study initiated the procurement efforts of unsaturated fatty acids of microorganisms able to convert unsaturated fatty acids with low cost and produce unsaturated fatty acids with a high percentage. This study will use Aspergillus oryzae with tapioca and tofu waste as production cost reduction efforts. In addition, this study will analyze the varying composition of carbon and carbon concentration curves to the maximum lipid production from Aspergillus oryzae and determine the optimum rate of agitation against lipid production from Aspergillus oryzae. The results shows that the optimum composition of AA, DHA, EPA are 0.18 w w , 0.33 w w , and 2.96 w w in concentration carbon of 9 w w and agitation rate of 120 RPM.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68371
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Ragil Kuncoro Putri
Abstrak :
Lemak menjadi nutrisi yang berperan penting dalam proses metabolisme. Sekitar 60% nutrisi yang dibutuhkan untuk perkembangan otak adalah berupa lemak. Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) yang terdiri dari omega-3 (linoleate) dan omega-6 (linolenat), merupakan asam lemak esensial yang digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel, serta mempunyai peran penting dalam perkembangan otak. Kapang adalah salah satu mikroorganisme oleaginous yang potensial sebagai sumber alternatif peghasil PUFA. Peneliti akan menggunakan Aspergillus oryzae sebagai mikroorganisme penghasil PUFA. Namun produksi single cell oil (SCO) dari mikroorganisme terhambat pada biaya operasional yang mahal, sehingga perlu adanya pemanfaatan limbah untuk menekan biaya operasional. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan limbah industri yaitu onggok tapioka dan ampas tahu sebagai medium kultivasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan PUFA dalam lipid A. oryzae meningkat seiring peningkatan konsentrasi karbon. Persentase PUFA tertinggi berada pada konsentrasi karbon 6% (w/w), yaitu sebesar 60,8% (w/w). Pada variasi rasio C/N, persentase PUFA dalam lipid A. oryzae relatif menurun seiring dengan peningkatan rasio C/N. Persentase PUFA tertinggi berada pada rasio 30:1, yaitu sebesar 56,1% (w/w). ......Fat is nutrients that play an important role in the metabolism process. About 60% of the nutrients needed for brain development is in the form of fat. Polyunsaturated Fatty Acids (PUFAs), which consists of omega-3 (linoleate) and omega-6 (linolenic acid), is an essential fatty acid that is used to maintain the structural parts of the cell membrane, and has an important role in brain development. Fungus is one of oleaginous microorganisms as a potential alternative source of PUFA producer. We will use the Aspergillus oryzae as PUFA-producing microorganisms. However, the production of single cell oil (SCO) of microorganisms is inhibited at high operational cost, thus we need for waste utilization to reduce the operational cost. Therefore, in this study, we used industrial waste, they are production waste of tapioca powder and tofu as cultivation medium. The result showed that the content of PUFAs in lipid A. oryzae increases with the concentration of carbon. The highest percentage of PUFA is at the carbon concentration of 6% (w/w), which amounted to 60.8% (w/w). In variations of C/N ratio, the percentage of PUFAs in lipid A. oryzae relatively decr
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63687
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fita Sefriana
Abstrak :
Penelitian ini memanfaatkan onggok umbi kayu dan umbi garut sebagai medium perkembangbiakan S. cereviciae untuk produksi β-glukan. Onggok umbi dihidrolisis oleh enzim amiloglukosidase agar menjadi glukosa dan dilanjutkan dengan fermentasi oleh khamir pada medium bernitrogen. Dari penelitian yang dilakukan, konsentrasi glukosa hasil hidrolisis tertinggi untuk onggok singkong didapatkan dengan menambah enzim sebanyak 57,5 mg dengan konversi 95,93% dan untuk onggok garut sebanyak 55 mg enzim amiloglukosidase dengan konversi 64,70%. Produksi S. cereviciae tertinggi didapatkan dengan menambahkan jumlah pepton sebanyak 4,75 g untuk onggok singkong dan onggok garut dengan basis 10 gram onggok. Jumlah optimum sel yang didapat dari medium onggok garut adalah 1,61x 108 koloni di jam ke 48 dan dari medium 8,50 x 107 koloni di jam ke 48 untuk onggok singkong. Untuk analisa beta glukan menggunakan HPLC, jumlah tertinggi beta glukan didapatkan dengan menambahkan pepton sejumlah 3,99 g pada onggok singkong menghasilkan beta glukan sebanyak 1,20 % dan 4,75 g pepton pada onggok garut menghasilkan beta glukan sebanyak 1,23 %. Pellet beta glukan paling tinggi berhasil diekstrak dari medium onggok ubi kayu variasi ketiga sebesar 1,77 g/L (0,18 % b/v); dari medium umbi garut variasi ketiga sebesar 1,91 g/L (0,19% b/v); dari sel mutan dalam medium sebesar 6,56 g/L (0,66% b/v) dan dari sel liar dalam medium YPG sebesar 1,84 g/L (0,18% b/v). ......This research utilized Manihot utilissima and Maranta arundinacea waste as a medium of propagation S. cereviciae for the production of β-glucan. The waste was hydrolyzed by the amyloglucosidase enzyme to became a glucose then followed by fermentation in the nitrogenous medium by S.cereviciae. The highest concentration of glucose from hydrolysis was resulted by adding 57.5 mg enzyme for Maranta arundinacea with 95.93% conversion and 50 mg enzyme for Manihot utilissima with 64.70% conversion. For the production of S. cereviciae, the highest amount was obtained by adding 4.75 g peptone to all sample. The optimum number of cells was obtained in an amount of 1.61 x 108 colonies at t = 48 for Maranta arundinacea waste and 8.55 x 107 colonies at t = 48 hours for Manihot utilissima. For beta glucan?s production, the highest number was obtained by using 3.99 g peptone for Manihot utilissima with yield 1.20% and by using 4.75 g of peptone for Maranta arundinacea with yield 1.23%. For beta glucan pellet, the highest number was 1.77 g/L (0.18 % b/v) from Manihot utilisima medium and 1.91 g/L (0.19% b/v) from Maranta arundinacea. Mutant cell in YPG medium produced 6.56 g/L (0.66% b/v) beta glucan pellet and wild cell in YPG medium produced 1.84 g/L (0.18% b/v).
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43658
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library